RPP Teks Ulsasan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMPN 2 Bandung


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII / II
Materi Pokok : Teks Ulasan
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2x pertemuan)

A. Kompentensi Dasar
KI-3 : Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak
KI-4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,
membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang
dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

B. Kompetensi Dasar Dan Indikator Pencapaian Kompetensi


Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi
3.12 Menelaah struktur dan 3.12.1 Menguraikan struktur teks
kebahasaan teks ulasan (film, ulasan yang telah dibaca.
cerpen, puisi, novel, karya seni 3.12.2 Menguraikan kaidah
daerah) yang diperdengarkan dan kebahasaan teks ulasan yang
dibaca. telah dibaca.
3.12.3 Menganalisis teks ulasan
berdasarkan struktur dan
kaidah kebahasaan teks ulasan.
4.12 Menyajikan tanggapan tentang 4.12.1 Menulis teks ulasan dengan
kualitas karya (film, cerpen, puisi, memerhatikan struktur dan
novel, karya seni daerah, dll.) kaidah kebahasaan teks ulasan
dalam bentuk teks ulasan secara 4.12.2 Memajang teks ulasan untuk
lisan dan tulis dengan dikomentari peserta didik lain.
memperhatikan struktur, unsur
kebahasaan, atau aspek lisan

C. Tujuan Pembelajaran
1. Pertemuan pertama
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta didik diharapkan dapat:
a. Menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan teks ulasan
b. Menganalisis isi teks ulasan karya berdasarkan struktur dan kaidah kebahasaan
teks ulasan

2. Pertemuan kedua
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta didik diharapkan dapat:
a. Menjelaskan cara menulis teks ulasan.
b. Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan/kekurangan produk, karya, atau
benda tertentu sebagai bahan menulis teks ulasan.
c. Menulis teks ulasan dengan memperhatikan struktur, kaidah-kaidah bahasa, dan
data produk, karya, atau benda.
d. Memajang teks ulasan untuk dikomentari peserta didik lain
(perorangan/kelompok).

D. Materi Pembelajaran
1. Regular
a. Fakta
Teks ulasan film “Dilan 1990”, teks ulasan film “Perahu Kertas” beserta unsur-
unsurnya
b. Konsep
1) Struktur teks ulasan
2) Kaidah kebahasaan teks ulasan
3) Langkah-langkah-langkah menulis teks ulasan
c. Prinsip
1) Mengetahui struktur teks ulasan
2) Mampu menentukan struktur teks ulasan
3) Mengetahui kaidah kebahasaan teks ulasan
4) Mengtahui langkah-langkah menulis teks ulasan
d. Prosedur
1) Siswa membaca teks ulasan film film “Perahu Kertas”
2) Siswa bersama guru mengidentifikasi struktur teks ulasan film film “Perahu
Kertas”
3) Siswa bertanya mengenai struktur teks ulasan
4) Siswa bersama guru mengidentifikasi kaidah kebahasaan teks ulasan film
“Dilan 1990”
5) Siswa bertanya mengenai kaidah kebahasaan teks ulasan
6) Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok
7) Secara berkelompok, siswa mengindetifikasi struktur dan kaidah kebahasaan
ulasan film “Dilan 1990”
8) Hasil identifikasi kemudian didiskusikan antarkelompok
9) Siswa menulis teks ulasan karya yang dibaca/ditonton berdasarkan struktur dan
kaidah kebahasan teks ulasan, dan aspek lisan

2. Remedial

Kegiatan pembelajaran remedial diberikan pada peserta didik yang belum mencapai
ketuntasan belajar sesuai hasil analisis penilaian. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa
pemanfaatan tutor sebaya dalam menganalisis struktur dan kaidah kebahasaan novel
“Jalan Tak Ada Ujung”.

3. Pengayaan

Berdasarkan hasil analisis penilaian, peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan
belajar diberi kegiatan pembelajaran pengayaan untuk perluasan dan/atau pendalaman
materi (kompetensi) antara lain dalam bentuk mengerjakan soal.

E. Metode/ Model Pembelajaran

Pendekatan : Saintifik

Model pembelajaran : Discovery Based Learning, Project Based Learning, Group


Investigation

Metode pembelajaran : Ceramah, tanya jawab, demonstrasi, diskusi.

F. Media dan Bahan Pembelajaran


1. Media
Media yang digunakan dalam pembelajaran ini, diantaranya:
a. Tayangan salindia yang berisi penjabaran materi struktur dan kaidah
kebahasaan teks ulasan serta langkah-langkah menulis teks ulasan
b. Tayangan salindia yang berisi contoh teks ulasan
c. Tayangan video pendek/trailer film Dilan 1990
2. Alat dan Bahan :
a. Spidol dan papan tulis
b. Laptop dan LCD Proyektor
c. Speaker
3. Sumber Belajar :
a. Buku siswa Bahasa Indonesia Kelas VIII kurikulum 2013 edisi Revisi 2017
b. Buku pegangan guru
c. Buku, jurnal, atau beberapa artikel ilmiah yang relevan

G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan (15 Menit)
Orientasi :
1. Melakukan pembukaan dengan salam pembuka, memanjatkan syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa dan berdoa untuk memulai pembelajaran
2. Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap disiplin
3. Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan
pembelajaran
Apresiasi
1. Mengaitkan materi/tema/kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan
pengalaman peserta didik dengan materi/tema/kegiatan sebelumnya
2. Mengingatkan kembali materi prasyarat dengan bertanya
3. Mengajukan pertanyaan yang ada keterkaitannya dengan pelajaran yang akan
dilakukan
Motivasi
1. Memberikan gambaran tentang manfaat mempelajari pelajaran yang akan
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
2. Apabila materi/tema/proyek ini dikerjakan dengan baik dan sungguh-sungguh,
maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan tentang materi : struktur dan
kaidah kebahasaan teks ulasan.
3. Menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan yang akan berlangsung
Pemberian Acuan
1. Memberitahukan peserta didik tentang kompetensi inti, kompetensi dasar,
indikator, dan KKM pada pertemuan yang akan berlangsung
4. Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pengamatan belajar sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran
Kompetensi Inti (50 Menit)
Pertemuan Pertama Peserta didik membuat kelompok beranggotakan 5-6
orang
Mengamati
1. Guru menayangkan teks ulasan film “Perahu
Kertas” di salindia
2. Peserta didik mengamati struktur dan kaidah
kebahasaan teks ulasan yang ditampilkan
3. Peserta didik mengamati kembali teks ulasan film
“Dilan 1990”
4. Peserta didik diminta untuk mencatat hal-hal yang
belum dipahami berkenaan dengan struktur dan
kaidah kebahasaan teks ulasan.
Menanya
1. Peserta didik dipersilakan untuk mengajukan
pertanyaan yang berkenaan dengan struktur dan
kaidah kebahasaan teks ulasan
2. Guru mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
didik di papan tulis dan memilih pertanyaan terbaik
yang akan dijadikan fokus pembelajaran
Menalar
1. Peserta didik membaca paparan materi dalam buku
siswa dan sumber lain yang relevan mengenai
struktur dan kaidah kebahasaan teks ulasan.
2. Peserta didik diarahkan untuk menjawab
pertanyaan yang telah dirumuskan
Mengasosiasikan
1. Peserta didik diberikan latihan secara berkelompok
untuk mengembangkan pemahaman peseta didik
tentang struktur dan kaidah kebahasaan teks ulasan
Mengomunikasikan
1. Perwakilan setiap kelompok maju ke depan kelas
untuk mengomunikasikan hasil temuan dari latihan
yang telah dilakukan
2. Peserta didik lain diminta untuk memberikan
tanggapan
3. Guru memberikan tanggapan terhadap hasil
pekerjaan yang telah dipaparkan oleh peserta didik
4. Guru melakukan penilaian dalam proses
pembelajaran tersebut
Kegiatan Penutup (15 Menit)
1. Guru memfasilitasi peserta didik membuat kesimpulan mengenai pembelajaran
yang telah berlangsung
2. Guru bersama-sama peserta didik melakukan evaluasi pembelajaran
3. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik dalam proses dan hasil
pembelajaran dengan cara memberikan penguatan dan pujian.
4. Guru memberikan ko-kurikuler
5. Guru memberitahukan kegiatan belajar yang akan dipelajari pada pertemuan
berikutnya.
6. Guru menutup kegiatan belajar dengan berdoa

H. Penilaian
1. Penilaian sikap (observasi)

Penilaian ini berdasarkan pengamatan sikap dan perilaku peserta didik sehari-hari,
baik terkait dalam proses pembelajaran maupun secara umum. Pengamatan langsung
dilakukan oleh guru. Berikut instrumen penilaian sikap.
a. Penilaian sikap individu
Nama Aspek Perilaku yang Dinilai
Jumlah Skor Kode
No Peserta Bertanggung Percaya
Cermat Jujur Skor Sikap Nilai
Didik Jawab Diri
1.
2.

Catatan:
1) Aspek perilaku dinilai dengan kriteria :
100 = sangat baik
75 = baik
50 = cukup
25 = kurang
2) Skor maksimal = jumlah sikap dinilai dikalikan jumlah kriteria = 100 x 4 =
400
3) Skor sikap = jumlah skor dibagi jumlah sikap yang dinilai
4) Kode nilai/ predikat :
75,01 – 100,00 = sangat baik (A)
50,01 – 75 = baik (B)
25,01 – 50,00 = cukup (C)
00,00 – 25,00 = kurang (K)

Format di atas dapat diubah sesuai dengan aspek perilaku yang ingin dinilai

b. Penilaian kelompok
No Nama Aspek Perilaku yang Dinilai Jumlah Skor Kode
Peserta Bekerja Aktif Komunikatif Kritis Skor Sikap Nilai
Didik sama

Catatan :
1) Aspek perilaku dinilai dengan kriteria :
100 = sangat baik
75 = baik
50 = cukup
25 = kurang
2) Skor maksimal = jumlah sikap dinilai dikalikan jumlah kriteria = 100 x 4 =
400
3) Skor sikap = jumlah skor dibagi jumlah sikap yang dinilai
4) Kode nilai/ predikat :
75,01 – 100,00 = sangat baik (A)
50,01 – 75 = baik (B)
25,01 – 50,00 = cukup (C)
00,00 – 25,00 = kurang (K)

Format di atas dapat diubah sesuai dengan aspek perilaku yang ingin dinilai

2. Penilaian pengetahuan
a. Regular
Penilaiannya dilakukan dengan teknik penilaian tes tertulis. Berikut ini
merupakan uraian tes beserta instrumen penilaiannya.
SOAL
DILAN 1990

Sumber Gambar: Google Image

Sutradara: Fajar Bustomi | Produser: Ody Mulya Hidayat

Penulis: Pidi Baiq, Titien Wattimena | Based on: Novel Dilan 1990

Pemeran: Iqbaal Ramadhan, Vanesha Prescilla

Rumah Produksi: Falcon Pictures, Max Pictures | Tanggal Rilis: 25 Januari 2018

Durasi: 110 menit | Genre: Drama | Rating: 3.5/5

“Cemburu itu hanya untuk orang yang tidak percaya diri. Dan, sekarang aku sedang tidak
percaya diri.”

DILAN—sebuah film berlatar tahun 90-an yang sebelumnya sudah beken dengan versi
novelnya yang ditulis oleh Pidi Baiq dan diterbitkan pertama kali pada tahun 2014. Kala itu,
ketika novelnya pertama kali diterbitkan dan entah sekarang sudah cetakan keberapa, saya
kurang tahu, fenomena demam Dilan ini sudah bisa dirasakan, meski tak segencar ketika film
Dilan dirilis sejak 25 Januari 2018 lalu. Bayangkan saja, ketika ulasan ini saya tulis, film
Dilan pada hari ke-24 sudah mampu menarik penonton sebanyak 5.472.532, hal itu membuat
film ini menjadi film paling sukses di tahun 2018, sekaligus menjadi film nomor dua terlaris
sepanjang masa. Dan, mungkin mempunyai peluang untuk menggeser Warkop DKI Reborn
Part I dari posisi film terlasir nomor satu sepanjang masa.

Film ini menceritakan kisah romansa anak remaja SMA dengan segala problem khas
remaja. Seperti saya dan teman-teman ketahui, film ini berpusat pada dua karakter utama,
yakni Dilan dan Milea—jika di luar sana ada Romeo dan Juliet, dan di Indonesia sebelumnya
ada Rangga dan Cinta—nampaknya Dilan dan Milea akan menjadi ikon baru
sebagai relantionship goals di Indonesia. Ya, tentu saja, siapa yang tak ingin dihujani kata-kata
manis seperti Milea? Atau siapa yang tak ingin mendapatkan pacar secantik Milea? Dan banyak
lagi kondisi-kondisi yang menyebabkan para penonton akan merasa senang jika mendapatkan
pasangan siap mati seperti Dilan, dan secantik Milea ini.
Tidak seperti pada ulasan-ulasan saya lainnya yang memberikan sinopsis sebagai
pengantarnya, pada ulasan film Dilan ini saya akan langsung menyasar pada apa yang menjadi
catatan saya, karena saya yakin banyak teman-teman yang sudah menonton atau yang sudah
tahu ceritanya meski belum sempat menontonnya.

Nonton film Dilan 1990, haruskah?

Seperti yang telah saya sampaikan di atas, film Dilan sebelumnya telah lebih dahulu
dikenal melalui novel dengan judul yang sama dan ditulis oleh Pidi Baiq. Novel remaja 90-an
ini menarik banyak sekali minat pembaca, dan beberapa teman saya juga sudah membaca novel
ini, saya? Oh, tidak. Saya bukan termasuk orang yang suka membaca suatu buku yang terlalu
ramai diperbicangkan oleh banyak orang, istilahnya saya kurang menyukai buku-buku yang
kelewat mainstream. Bukankah Haruki Murakami pernah menyampaikan lewat bukunya yang
berjudul Norwegian Wood bahwa, jika kamu hanya membaca buku yang orang lain baca,
kamu hanya bisa memikirkan apa yang orang lain pikirkan?

Begitupun film Dilan, pada awalnya saya kurang tertarik dengan adanya film ini dari
pertama kali saya mendengar bahwa Dilan akan difilmkan, oh tidak, tidak ada barang sedikit
pun minat saya untuk menontonnya. Terlebih mengetahui bahwa Iqbaal adalah aktor yang
didaulat untuk memerankan karakter panglima tempur dari Bandung ini, semakin saya tak
tertarik. Dan ketika trailer film resmi dikeluarkan, oke, mungkin saya mulai tergerak untuk
meliriknya, tapi ya masih dalam taraf biasa saja.

Hingga sampailah saya pada malam di mana saya memutuskan untuk menonton flm ini
dengan partner nonton seumur hidup saya, bahkan ketika sampai di Mba ticketing pun kami
masih memastikan lebih kepada diri sendiri, “Yakin nonton Dilan?”

Film Dilan 1990 menurut saya…

Setelah menonton film Dilan, mungkin ada pergeseran opini saya mengenai film ini,
dan dari melihat Iqbaal memerankan karakter Dilan, saya paham dan sadar betul kenapa aktor
sekaligus penyanyi ini mempunyai penggemar yang begitu banyak dan bisa dibilang cukup
fanatik dengannya. Karena ketika saya menandaskan 110 menit saya untuk melihat akting
Iqbaal, saya pun hampir memutuskan untuk menjadi salah satu fannya, oke, untung hal itu bisa
saya tahan meski saya sempat menggila bersama salah satu teman saya mengenai pesona Dek
Iqbaal ini. Duh, Dek, senyum dan tatapanmu ituloh…

Menurut saya, sosok Iqbaal sebagai Dilan inilah yang mungkin menjadi satu-satunya
kekuatan di dalam film. Saya kurang tahu bagaimana sosok Dilan sesungguhnya yang ada di
dalam novel, karena menurut teman-teman yang sudah membaca novelnya mereka mengatakan
bahwa, Iqbaal kurang bad boy, Dilan itu gak ganteng, Iqbaal terlalu baik mukanya, dll—tapi,
saya tak akan membandingkan fisik antara penggambaran Dilan di novel dan di film, karena
mungkin perbedaan ini sengaja dibuat untuk menyesuaikan kebutuhan pasar, kita mesti
mengingat bahwa dunia film adalah dunia industri, jadi tak mungkin membuat sesuatu untuk
sengaja tenggelam, bukan?
Baiklah, kembali kepada Iqbaal. Terakhir saya melihat akting dari Iqbaal adalah pada
film Ada Cinta di SMA—cerita dengan setting yang tak terlalu berbeda dengan Dilan karena
masih berpusat pada kehidupan anak SMA—pada film itu terlihat bahwa akting Iqbaal masih
sedikit kaku dan biasa saja, bahkan tak cukup mencuri perhatian dan tidak meninggalkan kesan
yang mendalam kepada penonton, yakni saya. Dan, hal ini sangat berbeda ketika saya melihat
akting Iqbaal sebagai Dilan, hal ini mungkin juga karena Iqbaal sudah mempunyai pengalaman
yang cukup, atau mungkin dia juga mengikuti kelas akting, atau semacamnya—yang terlihat
jelas adalah bahwa Iqbaal memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan pada
kemampuan berakting.

Dilan versi Iqbaal meninggalkan kesan yang cukup mendalam bagi penonton, terlepas
dari cocok atau tidak cocoknya dia sebagai Dilan, menurut saya Dilan versinya mampu merebut
banyak perhatian dari penonton, dan hal ini sudah sangat terbukti melalui jumlah penonton
yang telah menonton film Dilan, bahkan ada beberapa orang yang rela menonton ulang film
ini hanya untuk merasakan kembali euforia yang diberikan oleh Dilan.

Lalu bagaimana dengan sosok Milea yang diperankan oleh Vanesha? Milea, adalah
gadis cantik, baik hati, dan polos atau naif mungkin? Atau ya memang begitulah karakter
remaja di usia-usia seperti itu. Saya baru pertama kali ini melihat akting Vanesha, jadi saya
tidak tahu apakah aktingnya mengalami kenaikan atau penurunan kualitas, jadi saya hanya akan
berfokus pada bagaimana Vanesha di film ini. Seperti pada Dilan, saya kurang paham juga
mengenai karakter Milea yang harus dibawakan, selain kenyataan bahwa Milea adalah sosok
yang cantik, bahkan ketika dia memasang muka melongo pun ya tetap saja terlihat cantik.
Secara keseluruhan sebagai gadis cantik combo dengan sifat baik hati, Vanesha berakting
cukup baik, selain satu kenyataan bahwa ketika dia harus berakting tertawa, Vanesha masih
terlihat garing dan kurang natural.

Tapi, jika berbicara mengenai chemistry antara Iqbaal dan Vanesha, saya bisa
menjamin bahwa mereka sangat berhasil untuk merepresentasikan dua remaja yang saling jatuh
cinta dan masing-masingnya menjadi pusat semesta yang lainnya.

Selain dua karakter di atas, banyak karakter lainnya yang menurut saya bisa dibawakan
cukup baik oleh para aktor dan aktris muda ini. Saya ambil contoh karakter Anhar yang
diperankan oleh Giulio Parengkuan, sebagai remaja yang rebel nan temperamen, dia cukup
bisa menginterpretasikan sosok Anhar. Atau karakter Beni yang diperankan oleh Brandon
Salim, sosok manja yang suka bertindak sesuka hati dan cenderung arogan ini juga bisa
dibawakan oleh Brandon dengan cukup baik.

Hal positif lainnya yang menjadi kekuatan dalam film ini adalah alur cerita film itu
sendiri. Meski menurut saya kerapatan ceritanya kurang, sebagai film remaja Dilan merupakan
film yang sayang untuk dilewatkan. Jika penonton menanyakan kenapa konflik dalam cerita
tidak terlalu digali, memang benar bahwa pemicu konfilk dalam film ini cukup banyak, akan
tetapi selama film mulai hingga berakhir penonton tidak akan melihat adanya klimaks dalam
ceritanya. Hal ini sebenarnya sudah sering kita lihat di film-film remaja lainnya, sebut saja
salah satu film fenomenal di tahun 90-an, Lupus—jika teman-teman pernah menonton film ini,
hal yang sama mengenai konflik yang tidak ada klimaksnya juga akan ditemukan dalam film
Lupus, seperti kita temukan di film Dilan.

Karena sebenarnya menurut saya target pasar film ini adalah remaja, jadi cerita yang
ringan dengan penyampaian yang unik dari film Dilan ini cukup bisa diterima dengan baik.
Akan tetapi, seperti yang kita ketahui bahwa ternyata penonton yang ikut tertarik untuk
menonton film Dilan adalah bisa dibilang lintas generasi, jadi tak dapat dihindari akan adanya
komentar mengenai konflik cerita yang dinilai kurang gereget.

Meski film Dilan meninggalkan kesan yang cukup positif bagi saya, tetap saja ada
beberapa catatan kecil mengenai film ini. Catatan kecil ini meliputi hal-hal berikut ini. Pertama,
hal yang sangat mengganjal bagi saya adalah mengenai wardrobe—ketika tahun 1990 saya
memang baru lahir, jadi saya tidak tahu baju di tahun-tahun itu harusnya seperti apa, akan
tetapi, saya mempunyai cukup referensi film yang diproduksi di tahun-tahun 80 sampai 90-an,
jadi cukup tahu apakah baju yang dipilih oleh tim wardrobe di film Dilan ini sudah cukup
representatif atau belum, dan menurut saya adalah belum.

Memang benar, untuk baju-baju yang dipakai oleh Milea, tim wardrobe sudah memilih
baju-baju tidur yang bergambar ikon kartun di masa-masa itu, akan tetapi untuk yang lainnya,
menurut saya bisa dibilang belum cukup sesuai. Malahan, baju yang dipakai oleh mereka
ketika photo shoot lebih representatif untuk tahun 1990, jika dibanding dengan baju yang
dipilih ketika produksi film.

Yang kedua, selain wardrobe yang menjadi perhatian saya adalah mengenai make up
and hair do. Ada yang ingat bagaimana bentuk rambut Nike Ardila ketika panjang?
Atua style rambut Nurul Arifin dan Dessy Ratnasari ketika muda? Yaps, mereka-mereka ini
adalah ikon di tahun 90-an, jika kita menilik kembali foto muda mereka, akan sangat terlihat
jelas, bahwa rambut cewek yang tren di masanya adalah cenderung bervolume, dan ketika di
film Dilan, gaya rambut karakter-karakter ceweknya lagi-lagi sangat kekinian. Dan, hal ini pun
juga terjadi kepada karakter-karakter cowok yang ada di film Dilan, jadi hair do bisa dibilang
cukup gagal dalam merepresentasikan tahun 1990.

Jika, ada yang bertanya kenapa sih rambut sama baju saja harus dipermasalahkan? Eits,
santai dulu. Jika kita ingin membuat film dengan setting tahun-tahun tertentu, pasti segala rupa
dan tetek-bengeknya harus disesuaikan dengan tahun tersebut agar merepresentasikan tahun
yang dimaksud. Dan jika ada kekurangan di bagian art, make up, hair do, wardrobe,
ataupun mood and color dalam film, hal ini tentu saja akan sangat mempengaruhi penilaian
penonton, dan feel filmnya juga akan berkurang.

Ketiga, sebelumnya sudah saya sebutkan bagian art, yaps, art department adalah salah
satu komponen utama dalam pembuatan sebuah film. Dan kali ini yang menjadi sorotan saya
adalah mengenai tulisan yang ada pada surat, buku puisi, dan tulisan ketika Dilan membuat
daftar siapa-siapa saja manusia yang mungkin akan jatuh cinta kepada Milea. Kenapa? Apakah
apa ada yang salah? Mungkin hal ini tidak akan dipermasalahkan bagi sebagian besar orang,
tapi bagi saya yang melihat film tak hanya untuk sebagai hiburan semata, di sini saya temukan,
mungkin kita semua bisa lihat perbedaan tulisan tangan antara yang di surat, buku, dan ketika
Iqbaal sendiri menulis secara langsung. Saya bukan ingin menghina tulisan tangan Iqbaal jelek,
bukan seperti itu, tapi di dalam sebuah film itu dikenal sebuah istilah continuity, atau
kesinambungan piranti yang ada di dalam sebuah film, hal ini meliputi tata letak ruangan, gaya
rambut, atau apapun itu yang ada di gambar. Jadi, untuk menimbulkan kesan yang menyatu,
antara scene yang masih berkaitan haruslah bersifat continuity. Nah, ketika saya melihat gaya
tulisan yang di sini diklaim sebagai tulisan Iqbaal yang tak lain adalah Dilan, terlihat
ketidaksamaan antara tulisan tangan yang ada di surat dan tulisan ketika Iqbaal menuliskannya
langsung. Maksud saya begini, bagaimanapun tulisan tangan Iqbaal, apakah tidak lebih baik
untuk tetap Iqbaal yang menulis ketika menulis surat dan menulis puisi di buku puisi? Saya
tahu, mengenai tulisan tangan yang lebih bagus itu pasti bagian dari tim art yang
mempersiapkan, akan tetapi dengan adanya scene di mana Iqbaal menulis langsung dan
tulisannya ini berbeda, ini merusak feel film yang telah dibangun karena cukup mengganggu.

Catatan terakhir dan tak kalah penting dari poin-poin sebelumnya, ada satu scene yang sangat
mengganggu, sangat enggak banget menurut saya, dan bisa membuat mood menonton down.
Yaps, scene tersebut adalah ketika Milea berkendara pulang dengan Ibunya Dilan—pertanyaan
saya, kenapa harus menggunakan bantuan CGI?

Jadi, intinya film Dilan itu…

Menurut saya, seperti yang telah saya sampaikan di awal ulasan saya, bahwa pusat
semesta dari film Dilan ini adalah karakter Dilan yang dibawakan oleh Iqbaal. Terlepas dari
sesuai atau tidak sesuainya Iqbaal dalam membawakan karakter Dilan menurut penggemar
Dilan versi novel, saya sangat appreciate akting Dek Iqbaal ini.

Setiap film pasti selalu punya sisi positif dan negatif, dari beberapa catatan yang saya
berikan untuk film ini, menurut saya film Dilan ini cukup bisa dijadikan referensi menonton
jika teman-teman sudah tak tahu lagi ingin menonton apa. Dan meskipun belum bisa dikatakan
sebagai film bagus, film Dilan merupakan film yang sangat entertaining.

Secara berdiskusi, jelaskanlah bagian-bagian dari struktur teks tersebut!


Struktur Teks Penjelasan
Ulasan Film
“Dilan 1990”
a. Identitas karya

b. Orientasi

c. Sinopsis

d. Analisis

e. Evaluasi
Pedoman/ Instrumen Penilaian

Nomor
Deskripsi jawaban Skor
Soal
Jika menjelaskan identitas karya dengan tepat 3
1 Jika menjelaskan identitas karya kurang tepat 2
Jika menjelaskan identitas karya tidak tepat 1
Jika menjelaskan orientasi dengan tepat 3
2 Jika menjelaskan orientasi kurang tepat 2
Jika menjelaskan orientasi tidak tepat 1
Jika menjelaskan sinopsis dengan tepat 3
3 Jika menjelaskan sinopsis kurang tepat 2
Jika menjelaskan sinopsis tidak tepat 1
Jika menjelaskan analisis dengan tepat berdasarkan isi
3
teks
Jika menjelaskan analisis kurang tepat berdasarkan isi
4 2
teks
Jika menjelaskan analisis tidak tepat berdasarkan isi 1
teks
Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 3
5 Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 2
Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 1
Total Skor Maksimal 15

Cara perhitungan :
Nilai = Skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimal

b. Remedial

Penilaian pada kegiatan remedial merupakan pengulangan dari kegiatan regular


yang disajikan dengan contoh teks yang berbeda

Judul Buku : Jalan Tak Ada Ujung


Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
ISBN : 978-979-461-980-3
Tahun Terbit : Februari 2016, cetakan ke-7
Tebal : 168 halaman

Guru Isa hendak berangkat ke sekolah. Ia melewati sebuah warung. Ia melihat istrinya
di sana, kemudian merunduk. Ia tahu kalau istrinya hendak mengutang beras lagi di warung
Pak Damrah. Guru Isa kembali berjalan, sayang, para serdadu Nica (No Indonesian Cares
About)—serdadu Sich Hindia Belanda dan para penentang kebijakan Sukarno—yang berada
di dalam sebuah truk datang berkeliling gang. Mereka melintasi jalan yang hendak dilalui
guru Isa. Lantas orang-orang dalam warung tadi berlarian, refleks guru Isa pun mengikuti.
Ia bersembunyi pada salah satu rumah yang berada di dekatnya.

Serdadu Nica, setiap kali melihat orang yang berlarian dan hendak bersembunyi,
lekas saja mengokang senjata dan menembakkan peluru panasnya secara membabi-buta.
Nahasnya tak ada yang berani melawannya. Sembari menembaki mereka terus berjalan.
Entah ditembakkan ke berapa, tepat berada di pandangan Guru Isa, serdadu Nica itu
menembak seorang perempuan Tionghoa yang halaman rumahnya ia pakai untuk
bersembunyi. Guru Isa gemetar takut tertangkap. Meski setelah itu para serdadu kembali ke
dalam truk dan melanjutkan perjalanan. Sejak saat itu, guru Isa selalu merasa kalah, dan
ketakutan selalu berada selangkah di belakangnya, menjadi bayang-bayang yang
menghantuinya ke manapun ia berjalan, bahkan sampai terbawa ke alam mimpi. Setiap kali
hendak tidur, ia selalu gusar.

Entah bisa dibilang nasib buruk atau baik, dalam keadaan guru Isa yang dalam
ketakutan, ada seorang pemuda bernama Hazil yang menemuinya. Mula-mula mereka ada
kecocokan pada hobi yang dimilikinya. Hazil datang kepadanya karena ia senang
menggesek biola, dan seseorang membawanya kepada Guru Isa, si pemain biola terbaik di
sekolah tempatnya mengajar. Akan tetapi, karena intensitas Hazil datang ke rumah Guru Isa,
pada akhirnya ia mengajak juga guru yang lugu dan berperangai kaku dalam bergaul itu
untuk tergabung dalam gerakan perjuangan yang mereka dirikan. Lagi-lagi karena
ketidakenakan serta kurang beraninya ia menolak ajakan Hazil, maka ia menurutinya.
Hingga di kemudian hari ia ditunjuk sebagai pemimpin gerakan. Dan sejak saat itu berpikir
bahwa pada akhirnya semua ibarat jalan. Apa yang ia kerjakan dan putuskan adalah jalan.
Jalan tak ada ujung.

Penggalian karakter yang sedemikian detil itu berhasil merasuk ke dalam benak
pembaca. Betapa Guru Isa adalah orang yang sangat pendiam dan selalu memendam segala
perasaannya. Ia penuh keragu-raguan sampai membuat ia harus menjadi orang lain.
Berperang, bertarung secara fisik adalah bukan guru Isa yang ia sendiri tahu. Ia hanya
seorang guru. Guru sekolah dasar. Selama ia bersama Hazil, ia hanya orang yang berpura-
pura; pura-pura berani, pura-pura berontak. Ia sekali pernah berucap pada istrinya, Fatimah,
“aku tidak suka pada orang yang berpura-pura”—(hal.71).

Guru Isa menaruh kekaguman pada Hazil ketika pemuda itu menggesek biola
pinjaman darinya. Ada karakter baru yang ia lihat, bukan sebagai pemuda pemberontak,
tetapi pemuda yang berhasil memberikan ekspresi positif. Sayangnya, kekagumannya itu
tak berlangsung lama. Ketika guru Isa sedang terbaring sakit, sudah sejak jauh hari ternyata
Hazil pernah bertukar pandang secara diam-diam dengan Fatimah.

Bahkan, alih-alih menyesali perbuatannya—karena memang Fatimah sudah tak


menaruh perasaan lagi pada guru Isa—mereka malah semakin menjadi. Puncaknya ketika
guru Isa sedang mengajar, Hazil datang menemui Fatimah untuk berselingkuh. Kebiasaan
Hazil selalu menaruh pipa rokoknya di bawah bantal. Ia akan selalu diingatkan Fatimah
untuk tidak lupa mengambil pipa rokoknya.

Sepandai apapun kau menyembunyikan bangkai, baunya akan tercium juga.


Begitulah aksioma bersabda. Dan benar saja, ketika malam hari, saat guru Isa hendak tidur,
tangannya tanpa sengaja mendapati sebuah pipa di bawah bantalnya. Kegeraman guru Isa
pun dirasakan oleh pembaca tentunya. Lebih-lebih dengan keputusan Guru Isa untuk tidak
memperpanjang masalah dan tidak menanyakannya. Bahkan pipa itu ia simpan dalam laci
kerjanya dan tak butuh bertanya apa pun pada kedua tersangka.

Kebohongan demi kebohongan pun mulai terbangun. Satu kebohongan timbul


menutupi kebohongan lainnya. Hazil dengan kawannya Rahmat setelah berhasil
menyelundupkan senjata dan granat, mereka merencanakan untuk menyerang serdadu
Hindia Belanda yang ramai berada di bioskop. Hazil meminta Guru Isa untuk ikut dan
memastikan keduanya setelah penyerangan akan baik-baik saja. Setelah mengangguki,
terjadilah segalanya. Granat berhasil meledak meski hanya dua serdadu saja yang tewas.
Hazil dan Rahmat aman, tentara belum berhasil melacak siapa pelakunya. Sayang hanya
berlaku satu Minggu saja. Minggu berikutnya Hazil tertangkap dan membuat guru Isa
ketakutan. Hari-hari berikutnya ia tidak bisa terlelap. Selalu saja membayangi kalau suatu
waktu para tentara datang menjemputnya. Tetapi sesekali ia berpikir akan aman. Sebab Hazil
dan Rahmat sebelum melakukan aksi itu, bila tertangkap nanti tidak akan menyebut-nyebut
nama Guru Isa. Sayangnya Hazil hanyalah orang bodoh yang tak tahu rasa terima kasih.
Karena ketidaktahanannya oleh hukuman dan penyiksaan yang dilakukan serdadu Nica
padanya, maka ia pun mengatakan kalau masih ada dua orang lagi kawan yang berkomplot
dengannya. Yakni guru Isa dan Rahmat.

Rahmat berhasil kabur keluar kota. Sedangkan guru Isa tak berdaya apa-apa saat
digelendang tentara ke jeruji besi. Ia sungguh tak menyangka, Hazil si pemuda yang ia
kagumi ternyata menelan ludahnya sendiri. Ia berkhianat padanya.

Novel Jalan Tak Ada Ujung berhasil mengilustrasikan sisi gelap dari orang-orang
yang hidup di masa pra-kemerdekaan. Tidak semua yang berkata berjuang untuk negara
benar-benar tulus. Banyak yang menjadikan gaung perjuangan sebagai jalur mencari
keuntungan diri sendiri, menjadikan orang-orang oportunis. Bahkan hingga tak peduli lagi
pada orang lain. Hazil adalah apa yang biasa kita temui dan kita lihat hingga kini. Orang-
orang terdekat kita sangat berpotensi besar untuk menjadi pengkhianat. Sebab ia sudah tahu
banyak hal dari apa yang diri kita miliki.

Mochtar Lubis berhasil kuat menampilkan suasana empiris tokoh-tokoh yang


dibuatnya. Juga penggambaran suatu ruang dan waktu di masa kelam negara Indonesia. Pada
akhirnya, kemerdekaan hanya menjadi sebuah pertanyaan yang mengapung-apung di udara.
Ia bak sebuah debu yang dihempas angin ke sana-kemari. Ia juga bak jalan yang tiada
habisnya. Tiada tujuannya. Tiada ujungnya.

(Sumber: www.quadraterz.com dengan beberapa penyesuaian)

Secara berdiskusi, jelaskanlah bagian-bagian dari struktur teks tersebut!

Struktur Teks Penjelasan


Ulasan Novel
“Jalan Tak Ada
Ujung”
a. Identitas
karya
b. Orientasi

c. Sinopsis

d. Analisis

e. Evaluasi

Pedoman/ Instrumen Penilaian

Nomor
Deskripsi jawaban Skor
Soal
Jika menjelaskan identitas karya dengan tepat 3
1 Jika menjelaskan identitas karya kurang tepat 2
Jika menjelaskan identitas karya tidak tepat 1
Jika menjelaskan orientasi dengan tepat 3
2 Jika menjelaskan orientasi kurang tepat 2
Jika menjelaskan orientasi tidak tepat 1
Jika menjelaskan sinopsis dengan tepat 3
3 Jika menjelaskan sinopsis kurang tepat 2
Jika menjelaskan sinopsis tidak tepat 1
Jika menjelaskan analisis dengan tepat berdasarkan isi
3
teks
Jika menjelaskan analisis kurang tepat berdasarkan isi
4 2
teks
Jika menjelaskan analisis tidak tepat berdasarkan isi 1
teks
Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 3
5 Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 2
Jika menjelaskan evaluasi dengan tepat dan jelas 1
Total Skor Maksimal 15

Cara perhitungan :
Nilai = Skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimal
f. Pengayaan

Kegiatan pengayaan merupakan perluasan penilaian yang dilakukan ketika


peserta didik sudah tuntas mencapai kegiatan pembelajaran regular. Peserta didik
diminta untuk mengerjakan soal latihan.

1. Bacalah sebuah teks ulasan, kemudian uraikanlah teks tersebut


berdasarkan struktur teks ulasan!
2. Carilah kalimat-kalimat dalam teks tersebut yang mengandung kaidah
kebahasaan teks ulasan!

Pedoman/ Instrumen Penilaian

Nomor
Deskripsi jawaban Skor
Soal
Jika dapat menguraikan kelima struktur teks ulasan yang
5
dibaca
Jika hanya dapat menguraikan empat strtuktur teks ulasan
4
yang dibaca
Jika hanya dapat menguraikan tiga strtuktur teks ulasan
1 3
yang dibaca
Jika hanya dapat menguraikan dua strtuktur teks ulasan
2
yang dibaca
Jika hanya dapat menguraikan satu strtuktur teks ulasan
1
yang dibaca
Jika terdapat 5 kalimat yang mengandung kaidah
5
kebahasaan teks ulasan
Jika terdapat 5 kalimat yang mengandung kaidah
4
kebahasaan teks ulasan
Jika terdapat 5 kalimat yang mengandung kaidah
2 3
kebahasaan teks ulasan
Jika terdapat 5 kalimat yang mengandung kaidah
2
kebahasaan teks ulasan
Jika terdapat 5 kalimat yang mengandung kaidah
1
kebahasaan teks ulasan
Total Skor Maksimal 20

Cara perhitungan :
Nilai = Skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimal

1. Penilaian keterampilan

Penilaian keterampilan dilakukan ketika peserta didik menampilkan hasil temuannya


bersama kelompok

Format Penilaian Kelompok


Aspek Bobot Bobot skor
maksimal minimal
a. Ketepatan analisis struktur dan
30 5
kebahasan teks ulasan
b. Kedalaman analisis struktur dan
25 5
kebahasaan teks ulasan
c. Kejelasan dalam penyampaian 15 5
d. Kedisiplinan dalam penampilan 10 5
e. Kejelasan menjawab pertanyaan
10 5
kelompok lain
f. Kesigapan menanggapi komentar
10 5
kelompok lain
Total 100 30

Cara perhitungan :
Nilai = Skor yang diperoleh x 100%
Skor maksimal

Anda mungkin juga menyukai