0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
94 tayangan30 halaman

Referat Fournier Gangren

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 30

REFERAT

FOURNIER GANGREN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior

SMF Ilmu Anestesi di RSU Royal Prima Medan

Disusun Oleh :
APRIANI KRISTA WITER LAIA
AKRI SARUMAHA
HERDESTI BERLIAN BAGO
RICKY ANDERSON SITOHANG
YUKMIN PANJAITAN

Pembimbing :
dr. Ester Silaen, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU ANESTESI


UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RSU ROYAL PRIMA MEDAN
2017

KKS ILMU ANESTESI Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat ini dengan baik. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Anestesi RSU Royal
Prima Medan. Penulis berharap referat ini bermanfaat untuk kepentingan
pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh


karena itu, jika ada kesalahan dalam segi apapun penulis minta maaf, dan penulis
dengan terbuka menerima saran dari pembaca, guna untuk memperbaiki semua
kesalahan-kesalahan dalam penulisan referat ini.

Medan, Juni 2017

Penulis

KKS ILMU ANESTESI Page 2


DAFTAR ISI

Kata pengantar ..................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................... ii
Daftar Gambar ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2 Epidemiologi ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Genitalia Eksterna Pria ............................................................. 3
2.1.1 Penis ........................................................................................... 3
2.1.2 Skrotum ...................................................................................... 5
2.2 Fournier Gangren ..................................................................................... 6
2.3.1 Definisi Fournier Gangren .......................................................... 6
2.3.2 Etiologi Fournier Gangren ......................................................... 6
2.3.3 Faktor Resiko Fournier Gangren ............................................... 7
2.3.4 Patofisiologi Fournier Gangren ................................................. 8
2.3.5 Diagnosis Fournier Gangren ...................................................... 9
2.3.6 Penatalaksanaan Fournier Gangren ........................................... 14
2.3.7 Komplikasi Fournier Gangren ................................................... 18
2.3.8 Prognosis Fournier Gangren ...................................................... 18

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA

KKS ILMU ANESTESI Page 3


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Genitalia Pria ....................................................................... 3


Gambar 2.2 Struktur Internal Penis ........................................................................ 4
Gambar 2.3 Struktur Internal Scrotum ................................................................... 5
Gambar 2.4 Tanda Klinis Fournier Gangren .......................................................... 9
Gambar 2.5 Gambaran radiologi fournier gangren ................................................ 11
Gambar 2.6 Gambaran CT-scan Fournier Gangren ............................................... 12
Gambar 2.7 Gambaran USG Fournier Gangren ..................................................... 13
Gambar 2.8 Gambaran Histopatologi Fournier Gangren ....................................... 14
Gambar 2.9 Ekstensif Debridemen Fournier Gangren ........................................... 15
Gambar 2.10 Gambaran Transplantasi Kulit pada Fournier Gangren ................... 17

KKS ILMU ANESTESI Page 4


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fournier gangren pertama kali ditemukan pada tahun 1883, ketika ahli
penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred Fournier mendapatkan dimana 5 laki-
laki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren dengan cepat progresif pada
penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini yang kemudian dikenal
sebagai Fournier gangren, didefinisikan sebagai fascitis nekrotikans pada daerah
perineum perianal atau genital. Berbeda dengan deskripsi awal Fournier, penyakit
ini tidak hanya terdapat pada laki-laki dewasa muda tapi pada usia lanjut
penyebab biasanya akibat gangguan sistem imun. Penyakit ini kebanyakan terjadi
pada penderita usia 40-70 tahun dengan faktor resiko keadaan umum kurang baik
seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol dan diabetes melitus.
Gejala yang bervariasi mulai dari nyeri pada daerah anorektal atau genital
dengan presentasi gejala minimal berupa nekrosis kulit, nekrosis yang cepat
menyebar pada kulit dan jaringan lunak, sepsis sistemik tanpa sumber infeksi
yang jelas. Fournier Gangren adalah kegawatdaruratan bedah, dan karena
perbedaan dalam presentasi klinis, pasien mungkin awalnya ditemui dalam
berbagai keadaan klinis. Karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan
dari kondisi ini bisa berakibat fatal, sangat penting untuk tidak mengabaikan
gejala, bahkan jika gejala tidak spesifik. Setelah Fournier gangrene didiagnosis,
pengobatan yang tepat sangat penting. Penyakit ini merupakan kedaruratan di
bidang urologi karena awal mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat
mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan
septikemia.

1.2 Epidemiologi
Fournier gangren relatif jarang, namun kejadian yang tepat dari penyakit
ini tidak diketahui. Dalam review Fournier gangren pada tahun 1992, Paty dan
rekan kerja terdapat sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur
sejak 1883 laporan Fournier, menghasilkan prevalensi 1 kasus di 7500 orang.

KKS ILMU ANESTESI Page 5


Sebuah tinjauan kasus retrospektif terungkap 1.726 kasus didokumentasikan
dalam literatur dari 1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun dilaporkan
dari 1989-1998. Peneliti lain telah melaporkan sekitar 600 kasus Fournier gangren
di dunia sejak tahun 1996, dimana Frekuensi Fournier gangren di dunia tidak
berubah secara bermakna.1,5
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk
setiap wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika,
seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria
dan wanita adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan
vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang
lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillin-
resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan
terjadi pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya
ditemukan 56 kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda
dari 3 bulan. 1,5

KKS ILMU ANESTESI Page 6


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Genitalia Eksterna Pria

Gambar 2.1 Anatomi Genitalia Pria

2.1.1 Penis
Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor", akar
katanya sama dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin
jantan. Penis merupakan organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh.
Pemakaian istilah "penis" praktis selalu dalam konteks biologi atau
kedokteran. Istilah "falus" (dari phallus) dipakai dalam konteks budaya,
khususnya menerangkan gambran penis yang menegang (ereksi). Lingga
(atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus. Penis terdiri dari:
 Akar (menempel pada dinding perut)
 Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
 Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih)
terdapat di ujung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria
yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai

KKS ILMU ANESTESI Page 7


dari korona menutupi glans penis. Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris
(sinus) jaringan erektil. Dua rongga yang berukuran lebih besar disebut
korpus kavernosum yang terletak bersebelahan. Rongga yang ketiga disebut
korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah,
maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).

Gambar 2.2 Struktur Internal Penis

Penis terletak menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut


glans penis, bagian tangah disebut korpus penis, bagian pangkal disebut
radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis, skrotum, dan perineum.
Penis adalah alat kelamin laki-laki dan berisi saluran keluar bersama untuk
urin dan cairan mani.
Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil karvenosus silindris yang
diliputi oleh kapsula fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah luar tunika
albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk pembungkus
bersama untuk corpus spongiosum penis dan kedua korpus kavernosum penis.
Di dalam korpus kavernosum penis melintas pars spongiosa urethra. Kedua
korpus kavernosum penis saling bersentuhan di bidang medial, kecuali di
sebelah dorsal yang berpisah untuk membentuk crus masing-masing yang
melekat pada ramus bersama os pubis dan os ischii di sebelah kanan dan
sebelah kiri.

KKS ILMU ANESTESI Page 8


2.1.2 Scrotum
Merupakan sebuah kantong kulit yang terletak di bagian bawah
dinding anterior abdomen dan berisi testis, epididymis, dan ujung bawah
funiculus spermaticus. Dinding scortum terdiri atas lapisan-lapisan:
1) Cutis. Cutis scrotum tipis, berkerut, berpigmen dan membentuk suatu
kantong tunggal.
2) Fascia superficilais, melanjutkan diri sebagai panniculus adiposus dan
stratum membranosum dinding anterior abdomen. Panniculus adiposus
diganti oleh otot polos yang disebut m.dartos, yang dipersarafi oleh
srabut saraf simpatis dan berfungsi untuk pengerutan kulit di atasnya.
Fascia spermaticae, terletak di bawah fascia superficialis dan berasal
dari tiga lapisan dinding anterior abdomen.
3) Fascia spermatica externa berasal dari aponeurosis m.obliquus
externus abdominis;
4) fascia cremasterica berasal dari m.obliquus internus abdominis; dan
5) fascia spermatica interna berasal dari fascia transversalis.
6) Tunika vaginalis. Terletak di dalam fascia spermatica dan meliputi
permukaan anterior, media, dan lateralis masing-masing testis.

Gambar 2.3 Struktur Internal Scrotum

KKS ILMU ANESTESI Page 9


Vaskularisasi scrotum berasal dari arteria pudenda externa dari arteria
femoralis dan rami scrotales arteria pudenda interna, vena mengikuti
arteria yang senama.

2.2 Fournier Gangren


2.2.1 Definisi
Fournier Gangren adalah penyakit yang ditandai dengan Fascitis
Nekrotikan di daerah perineum dan kelamin, akibat infeksi sinergi dari
polimikroba. Fournier gangrene merupakan kedaruratan di bidang urologi
karena awal mula penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat
berkembang, bisa menjadi ganggren yang luas dan menyebabkan septikemia.

2.2.2 Etiologi
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat
kelamin, tetapi penyebab fournier gangren dapat diidentifikasikan pada 75-
95% dari jumlah kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di
anorektal, saluran urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab
ganggren Fournier pada anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan
iskiorektalis, fisura anal, dan perforasi usus yang terjadi karena cedera
kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang usus,
divertikulitis kolon, atau usus buntu.
Pada saluran urogenital, penyebab fournier gangren mencakup infeksi
di kelenjar bulbourethral, cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk
manipulasi striktur uretra, epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih
bawah (misalnya, pada pasien dengan penggunaan jangka panjang kateter
uretra). Sedangkan pada dermatologi, penyebabnya termasuk supuratif
hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan
untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien lumpuh
menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit.
Pada wanita seperti sepsis aborsi, vulva atau abses pada kelenjar
bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab

KKS ILMU ANESTESI Page 10


fournier gangren. Pada pria, seks pada daerah anal dapat meningkatkan risiko
infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran
mikroba dari rektal.
Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan fournier ganggren
seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan serangga,
trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.1,3,5
Kultur dari pasien dengan fournier gangren adalah infeksi polimikroba
dengan rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan,
dan Bacteroides adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya
adalah sebagai berikut5:

 Gram-negative  Gram-positive
 E. coli  Staphylococcus aureus
 Klebsiella pneumoniae  Beta Hemolytic Streptococcus
 Pseudomonas aeruginosa Group B
 Proteus mirabilis  Streptococcus faecalis
 Enterobacteria  Staphylococcus epidermidi

 Anaerobes  Mycobacteria
 Peptococcus  Mycobacterium tuberculosis
 Fusobacterium  Yeasts
 Clostridium perfringens  Candida albican

2.2.3 Faktor resiko


Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi
pasien untuk terjadinya fournier gangren, seperti12:
 Diabetes mellitus (sebanyak 60% dari kasus)
 Malnutrisi
 Alkoholisme
 Usia lanjut
 Vascular penyakit panggul
 Keganasan
 Lupus eritematosus sistemik

KKS ILMU ANESTESI Page 11


 Penyakit crohn
 Infeksi HIV
 Iatrogenik kekebalan (misalnya terapi jangka panjang kortikosteroid).

2.2.4 Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
fournier gangren. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang
menyebabkan kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis
kemudian berlanjut iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan
fasia setinggi 2-3 cm. Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke
penis dan skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut
anterior melalui fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada
perineum dan posterior diafragma urogenitalia dan lateral dari ramus pubis,
sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang,
karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki
suplai darah terpisah dari infeksi lokal.1,5,10
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang
sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2)
virulensi dari mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi memungkinkan
untuk masuknya mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun
memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi
mikroorganisme mempromosikan penyebaran yang cepat penyakit ini.1,5,10
Virulensi mikroorganisme hasil dari produksi toksin atau enzim yang
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk multiplikasi mikroba yang
cepat, Meskipun Meleney pada tahun 1924 menjelaskan penyebab infeksi
nekrotikans hanya dari spesies Streptococcus saja, tapi klinis selanjutnya
telah menekankan sifat multiorganisme dari kebanyakan kasus dari infeksi
nekrotiknas, termasuk fournier gangren. Keterlibatan polimikroba diperlukan
untuk menciptakan sinergi produksi enzim yang mempromosikan penyebaran
fournier gangren. Sebagai contoh, salah satu mikroorganisme dapat
menghasilkan enzim yang diperlukan untuk menyebabkan koagulasi dari
pembuluh darah.

KKS ILMU ANESTESI Page 12


Trombosis pembuluh darah ini dapat mengurangi suplai darah lokal
dengan demikian suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang. Hipoksia
jaringan yang dihasilkan memungkinkan pertumbuhan fakultatif anaerob dan
organisme mikroaerofilik. Mikroorganisme kemudian pada gilirannya dapat
menghasilkan enzim (misalnya, lesithinase, kolagenase) yang menyebabkan
kerusakan dari fasia, sehingga memicu perluasan cepat infeksi. Nekrosis fasia
adalah awal dasar dari proses penyakit, hal ini penting untuk sebagai penanda
klinis dalam keterlibatan jaringan. Secara khusus, jika potongan fasia dapat
dipisahkan dengan mudah dari jaringan sekitarnya dengan diseksi tumpul
sangat mungkin terlibat dengan proses iskemik-infkesi, oleh karena itu setiap
jaringan harus dieksisi.1,5,11

2.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Ciri fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
 Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
 Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit
di atasnya yang disertai pruritus
 Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
 Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
 Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari
luka

Gambar 2.4 Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit11

KKS ILMU ANESTESI Page 13


Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan
fisik. Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan
saraf menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri
lokal tanpa disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar
derajat nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisik
yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat kelamin, perineum dan
pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit dan untuk
mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi
jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis,
indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat
menentukan derajat dari bau amis yang ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri
anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang
dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam,
takikardia dan hipotensi.1,5

2. Pemeriksaan penunjang
a) Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi
dan untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi
sepsis yang menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti,
prothrombin time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT),
jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat membantu untuk mencari sepsis-
induced koagulopati seperti pada ITP. Kultur darah juga diperlukan untuk
mengetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai keadaan septisemia.
Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk mencari bukti
dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN]/kreatinin rasio, yang
cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar gula
dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan
oleh diabetes atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial
blodd gas (ABG) untuk memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan
asam dan basa. Asidosis yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau
hipoglikemia.1,5

KKS ILMU ANESTESI Page 14


b) Foto Polos Radiologi
Foto polos radiologi harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi
keberadaan dan luasnya penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan
klinis tidak dapat disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak dapat lebih mudah
terdeteksi modalitas pencitraan dibandingkan dengan pemeriksaan fisik.
Radiografi polos harus menjadi pemeriksaan pencitraan awal. Untuk
mengetahui seberapa besar jumlah gas jaringan lunak, benda asing, atau
edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan lunak bermanifestasi
sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak adanya gas (hiperlusen) pada foto
polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis.13

Gambar 2.5 Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri
testis dan infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior menunjukkan
tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang melapisi daerah skrotum
dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema subkutan13

c) CT-Scan (Computed Tomography)


Meskipun diagnosis Fournier gangren adalah paling sering dibuat
secara klinis, CT-scan dapat membantu pada pasien yang diagnosis tidak jelas
atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CT-scan memiliki kekhususan
yang lebih besar untuk mengevaluasi penyakit dibandinkan foto polos
radiografi, USG, atau pemeriksaan fisik. CT-scan memainkan peran penting

KKS ILMU ANESTESI Page 15


dalam diagnosis serta evaluasi penyakit, jalur anatomi penyebaran gangren,
akumulasi cairan, abses, emfisema subkutan dan perluasannya yang paling
baik dinilai dengan CT-scan.
CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi struktur perineum
yang dapat terlibat oleh fournier gangren, tetapi membantu menilai
retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat
mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum krepitasi terdeteksi.
Hingga 90% dari pasien dengan fournier gangren telah dilaporkan memiliki
emfisema subkutan, sehingga setidaknya 10% tidak menunjukkan pada
temuan ini.13
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial dan
profunda dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak akurat
membantu memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operasi. CT-scan juga
penting dalam membedakan fournier gangren dari yang lain kurang agresif
seperti jaringan lunak edema atau selulitis, yang mungkin tampak mirip
dengan fournier gangren pada pemeriksaan fisik. Selain itu, CT-scan sangat
bermanfaat dalam post treatment yang merupakan tindak lanjut dari terapi
respon seperti pada pemberian antibiotik spektrum luas dan debridemen yang
penting untuk keberhasilan.13

Gambar 2.6 Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan


pembengkakan skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan nyeri
perut. CT-scan kontrast yang diperbesar menunjukkan skrotum yang
mengandung fokus gas (Panah gambar a) Pada daerah sisi kanan dan kiri

KKS ILMU ANESTESI Page 16


terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan subkutan dari daerah
medial kanan di region glutealis melalui fasia Colles (panah gambar b).

d) USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada fournier gangren dinding skrotum menebal
mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili gas dalam
dinding skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat dilihat sebelum
pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat
hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis sering normal dalam
ukuran dan ekotekstur karena vaskularisasi yang berbeda. Jika terdapat
keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber infeksi berasal dari intra
abdominal atau retroperitoneal.
USG juga berguna dalam membedakan fournier gangren dari hernia
inguinal skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus,
jauh dari dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi,
karena isi skrotum dapat diperiksa bersama dengan aliran darah Doppler.
Jaringan lunak udara juga lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT
lebih unggul baik di USG dan radiografi menunjukkan fournier gangren baik
melaui perluasannya dan penyakit yang mendasarinya.13

Gambar 2.7 Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan demam.
USG menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung) dengan bayangan
ang kabur yang mewakili udara di dinding skrotum dan perineum. Terdapat juga
akumulasi cairan (tanda panah) di jaringan subkutan. 13

KKS ILMU ANESTESI Page 17


e) Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis patologis
fournier gangren yaitu nekrosis infeksi dari selulitis. Yang pertama akan
mendapat manfaat dari debridement eksisional, sedangkan yang kedua jarang
membutuhkan bedah eksisi. Sampel biopsi harus diambil mencakup kulit dan
fasia superfisialis dan profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section
untuk menilai nekrosis fasia. Keterlibatan fasia muncul sebagai
pembengkakan juga akibat nekrosis pada analisis mikroskopis.

Gambar 2.8 Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin)


necrotizing fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi. Panah
menunjuk ke absen epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian kulit skrotum hiper-
dan parakeratotic memberi jalan untuk ulserasi luas.14

2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada fournier gangren adalah terapi suportif
memperbaiki keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen.
Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan
nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau
kegagalan organ, resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal
harus lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik. Menyediakan
manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen tambahan, dan
membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung terus menerus.

KKS ILMU ANESTESI Page 18


Pengganti kristaloid diindikasikan untuk pasien yang mengalami dehidrasi
atau menunjukkan tanda-tanda syok.
 Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas.
Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus, Enterobacteriaceae
organisme, dan anaerob. Dimana secara empiris ciprofloksasin dan
klindamisin dapat digunakan. Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan
nekrosis jaringan lunak infeksi karena spektrum gram positif dan anaerob.
Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat respons unggul
daripada penisilin atau eritromisin. Pilihan lain yang mungkin termasuk
ampisilin/sulbaktam, tikarsilin/klavulanat, atau piperasilin/tazobactam dalam
bentuk kombinasi dengan aminoglikosida dan metronidazole atau
klindamisin. Vankomisin dapat digunakan untuk methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam kasus yang berhubungan dengan
sindrom sepsis, terapi dengan imunoglobulin intravena (IVIG), yang diduga
untuk menetralisir superantigens (misalnya, streptotoxins A dan B) diyakini
mengurangi respon sitokin berlebihan, telah terbukti menjadi pembantu yang
baik untuk antibiotik dan bedah debridemen. Jika pada tes kalium hidroksida
[KOH] menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen empirik anti jamur
seperti amfoterisin B atau caspofungin.1
 Debridemen
Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis
(devitalized tissue). Sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber
infeksi dari uretra atau dari kolorektal dengan melakukan uretroskopi atau
proktoskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi
atau diversi feces dengan melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi,
dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase.
Setelah 12 dan 24 jam dilakukan evaluasi untuk menilai jaringan nekrosis dan
kalau perlu dilakukan operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna
seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan dilaporkan dapat terjadi dua
atau empat kali harus masuk kamar operasi.

KKS ILMU ANESTESI Page 19


Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi
rendam duduk hangat, dan pemberian hydrogen peroksida. Pemberian madu
yang belum diproses berguna dalam membersihkan jaringan nekrosis secara
enzimatik mengurangi bau, mampu mensterilkan luka, menyerap air dari luka
dan memperbaiki oksigenasi jaringan dan meningkatkan epitelisasi.

Gambar 2.9 Ektensif debridemen dari Fournier gangren5

 Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam
pengobatan Fournier gangren. Protokol yang biasa digunakan antara lain:
ismultiple sesi sebesar 2,5% 90 min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap
20 menit. HBO meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan
memiliki efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal
bebas adalah jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung
beracun terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast yang meningkat dengan
angiogenesis dapat mempercepat penyembuhan luka. Ini merupakan
kontraindikasi untuk ruang vakum udara di dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan karena ekspansi setelah kembali tekanan atmosfer
normal, seperti sinusitis, otitis media, asma, dan penyakit paru bulosa. Pada
pasien diabetes, seperti hipoglikemia dapat diperburuk oleh HBO.

KKS ILMU ANESTESI Page 20


 Rekonstruksi Bedah
Tergantung pada tingkat kecacatan kulit, pilihan dalam rekonstruksi
menjahit, ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi
miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer,
terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa
paling sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat,
dan lengan dapat digunakan untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang
penis harus terhindar dari pencangkokkan untuk mencegah pembentukan
bekas luka fibrosis karena berhubungan dengan masalah ereksi. Pada cacat
yang luas, terutama di mana tendon yang terkena vaskularisasi miokutaneus
harus digunakan. Pada daerah medial paha misalnya myocutaneous gracilis
flap pedikel dapat memberikan hasil terbaik karena dapat menutup kedekatan
dengan mobilitas dan perineum yang baik. Flaps lain yang menggunakan
arteri epigastrika inferior juga dapat dipertimbangkan.
Pada pria dengan penyakit striktur uretra yang mendasarinya,
uretroplasti mungkin sangat sulit atau tidak mungkin karena kehilangan kulit
penoskrotal yang cukup luas dan bahkan dari uretra sendiri. Mukosa bukal
dapat digunakan untuk merekonstruksi uretra, tetapi dalam beberapa kasus
dengan jaringan yang luas tidaklah mendapatkan hasil memuaskan,
uretrostomi perineum permanen mungkin solusi terbaik.5

Gambar 2.10 Transplantasi kulit pada Fournier gangrene5

KKS ILMU ANESTESI Page 21


2.2.7 Komplikasi
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi
sistemik, atau respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karena
kekebalan organ yang merupakan konsekuensi paling ditakuti pada kasus
sepsis yang belum terselesaikan dan biasanya melibatkan paru,
kardiovaskular, sistem ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan cedera
serebrovaskular. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi sebagai
akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen. Komplikasi akhir meliputi5&15:
 Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
 Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
 Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
 Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
 Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi
dismorfik
 Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang
selanjutnya thrombophlebitis.

2.2.8 Prognosis
Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut
memerlukan prosedur rekonstruksi. Prognosis untuk pasien setelah
rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik. Skrotum memiliki kemampuan
untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan terjadi nekrosis.
Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan penis
mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut
pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi edema dan selulitis.
Fournier Gangrene Severity Index (FGSI) mendasar pada
penyimpangan dari rentang referensi parameter klinis berikut: suhu, denyut
jantung, pernapasan tingkat, darah putih jumlah sel, hematokrit, serum
natrium, serum kalium, serum kreatinin, serum bikarbonat.1,16

KKS ILMU ANESTESI Page 22


Resiko kematian berbanding lurus dengan usia pasien dan tingkat
toksisitas sistemik pada saat masuk, serta keterlibatan jaringan lokal.
Prognosis yang lebih baik ada pada usia yang lebih muda dari 60 tahun,
penyakit klinis lokal, tidak adanya toksisitas sistemik (misalnya, FGSI
rendah), dan kultur darah steril. Pada penyakit diabetes dan infeksi HIV tidak
terkait dengan kematian yang lebih tinggi. Dalam beberapa penelitian,
Fournier gangren yang berasal dari penyakit anorektal membawa prognosis
yang lebih buruk daripada kasus yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.
Tingkat kematian dilaporkan untuk Fournier gangren bervariasi mulai
setinggi 75%. Namun, dalam 600 kasus Fournier gangren ditemukan 100
kematian terjadi untuk tingkat kematian 16,5%. Dalam seri yang mencakup
lebih dari 20 pasien, angka kematian berkisar 4-54%, dengan sebagian besar
studi melaporkan tingkat kematian dari 20-30%. Faktor yang terkait dengan
kematian yang tinggi termasuk sumber anorektal, usia lanjut, penyakit yang
luas (melibatkan dinding perut atau paha), syok atau sepsis pada presentasi,
gagal ginjal, dan disfungsi hati. Kematian biasanya terjadi akibat penyakit
sistemik seperti sepsis (biasanya gram negatif), koagulopati, gagal ginjal akut,
diabetik ketoasidosis, atau kegagalan organ multipel.

KKS ILMU ANESTESI Page 23


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fournier gangren merupakan gangren akibat infeksi beberapa kuman yang


secara sinergis menyerang skrotum, perineum, kadang sampai abdomen bawah. Ciri
fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin. Infeksi ini
menimbulkan nekrosis yang luas dan penderitanya dapat mengalami syok septik.
Prinsip terapi pada fournier gangren adalah terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotic spektrum luas, dan debridemen. Setelah
debridement biasanya diperlukan skin graft untuk menutup defek. Pembedahan
diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik.
Prognosis untuk pasien Fournier gangren setelah rekonstruksi biasanya baik.
Resiko kematian biasanya terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis (biasanya gram
negatif), koagulopati, gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis, atau kegagalan organ
multipel.

KKS ILMU ANESTESI Page 24


STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Tn. RH

Umur : 37 tahun

Alamat : Jl. Ahmad Marpaung

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Perkawinan : Menikah

TMRS : 11 Juni 2017

No.MR : 050388

Anamnesis

Keluhan Utama : Bengkak pada buah zakar.

Keluhan Tambahan : Nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan keluhan adanya bengkak pada buah

zakar sejak empat hari yang lalu sebelum masuk ke RS. Awalnya hanya bengkak ada

buah zakar disertai dengan nyeri. Tiga hari kemudian bengkak tersebut pecah dan

menjadi luka.

Riwayat Penyakit Dahulu :-

Riwayat Pemakaian Obat :-

Riwayat Penyakit Keluarga : -

B. PEMERIKSAAN FISIK

Tanda Vital:

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

KKS ILMU ANESTESI Page 25


RR : 18x/menit

Temperatur : 380C

Kesadaran :Sopor

C. STATUS LOKALISATA

1. KEPALA

a. Bentuk kepala : kontur maxillofasial simetris

b. Mata : pupil isokor +/+, konjungtiva anemis +/+

c. Hidung : dbn

d. Mulut : dbn

e. Leher : tidak ada massa atau pembesaran KGB

2. THORAKS

a. Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis

b. Palpasi : stem fremitus paru normal kiri dan kanan

c. Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.

d. Auskultasi : Paru : vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung : M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2

3. ABDOMEN

a. Inspeksi : simetris, tidak terlihat penonjolan, distensi (-)

b. Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-)

c. Perkusi : timpani (+)

d. Auskultasi : Peristaltik (+)

4. GENITALIA

Luka pada scrotum

5. EKSTREMITAS

Deformitas (-), edema tungkai (-/-)

KKS ILMU ANESTESI Page 26


D. DIAGNOSIS BANDING

1. Fournier Gangrene

2. Abses scrotalis

3. Hernia inkaserata inguinoskrotalis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : urine darah rutin, KGD, RFT, LFT

Radiologi : Rontgen thoraks AP lateral

F. DIAGNOSIS

Fournier Gangren

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa : IVFD RL 20 gtt/i

Inj Ranitidin 25 mg/8 jam

Inj Ketorolac 3 %/8 jam

Drip Metronidazol 1 fls/hr

Paracetamol tab 3 x 500 mg

Operatif : debridement + nekrotomi

H. INSTRUKSI POST OPERASI

1. Bedrest

2. IVFD RL 30 gtt/i

3. Infus Metronidazol 1 fls/ 12 jam

4. Kompres scrotum : 5 cc Betadine + 500 cc NaCl 0,9%  tetesi kompres

melalui infus ke scrotum.

KKS ILMU ANESTESI Page 27


STATUS FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A P

11 Juni 2017 Luka basah KU : Fournier IVFD RL 20


(+), nyeri (+), Penuruan gangren gtt/i
BAK (+) Kesadaran
Sens: Sopor Ranitidin amp/8
TD : 100/70 jam
mmHg Ketorolac 3%/ 8
HR : 82 x/i jam
RR : 20x/i Metronidazol
T : 37,80C fls/hari
PCT 3x500 mg
(k/p)

12 Juni 2017 Luka basah KU : Fournier IVFD RL 20


(+), nyeri (+), Penuruan gangren gtt/i
BAK (+) Kesadaran
Sens: Sopor Ranitidin amp/8
TD : 100/60 jam
mmHg Ketorolac 3%/ 8
HR : 84 x/i jam
RR : 16x/i Metronidazol
T : 370C fls/hari
PCT 3x500 mg
(k/p)

13 Juni 2017 EXIT

KKS ILMU ANESTESI Page 28


DAFTAR PUSTAKA

1. Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2011. [citied


Agustus, 2012]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview

2. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC.
2008. 795-800

3. Morpurgo, Emillio, Susan. Fournier gangrene. [online]. 2006. [citied Agutus


2012]. Available from : http://www/midcf.org/journlas/4335.pdf

4. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto, 2008.


50-56.

5. Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer.


2006. 50-140

6. Slone, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2005. 347-52

7. Putz, R, Pabst. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2, 14th edition.


Elsevier. 2005. 198

8. Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Edisi : 6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.

9. Hansen JT, Koeppen BM. Netter’s Atlas of Human Physiology. Volume 1, 10th
edition. Elsevier. 20010. 365

10. Stockinger, Zsolt. Fournier Gangrene. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012].
Available from : http://www.guttmacher.org/pubs/journals/3116205.pdf

11. Burch, Draion, Timothy, Vincent. Fournier’s Gangrene : Be Alert forThis


Medical Emergency. [online]. 2007. [citied Agustus, 8 2012]. Available from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW770.pdf

12. Thwaini, Khan A, Malik A. Fournier’s gangrene and its Emergency


Management. [online]. 2005. [citied Agustus, 8 2012]. Available from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW780.pdf

13. Levenson, Robin B, Ajay K, Noveline Robert. Fournier Gangrene : Role of


Imaging1. [online]. 2008. [citied agustus, 8 2012]. Avaiabe from
http://pdf.guttmacher.org/pubs/journals/311267.pdf

KKS ILMU ANESTESI Page 29


14. Zgraj, Oskar, Sri Paran, Maureen. Neonatal Scrotal Wall Necrotizing Fasciitis
(Fournier Gangrene) : A Case Report. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012].
Available from : http://creative.commons.org/licenses/by/2.0

15. Thimons, Jhon. Recognizing Necrotising fasciitis. [online].2012. [citied


Agustus, 8 2012]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22621627.pdf

16. Neary, Elaine. A Case of Fournier’s Gangrene. [online]. 2005. [citied Agustus
2012]. Available from : http://www.nejm.org/36621.pdf.

KKS ILMU ANESTESI Page 30

Anda mungkin juga menyukai