Lapkas RUMKIT
Lapkas RUMKIT
Lapkas RUMKIT
DISPEPSIA
Oleh:
Pembimbing:
dr. Dumawan Haris Parhusip, Sp. PD
PIMPINAN SIDANG
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Dispepsia”.
Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada dr. Dumawan Haris Parhusip, Sp. PD
sebagai dosen pembimbing telah bersedia membimbing dan memberikan
masukan dan kritikan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun dari semua pihak di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus
ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semuanya. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien dispepsia fungsional, terutama yang
refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami
depresi dan gangguan psikiatris.2,3 Seseorang dengan dispepsia organik seperti
ulkus peptikum dapat menyebabkan komplikasi berupa : perdarahan, perforasi,
penetrasi, dan obstruksi. Selain itu, dispepsia juga berdampak terhadap biaya yang
dikeluarkan seperti di Amerika Serikat berdasarkan ekstrapolasi data pasien-
pasien dispepsia tahun 2009, diperkirakan sebanyak $18,4 miliar dihabiskan untuk
menanggulangi hal tersebut.2,3
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai hal meliputi penyakit atau kelainan
yang terdapat pada lambung, di luar lambung, maupun manifestasi klinik dari
penyakit sistemik. Berdasarkan penyebabnya, dyspepsia dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu dyspepsia organic (didapatkan kelainan organic seperti tukak
peptik, gastritis, batu empedu, dll sebagai penyebab keluhan) dan dyspepsia
fungsional (sarana penunjang diagnostik yang baku seperti radiologi, endoskopi,
laboratorium tidak menunjukkan adanya gangguan patologik sebagai penyebab
keluhan).1
1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
nyeri pada ulu hati, rasa terbakar di epigastrium.
2. Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk di dalamnya pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas) sebagai penyebab keluhan.
3. Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan.
3
1). Post-prandial Distress Syndrome, dimana pasien merasa penuh setelah makan
dalam porsi biasa, atau rasa cepat kenyang sehingga pasien tidak dapat
menghabiskan makanan porsi regularnya;
2). Epigastric Pain Syndrome, dimana pasien mengeluh nyeri atau rasa terbakar di
daerah di epigastrium yang bersifat hilang timbul dan tidak ada penjalaran
kebagian dada.
2). Dysmotility like (keluhan kembung, mual, muntah, cepat kenyang sebagai
keluhan dominan);
1.4. Patofisiologi
Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan
pathogenesis terjadinya dispepsia fungsional ini. Proses patofisiologik yang paling
banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dyspepsia fungsional
adalah; Hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan motorik ,
5
Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50%
kasus), gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan
hipersensitifitas viseral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada
setengah sampai dua per tiga kasus dispepsia fungsional. Perbedaan patofisiologi
ini diduga yang mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola
pikir pengobatan yang akan diambil.6
Pada 23% kasus dispepsia fungsional mengalami perlambatan
pengosongan lambung dan berkorelasi dengan adanya keluhan mual, muntah dan
rasa penuh di ulu hati. Pada 35% kasus terdapat hipersensitifitas terhadap distensi
lambung dan memanifestasikan keluhan nyeri, sendawa dan adanya penurunan
berat badan. Sedangkan pada 40% kasus dispepsia fungsional ditemukan ganguan
akomodasi lambung waktu makan dimana berhubungan dengan adanya rasa cepat
kenyang dan penurunan berat badan. Konsep ini yang mendasari adanya
6
Disfungsi Autonom
Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga
diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambug waktu
menerima makan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan raca
cepat kenyang.6
7
Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam pathogenesis dispepsia fungsional.
Dilaporkan adanya penurunan kadar hormone motilin yang menyebabkan
gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron,
estradiol dan prolatin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat
waktu transit gastrointestinal. Selain itu juga diduga gangguan kadar
kolesistokinin dan sekretin juga diduga berpengaruh pada terjadinya dispepsia
fungsional.6
Faktor dietetik
Faktor diet dapat sebagai faktor pencetus keluhan dispepsia. Kasus
dispepsia fungsional biasanya ada perubahan pola makan, sekperti makan hanya
mampu porsi kecil dan tidak toleran terhadap porsi besar. Adanya intoleransi
makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional
dibandingkan kasus kontrol terutama makanan yang berlemak.6
Psikologis
Faktor kognitif dan adanya faktro psikosomatik harus dinilai pada kasus
dispepsia fungsional. Diduga bahwa dispepsia fungsional berkorelasi dengan
adanya depresi, peningkatan kecemasan dan gangguan somatisasi. Adanya stress
akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada
8
1. Adanya satu atau lebih dari keluhan rasa penuh (kekenyangan) setelah
makan (bothersome postprandial fullness), perasaan cepat kenyang, nyeri
ulu hati, rasa terbakar di ulu hati,
2. Tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan saat
dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA).
3. Keluhan berlangsung ≥ 3 bulan terus menerus, atau dimulai sejak 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan.
Dimana pasien merasa penuh setelah makan dalam porsi yang biasa atau
rasa cepat kenyang sehingga tidak dapat menghabiskan porsi makan regular.
Dimana pasien mengeluh nyeri dan rasa terbakar, hilang timbul, berpusat
di epigastrium. Rasa nyeri ini tidak pada bagian perut lainnya atau daerah dada.
9
1.6. Diagnosis
Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah
adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Dispepsia
organik terdiri dari ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis erosi, gastritis,
duodenitis dan proses keganasan. Dispepsia fungsional mengacu pada kriteria
Roma III.8 Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan kemungkinan
diagnosis banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan
organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting
diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exclusion, sehingga
idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang
bersifat organik.9 Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit
membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang
timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55
tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya.
Tanda bahaya pada dispepsia yaitu: 8,9
Penurunan berat badan (unintended)
Disfagia progresif
Muntah rekuren atau persisten
Perdarahan saluran cerna
Anemia
Demam
Massa daerah abdomen bagian atas
Riwayat keluarga kanker lambung
Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun
Dispepsia Fungsional:
Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna
bagian atas (SCBA))
Kriteria Merujuk
Pasien dispepsia harus dirujuk ke dokter spesialis terkait jika ditemukan tanda dan
gejala di bawah ini 9 :
15
1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut: perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan,
anemia yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan
penurunan berat badan, atau ada indikasi endoskopi. Segera rujuk pasien
ke spesialis gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas endoskopi.
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Agustina Hutabarat
Umur : 77 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jalan Nuri VI No. 362 Percut Sei Tuan
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri Ulu Hati
Telaah : Hal ini dialami oleh pasien ± 1 tahun ini dan semakin
memberat dalam 2 minggu ini. Nyeri ulu hati dirasakan
bersifat menusuk dan hilang timbul. Nyeri ulu hati
menjalar ke dada dan punggung tidak dijumpai. Pasien
juga mengeluhkan perut sering terasa kembung. Pasien
juga mengakui adanya rasa tidak nyaman setelah selesai
makan. Rasa panas yang menjalar ke dada dan
13
14
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas :(-) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain :(-)
SaluranPernapasan
Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis :(-)
Dahak :(-) Lain-lain :(-)
Saluran Pencernaan
Nafsu Makan : Biasa Penurunan BB : (-)
Keluhan Menelan :(-) KeluhanDefekasi :(-)
15
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterus(-/-)
Telinga : Liang telinga tidak menyempit, sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), Pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Tidak ada kelainan
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Tonsil/Faring : Pembesaran tonsil (-), hiperemis (-)
LEHER
Leher : Simetris
Trakea : Medial, pembesaran KGB (-), Struma (-), TVJ : R-2 cm H2O, Kaku
kuduk ( - ), lain-lain (-)
17
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan paru
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Tidak teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru kiri=kanan
Batas Paru Hati R/A : Relatif ICS V, Absolut ICS VI
Peranjakan : ± 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS III LMCS
Batas kiri jantung : ICS IV 1 cm medial LMCS
Batas kanan jantung : ICS IV Linea Parasternal Dextra
Auskultasi
Paru
Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak ada suara tambahan
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-)
Heart rate : 87 x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara Pernafasan = vesikuler
Suara Tambahan = tidak ada suara tambahan
18
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : tidak dijumpai
Vena kolateral : tidak dijumpai
Caput medusa : tidak dijumpai
Lain-lain : tidak dijumpai
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, H/L/R tidak teraba
Undulasi (-), Nyeri tekan (-)
HATI
Permukaan : Tidak teraba
Konsistensi : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
Ukuran : Tidak teraba
Nyeri Tekan : ( -)
LIMFA
Pembesaran : Tidak dijumpai
GINJAL
Ballotement : Tidak dijumpai
PERKUSI
Pekak Hati : Tidak dijumpai
Pekak Beralih :(-)
Undulasi :(-)
AUSKULTASI
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra ( -/- )
19
RESUME
ANAMNESA Keluhan utama : Epigastric pain
Telaah : Epigastrik pain (+) dirasakan memberat
dalam 2 minggu ini. Nausea (+), bloating (+),
konsumsi kopi (+), riwayat penyakit gaster pada
keluarga (+). Riwayat DM (+)
RPT : DM
RPO : Tidak Jelas
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Normal
PEMERIKSAAN FISIK VITAL SIGN
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 87x/ mnt
Pernafasan : 24x/ mnt
Temperatur : 36,3 °C
STATUS LOKALISATA
Kepala : Kesan normal
T/H/M : Kesan Normal
Leher : Kesan normal
Thorax: Kesan normal
Abdomen: Nyeri tekan (+) di daerah
epigastrium
Ekstremitas atas : Kesan normal
Ekstremitas bawah : Kesan normal
LABORATORIUM RUTIN Asam Urat 7.3 mg / dL
Kemih : Tidak dilakukan pemeriksaan
Feses : Tidak dilakukan pemeriksan
22
Abdomen
Simetris, soepel, nyeri (+) di daerah
epigastrium, kembung (+), peristaltik (+) kesan
normal, H/L/R : tidak teraba pembesaran
Inguinal
Pembesaran KGB (-)
24
25
Ekstremitas
Puls: 88-100x/i, reg, tekanan/volume cukup,
Akral Hangat; CRT <3”, Edema (-)
Dyspepsia dd : Fungsional, organik+ DM Tipe
A
II + Hiperuricemia
Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Diet M II
Farmakologis :
- IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 1 Amp / 12 jam
P - Inj. Ondansteron 1 Amp / 8 jam
- Allupurinol Tab 2 x 100 mg
- Metformin Tab 3 x 500mg
- Ambroxol syr 3 x CI
Rencana
- Gastrokopi
26
Kepala
Mata: RC (+/+), pupil isokor, konjungtiva
palpebra anemis (-/-), konjungtiva ikterik (-)
T/H/M: normal/ normal/ mukosa bibir kering (-)
Leher
Pembesaran KGB (-), TVJ : R-2cm H2O
Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, Retraksi(-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : vesikuler, ST : tidak dijumpai
Abdomen
Simetris, soepel, nyeri (+) di daerah
epigastrium, kembung (+), peristaltik (+) kesan
normal, H/L/R : tidak teraba pembesaran
Inguinal
Pembesaran KGB (-)
27
Ekstremitas
Puls: 86x/i, reg, tekanan/volume cukup, Akral
Hangat; CRT <3”, Edema (-)
Gastritis antrum + ulkum peptikum + DM Tipe
A
II + Hiperuricemia
Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Diet M II
Farmakologis :
- IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i
P - Inj. Ranitidine 1 Amp / 12 jam
- Inj. Ozid 1 Amp/12 jam dalam NaCl
0,9% 100 cc
- Allupurinol Tab 2 x 100 mg
- Metformin Tab 3 x 500mg
- Ambroxol syr 3 x CI
28
Kepala
Mata: RC (+/+), pupil isokor, konjungtiva
palpebra anemis (-/-), konjungtiva ikterik (-)
T/H/M: normal/ normal/ mukosa bibir kering (-)
Leher
Pembesaran KGB (-), TVJ : R-2cm H2O
Thoraks
Inspeksi : Simetris fusiformis, Retraksi(-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : vesikuler, ST : tidak dijumpai
Abdomen
Simetris, soepel, nyeri (+) di daerah
epigastrium, kembung (+), peristaltik (+) kesan
normal, H/L/R : tidak teraba pembesaran
Inguinal
Pembesaran KGB (-)
29
Ekstremitas
Puls: 92-102x/i, reg, tekanan/volume cukup,
Akral Hangat; CRT <3”, Edema (-)
Gastritis antrum + ulkus peptikum + DM Tipe
A
II + Hiperuricemia
Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Diet M II
Farmakologis :
- IVFD NaCl 0.9 % 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 1 Amp / 12 jam
- Inj. Ozid 1 Amp/12 jam dalam NaCl
P
0,9% 100 cc
- Allupurinol Tab 2 x 100 mg
- Metformin Tab 3 x 500mg
- Ambroxol syr 3 x CI
Rencana :
Pasien PBJ pada tanggal 10 November 2017
BAB 4
DISKUSI
Teori Pasien
30
31
34
35
35
DAFTAR PUSTAKA
35
36
12. Tarigan P. Tukak Gaster. Dalam : Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi
VII. 2014:1781-1789.
13. Milosavljevic T. · Kostić-Milosavljević M. · Jovanović I. · Krstić M.
Complications of peptic ulcer disease. Dig Dis 2011;29:491–493.
36