0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
79 tayangan19 halaman

Kromatografi Gas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 19

Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa (GS-MS)

1.1 Definisi dan Sejarah Singkat Penemuan GC-MS


Kromatografi gas-spektrometri massa atau dikenal dengan GC-MS adalah metode
kombinasi antara kromatografi gas dan spektrometri massa yang bertujuan untuk
menganalisis berbagai senyawa dalam suatu sampel. Kromatografi gas dan spektometri
massa memiliki prinsip kerjanya masing-masing, namun keduanya dapat digabungkan
untuk mengidentifikasi suatu senyawa baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kromatografi gas merupakan salah satu teknik kromatografi yang menggunakan
prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-
komponen penyusunnya. Kromatografi gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu
senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu
senyawa dalam fase gas. Metode ini merupakan salah satu pemisahan yang sekaligus
dapat menganalisis senyawasenyawa organik maupun anorganik yang bersifat termostabil
dan mudah menguap. (Sumarno, 2001)
Berdasarkan bentuk fase diam yang digunakan, teknik kromatografi gas
digolongkan dalam dua golongan utama: Kromatografi padat-gas (gas-solid
chromatography) bila sebagai fase diam digunakan adsorben padat; dan kromatografi
gas-cair (gas-liquid chromatography) bila sebagai fase diam digunakan fase cair yang
dilapiskan pada penyangga inert atau sebagai lapisan tipis pada dinding kolom kapiler.
(Noegrohati, 1996)
Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul
dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya
diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.
Dalam spektrometri massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron
dan diubah menjadi ionion bermuatan positif bertenaga tinggi (ion-ion molekular atau
ion-ion induk) yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion pecahan atau
ion-ion anak); lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini
dapat dinyatakan sebagai M→M+. Ion molekular M+ biasanya terurai menjadi sepasang
pecahan/fragmen yang dapat berupa radikal atau ion atau molekul yang kecil dan radikal
kation
M+ →m1+ + m2●
Ion-ion molekular, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh
pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa dan
muatannya, dan menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang sebanding dengan
limpahan relatif mereka. Spektrum massa adalah merupakan gambar antara limpahan
relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z) (Sastrohamidjojo, 2001)
Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektrometri massa.
Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian
senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya. Kromatografi gas ini juga mirip
dengan distilasi fraksional, karena kedua proses memisahkan komponen dari campuran
terutama berdasarkan pada perbedaan titik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi
fraksional biasanya digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran
pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang lebih kecil yaitu mikro.
(Pavia, 2006)
Kromatografi gas dan spektrometri massa dalam banyak hal memiliki banyak
kesamaan dalam tekniknya. Untuk kedua teknik tersebut, sampel yang dibutuhkan dalam
bentuk fase uap, dan keduanya juga sama-sama membutuhkan jumlah sampel yang
sedikit (umumnya kurang dari 1 mg). Disisi lain, kedua teknik tersebut memiliki
perbedaan yang cukup besar yakni pada kondisi operasinya. Senyawa yang terdapat pada
kromatografi gas adalah senyawa yang digunakan untuk sebagai gas pembawa dalam alat
GC dengan tekanan kurang lebih 760 torr, sedangkan spektometri massa beroperasi pada
kondisi vakum dengan kondisi tekanan 10-6 – 10-5 torr.

1.2 Prinsip Kerja


GC-MS adalah terdiri dari dua blok bangunan utama: kromatografi gas dan
spektrometri massa. Kromatografi gas menggunakan kolom kapiler yang tergantung pada
dimensi kolom itu (panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat fase (misalnya 5% fenil
polisiloksan). Perbedaan sifat kimia antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu
campuran dipisahkan dari molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom.
Molekul-molekul memerlukan jumlah waktu yang berbeda (disebut waktu retensi) untuk
keluar dari kromatografi gas, dan ini memungkinkan spektrometri massa untuk
menangkap, ionisasi, mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul terionisasi
secara terpisah. Spektrometri massa melakukan hal ini dengan memecah masing-masing
molekul menjadi terionisasi mendeteksi fragmen menggunakan massa untuk mengisi
rasio.
Kromatografi Gas (Gas Chromatography)
Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam
kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan untuk menguji
kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran.
Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah senyawa
kompleks. Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah
sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reaktif
seperti gas nitrogen. Stationary atau fase diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair
atau polimer yang mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau
logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi
gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
Spektrometri Massa (Mass Spectrometry)
Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sample
menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa
terhadap muatan. Spektrometri massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat uji,
memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap
muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion
positif yang dipelajari karena ion negatif yang dihasilkan dari sumber tumbukan
umumnya sedikit.
Kombinasi GC-MS
Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode analisis
yang sangat baik. Peneliti dapat menganalisis larutan organik, memasukkannya ke dalam
instrumen, memisahkannya menjadi komponen tunggal dan langsung mengidentifikasi
larutan tersebut. Selanjutnya, peneliti dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-
masing komponen.
Metode Analisis Kromatografi Gas- Spektrometri Massa (GC-MS)
Pada metode analisis GC-MS adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada
kedua metode yang digabung tersebut. Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel
mengandung banyak senyawa, yaitu terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra
GC tersebut. Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa
diketahui senyawa apa saja yang ada dalam sampel.
Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke dalam
instrumen spektrometer massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu kegunaan dari
kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu sampel. Setelah
itu, didapat hasil dari spektra spektrometri massa pada grafik yang berbeda.
Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instrumen
GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra GC, informasi
terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap senyawa dalam sampel.
Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi mengenai massa molekul relatif
dari senyawa sampel tersbut.
Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:
1. Sample preparation
Preparasi sampel dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan faktor-
faktor pengganggu dalam analisis sampel. Preparasi dimulai dengan menyaring
sampel dan fase gerak di mana untuk sampel menggunakan kertas saring
whatman 0,45 sedangkan fase gerak menggunakan kertas saring whatman 0,2.
Kemudian masing-masing dilakukan degasing, yakni penghilangan gas yang
dapat mengganggu saat analisis sampel.
2. Derivatisasi sampel
Derivatsisasi sebelum pemisahan dengan kromatografi gas sering
dilakukan untuk meningkatkan stabilitas termal suatu senyawa, terutama senyawa
dengan gugus fungsional polar, misalnya pembentukan metil ester asam lemak,
pembentukan metil atau trimetilsilil ester dan asetil atau trifluoroasetil ester suatu
sakarida, sedangkan untuk asam amino dilakukan derivatisasi terhadap gugus
karboksil menjadi n-butil atau n-propil ester dan asetilasi terhadap gugus amino.
Derivatisasi juga digunakan untuk merubah molekul solute sehingga dapat
memberikan sinyal yang dpaat dibaca oleh detektor yang digunakan, misalnya
derivatisasi karbamat dengan TFA untuk determinasi dengan ECD.
3. Injeksi
Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated injection
port. GC/MS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada suhu tinggi karena
akan terdekomposisi pada awal pemisahan.
4. GC separation
Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju alir
tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas. Kolom GC
memiliki cairan pelapis (fase diam) yang inert.
5. MS detector
Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa yang
tidak diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi komputerisasi.
Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari senyawa
yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang tidak diketahui.
6. Scanning
Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik selama pemisahan
GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk digunakan dalam analisis.
Spektra massa berupa fingerprint ini dapat dibandingkan dengan acuan.
1.3 Instrumentasi
1.3.1 Gas Chromatography (GC)
1. Injection port
Dikenal berbagai tipe sistem injektor yang disesuaikan dengan kolom yang
digunakan dan sampel yang akan dianalisis. Pada dasarnya, fungsi dari sistem
injektor adalah menerima sampel, membawa sampel dalam bentuk uap ke ujung
permulaan kolom, sedapat mungkin dalam lapisan tipis. Untuk mendapatkan
efisiensi kolom yang baik, pelebaran pita uap harus dicegah dengan cara injeksi
sampel cepat dan volume sampel tidak berlebihan. Oleh karena itu, sistem
injektor harus dapat dipanaskan supaya sampel bukan gas dapat segera dijadikan
dalam bentuk uap, volume yang dimasukkan harus kecil, dan tidak ada daerah
dalam sistem transport tersebut yang tidak dapat disapu oleh gas pembawa.
Sampel gas
Sistem injektor sampel yang terbaik untuk sampel berbentuk gas adalah sistem
katub (gas sampling valve). Untuk operasi katub sampling gas dengan instrumen
yang sangat sensitif, laju alir dan tekanan dalam sistem harus dalam keadaan
seimbang. Reproduksibilitas bila digunakan sistem katub dapat mencapai lebih
dari 0,5%. Disamping sistem katub juga dikenal sistem jarum injeksi kedap gas
(gas tight syringe) dengan reproduksibilitas hingga 1%.
Sampel cair
Sistem injeksi langsung merupakan sistem yang umum digunakan pada
kromatografi gas dengan kolom packing. Sampel diinjeksikan dengan jarum
suntik mikro (microsyringe) melalui septum karet silikon yang dapat menutup lagi
ke dalam ruang injeksi (injection port) yang dilapisi gelas. Penguapan sampel
dengan segera di dalam ruang injeksi (flash vaporatisation) adalah metode yang
umum digunakan untuk mendapatkan reproduksibilitas waktu retensi yang baik
serat menjaga efisiensi kolom. Tetapi sistem injeksi tersebut tidak sesuai untuk
sampel yang mengandung senyawa termolabil misalnya sampel biomedik, juga
bila volume sampel yang harus diinjeksikan besar. Sampel cair yang diinjeksikan
segera dijadikan bentuk uap, kemudian dicampur dengan gas pembawa dan
dibawa sampai mencapai split point, sebagian akan masuk ke dalam kolom dan
sebagian dihembuskan keluar. Perbandingan gas yang masuk ke dalam kolom
terhadap gas yang dihembus keluar (split ratio) digunakan untuk memperkirakan
volume sampel yang masuk ke dalam kolom kapiler (Noegrohati, 1996)
Dalam pemisahan dengan GC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Tetapi
kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan. Oleh karena itu, senyawa yang
berbentuk cairan harus diuapkan. Hal ini membutuhkan pemanasan sebelum
masuk dalam kolom. Panas itu terdapat pada tempat injeksi. Namun demikian
suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi
perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisa. Kita
juga tidak boleh menginjeksikan cuplikan terlalu banyak, karena GC sangat
sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksikan pada waktu kita mengadakan
analisa 0,5 -50 ml gas dan 0,2 - 20 ml untuk cairan.
2. Carrier Gas Supply
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas
yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.
Kondisi seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan
dapat mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi. Gas pembawa
digunakan untuk mentransportasikan sampel melalui kolom ke detektor, oleh
karena itu perlu dilakukan pemilihan fase gerak gas yang tepat. Fase gerak gas
yang biasa digunakan tercantum dalam tabel dibawah:

Dari sudut performa kolom, gas dengan koefisien difusi rendah lebih baik
digunakan untuk kecepatan alir fase gerak rendah (gas dengan berat molekul
besar: N2, CO2, Ar) sedangkan gas dengan koefisien difusi tinggi lebih baik
digunakan untuk kecepatan alir fase gerak tinggi (gas dengan berat molekul
rendah : H2, He) Viskositas menunjukkan tekanan, untuk analisis cepat
diperlukan rasio viskositas terhadap koefisien difusi sekecil mungkin. Hidrogen
dan Helium merupakan fase gerak yang sesuai. Untuk mendapatkan hasil yang
optimum, harus digunakan gas dengan kemurnian diatas 99,995%. Kontaminan
seperti udara atau air dapat menyebabkan dekomposisi sampel dan kerusakan
pada kolom serta detektor. (Noegrohati, 1996)
3. Oven
Oven digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu
sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sampel. Biasanya oven
memiliki jangkauan suhu 30oC – 320oC.
4. Kolom atau Fase Diam
Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Ada beberapa bentuk
kolom, diantaranya lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan
kumparan/spiral. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Berisi fasa diam,
sedangkan fasa bergerak akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara
umum terdapat 2 jenis kolom, yaitu:
a. Packed column (kolom yang dikepak)
b. Capillary column (kolom kapiler terbuka)

Jenis-jenis fase diam yang dapat digunakan :

a. Fase diam Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography)


Fase diam untuk Gas-padat Kromatografi (Gas Solid Chromatography)
berciri dari senyawa penjerab yang sering digunakan:
1) Molekular siever dengan ukuran 4 atau 5 mempunyai daya pisah
yang baik terhadap gas dari senyawa anorganik. Karbon dioksida
adalah penjerab yang irreversible dibawah 160 , gas nitrogen dan
oksigen akan dipisahkan dengan baik. Pengujian karbonmonoksida
dalam darah umumnya dianalisis dengan molekular siever dengan
ukuran 5 . Karbon penjerab yang berbentuk granular dapat
digunakan untuk gas senyawa organik dengan jumlah atom C1
sampai dengan C2 (metana dan etana).
2) Silika gel yang mempunyai luas permukaan 1,5 sampai 500 m2/g
dapat memberikan pemisahan yang baik terhadap campuran
karbondioksida, karbonmonoksida, hidrogen, dan nitrogen tetapi
antara nitrogen dan oksigen tidak dapat dipisahkan. Poleculer
siever dan silika gel dapat digunakan secara pararel untuk
memisahkan dan mengidentifikasi udara yang digunakan untuk
pernafasan, karena adanya komposisi nitrogen, karbonmonoksida
dan oksigen sangat penting bagi pernafasan. Oksigen diudara tidak
boleh lebih kecil dari 20%.
3) Chromosorb dan porapak merupakan senyawa koplimer dari
difenilbenzen yang mempunyai ikatan bercabang dengan
polisteren. Fase diam sintetik ini dapat diatur ukuran diameter
porus dan ukuran partikel atau luas permukaannya tiap satuan
berat. Senyawa asam lemak bebas rantai pendek dan asam amino
bebas, metanol sampai propanol dapat dipisahkan dengan porapak
Q atau Chromosorb 102 pada suhu operasi 250○C.
4) Tenak-GC, merupakan polimer porus dari 2,6-difenil-p-fenilen
oksida. Senyawa ini digunakan fase diam untuk analisis atau hanya
sebagai penyaring kontaminan yang mudah menguap sebelum
dianalisis.
5) Carbopak B dan C adalah karbon hitam tergarfit yang mempunyai
luas permukaan 12 sampai dengan 100 m2/g. Kadang-kadang
dilapisi dengan pelapis polar yang tipis sehingga pemisahan yang
sering sulit dari senyawa hidrokarbon antara C1- C10 dapat teratasi
dengan baik. Carbopak dengan lapisan 0,2% karbowaks, 20 M
dapat digunakan untuk memisahkan senyawa yang disalahgunakan
seperti untuk analisis alkohol dalam darah digunakan fase diam
Carbopak C dengan lapisan 0,2% karbowaks 1500, Carbopak C
dengan pelapis 0,8% tetrahidroksietilendiamina (THEED) dapat
digunakan untuk identifikasi etilen glikol dalam darah.
b. Fase diam Gas-cairan Kromatografi (Gas Liquid Chromatography)
Fase diam pada Kromatografi Cair-gas terdiri dari bahan pendukung yang
dilapisi dengan senyawa non polar atau polar. Bahan pendukung tersebut
berperan dalam pemisahan, karena ukuran partikel fase diam sangat
menentukan porositas dan luas permukaan fase diam yang digunakan.
Syarat yang diperlukan adalah bebas dari partikel yang lembut, netral
(inert), bebas dari sifat adsorbtif, dan bila dilapisi dengan fase diam dan
dikepak dalam kolom selalu dalam uniform (seragam ukurannya) dan
mudah bergerak bebas agar tidak menimbulkan porositas. Pendukung
yang sering digunakan antara lain tanah diatomae, kapur yang keras,
digerus, dan diayak sampai didapat ukuran antara 60-80, 80-100, dan 100-
120 Mesh.
1) Chromosorb P, adalah tanah diatomae yang bewarna merah muda
atau pink, dan tidak mudah berubah menjadi serbuk halus, dan
sekarang jarang digunakan. Bahan ini berbobot jenis 0,5 g/m2,
dengan luas permukaan 4 m2/g.
2) Chromosorb W, adalah diatomae yang berkalsium dan ditambah
natrium karbonat bewarna putih (white). Lebih rendah bobot
jenisnya dari Chromosorb P, lebih kurang 0,3 g/m2, lebih lemah
maka mudah mengalami kerusakan ukruan partikelnya menjadi
lembut. Luas permukaannya hanya 1 m2/g yang ukurannya dengan
Celite 545.
3) Chromosorb G, adalah tanah diatomae yang berkalsium dengan
bobot jenis sama dengan Chromosorb, luas permukaannya 0,5
m2/g, kurang reaktif dibanding Chromosorb yang lain. Sangat
tahan terhadap goncangan mekanik, dan kenetralan tinggi,
sehingga sangat cocok untuk pengisi kolom

Fase diam yang digunakan dalam Kromatografi Cair gas adalah


senyawa polimer yang bersifat non polar yang dilapiskan pada bahan
pendukung, bahan tersebut antara lain:

1) Apizon L, merupakan hidrokarbon yang berupa silikon, dan untuk


analisis senyawa basis atau asam seperti barbiturat akan lebih baik
pemisahannya bila dilapisi alkali. Untuk fase diam amfetamin
misalnya Apizon L yang digunakan 10% b/b, dengan 2% kalium
hidroksida, agar puncaknya tidak berekor.
2) SE-30, OV-1, dan OV-101, adalah polimer dimetilsilikon untuk
mendapatkan waktu tambat tertentu. SE-30 misalnya dibuat mula-
mula untuk fase diam pada kolom kapiler, walaupun mempunyai
suhu penggunaan yang lebih rendah. Sedangkan OV-1 digunakan
untuk fase diam pada kolom packing dan mempunyai suhu operasi
sampai 350 . Dengan fase diam seperti tersebut pemisahan terjadi
karena perbedaan bobot molekul atau titik didih sampel. Bila hal
tersebut gagal untuk memisahkan dicoba dengan fase diam yang
lebih polar, sebab pemisahan senyawa non polar akan lebih baik
dengan fase diam non polar, dan senyawa polar dengan fase diam
polar.
3) Apolane-87, (24,24-dimetil-19,29-dioktadesilheptatetrakontan)
merupakan fase hidrokarbon dengan suhu lebur tinggi yang dapat
mengganti skualen yang selalu digunakan sebagai pembanding
waktu tambat bila digunakan untuk memisahkan senyawa non
polar. Fase ini mempunyai suhu operasi antara 30-260○C

Fase diam polar yang banyak digunakan antara lain:

1) Carbowak 20M adalah senyawa polietilenglikol dengan bobot


molekul ratarata 20.000 yang mempunyai karakteristik seperti
polietilenglikol sederhana dengan bobot molekul lebih rendah.
Mempunyai suhu maksimum penggunaan 225 , digunakan untuk
pemisahan senyawa yang mempunyai sifat basa lemah (alkaloida).
Untuk menghindari terjadinya tailing umumnya dilapisi dengan
5%b/b kalium hidroksida.
2) OV-17 merupakan fenilmetil siliko bersifat semipolar dengan suhu
maksimum operasi 350 . Senyawa ini lebih peka terhadap
pengaruh oksigen dari fase yang lain. Telah banyak data waktu
tambat dari beberapa senyawa yang telah dipisahkan dengan fase
diam ini.
3) XE-60, adalah sianoetil silikon yang cocok untuk memisahkan
senyawa steroida yang umumnya digunakan sebagai fase diam
dalam kolom kapiler. Mempunyai suhu operasi maksimum 250 .
4) OV-25, merupakan sianopropil fenilmetil silikon, merupakan
senyawa yang lebih modern penggunaannya dari XE-60.
5) Turunan poliester, banyak senyawa poliester yang telah digunakan
sebagai fase diam untuk memisahkan ester asam lemak. Yang
tergolong senyawa tersebut adalah neopentil glikol suksinat,
adipat, dan sebakat, sikloheksandimetil adipat, sikloheksandimetil
suksinat (CHDMS).
6) Chidrasi-Val, suatu senyawa fase diam yang khusus digunakan
dalam kolom kapiler untuk memisahkan senyawa isomer bayangan
cermin (enantiomer). Digunakan untuk memisahkan senyawa yang
mempunyai gugus fungsional polar seperti asam amino,
karbohidrat, dapat dipisahkan dengan fase tersebut. (Sumarno,
2001)
5. Sistem Deteksi
Detektor ditempatkan dalam outlet kolom untuk mendeteksi solut yang
teremisikan dari kolom. Detektor tersebut harus mampu memberi respon dengan
cepat dan reproduksibel pada konsentrasi solut dalam fase gerak pada umumnya
berkisar antara ppm-ppt. Sifat lain yang diinginkan dari detektor adalah
memberikan respon linier terhadap solut dan stabil dalam jangka waktu lama.
Temperatur detektor harus diatur lebih tinggi dari temperatur kolom, agar supaya
sampel dan segala sesuatu yang keluar dari kolom tidak mengalami kondensasi
pada detektor. Dari sejak dipakainya kromatografi gas sebagai salah satu teknik
analisa fisikakimia, para ilmuwan telah berhasil mengoperasikan berbagai macam
detektor kromatografi gas antara lain: Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal
Conductivity Detector; TCD), Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization
Detector; FID), Detektor Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD),
Detektor Nitrogen-Fosfor (Nitrogen Phosporus Detector; NPD), Detektor
Fotometri Nyala (Flame Photometric Detector; FPD), Detektor Hantar Listrik
(Electrolytic Conductivity Detector; ELCD), Detektor Fotoionisasi
(Photoionization Detector; PID), Detektor Selektif Massa (Mass Selective
Detector; MSD), Detektor Inframerah (Infrared Detector; IRD), Detektor Emisi
Atom (Atomic Emission Detector; AED), Detektor Ionisasi Helium (Helium
Ionization Detector; HID), Detektor Hemi-luminesensi Redoks (Redokx
Chemiluminesensi Detector; RCD), dan Detektor Ionisasi Thermoionik
(Thermoionic Ionization Detector; TID) (Rohman dan Gholib, 2007: 7)
Diantara berbagai jenis detektor , yang sering digunakan:
a. Detektor Konduktivitas Thermal (Thermal Conductivity Detector;
TCD)
Suatu detektor sederhana dan dapat digunakan secara luas,
berdasarkan perbedaan konduktivitas thermal aliran gas sebelum injektor
dan akhir (outlet) kolom. Respon detektor lebih besar bila perbedaan
konduktivitas gas pembawa dan solut lebih besar. Karena dasar kerjanya,
TCD memerlukan kontrol temperatur yang akurat, perbedaan temperatur
antara blok kolom dan detektor akan mempengaruhi sensitivitas pada
temperatur 15-50 diatas temperatur kolom.
b. Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector; FID)
Pada nyala hidrogen udara, senyawa organik pada umumnya akan
mengalami pirolisa dan membentuk intermediat ionik, yang
memungkinkan mekanisme penghantar arus listrik melalui nyala. Ion-ion
tersebut dikoleksi pada anode dan arus listrik yang terjadi dapat diukur.
Jenis gas pembawa mempengaruhi respon FID. Rsepon FID akan menurun
sesuai dengan urutan gas pembawa: argon > nitrogen > helium > hidrogen.
Gas hidrogen dan udara akan masuk ke dalam FID karena digunakan
sebagai bahan bakar nyala.
c. Detektor Fotometrik Nyala (Flame Photometric Detector; FPD)
Pada dasarnya detektor ini adalah suatu filter fotometer emisi
nyala, terutama digunakan untuk determinasi senyawa sulfur yang mudah
menguap. Efluen kolom dialirkan melalui nyala hidrogen-udara dengan
temperatur rendah. Molekul sampel yang mengandung fosfor akan
membentuk HPO sedangkan mengandung sulfur akan membentuk S2.
Pada nyala bagian atas senyawa tersebut akan tereksitasi dan
mengemisikan sinar pada panjang gelombang 510 dan 528 nm untuk
HPO* dan S2*. Oleh karena itu deteksi dilakukan pada nyala bagian atas
secara fotometri dengan filter yang sesuai.
d. Detektor Penangkap Elektron (Electron Capture Detector; ECD)
ECD terdiri dari -emitter (63 Ni atau tritium) yang menyebabkan
terjadinya ionisasi gas pembawa dan terbentuknya elektron. Apabila
dalam efluen kolom tidak terdapat senyawa organik, elektron-elektron
tersebut akan memberikan arus konstan (constant standing current)
diantara sepasang elektroda. Arus konstan tersebut akan mengalami
penurunan dengan adanya gugus elektronegatif yang mempunyai tendensi
untuk menangkap elektron. Detektor ini bersifat selektif dan sangat
sensitif terhadap gugus fungsional elektronegatif seperti halogen,
peroksida, kuinon, dan nitro. Tidak sensitif terhadap senyawa amin,
alkohol, dan hidrokarbon (Noegrohati, 1996: 17-19)

1.3.2 Mass Spectrometer (MS) sebagai detektor


1. Sumber ion
Setelah analit melalui kolom kapiler, ia akan diionisasi. Ionisasi pada
spektrometri massa yang terintegrasi dengan GC ada dua, yakni Electron Impact
(EI) atau Chemical Ionization (CI)
Electron Impact – Mass Spectrometri
Merupakan pola ionisasi sampel dengan berkas elektron berenergi tinggi
(elektron bombardement). Karena energinya tinggi (70 eV) maka fragmentasinya
banyak dan kelimpahan M+ relatif kecil intensitas puncak ion molekul kecil,
bahkan sering tidak nampak, sehingga menyulitkan interpretasi spektra.
Chemical Ionization- Mass Spectrometri
Merupakan pola ionisasi sampel yang menggunakan gas (mis: metan,
isobutan atau ammonia) yang diionkan. Energi ionisasi lebih kecil dibanding EI-
MS, sehingga fragmentasinya lebih kecil dan kelimpahan relatif M+ tinggi.
Dalam spektra CI, informasi mengenai BM molekul sampel diperoleh dari
protonasi molekul sampel, dan harga m/z yang diperoleh adalah satu unit lebih
besar dibanding BM yang sesungguhnya.
Pada GC-MS, lebih sering digunakan EI dengan energi 70 eV di mana
prinsip kerjanya adalah molekul sampel dalam fase uap dibombardir dengan
elektron berenergi tinggi (70 eV) yang menyebabkan lepasnya satu elektron dari
kulit valensi molekul tersebut. Molekul yang kehilangan satu elektron akan
menjadi suatu kation radikal (: kation karena mempunyai muatan positif, radikal
karena jumlah elektronnya ganjil). Kation radikal tersebut mengandung semua
atom-atom dari molekul asal, minus satu elektron, dan disebut ion molekul
("molecular ion"), dan dinyatakan dengan M+●.
Sebagai hasil dari tabrakan dengan elektron berenergi tinggi, ion molekul
akan mempunyai energi yang tinggi dan dapat pecah menjadi fragmen yang lebih
kecil (kation, radikal atau molekul netral).

Ion molekul, ion fragmen dan ion radikal fragmen dipisahkan dengan
menggunakan medan magnet yang dapat divariasi sesuai dengan perbandingan
massa /muatannya (m/z) dan menghasilkan arus listrik (arus ion) pada
kolektor/detektor yang sebanding dengan kelimpahan relatifnya. Fragmen dengan
m/z yang besar akan turun terlebih dahulu diikuti fragmen dengan m/z yang lebih
kecil. Partikel netral (yang tak bermuatan atau radikal) yang dihasilkan dalam
fragmentasi tidak dapat dideteksi secara langsung dalam spektrometer massa.

Kebanyakan kation yang dihasilkan dalam spektrometer massa


mempunyai muatan = 1 (z = 1), sehingga m/z secara langsung menunjukkan
massa dari kation tersebut. Dengan demikian, spektrum massa adalah suatu plot
antara kelimpahan relatif vs perbandingan m/z. Kelimpahan dari fragmen
tergantung pada kesetimbangan antara kecepatan pembentukannya dan kecepatan
dekomposisinya. Fragmen yang melimpah terbentuk dengan mudah dan
mempunyai tendensi yang rendah untuk terfragmentasi lebih lanjut, atau dengan
kata lain, relatif stabil. Fragmen yang paling melimpah dinyatakan mempunyai
kelimpahan relatif (relative abundance = RA) 100% dan disebut dengan base
peak. Kelimpahan fragmen-fragmen yang lain dinyatakan relatif terhadap base
peak.

Ketika analit keluar dari kolom kapiler, ia akan diionisasi oleh elektron
dari filamen tungsten yang diberi tegangan listrik. Ionisasi terjadi bukan karena
tumbukan elektron dan molekul, tapi karena interaksi medan elektron dan
molekul, ketika berdekatan. Hal tersebut menyebabkan satu elektron lepas,
sehingga terbentuk ion molekular M+, yang memiliki massa sama dengan
molekul netral, tetapi bermuatan lebih positif. Adapun perbandingan massa
fragmen tersebut dengan muatannya disebut mass to charge ratio yang
disimbolkan m/z. Ion yang terbentuk akan didorong ke quadrupoles atau mass
filter. Quadrupoles berupa empat elektromagnet.

Filter

Pada quadrupoles, ion-ion dikelompokkan menurut m/z dengan kombinasi


frekuensi radio yang bergantian dan tegangan DC. Hanya ion dengan m/z tertentu
yang dilewatkan oleh quadrupoles menuju ke detektor.
Detector

Detektor terdiri atas High Energy Dynodes (HED) dan Electron Multiplier (EM)
detector. Ion positif menuju HED, menyebabkan elektron terlepas. Elektron
kemudian menuju kutub yang lebih positif, yakni ujung tanduk EM. Ketika
elektron menyinggung sisi EM, maka akan lebih banyak lagi elektron yang
terlepas, menyebabkan sebuah arus/aliran. Kemudian sinyal arus dibuat oleh
detektor proporsional terhadap jumlah ion yang menuju detektor.

Mekanisme Kerja. Sampel diuapkan di bawah vakum dan dionkan dengan


menggunakan berkas elektron. Ion sampel dipercepat menggunakan dengan
menggunakan medan listrik memasuki tabung penganalisis di mana mereka
dilalukan dalam suatu medan magnet. Medan magnet akan merubah jalan/lintasan
dari ion-ion. Dalam kekuatan medan magnet yang diberikan, hanya ion-ion
dengan ratio massa/muatan tertentu akan difokuskan ke detector, sedang ion-ion
yang lain akan dibelokkan ke dinding tabung. Dengan memvariasi kekuatan
medan magnet yang digunakan, maka ion dengan m/z lebih besar akan mencapai
detektor lebih dulu diikuti m/z yang lebih kecil. Arus listrik yang diterima
detektor akan diperkuat dan spektrum massa dari sampel akan direkam.\
1.3.3 Komputer
Data dari spekrometer massa dikirim ke komputer dan diplot dalam sebuah grafik
yang disebut spektrum massa.
Limitasi/Batasan Secara umum, penggunaan metode GC-MS hanya terbatas untuk
senyawa dengan tekanan uap berkisar 10-10 torr. Kebanyakan senyawa dengan
tekanan lebih rendah hanya dapat dianalisis jika senyawa tersebut merupakan
senyawa turunan (contoh trimetilsilin eter) Penentuan penentuan gugus fungsional
pada cincin aromatik masih sulit. Untuk senyawa isomer tidak dapat dibedakan
oleh spektometer (sebagai contoh : naftalena vs azulena), tapi dapat dipisahkan
dengan kromatografi. 2.4 Sensivitas dan Batas Deteksi Bergantung pada faktor
pelarutan dan metode ionisasi, sebuah ekstrak dengan 0,1 – 100 ng dari setiap
komponen mungkin dibutuhkan agar sesuai jumlah yang diinjeksikan.
Perbandingan dengan teknik lainnya IR spektometer dapat menyediakan
informasi posisi aromatik isomer dimana GC-MS tidak bisa; namun IR biasanya
lebih rendah sensitivitasnya sebesar 2 – 4. NMR (Nuclear Magnetic
Resonance) spektrometri dapat memberikan informasi rinci pada konformasi
molekuler ekstrak; namun biasanya NMR lebih rendah sensivitasnya sebesar 2-4.
2.5 Sampel Keadaan sampel harus dalam keadaan larutan untuk dinjeksikan ke
dalam kromatografi. Pelarut harus bersifat volatile dan organic (sebagai contoh
heksana atau diklorometana) Jumlah sampel bergantung pada metode ionisasi
yang dilakukan, biasanya yang sering digunakan untuk analisis sensivitas adalah
sebesar 1 – 100 pg per komponen. 2.6 Informasi analitikal GC-MS digunakan
untuk identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif dari komponen individual
dalam senyawa campuran kompleks. Terdapat perbedaan strategi analisis data
untuk aplikasi keduanya.

Anda mungkin juga menyukai