0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
68 tayangan36 halaman

Proposal Mia Fixxx

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 36

ISOLASI FUNGI ENDOFIT PADA DAUN SAMBUNG NYAWA

(Gynura procumbens (Lour.) Merr.) YANG BERPOTENSI


PENGHASIL ANTIBAKTERI TERHADAP BAKTERI
PENYEBAB INFEKSI KULIT
NAMA : NURMIATI
STAMBUK : 150 2015 0129
PEMBIMBING : 1. RACHMAT KOSMAN, S.Si., M.Kes., Apt.
2. RUSLI, S.Si., M.Si., Apt.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah serius dalam

bidang kesehatan dari waktu ke waktu terus berkembang dan dapat

terjadi dibeberapa negara, baik negara maju maupun negara

berkembang seperti di Indonesia. Infeksi merupakan penyakit yang dapat

ditularkan dari satu orang ke orang lain. Penyakit infeksi dapat

disebabkan oleh berbagai mikroorganisme patogen seperti bakteri,

jamur, virus dan parasit yang masuk dan berkembangbiak dalam tubuh

manusia (Aulia, IA 2008, h. 1).

Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi kulit

yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme salah satunya bakteri.

Adapun bakteri yang dapat menyebabkan infeksi kulit antara lain

Staphylococcus aureus, Propionibacterium acnes, Staphylococcus

epiermidis, dan Pseudomonas aeruginosa. Pengobatan terhadap

penderita penyakit infeksi kulit dapat dilakukan dengan menggunakan

antibiotik (Mawan, AR, Sri, EL & Suhadi 2017, h. 8). Meskipun penderita

1
Universitas Muslim Indonesia
2

penyakit infeksi kulit dapat diterapi dengan menggunakan antibiotik tetapi

karena penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat mengakibatkan

resistensi (Siregar, AF, Agus, S & Delianis, P 2012, h. 153)..

Seiring dengan meningkatnya resistensi bakteri terhadap berbagai

antibiotik maka harus diimbangi dengan penemuan antibakteri baru.

Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari senyawa bioaktif dan

metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Sehingga tanaman

dapat digunakan sebagai alternative untuk obat antibakteri baru.

Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni QS.

Asy-Syu’ara: 7

Terjemahannya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, betapa

banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam

pasangan (tumbuh-tumbuhan) yang baik?”

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu

sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.). Sambung nyawa

telah dimanfaatkan penduduk Indonesia sebagai obat alami untuk

penyembuhan penyakit limpa, ginjal, kulit, menurunkan gula darah,

menurunkan tekanan darah, antikarsinogenik dan antibiotic (Aryanti,

Harsojo, Yefni, S & Tri, ME 2007, h. 43). Menurut Hariana, A (2006, h. 35)

daun sambung nyawa telah digunakan sebagai antikanker dan

antibakteri. Kegunaan daun sambung nyawa secara empiris yaitu

sebagai obat antidiabetes. Adapun kandungan kimia dari tanaman daun

Universitas Muslim Indonesia


3

sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) yaitu flavonoid,

saponin, tannin, alkaloid (Hariana, A 2006, h. 35). Minyak asiri, fenolik,

dan terpenoid (Dwi, DAB, Junuarty, J & Elvira, Y 2018, h. 10).

Hampir setiap jaringan tumbuhan dapat ditemukan mikroba endofit

(bakteri/jamur) yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif dan

metabolit sekunder yang sama dengan inangnya dengan aktivitas yang

besar. Dari sekitar 300.000 jenis tumbuhan yang tersebar di muka bumi,

masing-masing tumbuhan mengandung satu atau lebih mikroba endofit

(bakteri/jamur). Namun yang paling umum ditemukan adalah dari jenis

fungi (Handayani, PN 2015, h. 1). Fungi endofit dapat menghasilkan

berbagai senyawa fungsional berupa senyawa antikanker, antivirus,

antibakteri, antifungi serta hormon pertumbuhan tanaman (Akmalasari, I,

Endang, SP, & Ratna, SD 2013, h. 83). Sehingga menjadi peluang yang

besar untuk memanfaatkan fungi endofit dari tumbuhan sebagai

antibakteri.

Penelitian fungi endofit telah banyak dilakukan antara lain oleh

Sinaga (2009) memperoleh 3 isolat fungi endofit dari rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) dan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Menurut hasil penelitian

dari Azizah, NN (2008) memperoleh isolat fungi endofit dari daun jambu

biji (Psidium guajava L.) berpotensi sebagai antibakteri teradap bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Menurut hasil penelitian

dari Noverita, DF & E. Sinaga (2009) memperoleh 2 isolat dari daun dan

rimpang (Zingiber ottensii Vall.) yang memiliki sifat antibakteri yang

Universitas Muslim Indonesia


4

cukup kuat terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yaitu

daunnya.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas hal inilah yang

mendasari perlunya dilakukan penelitian tentang isolasi fungi endofit pada

daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) yang

berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab infeksi kulit

B. Rumusan Masalah

1. Apakah fungi endofit daun sambung nyawa (Gynura procumbens

(Lour.) Merr.) berpotensi sebagai penghasil antibakteri terhadap

bakteri penyebab infeksi kulit?

2. Bagaimana profil biautogram aktivitas antibakteri dari ekstrak

fermentat fungi endofit dari daun sambung nyawa?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengisolasi dan

menguji aktivitas antibakteri ekstrak fermentat isolat fungi endofit

daun sambung nyawa secara KLT-Bioatugrafi.

2. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh

isolat fungi endofit pada daun sambung nyawa

3. Tujuan khusus

a. Untuk menentukan potensi dari isolat fungi endofit daun sambung

nyawa sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab infeksi kulit

Universitas Muslim Indonesia


5

b. Untuk menentukan profil biautogram aktivitas antibakteri dari

ekstrak fermentat fungi endofit dari daun sambung nyawa

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumber data

ilmiah untuk rujukan penelitian lanjutan tentang aktivitas antibakteri

fungi endofit dari daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)

Merr.) dengan metode KLT-Bioatugrafi.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai sumber

informasi bagi masyarakat tentang kegunaan daun sambung nyawa

(Gynura procumbens (Lour.) Merr.) sebagai antibakteri terhadap

bakteri penyebab infeksi kulit.

Universitas Muslim Indonesia


6

E. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dapat disusun suatu kerangka pemikiran

yang disajikan dalam bentuk bagan pada gambar berikut:

Infeksi Kulit Pencarian Senyawa


Antibakteri Resistensi
Antibakteri Baru

Isolasi fungi endofit

Metabolit sekunder

Daun sambung nyawa


Uji aktivitas (Gynura procumbens
Data Ilmiah (Lour.) Merr)
Antibakteri

Kandungan kimia :
Flavonoid, saponin,
tannin, alkaloid (Hariana,
A 2006, h. 35).
Minyak atsiri, fenolik, dan
terpenoid (Dwi, DAB et.
al, 2018, h. 10).

Kegunaan :
Untuk penyembuhan penyakit limpa,
ginjal, kulit, menurunkan gula darah,
menurunkan tekanan darah
antikarsinogenik dan antibiotic
(Aryanti et. al 2007, 43).
Sebagai antikanker dan antibakteri
(Dwi, DAB et. al 2018, h. 10).

Universitas Muslim Indonesia


7

F. Hipotesis

Fungi endofit daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.)

Merr) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri penyebab

infeksi kulit.

Universitas Muslim Indonesia


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi

Daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr) secara

taksonomi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Cronquist, 1981)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Gynura

Spesis : Gynura procumbens (Lour.) Merr

2. Nama lain

Sambung nyawa dikenal dengan berbagai nama di beberapa

daerah, seperti : ngokilo (Jawa), daun beluntas cina (Melayu) (Utami,

P & Desty, EP 2008, h. 251).

3. Morfologi

Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan

tinggi sekitar 20 sampai 60 cm. Berbatang lunak dengan penampang

bulat dan berwarna ungu kehijauan . Berdaun tunggal, berbentuk bulat

telur, berwarna hijau, tepi daun rata atau agak bergelombang, serta

panjangnya bias mencapai 15 dan lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak

berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing serta pertulangan

Universitas Muslim Indonesia


9

menyirip. Sambung nyawa berakar serabut dan tidak berbunga

(Suharmiati & Maryani, H 2006, 5)

4. Kandungan kimia

Daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.)

memiliki kandungan flavonoid, saponin, tannin, alkaloid (Hariana Arief

2006, 35). Minyak asiri, fenolik, dan terpenoid (Dwi, DAB, Junuarty, J

& Elvira, Y 2018, h. 10).

5. Kegunaan

Sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) telah

dimanfaatkan penduduk Indonesia sebagai obat alami untuk

penyembuhan penyakit limpa, ginjal, kulit, menurunkan gula darah,

menurunkan tekanan darah antikarsinogenik dan antibiotic (Aryanti,

Harsojo, Yefni, S & Tri, ME 2007, h. 43). Secara tradisional daun

sambung nyawa telah digunakan sebagai antikanker dan antibakteri

(Dwi, DAB, Junuarty, J & Elvira, Y 2018, h. 10).

B. Fungi Endofit

Fungi merupakan organisme eukariot yang sel-selnya mempunyai

nucleus (inti sel) yang jelas/sejati dan mengandung materi genetic (DNA)

yang dikelilingi oleh membrane inti sel. Fungi dapat berupa organisme

uniseluler, yang disebut dengan khamir, atau berupa organisme

multiseluler, yang disebut dengan jamur. Fungi multiseluler yang

berukuran besar kemungkinan akan terlihat seperti tumbuhan, tetapi

tidak dapat melakukan proses fotosintesis seperti kebanyakan

tumbuhan. Komponen utama penyusun dinding sel fungi sejati adalah

substansi yang disebut dengan kitin. Fungi dapat berproduksi secara

Universitas Muslim Indonesia


10

seksual dan aseksual. Organisme ini memperoleh makanan dengan

menyerap bahan-bahan organic dari lingkungan hidupnya, misalnya dari

tanah, air, atau tumbuhan yang mereka tumpangi (Radji M, M. Biomed

2010, h. 7).

Kemampuan mikroba endofit untuk melakukan kolonisasi pada

jaringan internal tumbuhan menyebabkan endofit punya nilai bagi

perkembangan penampakan tumbuhan tersebut. Istilah tersebut diambil

dari kata “endo” yang berarti di dalam dan “phyte” yang berarti

tumbuhan, yakni mikroba (jamur dan bakteri) yang hidup dalam

tumbuhan baik pada daun, dahan, dan batang dan tidak menyebabkan

kerusakan pada inangnya yang belakangan diketahui sangat bermanfaat

dalam melindungi tumbuhan terhadap serangan hama dan pathogen

(Sastrahidayat, IR 2014, h. 50).

Fungi endofit adalah mikroorganisme (berupa fungi) yang hidup pada

bagian dalam jaringan tumbuhan yakni di akar, batang, daun dan buah

yang tidak menyebabkan kerusakan pada inangnya tetapi bersimbiosis

mutualisme. Senyawa yang dihasilkan jamur endofit tersebut dapat berupa

senyawa anti kanker, antivirus, antibakteri, antifungi, hormon pertumbuhan

tanaman, insektisida dan lain-lain (Noverita, DF & E. Sinaga 2009, hh.

171,172). Banyak dari endofit ini yang mampu menghasilkan zat bioaktif

yang dapat dimanfaatkan dalam dunia farmasi, industri, dan pertanian.

Salah satu jenis endofit yang sangat berpotensi adalah kapang/fungi

endofit (Khairiaha, N & Rinne, N 2017, h. 65).

Mikroorganisme endofit mampu mengeluarkan suatu metabolit

sekunder yang merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu mikroba,

Universitas Muslim Indonesia


11

tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya melainkan untuk

mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang kaya

akan metabolit sekunder bioaktif. Fungi endofit yang hidup pada jaringan

tanaman yang sehat akan menghasilkan enzim dan metabolit sekunder

yang sangat bermanfaat bagi fisiologi dan ekologi tumbuhan inang

(Khoirun Nisa 2018, h.20).

Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol

(1988) digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif

dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara

fungi dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Pada kelompok ini

fungi endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya

melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah

asosiasi antara fungi dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya

terjadi secara bebas melalui air dan udara. Jenis ini hanya menginfeksi

bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan

metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama (Khoirun Nisa 2018,

h.17).

Fungi endofit menghasilkan alkaloid dan mikotoksin sehingga

memungkinkan digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman

terhadap penyakit. Fungi endofit membentuk kait di sekitar hifa patogen

sebelum penetrasi, atau kadang-kadang masuk langsung. Mekanisme

kerja senyawa antimikroba dalam melawan mikroorganisme patogen

dengan cara merusak dinding sel, mengganggu metabolisme sel mikroba,

menghambat sintesis sel mikoba, mengganggu permeabilitas membran

Universitas Muslim Indonesia


12

sel mikroba, menghambat sintesis protein dan asam nukleat sel mikroba.

Simbiosis endofit dengan tanaman mampu memicu inang mengaktifkan

sistem pertahanannya dengan menghasilkan senyawa oksigen reaktif

untuk mengoksidasi atau denaturasi membran sel inang, sehingga akan

meningkatkan ketahanannya terhadap tekanan lingkungan (Khoirun Nisa

2018, h.18)..

Endofit juga merupakan mikroorganisme yang banyak menghasilkan

berbagai macam antioksidan, asam fenol, dan derivatnya, Simbiosis

tanaman dengan endofit meningkatkan adaptasi terhadap lingkungan

yang kurang menguntungkan. Mekanisme endofit dalam melindungi

tanaman terhadap serangan patogen atau serangga yaitu dengan

penghambatan pertumbuhan pathogen secara langsung melalui senyawa

antibiotik dan enzim litik yang dihasilkan. Penghambatan secara tidak

langsung melalui perangsangan endofit terhadap tanaman dalam

pembentukan metabolit sekunder seperti asam salisilat dan etilen yang

berfungsi dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen.

Perangsangan pertumbuhan tanaman sehingga lebih kebal dan tahan

terhadap serangan patogen. Dan kolonisasi jaringan tanaman sehingga

patogen sulit penetrasi (Khoirun Nisa 2018, h.19).

C. Antibakteri

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima

kelompok, yaitu (Pratiwi, S T 2008,h. 54):

1. Mengganggu metabolisme sel bakteri

2. Menghambat sintesis dinding sel bakteri

3. Mengganggu permeabilitas membrane sel bakteri

Universitas Muslim Indonesia


13

4. Menghambat sintesis protein sel bakteri.

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam empat

kelompok, yaitu (Gunawan et. al 2007, hh. 586-587).

a. Menghambat metabolisme sel mikroba. Mikroba membutuhkan asam

folat untuk kelangsungan hidupnya, dimana bakteri pathogen harus

mensintesis sendiri asam folat dari PABA (asam para amino

benzoate). Apabila suatu zat antimikroba menang bersaing dengan

asam PABA (para amino benzoate) untuk diikut sertakan dalam

pembentukan asam folat maka terbentuklah analog asam folat yang

non fungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu.

Contohnya sulfonamide dan trimetroprim.

b. Menghambat sintesis dinding sel. Dinding sel bakteri terdiri dariu

peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida

(glikopeptida). Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara

menghambat reaksi pembentukannya atau mengubahnya setelah

dinding sel tersebut selesai dibentuk. Antimikroba ini dapat

menghambat sintesis atau menghambat aktivitas enzim seperti enzim

transpeptidase sehingga dapat menimbulkan kerusakan dinding sel

yang berakibat sel mengalami lisis. Contohnya basitrasin,

sefalosporin, penisilin, dan vankomisin.

c. Menghambat fungsi membran sel. Membran sitoplasma

mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel dan mengatur

aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membrane sel memelihara

integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada membrane

Universitas Muslim Indonesia


14

ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya

sel, akibatnya mikroba akan mati. Antimikroba ini bekerja langsung

pada membrane sitoplasma yang mempengaruhi permeabilitas dan

menyebabkan keluarnya senyawa-senyawa intraseluler

mikroorganisme atau bakteri. Dalam hal ini antimikroba dapat

berinteraksi dengan sterol pada membrane sitoplasma sel bakteri

Gram negatif. Contohnya amfoterisin B, nistatin, polimiksin, dan

kolkisin.

d. Menghambat sintesis protein. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu

mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom

bantuan m-RNA dan t-RNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub

unit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai

ribosom 30S dan 50S. untuk fungsi pada sintesis protein komponen ini

akan bersatu pada pangkal rantai m-RNA menjadi ribosom 70S.

D. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi merupakan salah satu cara yang sering digunakan

untuk memisahkan dan memurnikan komponen-komponen dari campuran

lainnya. Pemisahan komponen-komponen itu terjadi atas dasar distribusi 2

fase yaitu fase diam yang sering disebut adsorben dan fase gerak atau

cairan pengelusi. Kromatografi yang biasa digunakan adalah kromatografi

lapis tipis, kromatografi kertas, kromatografi kolom, kromatografi gas

(Astriani 2011, h. 23)..

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu cara yang digunakan

untuk memisahkan suatu komponen berdasrkan adsorpsi dan partisi.

Adsorben yang digunakan berupa bubuk halus dari silika gel yang dibuat

Universitas Muslim Indonesia


15

serba rata diatas lempeng kaca. Ukuran partikel adsorben harus halus,

agar lapisan adsorben pada lempeng kaca terbentuk rata dan homogen,

sehingga rembesan dari cairan pengelusi cepat dan rata, dengan

demikian komponen dapat terpisah dengan baik. Perbandingan kecepatan

bergeraknya komponen terlarut dalam fase gerak adalah dasar untuk

mengidentifikasi komponen yang dsipisahkan, perbandingan kecepatan ini

dinyatakan dalam Rf (Retardation of factor). Parameter kromatografi

adalah waktu retensi (Rf) yaitu jarak yang ditempuh oleh fase gerak

maupun solut (Astriani 2011, h. 23).

Rf = Jarak yang ditempuh oleh solut

Jarak yang ditempuhkah oleh fase gerak

Kelebihan dari metode kromatografi lapis tipis (KLT) antara lain yaitu

(Harmita 2014, h. 188) :

1. Proses lebih cepat dan lebih terulang dari pada kromatografi kertas.

2. Daerah bercak lebih mampat dan jenis pereaksi penyemprotan lebih

banyak, termasuk yang bersifat korosif dapat digunakan bila adsorben

bukan selulosa.

3. Untuk penyempurnaan pemisahan, lempeng dapat dibuat dengan

campuran adsorben sebagai berikut :

a. Campuran homogeny beberapa adsorben.

b. Satu lempeng dilapisi dengan adsorben yang berbeda-beda.

c. Satu lempeng dilapisi dengan campuran dua adsorben,

konsentrasi adsorben yang satu bervariasi dari 0% sampai 100%

dari salah satu ujung lempeng ke ujung lempeng yang lain dan

sebaliknya.

Universitas Muslim Indonesia


16

E. KLT Bioautografi

Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak

pada kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi,

dan antivirus sehingga dapat mendekatkan metode separasi dengan uji

biologis (Pratiwi, S T 2008, h. 191).

Bioautografi dapat dipertimbangkan karena paling efisien untuk

mendetekski komponen antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas

meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat dalam bentuk senyawa

kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen yang aktif

(Djide, N, Sartini, & S, Kadir 2006, hh. 295, 296).

Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk

mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat

ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga

memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya

adalah ini tidak dapat menentukan KHM dan KBM (Pratiwi, S T 2008, hh.

191-192).

Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu : (Djide, N,

Sartini, & S, Kadir 2006, hh. 295, 296)

1. Bioautografi langsung

Bioautografi langsung, yaitu dimana mikroorganismenya tumbuh

secara langsung di atas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

2. Bioautografi kontak

Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan

dari lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji

yang peka secara merata dan melakukan kontak langsung.

Universitas Muslim Indonesia


17

3. Bioautografi pencelupan

Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah

diinokulasikan dengan suspensi bakteri dituang di atas lempeng

Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Metode bioautografi dalam mendeteksi komponen yang aktif sebagai

antibakteri memiliki beberapa keuntungan dan kerugian (Rudi, L 2010):

a. Kerugian : tidak bisa digunakan untuk senyawa yang tidak mempunyai

aktivitas membunuh ataupun menghambat mikroorganisme.

b. Keuntungan :

1. Dapat mendeteksi bercak pada kromatogram hasil Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri,

antifungi, antibiotik, dan antiviral.

2. Dapat digunakan untuk mendeteksi antibiotik yang belum diketahui

mekanismenya.

3. Merupakan metode yang sederhana dan mudah digunakan.

4. Cepat dalam pengerjaannya.

F. Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,

yang meimiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative. Turunan zat-zat ini yang

dibuat secara semisintesis, juga termasuk keompok ini. Begitu pula semua

senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotic semisintetis,

apabila pada persemaian (culture substrate) dibubuhi zat-zat pelopor

tertentu, maka zat-zat ini diinkorporasi kedalam antibiotikum dasarnya.

Hasilnya senyawa semisintesis misalnya penisislin V. Antibiotic sintesis

Universitas Muslim Indonesia


18

tidak lagi dibuat secara biosintesis melainkan semuanya melalui sintesis

kimiawi (Tjay, TH, & Rahardja, K 2007, h. 65).

Kegiatan antibiotik pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh

dr. Alexander Fleming (Inggris, 1928, Penisilin). Cara kerja antibiotic yaitu

perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak

berkembang lagi, misalnya kloramfenikol, tertrasiklin , aminoglokosida,

makrolida, dan linkomsin. Selain iitu beberapa antibiotic bekerja terhadap

dinding sel. Antibiotic tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin

karena virus tidak memiliki proses metabolism sesungguhnya, melainkan

tergantung seluruhnya dari metabolism tuan rumah. Lazimnya antibiotic

dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan dalam tangki-tangki besar

bersama zat-zat gizi khusus. Antibiotic digunakan untuk mengobati

berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi

misalnya pada pembedahan besar (Tjay, TH, & Rahardja, K 2007, hh. 65,

66).

G. Infeksi Kulit

Berbagai jenis bakteri hidup sebagai flora normal pada kulit manusia,

sebagai besar adalah bakteri Gram-positif. Staphylococcus aureus dan

Streptococcus pyrogenes adalah jenis bakteri patogen yang dapat

menimbulkan infeksi dan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang

disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus antara lain impetigo dan

folikulitis sedangkan Infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus

pyrogenes antara lain erysipelas dan nekrosis. Selain kedua bakteri itu,

Pseudomonas juga merupakan bakteri patogen oportunistik yang sering

menyebabkan infeksi kulit pada bagian luka bakar. Propionibacterium

Universitas Muslim Indonesia


19

acnes merupakan bakteri anaerob yang sering ditemukan pada jerawat.

Beberapa jenis infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri yaitu

Staphylococcus epiermidis dan Pseudomonas aeruginosa (Radji M, M.

Biomed 2010,h. 179).

Adapun flora normal mikroorganisme yang terdapat pada kulit yaitu,

Proteus Enterobacter, Staphylococcus Acinobacter, Klebsiella,

Pseudomonas, Micoccus, Corynebacterium, Propionibacterium,

Malassezia dan Pityrosporum (Pratiwi, ST 2008, h. 179).

H. Uraian Bakteri Uji

1. Staphylococcus aureus

a. Klasifikasi (Garrity 2004)

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

b. Sifat dan morfologi.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif

berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok

yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak

membentuk spora, dan tidak bergerak. Lebih dari 90% isolat klinik

menghasilkan S. Aureus yang mempunyai kapsul polisakarida

Universitas Muslim Indonesia


20

atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz

et. al 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis beberapa tipe infeksi dari S. aureus, infeksi

tersebut bervariasi mulai dari keracunan, infeksi kulit ringan

seperti jerawat dan bisul, sampai infeksi berat seperti meningitis,

osteomielitis, pneumonia dan mastitis (Martosupono 2015).

2. Pseudomonas aeruginosa

a. Klasifikasi (Garrity 2004)

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Familia : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

b. Sifat dan morfologi

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran

sekitar 0,6 x 2 µm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal,

berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek.

Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri

ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu

memefermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/ karbohidrat

lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan

mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga

Universitas Muslim Indonesia


21

selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan

tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Suhu

optimum untuk pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa adalah

420C P. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai

media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana

(Dzen 2007).

c. Patogenitas

Secara klinis bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran

kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi saluran

lunak, bakterimia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran

pencernaan, dan bermacam – macam infeksi sistemik, terutama

pada penderita luka bakar berat, kanker dan penderita AIDS yang

mengalami penurunan sistem imun (Driscoll 2007).

3. Staphylococcus epidermidis

a. Klasifikasi (Garrity 2004)

Domain : Bacteria

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis

b. Sifat dan morfologi.

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif,

aerob atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus

Universitas Muslim Indonesia


22

berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 - 1,0 μm tidak membentuk

spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh

cepat pada suhu 37oC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk

bulat halus, menonjol, berkilau, tidak menghasilkan pigmen,

berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis

disebut Staphylococcus albus, koagulasi negatif dan tidak meragi

manitol (Jawetz et. al 2007).

c. Patogenitas

Organisme ini mengolonisasi alat plastik dengan melekat

erat ke permukaan artificial. Beberapa galur juga menghasilkan

lapisan lendir (glikokaliks) yang tampaknya mempermudah

perlekatan dan melindungi organisme dari antibiotic dan

pertahanan pejamu. Meningktanya pemakaian alat implant plastik,

terutama kateter vena sentral menyebabkan Staphylococcus

epidermidis yang paling sering ditemukan pada biakan darah

(Elliot et al 2013).

4. Propionibacterium acnes

a. Klasifikasi (Garrity 2004)

Domain : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Class : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetales

Familia : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acnes

Universitas Muslim Indonesia


23

b. Morfologi dan fisiologi

Propionibacterium acnes adalah flora normal kulit terutama di

wajah yang tergolong dalam kelompok bakteri Corynebacteria.

Bakteri ini berperan pada pathogenesis jerawat dengan

menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid

kulit. Bakteri ini berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada

pewarnaan Gram positif, dapat tumbuh di udara dan tidak

menghasilkan endospora (Radji 2010).

c. Patogenisitas

Propionibacterium acnes berperan dalam pathogenesis acne

dengan cara memecah komponen sebum yaitu trigliserida menjadi

asam lemak bebas yang merupakan mediator pemicu terjadu

inflamasi (Umadevi et al 2011).

Universitas Muslim Indonesia


24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi

Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Muslim Indonesia Makassar

yang dimulai pada bulan Maret 2019 sampai selesai.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah tanaman sambung nyawa

(Gynura procumbens (Lour.) Merr) yang tumbuh di Kota Makassar,

Sulawesi Selatan. Sampel pada penelitian ini adalah daun sambung

nyawa

C. Metode kerja

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu melakukan isolasi

fungi endofit, pemurniaan, pemeriksaan makroskopik, uji skrining aktivitas

antibakteri terhadap bakteri infeksi kulit, fermentasi, ekstraksi, identifkasi

secara KLT dan uji antibakteri terhadap bakteri infeksi kulit secara KLT-

Bioautografi.

D. Alat dan Bahan

1. Alat yang dipakai

Autoklaf (SMIC Model YX-280 B), cawan petri (Normax), gelas

Erlenmeyer (Iwaki Pyrex), gelas kimia 250 dan 500 ml (Iwaki Pyrex),

inkubator (Memert), Laminar Air Flow (LAF), lampu UV 254 nm dan 366

Universitas Muslim Indonesia


25

nm, lempeng KLT G60 F254 (E.Merck), oven (Memert), pipa kapiler,

shaker, timbangan analitik (Chyo), vial dan jarum ose.

2. Bahan yang dipakai

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun

sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr), alkohol 70%,

aquadest, mikroba uji (Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes),

kloramfenikol, medium Nutrient Agar (NA), medium Pepton Dextrosa

Agar (PDA), Medium Maltosa Yeast Broth (MYB) dan NaOCl.

E. Prosedur Kerja

1. Sterilisasi alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dicuci hingga bersih dengan air suling,

kemudian cawan petri dan alat-alat gelas dibungkus dengan kertas dan

disterilkan dengan menggunakan oven pada suhu 180°C selama 2 jam.

Alat-alat yang berskala dan tidak tahan terhadap pemanasan dan yang

terbuat dari plastik disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama

15 menit. Ose disterilkan dengan cara dipijarkan pada lampu spiritus

(Intan, Soendaria 2013).

2. Pembuatan medium

a. Medium Nutrien Agar (NA)

Ditimbang bubuk NA sebanyak 10 gram dan dimasukkan

dalam Erlenmeyer 1 L. Ditambahkan aquadest hingga 500 mL.

Diaduk dan dipanaskan diatas api. Ditunggu hingga mendidih dan

homogenka. Ditutup bagian atas mulut Erlenmeyer dengan

sumbatan kapas dan dilapisi permukaan kapas dengan kertas yang

Universitas Muslim Indonesia


26

diikat ketat. Disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu

121°C (Novel, Wulandari, & Safitri 2010).

b. Medium Potato Dextrosa (PDA)

Ditimbang bubuk potato sebanyak 20 gram, dekstrosa 15

gram, dan agar 4 gram. Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 1 L,

kemudian ditambahkan dengan aquadest hingga volumenya 980

mL, diaduk hingga homogen lalu dipanaskan hingga mendidih.

Disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C.

Kemudian didinginkan dan ditambahkan krolamfenikol sebanyak

lalu dihomogenkan (Saad, 2017).

c. Medium Maltosa Yeast Broth (MYB)

Ditimbang maltosa 10 gram, yeast ekstrak 3 gram, pepton 5

gram, dan dekstrosa 10 gram. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer

dan ditambahkan dengan aquadest hingga 1000 mL. dipanaskan

sampai mendidih dan semua bahan larut. Disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121°C selama 15 menit (Sari 2017).

3. Pengambilan sampel daun sambung nyawa

Sampel penelitian yang digunakan berupa daun sambung nyawa

(Gynura procumbens (Lour.) Merr) diperoleh dari daerah Makassar,

Sulawesi Selatan. Daun sambung nyawa diambil dan dicuci dengan air

mengalir hingga bersih.

4. Isolasi dan pemurnian kultur fungi endofit

a. Isolasi fungi endofit

Teknik isolasi jamur endofit ini dilakukan dengan metode tanam

langsung. Selama pengerjaan isolasi dilakukan di dalam LAF

Universitas Muslim Indonesia


27

(Laminar Air Flow) dalam kondisi steril. Sampel daun sambung

nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr) dicuci dengan air mengalir

terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan sterilisasi permukaan sampel

dengan cara direndaman sampel dalam alkohol 70%, kemudian

direndam dengan NaOCl lalu dibilas dengan aquadest steril. Sampel

dipotong-potong dengan ukuran ± 1×1 cm. Masing-masing potongan

sampel diletakkan pada permukaan medium PDAC (Potato Dextrose

Agar Chloramphenicol) 10 mL yang telah memadat dengan posisi

bagian jaringan daun menempel pada medium. Diinkubasi selama 3

hari pada suhu 25 °C (Elviasari J, Rolan R, Adam M. Ramadhan

2015).

b. Pemurnian kultur fungi endofit

Jamur yang sudah tumbuh diambil dengan menggunakan

kawat ose dan dipindahkan ke medium Potato Dextrosa Agar

Chloramfenikol (PDAC). Kemudian diinkubasi pada suhu 250C

selama 3 hari (Elviasari J, Rolan R, Adam M. Ramadhan 2015).

c. Pemeriksaan makroskopik

Pemurnian yang dilakukan dengan metode tusuk dapat

dilakukan pemeriksaan makroskopiknya meliputi pemeriksaan

warna, permukaan koloni (granular, tepung, menggunung atau licin),

bentuk koloni, tepi, dan sudut elevasinya (Pratiwi, 2016).

5. Penyiapan bakteri uji

a. Pembuatan stok dan peremajaan bakteri uji

Pembuatan stok dan peremajaan bakteri uji dilakukan dengan

mengambil 1 ose biakan bakteri murni kemudian digoreskan diatas

Universitas Muslim Indonesia


28

permukaan medium Nutrien Agar (NA) miring, kemudian diinkubasi

selama 1 x 24 jam pada suhu 370C (Wahyuni, 2014).

b. Pembuatan suspensi bakteri

Bakteri uji hasil peremajaan disuspensikan menggunakan

larutan NaCl fisiologis 0,9% kemudian diukur kekeruhannya

menggunakan spektrofotometer hingga diperoleh nilai tingkat

kekeruhan 25% T pada panjang gelombang 580 mm yang akan

digunakan dalam uji antibakteri (Fitriani, 2016).

6. Uji skrining

a. Uji skrining isolat fungi

Isolat murni fungi endofit diinokulasikan kedalam cawan petri

yang berisi medium Nutrien Agar (NA) yang masing-masing telah

dicampurkan dengan bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan

Propionibacterium acnes dimana isolat tersebut diletakkan diatas

permukaan medium. Kemudian diinkubasi selama 1 x 24 jam pada

suhu 37°C lalu diamati zona bening yang terbentuk (Pratiwi, 2016).

7. Produksi dan ekstraksi sampel isolat fungi

a. Fermentasi isolat aktif

Isolat yang memiliki zona hambat paling besar yang selanjutnya

akan di fermentasi dengan menggunakan medium Maltosa Yeast

Broth (MYB). Isolat aktif kemudian diambil dengan menggunakan

ose dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 250 mL

medium cair Maltosa Yeast Broth (MYB), selanjutnya dilakukan

Universitas Muslim Indonesia


29

fermentasi goyang menggunakan rotary shaker 150 rpm

(putaran/menit) pada suhu kamar selama 14 hari. Dari masing-

masing kultur yang telah difermentasi dimasukkan ke dalam tabung

sentrifus ukuran 15 mL yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih

dahulu, kemudian di sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm

selama 20 menit (Hasiani, VV, Islamudin, A & Laode, R 2015).

b. Ekstraksi fermentasi isolat fungi endofit

Hasil fermentasi yang telah di sentrifus akan disaring untuk

memisahkan miselia dan supernatan. Supernatan diekstraksi 2 kali

dengan pelarut etil asetat dalam corong pisah selama 20 menit.

Ekstrak yang diperoleh diuapkan lalu disimpan pada desikator untuk

digunakan pada uji selanjutnya (Intan, Soendaria 2013).

8. Uji aktivitas antibakteri

a. Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak kental fermentat isolat fungi kemudian diidentifikasi

secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan

campuran eluen n-heksan : etil asetat. Kemudian ekstrak ditotolkan

pada lempeng KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Kromatogram

yang dihasilkan diamati bercaknya di bawah UV pada panjang

gelombang 254 nm dan 366 nm diberi tanda dan dihitung RF-nya

(Sumanty H 2011).

b. Pengujian secara KLT-Bioautografi

Kedalam cawan petri dituang medium Nutrien Agar (NA) yang

telah dicampur dengan suspensi bakteri. Setelah medium memadat,

lempeng KLT yang telah dielusi diletakkan diatas permukaan media

Universitas Muslim Indonesia


30

agar dan dibiarkan selama 30 menit kemudian lempeng tersebut

diangkat dan dipindahkan. Medium yang telah ditempeli lempeng

KLT diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam, diamati zona

hambatan yang terbentuk (Mustary, 2011).

F. Analisis Data

Data yang dikumpulkan berupa zona hambat yang terbentuk dari

hasil profil kromatogram yang memberikan aktivitas sebagai antibakteri.

Universitas Muslim Indonesia


31

DAFTAR PUSTAKA

Akmalasari, I, Endang, SP, & Ratna, SD 2013, ‘Isolasi dan Identifikasi


Jamur Endofit Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)’,
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwakerto, pp.
83.

Aryanti, Harsojo, Yefni, S & Tri, ME 2007, ‘Isolasi Dan Uji Antibakteri
Batang Sambung Nyawa (Gynura procumbens Lour) Umur Panen 1,
4 Dan 7 Bulan, Jurnal Bahan Alam Indonesia, vol. 6, No. 2, pp. 43.

Aulia, IA, 2008, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik
Daun Arbenan (Duchesnea Indica (Andr.) Focke) Terhadap
Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa Multiresisten
Antibiotik Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, pp. 1.

Azizah, NN 2008, ‘Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit dari Daun Jambu
Biji (Psidium guajava L.) Penghasil Antibakteri Terhadap Bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus Aureus’, skripsi, Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negri Malang, Malang.

Astriani 2011, ‘Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Turi (Sesbania


grandiflora L.) Secara KLT-Bioautografi’, S.farm Skripri, Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, pp.
23.

Cronquist, A 1981, Integrated System of Classification of Flowering Plants,


Columbia University Press, Newyork.

Djide, N, Sartini, & S, Kadir 2006, Mikrobiologi Farmasi Dasar, Universitas


Hasanuddin, Makassar, pp. 295, 296.

Driscoll, JA, Brody, SL, & Kollef, MH 2007, The Epidemiology,


Pathogenesis and Treatment of Pseudomonas aeruginosa Infections,
Vol. 67, Washington University School of Medicine, USA.

Dwi, DAB, Junuarty, J & Elvira, Y 2018, ‘Uji Aktivitas Fraksi dari Ekstrak
Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour) Merr.) Terhadap
Bakteri Shigella dysenteriae’, Jurnal Farmasi Higea, Vol. 10, No. 1,
pp. 10.

Dzen, SM 2007, Bakteriologik Medik, Bayumedia, Malang.

Elliott, T, Worthington, T, Osman, H, Gill, M 2013, Mikrobiologi Kedokteran


dan Infeksi, trans, Pendit, BU, edisi IV, EGC, Jakarta.

Universitas Muslim Indonesia


32

Elviasari J, Rolan R, Adam M. Ramadhan 2015, ‘Isolasi Jamur Endofit


Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) Less)’ Jurnal Sains dan
Kesehatan, Vol 1. No 3.

Fitriani, Y, Husain, D, Hasyim, A, & Abdullah, A 2016, ‘Kemampuan


Beberapa Isolat Bakteri Endosimbion Cacing Tanah Pheretima sp
dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella thypi dan
Staphylococcus aureus’, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Garrity, M.G 2004, Taxonomic Outline of the Procargotes Bergeys Marvel


of Systemic Bacteriology, Second Edition, New York.

Gunawan, Sulistia, Setiabudy, Rianto, Nafrialdi, & Elisabeth 2007,


Farmakologi dan Terapi, edisi 5, FKUI, Jakarta.

Handayani, PN 2015, ‘Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antimikroba


Kapang Endofit dari Daun Tanaman Jamblang (Syzygium cumini L.)
Terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aureginosa, Bacillus
subtilis, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus
niger’, S.farm Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, pp.1.

Haniah, M 2008, ‘Isolasi Jamur Endofit dari Daun Sirih (Piper betle L.)
Sebagai Antimikroba terhadap Escherichia coli, Staphylococcus
aureus dan Candida albicans’, skripsi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negri Malang, Malang, pp. 2.

Hasiani, VV, Islamudin, A & Laode, R 2015, ‘Isolasi Jamur Endofit Dan
Produksi Metabolit Sekunder Antioksidan Dari Daun Pacar
(Lawsonia inermis L.)’, Jurnal Sains dan Kesehatan. 2015. vol 1. no
4., Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.

Hariana, A 2006, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri Agrisehat,


Jakarta, pp. 35.

Harmita 2014, Analisis Fisikokimia Kromatografi, Vol.2, EGC, Jakarta, pp.


188.

Intan, Soendaria 2013, ‘Isolasi Fungi Endofit Penghasil Senyawa


Antimikroba Dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum annuum L. var.
chinensis) Dan Profil KLT-Bioautografi, S.fam, Skipsi, Fakltas
Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Istiqamah, AN 2015, ‘Aktivitas Antibakteri Fermentat Isolat Fungi Endofit


pada Daun Kedondong (Spondias dulcis) terhadap Bakteri

Universitas Muslim Indonesia


33

Burkholderia pseudomallei secara KLT-Bioautografi’, Universitas


Muslim Indonesia, Makassar.

Jawetz, E. J, Menick, L, & Adelberg, E. A 2007, Mikrobiologi Kedokteran,


EGC, Jakarta.

Khoirun Nosa 2018, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Fungi Endofit Dan
Ekstrak Daun Dari Chromolaena odorata Terhadap Bakteri Shigella
dysenteriae’, S.Si Skripsi, Jurusan Sains Fakultas Sains Dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, pp. 17,
18, 19, 20.

Martosupono, M 2015, ‘Potensi Senyawa Minyak Sereh Wangi (Citronella


oil) dari Tumbuhan Cymbogon nardus L’, Jurnal Kefarmasian
Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Mawan, AR, Sri, EL & Suhadi 2017, ‘Aktivitas antibakteri Ekstrak Metanol
Kulit Batang Tumbuhan Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherchia coli’, Bioedukasi, vol. xv, no.1,
pp.8.

Mustary, M, Natsir, D. M, Ilham, M, & Hasyim, N 2011, ‘Uji Daya Hambat


dan Analisis KLT-Bioautografi Perasan Buah Sawo Manila (Achras
zapota Linn.) terhadap Bakteri Uji Salmonella thyposa’, Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Noverita, DF & E. Sinaga 2009, ‘Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Jamur
Endofit dari Daun dan Rimpang Zingiber ottensii Val’, Fakultas
Biologi Universitas Nasional, Jurnal Farmasi Indonesia, vol. 4, no. 4,
pp.171, 172.

Novel, SS, Wulandari, AP & Safitri, R, 2010, Praktikum Mikrobiologi Dasar,


Trans Info Media Jakarta , pp. 35, 36.

Pratiwi, S.T 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta, pp. 154, 179,
191.

Pratiwi, RE, 2016, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Fermentat Isolat Fungi pada
Ampas Sagu asal Kota Palopo secara KLT-Bioautografi’, Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.

Radji M, M. Biomed 2010, Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa


Farmasi dan Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 7, 179.

Sastrahidayat, IR 2014, Peranan Mikroba Bagi Kesehatan dan Kelestarian


Lingkungan, UB Press, Malang, pp. 50.

Universitas Muslim Indonesia


34

Sari, ASN 2017, ‘Isolasi Fungi Endofit Pada Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) yang Berpotensi Sebagai Penghasil Antibiotika
Terhadap Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Pencernaan’, S.Farm
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia.

Sinaga, Ernawati, Noverita, & Fitria 2009, ‘Daya Antibakteri Jamur Endofit
yang Diisolasi dari Daun dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galanag
sw)’, Jurnal Farmasi Indonesia, vol. 4, no. 4.

Siregar, AF, Agus, S & Delianis, P 2012, Potensi Antibakteri Ekstrak


Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus,
Journal Of Marine Research, vol. 1, no. 2, pp. 153.

Suharmiati & Maryani, H 2006, Khasiat dan Manfaat Daun Dewa dan
Sambung Nyawa, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 5.

Sumathy, H, Sangeetha, J, & Vijayalakshmi, K 2011, ‘Chromatographic


Fingerprint Analysis of lxoracoccinea Methalonic Flower Extract’,
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug
Recearch, vol. 43, Bharathi Women’s College, India.

Tjay, TH, & Rahardja, K 2007, Obat-Obat Penting: Khasiat Penggunaan


dan Efek-Efek Sampingnya, PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta, pp.
65, 66.

Umadevi, K, Vanitha,V. & Vijayalakshmi,K 2011, ‘Antimikrobial Activity of


Three Indian Medicinal Plants-An In Vitro’, The Bioscan An
International Querterly Journal Of Life Sciences, 6(1).

Utami, P & Desty, EP 2008, The Miracle Of Herb, AgroMedia Pustaka,


Jakarta, pp. 251.

Wahyuni, LS 2014, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kubis (Brassica


oleracea L. var. capitta L.) terhadap Bakteri Eschericia coli’,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Universitas Muslim Indonesia


35

Lampiran 1: Skema Kerja Penelitian

Daun sambung nyawa

- Disterilisasi permukaan dengan alkohol 70


% dan dengan aquadest
- Kemudian dipotong-potong kecil
- Penanaman pada medium PDAC

Isolat fungi endofit daun sambung nyawa

Pemurniaan Isolat Fungi endofit daun sambung nyawa


dengan menggunakan medium PDAC dan diinkubasi
selama 3 x 24 jam
selama 3 x 24 jam

Isolat murni fungi endofit

Pemeriksaan
Uji skrining makroskopik
Isolat fungi endofit yang paling aktif

Produksi dengan cara fermentasi Karakteristik fungi endofit


Fermentat

Sentrifugasi
Supernatan

Diekstraksi menggunakan etil asetat


Ekstrak etil asetat supernatan

Identifikasi KLT

Profil kromatogram

Uji KLT-Bioautografi

Bercak aktif Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1. Skema kerja isolasi fungi endofit pada daun sambung nyawa
(Gynura procumbens (Lour.) Merr.) yang berpotensi penghasil
antibakteri terhadap bakteri penyebab infeksi kulit

Universitas Muslim Indonesia


36

Lampiran 2: Foto Tanaman

(a)

(b)
Gambar 2. Foto sambung nyawa, (a) tanaman sambung nyawa, (b) daun
sambung nyawa

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai