Minipro ODF Fix PDF
Minipro ODF Fix PDF
Minipro ODF Fix PDF
Oleh:
dr. Aristia Putri Kusumawardani
dr. Fitra Elsa Aulia
Pembimbing:
dr. Cahyanu Mardika
MINI PROJECT
PERAN KADER KESEHATAN DALAM PELAKSAAN
PROGRAM ODF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
NGASEM, BOJONEGORO, JAWA TIMUR TAHUN 2020
Laporan Mini Project ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas internsip di
Puskesmas
Peserta Internsip,
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan mini project yang berjudul Peran Kader
Kesehatan dalam Pelaksanaan Program ODF di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngasem Bojonegoro, Jawa Timur Tahun 2020. Mini project disusun sebagai
persyaratan tugas dalam program internship periode Februari 2020 – November
2020.
Mini project ini dapat terselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penuh hormat, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia selaku penyelenggara
Program Internsip Dokter 2020.
2. dr. Cahyanu Mardika selaku Kepala Puskesmas Ngasem
Kabupaten Bojonegoro.
3. Seluruh Kader Puskesmas Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur yang telah
membantu proses pengumpulan data.
4. Teman-teman dokter internsip di Puskesmas Bojonegoro yang telah
bekerja sama dalam menyelesaikan penelitian ini.
5. Seluruh staf Puskesmas Bojonegoro dan berbagai pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan mini project ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
pembuatan mini project ini. Sehingga, penulis sangat menerima masukan untuk
dapat mencapai hasil yang lebih baik. Akhir kata, penulis berharap agar hasil dari
mini project ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Peneliti
ii
DAFTAR ISI
iii
3.1 Desain Penelitian ..............................................................................29
3.2 Waktu dan tempat penelitian .........................................................29
3.3 Populasi dan sampel penelitian.......................................................29
3.4 Besar sampel .....................................................................................29
3.5 Instrumen penelitian ........................................................................29
3.6 Alur penelitian ..................................................................................30
3.7 Analisis Data .....................................................................................30
3.8 Definisi Operasional.........................................................................30
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................32
4.1 Kepemilikan Jamban dan Aksesnya serta perilaku BABS ..........32
4.2 Karakteristik Responden ................................................................38
4.3 Karakteristik Wilayah Responden .................................................39
4.4 Karakteristik Pengetahuan Responden .........................................40
4.5 Karakteristik Perilaku Responden.................................................41
4.6 Kendala Mengenai Jamban Sehat ..................................................43
4.7 Hasil Wawancara .............................................................................43
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................49
Lampiran 1 ........................................................................................................50
Lampiran 2 ........................................................................................................52
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Diharapkan pada tahun 2020 Kabupaten Bojonegoro telah mencapai 100%
ODF. Adapun strategi yang dilakukan pada Kabupaten Bojonegoro dengan
pendekatan “CLINICS” sanitasi yaitu sebagai berikut :
1. Commitment : Membentuk keyakinan, menerima tujuan bersama dan
berkeinginan untuk berperan serta dari seluruh stakeholders
2. Legal : Legalitas produk hukum berupa Keputusan Bupati, Surat Edaran
Bupati dan surat Kepala Dinas Kesehatan
3. Information : Penyebaran informasi untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan
4. Networking : Jejaring kader dari tingkat kabupaten hingga tingkat RT
5. Innovation : Inovasi pengadaan dengan pemberdayaan masyarakat lokal
6. Competition and Rewards : Kompetisi dan penghargaan untuk
meningkatkan motivasi percepatan ODF
7. Sinergy : Upaya menggabungkan potensi yang ada dan mensinergikan
strategi yang ada.6
Berdasarkan Renstra tersebut diharapakan dapat berjalan sesuai dengan
rencana yang ada dengan menerapkan strategi yang telah disusun. Hingga
menghasilkan Kabupaten Bojonegoro yang telah mencapai nilai ODF 100%.
Saat ini capaian ODF yang telah didapatkan, 92,72 persen keluarga yang
memiliki akses jamban, dari 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, hanya
sebanyak 11 kecamatan atau 39,29 persen, yang sudah ODF, sedangkan 17
kecamatan lainnya atau 60,71 persen, masih belum ODF3. Berdasarkan Kesehatan
Lingkungan Puskesmas Ngasem, dari sisi perilaku warganya masih terdapat 3 desa
yang belum ODF yaitu, Desa Butoh, Setren, dan Jelu.
Sesuai data Puskesmas Ngasem per Januari 2020, angka kepemilikan
jamban sehat dan aksesnya sendiri masih ada desa yang belum mencapai target
100%, antara lain Desa Jelu 79,24 % dan Butoh 99.18%.
Belum tercapainya target program, dapat terkait dengan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang program kerja Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada Desa dengan Status ODF (Open Defecation Free) di Kecamatan
Ngasem, menandakan bahwa peran kader belum berfungsi secara optimal.
Kepadatan penduduk, rendahnya pendapatan dan kurangnya pengetahuan
2
masyarakat tentang jamban sehat masih menjadi kemungkinan penyebab masalah
semakin rumitnya menuju desa ODF.
Para kader kesehatan seyogyanya adalah Sumber Daya Manusia (SDM)
yang unggul dan handal yang memiliki latar belakang pendidikan yang cukup
sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara
sederhana yang akan merumuskan apa-apa yang menjadi kebutuhan masyarakat
dalam hal kesehatan dan melakukan usaha-usaha untuk mewujudkan kebutuhan
tersebut7.
Tidak optimalnya peran kader kesehatan disuatu desa, dapat berpengaruh
pada tingkat kesehatan warga desa tersebut. Kader kesehatan sejatinya merupakan
perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan terencana untuk menumbuhkan
prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan
sehingga sebuah desa berstatus ODF (Open Defecation Free). Dalam usaha ini
rnaka kader diberikan ketrampilan-ketrampilan tertentu, agar tujuan pembentukan
kader untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi dibidang kesehatan dapat
tercapai7.
Penulis mendukung jalannya program Open Defecation Free (ODF) di
Kabupaten Bojonegoro yang diharapkan 100% pada tahun 2020. Berdasarkan
uraian di atas, maka dari itu penulis ingin menganalisis bagaimana peran dari kader
kesehatan dalam pelaksanaan program ODF di wilayah kerja Puskesmas Ngasem,
Bojonegoro, Jawa Timur. Peran kader Kesehatan dalam hal ini, dilihat berdasarkan
pengetahuan dan perilaku. Selain itu, perlu mengetahui hambatan-hambatan yang
dihadapi desa yang belum ODF dalam mewujudkan desa ODF.
3
2. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi desa yang belum ODF dalam
mewujudkan capaian desa ODF ?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Visi :
“Terwujudnya derajat masyarakat kecamatan Ngasem Sehat menuju Kabupaten
Bojonegoro sehat”
Misi :
1. Meningkatkan kualitas SDM yang profesional serta kuantitas sarana dan
prasarana Puskesmas.
2. Meningkatkan tata kelola puskesmas yang baik melalui perbaikan
manejemen yang profesional akuntable, efektif dan efesien.
3. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu ,terintregitas dan
terjangkau oleh masyarakat.
4. Menjadikan puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan berbasis
masyarakat.
Kebijakan Mutu:
Dalam rangka meningkatkan mutu Pelayanan Puskesmas Ngasem
membuat kebijakan mutu sebagai berikut;
- N:
Niat yang kuat untuk mewujudakan kecamatan Ngasem sehat menuju
kabupaten bojonegoro sehat.
- G:
Gerak cepat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
kepada masyarakat.
5
- A:
Aman dan nyaman dalam memberikan pelayanan kesehatan.
- S:
Senyum, salam, sapa dan sopan santun kepada seluruh pengguna layanan
di Puskesmas.
- E:
Evaluasi mutu pelayanan kesehatan secara rutin dan berkelanjutan.
- M:
Menerapkan system manajemen mutu Puskesmas secara efektif dan
efisien.
6
Gambar 2. 1 Peta wilayah kerja Puskesmas Ngasem
7
JUMLAH 27.424 30.576 58.800 100,00 %
KETENAGAAN
1 Dokter : 1 orang
2 Dokter gigi : 1 orang
3 Jumlah dokter mahir jiwa : 0 orang
4 Sarjana Kesehatan Masyarakat : 1 orang
5 Bidan :
- P2B 7 orang
- D3 Kebidanan 19 orang
6 Bidan di desa : 14 orang
7 Perawat Kesehatan :
- SPK 0 orang
- D3 Keperawatan 16 orang
- S1 Keperawatan 5 orang
8 Perawat Gigi : 0 orang
9 Perawat mahir jiwa : 0 orang
10 Sanitarian/D3 Kesling : 1 orang
11 Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang
12 Asisten Apoteker : 1 orang
13 Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1 orang
14 Juru Imunisasi / juru malaria : 0 orang
15 Tenaga Administrasi : 8 orang
16 Sopir , penjaga : 1/1 orang
17 Lain lain : 5 orang
8
SARANA KESEHATAN
1 Rumah Sakit
a. Rumah Sakit Pemerintah : 0 buah
b. Rumah Sakit Swasta : 0 buah
2 Rumah bersalin : 0 buah
3 Puskesmas Pembantu : 3 buah
4 Puskesmas keliling : 2 buah
5 Polindes/polindes : 2/12 buah
6 BP Swasta : 0 buah
7 Praktek Dokter Swasta : 2 buah
8 Praktek Bidan Swasta : 2 buah
9 Praktek Perawat : 5 buah
9
20 Jumlah UKBM lainnya : 5 Pos
21 Jumlah Kader Kes.jiwa : 0 orang
10
2.2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM
adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan 4.
Sejak Mei 2005, World Bank Water and Sanitation Program --- East Asia and
the Pasific(WSP-EAP) melalui proyek Waspola di bawah koordinasi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan dukungan pendanaan pemerintah
Australia melalui AusAID telah melakukan uji coba (Community Led Total Sanitation
) CLTS, yang lebih dikenal dengan sebutan (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
STBM di enam kabupaten yaitu Muara Enim (Sumsel), Muaro Jambi (Jambi, Bogor
(Jawa Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sumbawa (NTB) dan Sambas (Kalbar) 4.
Community Led Total Sanitation (CLTS) adalah suatu pendekatan perubahan
perilaku higiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat untuk
Stop BAB Sembarangan/ Open Defecation Free (ODF). Ribuan jamban keluarga di
desa-desa yang menerapkan pendekatan CLTS telah dibangun oleh masyarakat tanpa
subsidi pihak luar. Program Community Led Total Sanitation (CLTS) merupakan cikal
bakal gerakan Sanitasi Total yang dipimpin oleh masyarakat, yang juga merupakan
suatu proses untuk menyemangati serta memberdayakan masyarakat untuk
menghentikan BAB di tempat yang terbuka, membangun serta menggunakan jamban,
dan mengajak masyarakat untuk menganalisais profil sanitasinya. Dalam
pelaksanaannya terdapat prinsip–prinsip dalam pemicuan CLTS seperti tanpa subsidi
kepada masyarakat, tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan
jamban, masyarakat sebagai pemimpin, serta prinsip totalitas (seluruh komponen
masyarakat terlibat dalam analisis permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta
pemanfaatan dan pemeliharaan).
World Bank dan Gate Foundation meluncurkan program Total Sanitation and
Sanitation Marketing atau SToPS (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi) di Jawa
Timur sebagai pilot project. Program ini diluncurkan setelah melihat keberhasilan
program CLTS. Adapun tujuan dari Program Sanitasi Total adalah menciptakan suatu
kondisi masyarakat (pada suatu wilayah) yang mempunyai akses dan menggunakan
11
jamban sehat, mencuci tangan pakai sabun dan benar saat sebelum makan, setelah
BAB, sebelum memegang bayi, setelah menceboki anak dan sebelum menyiapkan
makanan, mengelola dan menyimpan air minum dan makanan yang aman, serta dapat
mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) 4.
12
2.4 Program Stops
Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kabupaten melalui pembangunan jamban dan lingkungan yang sehat secara mandiri
perlu disusun rencana strategi Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS)
kabupaten sehingga dapat mencapai kabupaten dengan sanitasi total melalui
peningkatan 3 komponen program (SToPS) yang meliputi:
1. Peningkatan demand masyarakat terhadap jamban yang sehat melalui
pemicuan masyarakat tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat
yang berdampak terhadap kehidupan social masyarakat, promosi tentang
berbagai pilihan jamban serta pentingnya hidup bersih dan sehat.
2. Peningkatan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang
disediakan di pasar dengan berbagai gradasi harga akan meningkatkan daya
beli masyarakat terhadap material sanitasi dan permintaan untuk
penyediaan material sanitasi yang lebih banyak.
3. Peningkatan kemampuan stakeholder dalam upaya memfasilitasi
pengembangan program sanitasi secara swadaya oleh masyarakat dan
mengubah paradigm bahwa pendekatan program sanitasi tidak berorientasi
pada peningkatan cakupan fisik melalui subsidi, namun perubahan perilaku
secra kolektif dan inisiatif dilakukan oleh masyarakat. Pendanaan yang
disediakan oleh lembaga public termasuk pemerintah dan lembaga donor
lainnya difokuskan pada fasilitas masyarakat.
Strategi kabupaten tentang SToPS merupakan rencana yang sistematis dan
efektif dalam upaya mencapai kabupaten sanitasi total dengan melakukan pemicuan
terhadap masyarakat agar mempunyai jamban sesuai dengan kemampuannya dan
motivasi/promosi untuk mencapai kondisi lingkungan yang lebih baik setelah
mancapai status ODF dengan kegiatan lainnya seperti cuci tangan, pengelolaan limbah
rumah tangga dan perlakukan air untuk kebutuhan rumah tangga. Pencapaian
kabupaten sanitasi total akan sangat mempengaruhi performance kabupaten tidak
13
hanya pada kehidupan social masyarakat, namun juga akan mempengaruhi terhadap
kesehatan, ekonomi, dan budaya.
Strategi Program SToPS ini bertujuan untuk mempercepat tercapainya
lingkungan yang sehat yang dikembangkan sesuai kemampuan dan inisiatif masyarakat
sehingga dapat mewujudkan kabupaten sanitasi total dan tercapainya target yang telah
disepakati dalam tujuan Millenium Development Goal (MDG).
Semua stakeholders yang berada di kabuaten yang peduli kabupaten dengan
motor penggerak adalah pemerintah strategi SToPS kabupaten dengan motor
penggerak adalah pemerintah kabupaten yang didukung oleh semua stakeholders
termasuk aparat pemerintah, LSM, Ormas, PKK, Karang Taruna dan masyarakat
sekolah.
Strategi akan mengutamakan pendekatan partisipatif melalui pemberdayaan
masyarakat yang terlibat secara aktif sejak observasi lapangan, analisa situasi,
penentuan pilihan opsi, jadwal pembangunan jamban untuk masing-masing individu
dan pengembangan terhadap program yang mendukung tercapainya sanitasi total.
Pembinaan masyarakat sesuai dengan pentahapan yang harus dilalui masyarakat
dalam upaya menuju sanitasi total yang dimulai dengan pemicuan agar tidak buang air
disembarang tempat, masyarakat mencapai status (Open Defecation Free) ODF dan
menuju sanitasi total. Sanitasi total dicapai dengan memenuhi:
1. Semua masyarakat berhenti buang air besar (BAB) di sembarang tempat
2. Semua masyarakat telah mempunyai dan menggunakan jamban yang sehat
dan memeliharanya dengan baik
3. Semua masyarakat telah terbiasa mencuci tangan yang benar dengan sabun
setelah BAB, setelah menceboki anak, sebelum makan, sebelum memberi
makan bayi, dan sebelum menyiapkan makanan
4. Semua masyarakat telah mengelola dan menyimpan air minum dan
makanan dengan aman
5. Mengelola limbah rumah tangga (cair dan padat) dengan benar
14
Gambar 2. 2 Capaian program sanitasi total
15
sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut: tidak mengotori permukaan tanah di
sekeliling jamban tersebut, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak
mengotori air tanah di sekitarnya, tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat
dan kecoa dan binatang-binatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan
dan dipelihara (maintenance), sederhana desainnya, murah, dan dapat diterima oleh
pemakainya 5.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara
lain sebagai berikut: Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban
terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari
pandangan orang (privacy), bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada
lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak manimbulkan bau, sedapat mungkin
disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.
16
jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan-persyaratan
jamban sehat seperti telah diuraikan di atas, juga harus didasarkan pada sosiobudaya
dan ekonomi masyarakat pedesaan. Tipe-tipe jamban yang sesuai dengan teknologi
pedesaan antara lain: jamban cemplung berventilasi, jamban empang, jamban pupuk,
dan septic tank 5.
Jamban cemplung ini sering kita jumpai di daerah pedesaan di jawa. Tetapi sering
dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan
tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bias dihindari. Disamping
itu karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban itu akan penuh
oleh air. Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak
boleh terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah di bawahnya.
Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah pedesaan
maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun
kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.
17
Jenis jamban kedua ialah jamban cemplung berventilasi, jamban ini hampir sama
dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni menggunakan ventilasi pipa.
Untuk daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat dengan bamboo 5.
Jenis jamban ketiga adalah jamban empang. Jamban ini dibangun diatas empang
ikan. Didalam sistem jamban empang ini terjadi daur ulang (recycling), yakni tinja
dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang
mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini
mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga
dapat menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan) 5.
Keempat yaitu jamban pupuk. Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus
cemplung, hanya lebih dangkal galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk
membuang kotoran binatang dan sampah daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai
beriku: mula-mula membuat jamban cemplung biasa, di lapisan bawah sendiri ditaruh
sampah daun-daunan, diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran binatang (kalau ada) tiap-
tiap hari, setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagi dengan daun-daun sampah, selanjutnya
ditaruh kotoran lagi. Demikian seterusnya sampai penuh, setelah penuh ditimbun tanah
dan membuat jamban baru. Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakan sebagai
pupuk tanaman. 5
Terakhir jenis jamban septic tank. Jamban ini merupakan cara yang paling
memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan.
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air dan tinja masuk dan
mengalami dekomposisi. Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa hari.
Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni proses kimiawi dan proses
biologis. Pada proses kimiawi, akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian
besar (60-70%) zat-zat padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat
yang tidak dapat hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan
membentuk lapisan yang menutup permukaan air dalam tangki tersebut. Lapisan ini
disebut scum yang berfunsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya,
yang akan berfungsi pada proses berikutnya, sedangkan pada proses biologis terjadi
dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif anaerob yang memakan
18
zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain terbentuk gas dan zat cair
lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge sehingga memungkinkan septic tank
tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent sudah tidak mengandung bagian-bagian
tinja dan mempunyai BOD yang relative rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan
keluar melalui pipa dan masuk ke dalam tempat perembesan 5.
19
o Ketersediaan fasilitas penampungan air dan tempat sabun untuk
mmencuci tangan.
20
Kedalaman bergantung pada kondisi tanah dan permukaan air tanah di
musim hujan. Pada tanah yang kurang stabil, penampung tinja harus dilapisi
seluruhnya atau sebagian dengan bahan penguat seperti anyaman bambu,
batu bata, ring beton, dan lain-lain.
Pertimbangan untuk bangunan bagian bawah
o Ketinggian muka air tanah
o Daya resap tanah (jenis tanah)
o Jenis bangunan, jarak bangunan dan kemiringan letak bangunan
terhadapa sumber air minum (lebih baik diatas 10 m)
o Kepadatan penduduk (ketersediaan lahan)
o Umur pakai (kemungkinan pengurasan, kedalaman lubang/ kapasitas)
o Diutamakan dapat menggunakan bahan lokal
o Bangunan permanen yang dilengkapi dengan manhole
21
Gambar 2. 6 Pemilihan bagian bawah jamban sehat
22
2.7 Peran
Peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang di
harapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Peran (role) adalah perilaku yang
diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung
dan terkait pada satu status ini dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka
besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh
hakekat (nature) dari peran- peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta
distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya,
menurut Soekanto (2012, 238)7.
Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi
imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda,
sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang
diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu
status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang
yang melakukan peran tersebut. perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang
diharapkan karena beberapa alasan.
Melihat dari pendapat-pendapat yang di kemukakan oleh para ahli, dapat di
simpulkan bahwa peran yang di jalankan oleh seorang individu ataupun kelompok
merupakan suatu cerminan dari sebuah harapan dan tujuan yang akan di capai terhadap
perubahan perilaku yang menyertainya. Peran juga merupakan suatu tugas utama yang
di lakukan oleh individu ataupun organisasi sebagai bagian dalam kehidupan
bermasyarakat guna mewujudkan cita-cita dan tujuan hidup selaras bersama. Seperti
yang telah di rumuskan tentang peran oleh beberapa ahli, maka peranan merupakan
sebuah konsep mengenai apa yang di lakukan oleh individu atau kelompok sebagai
organisasi. Unsur-unsur dalam peran merupakan pola perilaku yang dikatakan dengan
status atau kedudukan peran ini dapat di ibaratkan dengan yang ada di dalam sandiwara
yang pemainnya mendapatkan peranan dalam suatu cerita7.
23
2.8 Kader Kesehatan
Kader adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh, dari masyarakat dan bertugas
mengembangkan masyarakat. Sedangkan, kader kesehatan masyarakat adalah laki-
laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-
masalah Kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam
hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan8.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat9.
a. Tujuan Pembentukan Kader
1) Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang
kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa
masyarakat bukanlah sebagai objek tetapi merupakan subjek dari
pembangunan itu sendiri. Pada hakikatnya, kesehatan dipolakan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab.
2) Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas
dasar pemikiran bahwa terbatasnya daya dan dana dalam operasional
pelayanan kesehatan akan mendorong masyarakat memanfaatkan sumber daya
yang ada seoptimal mungkin. Pola pikir semacam ini merupakan penjabaran
dari karsa pertama yang berbunyi, meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan.
3) Kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa ternyata mampu
melaksanakan beberapa kegiatan yang sederhana tetapi tetap berguna bagi
masyarakat kelompoknya10.
b. Dasar Pemikiran
1) Dari segi kemampuan masyarakat
Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya dibidang
kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa
masyarakat bukanlah sebagai objek tetapi merupakan subjek dari
pembangunan itu sendiri.
2) Dari segi kemasyarakatan
24
Perilaku kesehatan pada masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan
masyarakat itu sendiri. Dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat
perlu memperhatikan keadaan sosial budaya masyarakat, sehingga untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam upaya dibidang kesehatan, harus
berusaha menumbuhkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan
sendiri dengan memperhitungkan sosial budaya setempat11.
c. Persyaratan menjadi kader
1) Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca,
menulis dan menghitung secara sederhana9. Proses pemilihan kader
hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, dan para pamong desa
harus juga mendukung11. Hal ini disebabkan karena kader yang akan dibentuk
terlebih dahulu harus diberikan pelatihan kader. Pelatihan kader ini diberikan
kepada para calon kader di desa yang telah ditetapkan9.
2) Persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan kader antara
lain:
a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia.
b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader.
c. Mempunyai penghasilan sendiri.
d. Tinggal tetap di desa yang bersangkutan dan tidak sering meninggalkan
tempat untuk waktu yang lama.
e. Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan desanya.
f. Dikenal masyarakat, diterima masyarakat dan dapat bekerja sama
dengan masyarakat.
g. Berwibawa.
h. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga11.
25
yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian
yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai membaca dan menulis, serta sanggup
membina masyarakat sekitarnya menurut10.
d. Peran dan fungsi kader
Kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya kader
bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu dalam pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas yang diemban, baik
menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan10. Tugas-tugas kader meliputi
pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada
bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka
harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki. Mereka
tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya.
Namun, mereka diharapkan mampu dalam menyelesaikan masalah umum yang
terjadi di masyarakat dan mendesak untuk diselesaikan. Perlu ditekankan bahwa
para kader kesehatan masyarakat itu tidak bekerja dalam sistem yang tertutup,
tetapi mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku sistem kesehatan. Oleh
karena itu, mereka harus dibina, dituntun, serta didukung oleh pembimbing yang
terampil dan berpengalaman8.
Peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat 9:
1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
2) Pengamanan terhadap masalah kesehatan di desa.
3) Upaya penyehatan lingkungan.
4) Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan anak balita.
5) Pemasyarakatan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).
26
dua peran yaitu: Pertama, membuat dan mengesahkan kebijakan yaitu
Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2014 tentang Gerakan Desa Sehat dan
Cerdas di Bojonegoro. Peraturan merupakan dasar hukum sekaligus
panduan. Kedua, memberikan arahan dan motivasi. Motivasi dari
Pemerintah Kabupaten diberikan dalam bentuk penghargaan. Desa-desa
yang sudah menjadi desa ODF akan diberikan sertifikat dan menjadi desa
percontohan. Hal tersebut memotivasi masyarakat untuk mengubah perilaku
mereka untuk tidak buang air besar sembarangan.
2. Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan merupakan SKPD yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan program ODF. Dinas kesehatan melakukan
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dengan bekerja sama dinas-dinas
lain yang terkait dan stakeholders lainnya. Perencanaan dimulai dari
penentuan tujuan, sasaran, baseline data, target hingga strategi. Pada tahap
pelaksanaan dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat untuk tidak buang air besar sembarangan. Hingga
tahap evaluasi adalah menilai apakah program itu berhasil atau tidak melihat
dari capaian yang dibandingan dengan target pada perjanjian kinerja, renja,
dan renstra.
3. Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, dan Cipta Karya SKPD ini
membantu Dinas Kesehatan dalam proses pelaksanaan program ODF. Salah
satu strategi dalam program ODF adalah Inovasi pengadaan dengan
pemberdayaan masyarakat lokal. Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman,
dan Cipta Karya memiliki peran dalam membantu membangun WC dan
memberikan pinjaman cetakan kloset.
4. Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonergoro memiliki peran
untuk memberikan pemicuan berupa edukasi dalam bentuk sosialisasi
tentang pentingnya buang air besar di wc dengan kloset standar serta bahaya
atau dampak negatif buang air besar sembarangan.
5. Dinas Kominfo Dinas Kominfo Kabupaten Bojonegoro memiliki peran
dalam melakukan promosi dan publikasi mengenai kegiatan yang berkaitan
27
dengan program ODF.
6. Camat Camat memiliki peran dalam melakukan monitoring program ODF
di tingkat desa/kelurahan.
7. Pemerintah Desa dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintah Desa
dan Badan Pemberdayaan Masyarakat memiliki peran penting untuk
mendampingi desa dalam penuntasan ODF dengan cara menggerakan
warganya supaya buang air besar pada tempatnya. Dalam pelaksanaan juga
dibantu oleh puskesmas yang terdapat di desa/kelurahan.
8. Masyarakat Masyarakat merupakan sasaran program sekaligus aktor penting
dalam program ODF. Program ODF dapat dikatakan berhasil apabila sudah
terdapat perubahan perilaku di masyarakat dengan buang air besar di
tempatnya.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
29
3.6 Alur penelitian
Pengolahan Data
30
3.8.2 Peran Kader Kesehatan
Kader kesehatan sejatinya merupakan perwujudan dari usaha-usaha
secara sadar dan terencana untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan sehingga sebuah
desa berstatus ODF (Open Defecation Free).
3.8.3 ODF (Open Defecation Free)
ODF adalah suatu kondisi dimana masyarakatnya telah melakukan
sanitasi total, dimana tidak ada lagi perilaku buang air besar
sembarangan.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada hasil dan pembahasan akan dijelaskan mengenai peran kader Kesehatan
dalam pelaksanaan program ODF di wilayah kerja Puskesmas Ngasem. Data yang di
gunakan dalam penelitian ini berasal dari kuesioner yang peneliti sebarkan pada
tanggal 25 September 2020 kepada seluruh kader kesehatan wilayah kerja Puskesmas
Ngasem yang hadir pada hari tersebut, yaitu sebanyak 25 kader. Kuesioner pada studi
ini memuat aspek data diri (karakteristik) responden, pengetahuan mengenai ODF,
jamban sehat, serta dampak buang air besar sembarangan, perilaku mengenai buang air
besar, alasan perilaku buang air besar sembarangan yang menjadi hambatan
terwujudnya desa ODF. Analisis deskripsi digunakan untuk mengetahui bagaimana
peran kader Kesehatan dalam pelaksanaan program ODF di wilayah kerja Puskesmas
Ngasem. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, berikut hasil penelitian yang
diperoleh dalam bentuk tabel, pie-chart dan grafik.
32
KK SOMAH MEMILIKI KK SOMAH TIDAK MEMILIKI
JAMBAN JAMBAN
Tabel 4.1 menunjukkan hasil desa Jelu dan Butoh merupakan desa yang belum
ODF. Hal tersebut dilihat 905 dari 4358 jiwa (20,76 %) di desa Jelu masih BABS,
sedangkan di desa Butoh terdapat 29 dari 3529 jiwa (0,82%) masih BABS.
Berdasarkan data, desa lainnya dapat dikatakan ODF meskipun kepemilikan jamban
sehat permanen belum 100% di masing-masing desa. Desa Wadang, Sendangharjo dan
Trenggulunan merupakan desa yang sudah memiliki jamban sehat permanen 100%.
33
Tabel 4. 2 Akses Jamban Desa- Desa di Kecamatan Ngasem tahun 2019
34
Tabel 4. 3 Data Kepemilikan Jamban Desa Jelu Kecamatan Ngasem per Januari 2020
KONDISI KEPEMILIKAN JAMBAN
No. KK JMLH JMLH
BAB
(RT) SOMAH KK JIWA JSP JSSP JTS NUMPANG
SEMBARANGAN
1 39 47 126 7 17 1 15
2 48 52 155 25 2 8 13
3 38 43 147 19 3 1 15
4 48 57 170 23 14 2 9
5 43 57 158 9 14 4 3 13
6 52 68 187 49 1 1
7 48 63 194 41 4 3
8 51 53 189 31 5 15
9 47 54 153 39 1 7
10 48 58 183 46 1 1
11 46 52 159 42 4
13 51 57 169 47 1 2 1
14 16 17 43 15 1
15 41 53 149 39 2
16 41 54 150 30 7 4
17 56 58 200 44 2 10
18 54 55 189 53 1
19 34 39 131 26 2 6
20 14 17 53 4 1 9
21 44 44 115 35 9
22 64 64 198 54 2 8
23 29 36 116 25 2 2 1
24 40 44 144 38 1 1
25 44 46 126 42 2
26 32 36 110 2 2 1 27
27 32 38 108 20 4 2 5 1
35
28 36 44 124 17 19
JUMLAH 1136 1306 3946 822 54 21 83 157
Tabel 4. 4 Data Kepemilikan Jamban Desa Setren Kecamatan Ngasem per Januari 2020
KONDISI KEPEMILIKAN JAMBAN
No. KK JMLH JMLH
BAB
(RT) SOMAH KK JIWA JSP JSSP JTS NUMPANG
SEMBARANGAN
1 43 54 165 41 1 1
2 39 46 154 34 4 1
3 42 60 192 31 5 2 4
4 29 43 123 25 1 3
5 36 41 119 34 2
6 57 62 209 43 7 4 3
7 28 31 116 20 2 6 1
8 69 82 257 64 2 2 1
9 26 35 112 21 2 3
10 39 48 144 32 4 3
11 42 51 152 25 8 7 2
12 48 53 160 31 1 7 9
13 50 53 169 32 8 5 5
14 19 21 53 16 3
15 44 54 172 35 9
16 60 41 245 46 11 3
17 65 70 251 42 2 10 11
18 45 58 165 39 6
19 61 75 224 40 5 16
20 29 39 127 23 1 3 2
21 38 52 158 37 1
22 34 39 124 24 5 5
23 39 45 135 26 8 5
24 27 32 85 18 2 1 6
36
JUMLAH 1009 1185 3811 779 40 26 91 74
Tabel 4. 5 Data Kepemilikan Jamban Desa Butoh Kecamatan Ngasem per Januari 2020
KONDISI KEPEMILIKAN JAMBAN
No. KK JMLH JMLH
BAB
(RT) SOMAH KK JIWA JSP JSSP JTS NUMPANG
SEMBARANGAN
1 31 38 121 31
2 31 36 118 31
3 33 40 121 32 1
4 28 35 119 28
5 22 30 83 21 1
6 55 76 227 52 3
7 41 54 167 40 1
8 41 59 157 40 1
9 50 72 177 46 4
10 29 30 86 27 2
11 59 70 209 54 2 5
12 32 36 122 30 2
13 25 33 108 23 1 1
14 31 37 95 22 4 4 1
15 39 49 156 36 2 1
16 28 35 113 24 1 3
17 39 54 142 39
18 45 50 159 45
19 45 55 169 25 2 12 5 1
20 49 59 208 42 1 6
21 46 46 144 38 8
22 50 56 162 48 1 1
23 49 53 116 38 8 3
JUMLAH 898 1103 3279 812 12 13 44 19
37
Berdasar dari pertanyaan kuesioner kepada responden yang hadir, sebanyak 25
orang (100%) menjawab bahwa di desanya tidak ada lagi perilaku BABS, namun dari
data hasil grebek ODF desa yang dilakukan oleh bagian Kesehatan lingkungan
puskesmas Ngasem per bulan Januari 2020 didapatkan terdapat 3 desa yang belum
ODF yaitu Desa Jelu sebanyak, Desa Butoh sebanyak dan Desa Setren.
Pada tabel 4.3, 4.4, dan 4.5 diketahui bahwa Desa Jelu, Setren, dan Butoh
merupakan desa yang masih belum ODF dari segi kepemilikan jamban sehat dan
perilaku BABS.
Berdasarkan tabel 4.3 menggambarkan kepemilikan jamban dan perilaku BABS
warga Desa Jelu. Dari data dapat dilihat 822 dari 1136 rumah (72,3%) sudah memiliki
Jamban Sehat Permanen (JSP) dan sisanya memiliki Jamban Sehat Semi Permanen
(JSPP) sebesar 54 rumah (4,7%), Jamban Tidak Sehat (JTS) sebesar 21 rumah (1,8%)
maupun numpang di tetangga atau WC umum sebanyak 83 rumah (7,3%). Lalu,
terdapat 157 dari 1136 rumah (13,8%) yang masih BAB sembarangan.
Sementara untuk Desa Setren dapat dilihat pada tabel 4.4. Jamban sehat
permanen dimiliki oleh 779 dari 1009 rumah (77,2%), sedangkan sebesar 40 (3,9%),
26 (2,5%), 91 rumah (9%) masing-masing untuk jamban sehat semi permanen, jamban
tidak sehat, dan numpang di WC umum atau tentangga. Anggota keluarga yang masih
BABS di Desa Setren terdapat di 74 rumah (7,3%)
Dari tabel 4.5 dapat diketahui Desa Butoh dengan KK Somah 898 rumah, sebesar
812 rumah (90,4%) sudah memiliki jamban sehat permanen, sisanya masing-masing
sebanyak 12 (1,3%), 13 (1,4%), 44 rumah (4,8%) untuk jamban sehat semi permanen,
jamban tidak sehat dan numpang WC lain. Selain itu, Desa Butoh masih memiliki 19
KK Somah (2,1%) yang belum BAB pada tempatnya.
38
11 orang ( 44% ), 10 orang (40%) berpendidikan SMA dan 4 orang (36%)
berpendidikan SD
PENDIDIKAN
SD SMP SMA
33% 30%
37%
Usia
16% 20%
64%
39
Wilayah
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
40
DEFINISI ODF
Betul Salah
8%
92%
PERAWATAN JAMBAN
Betul salah
24%
76%
41
TEMPAT
Salah
BAB
0%
Betul
100%
SALURAN JAMBAN
Betul Salah
0%
100%
44%
56%
42
SUMBER AIR
Sumur /PDAM Air Tampungan Hujan sungai/kolam
4%
0%
96%
43
menggunakan jambannya atau jambannya tidak sehat. Ada yang sudah
membangun jamban tapi tidak dipakai karena faktor kebiasaan. Selain itu
beberapa ada yang sudah mengambil material dan masih proses pembangunan
atau ada juga yang sudah membangun jamban permanen tapi hasil limbah
dialirkan ke sungai bukan ke septic tank.”
• Kader Kesehatan
Saat pertemuan kader tanggal 25 September 2020, para kader mengatakan
bahwa warganya sudah memiliki ketersediaan/ akses untuk jamban. Beberapa
dari mereka ada yang baru mengambil material jamban dan masih dalam proses
pembangunan. Kader mengatakan, “Sebagian besar bukan karena faktor
ekonomi karena semua sudah diberikan material untuk pembuatan jamban
sehat. Sudah ada upaya dari perangkat desa untuk membantu.”
44
BAB V
PEMBAHASAN
45
Paulus Israwan Setyoko (2017) kelembagaan dapat berupa sebuah kegiatan, norma,
nilai, struktur sosial, dan sistem peran dalam masyarakat. Sedangkan menurut Omer
Javed (2013) dalam Denok Kurniasih, Paulus Israwan Setyoko (2017) terdapat
hubungan yang signifikan antara kualitas kelembagaan dan keberhasilan suatu
program. Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peran
stakeholders dalam program akan memberikan dampak yang signifikan terhadap
keberhasilan program tersebut. Stakeholders adalah para pemangku kepentingan baik
berupa individu, kelompok, maupun lembaga yang mereka memiliki tanggung jawab
atau terkena dampak dari program13. Dalam penelitian ini, stakeholder yang dimaksud
khususnya adalah kader Kesehatan, dimana mereka merupakan tenaga masyarakat
yang dianggap paling dekat dengan masyarakat.
Salah satu sebab masyarakat di wilayah kerja puskesmas Ngasem masih BABS
adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya tidak BABS, sehingga
diperlukan peran kader Kesehatan sebagai contoh untuk masyarakat di lingkungannya.
Berdasarkan akumulasi hasil kuesioner, didapatkan 20 dari 25(80%) responden
sudah tepat dalam menjawab kuesioner. Sehingga disimpulkan dari aspek pengetahuan
dan perilaku kader sudah cukup baik. Namun, untuk mewujudkan desa ODF diperlukan
upaya dari peran kader untuk lebih aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat
guna meningkatkan kesadaran dan pengetahuan akan pentingnya BAB pada
tempatnya, tetapi hal tersebut terhambat akibat keterbatasan dana insentif dan materi.
Salah satu upaya yang telah peneliti lakukan dengan memberi pembaruan ilmu
mengenai ODF kepada para kader pada tanggal 25 September 2020 di Puskesmas
Ngasem, serta menyediakan media penyuluhan seperti flipchart yang berisi
pengetahuan terkait ODF guna meningkatkan kesadaran pentingnya BAB tidak
disembarang tempat untuk kader di desa Jelu, Setren dan Butoh.
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kuesioner, wawancara dan data yang sudah
dikumpulkan dari Puskesmas Ngasem, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tiga desa dari 17 desa di wilayah kerja puskesmas Ngasem yang
belum ODF, yaitu desa Jelu (13,8%), Setren (7,3%), dan Butoh
(2,1%) .
2. 20 dari 25 (80%) responden sudah tepat dalam menjawab
kuesioner. Sehingga disimpulkan dari aspek pengetahuan dan
perilaku kader sudah cukup baik.
3. Peran kader dalam mewujudkan desa ODF pada masyarakat
Kecamatan Ngasem belum maksimal sebab kader kesehatan
masih sangat minim dalam pemberian penyuluhan pada warga,
oleh karena keterbatasan biaya dan media penyuluhan.
4. Hambatan-hambatan belum terwujudnya ODF di 3 desa tersebut,
antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
BAB di jamban sehat, factor kebiasaan yang sulit dirubah, belum
dapatnya bantuan dari pemerintah untuk pembangunan jamban
sehat, sudah ada bantuan tapi SDM untuk membangun jamban
tidak ada.
6.2 Saran
1. Menghimbau dan memberi penyuluhan kepada warga tentang ODF
oleh kader kesehatan.
2. Mendata dan mengusulkan bantuan pembuatan jamban pribadi bagi
warga yang belum punya jamban pribadi kepada pemerintah desa.
3. Menyediakan media penyuluhan untuk kader agar dapat digunakan
saat mengedukasi masyarakat.
47
4. Diperlukan peran dari seluruh stakeholders untuk mensukseskan
program Open Defecation Free (ODF).
5. Memberikan update ilmu kepada para kader Kesehatan secara
berkala oleh tenaga Kesehatan.
6. Memberikan punishment pada masyarakat yang masih belum mau
BAB di jamban sehat melalui kebijakan tokoh masyarakat atau
perangkat desa.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat.
2. Wandansari, Arry Pamusthi. 2014. Hubungan antara Kualitas Sumber Air Minum dan
Pemanfaatan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare di Desa Karangmangu Kecamatan
Sarang Kabupaten Rembang. Unnes Journal of Public Health. 3 (3): 1-8
3. Monitoring data ODF provinsi Jawa timur, di download pada 29 September 2020 di
http://monev.stbm.kemkes.go.id/monev/
4. Kebijakan nasional STBM, di download pada 29 September 2020 di
http://stbm.kemkes.go.id/review_stbm/assets/paparan/Kebijakan%20Kemenkes.pdf
5. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat Jenderal PPM & PL. 2003,
6. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bojonegoro. 2011
7. Rahayu, Puji. 2019. Peran Kader Kesehatan dalam Mewujudkan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) pada Masyarakat Desa dengan Status ODF (Open Defecation Free) di
Desa Bandung Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen. STIE Widya Wiwaha
Yogyakarta
8. Syafrudin dan Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
9. Meilani, Niken, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya
10. Effendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
11. Fallen, R dan R. Budi Dwi K. 2010. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta
: Nuha Medika
12. Denok Kurniasih, Paulus Israwan Setyoko, dkk. 2017. Collaborative Governance Dalam
Penguatan Kelembagaan Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) Di
Kabupaten Banyumas. Sosiohumaniora, 19(1), 1–7.
https://doi.org/10.1093/acprof:oso/9780199772438.003.0009
13. Addina, Rahma Zayyinil. 2018. Analisis Pelaksanaan Program Open Defecation Free
(ODF) Dan Peran Stakeholders Di Kabupaten Bojonegoro
49
Lampiran 1
IDENTITAS RESPONDEN
1. Tanggal pengisian :
2. Nama :
3. Umur :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Alamat :
PENGETAHUAN
1. Apakah Open Defecation Free itu ?
a. Upaya agar masyarakat terbebas dari buang air besar sembarangan
b. Upaya agar masyarakat buang air besar dimana saja
c. Upaya agar masyarakat buang air besar tidak pada tempatnya
50
c. Pemutusan rantai penularan dengan stop BAB sembarangan, mendirikan
jamban, cuci tangan pakai sabun, dan lainnya
PERILAKU
1. Dimana tempat yang tepat untuk BAB ?
a. Jamban rumah
b. Jamban umum
c. Sungai/kebun
2. Dimana saluran pembuangan akhir kotoran dari jamban ?
a. Langsung ke sungai
b. Septic tank (tanki septik)
c. Kebun
5. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk terhindar dari penyakit akibat air
kotor ?
a. Menggunakan dan memasak air sumur/PDAM
b. Buang air besar di jamban
c. Benar semua
Apakah di desa anda masih terdapat perilaku BAB sembarangan dan tidak memiliki
jamban ?
Jika ada, apakah yang menjadi penyulit untuk mengajak warga dalam mewujudkan
desa yang terbebas dari perilaku BAB sembarangan?
51
Lampiran 2
52
SERAH TERIMA MEDIA SOSIALISASI ODF
53
54