0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
86 tayangan31 halaman

LP GGK + HEMODIALISA (Anita Yustika) PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 31

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK DAN HEMODIALISA


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Dosen Pengampu : Muskhab Eko Riyadi, S.Kep., Ns., M.Kep.

Oleh :

ANITA YUSTIKA
NIM.24.20.1463
KEL.VA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga terjadi uremia (Purwanto, 2016).
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh
penurunan fungsi ginjal yang menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut,
hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min (Suyono, et al,
2015 dalam Huzzella, 2018).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah
tidak mampu mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan
yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh
akibat gangguan ekskresi renal, dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin
dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015 dalam Guswanti
2019)
Pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap,
tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi
ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama
(Desfrimadona, 2016 dalam Guswanti, 2019).

B. Etiologi
a. Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat


menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginl. Lesi yang
paling sering adalah :
 Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi
skleratik progresif pada pembuluh darah.
 Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang
juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.
 Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi
lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan,
hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal
mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bagian bawah lewat ureter ke ginjal
sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut
pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal
dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amiloidosis.
b. Penyebab gagal ginjal kronik menurut Purwanto (2016) :
1. Diabetes Melitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri).
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gagal ginjal kronik menurut Suyono (2011) dalam Guswanti
(2019) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema.
2. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan spuntum kental.
3. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amonia.
4. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg syndrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakan), burning
feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
5. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik
lemak dan vitamin D.
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya terjadi retensi garam dan air, tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
8. Sistem hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositipenia.

D. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Sudoyo (2010) Klasifikasi gagal ginjal kronis ditentukan
berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai
normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof – gault sebagai
berikut :

LFG (ml/mnt/1,73 m²) = (140 – umur) x berat badan

72 kreatinin plasma (mg/dl)

Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.


Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau 30-59
sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis


Sumber : setiati,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam edisi 6. Jakarta : FKUI

E. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2011) dalam Huzzella (2016) Gagal ginjal
kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal
kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa
dan mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal
Terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi
tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi
nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan
untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal.
2. Insufisiensi ginjal
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron
yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah
karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan
respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi
dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga
perlu pengobatan medis.
3. Gagal ginjal
Terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan
atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti
ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau
penggantian ginjal (Brunner & Suddarth, 2010).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal
adalah :

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
 BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
 Hematokrit : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari
7-8 gr/dl
 Sel darah merah (SDM) : menurun, defisiensi eritropoitin
 Analisa gas darah (AGD) : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
 Natrium serum : rendah
 Kalium: meningkat
 Magnesium : Meningkat
 Kalsium : menurun
 Protein (albumin) : menurun
b. Urine
 Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
 Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
 Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
 Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
5. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
6. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
7. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
8. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa.

G. Komplikasi
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi perikardialdan tamponade jantung
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang

H. Penatalaksanaan Medis

Terapi Pengganti Ginjal

Dialisis Transpalantasi Ginjal

Hemodialisa CAPD
a. Dialisis
Dialisis merupakan terapi pengganti ginjal untuk mengeluarkan cairan dan
toksin dari dalam tubuh pada pasien dengan gagal ginjal contoh terapi dialisis
adalah hemodialisa dan CAPD.
1. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
2. CAPD
CAPD adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja
sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane
semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh
yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan dibuang.
b. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari tubuh seseorang kemudian
dicangkokkan ke dalam tubuh orang lain yang mengalami gangguan fungsi
ginjal yang berat dan permanen. Saat ini, transplantasi ginjal merupakan terapi
pilihan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yang mampu memberikan
kualitas hidup menjadi normal kembali.
c. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen,
kalsium, furosemide
d. Diit rendah uremi

I. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas /istirahat
a. Gejala:
 kelelahan ekstrem, kelemahan malaise
 Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
b. Tanda:
 Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
a. Gejala:
 Riwayat hipertensi lama atau berat
 Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda:
 Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan
 Disritmia jantung
 Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
 Friction rub perikardial
 Pucat pada kulit
 Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
a. Gejala:
 Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
 Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
b. Tanda:
 Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
4. Eliminasi
a. Gejala:
 Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
 Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
b. Tanda:
 Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan
 Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
a. Gejala:
 Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
 Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernafasan amonia)
b. Tanda:
 Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir)
 Perubahan turgor kuit/kelembaban
 Edema (umum,tergantung)
 Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
 Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga
6. Neurosensori
a. Gejala:
 Sakit kepala, penglihatan kabur
 Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar
pada telapak kaki
 Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah
(neuropati perifer)
b. Tanda:
 Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma
 Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
 Rambut tipis, uku rapuh dan tipis
7. Nyeri/kenyamanan
a. Gejala: Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki
b. Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
a. Gejala:
 nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk
dengan/tanpa Sputum
b. Tanda:
 takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul
 Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
a. Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
b. Tanda:
 Pruritus
 Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas
11. Interaksi social
Gejala:
 Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
 Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria
 Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
 Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang

b) Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan (00026)
(Domain 2. Kelas 5. Hal.183)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan
nutrisi kurang, anoreksia, mual dan muntah (00002)
(Domain 2. Kelas 1. Hal 153)
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (00092)
(Domain 4. Kelas 4. Hal 226)
4. Risiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan frekuensi
jantung (00240)
(Domain 4. Kelas 4. Hal.231)

c) Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Kelebihan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan (4120)
volume keperawatan 1x5jam  Pantau balance cairan
cairan b.d diharapkan kelebihan  Timbang BB
kelebihan volume cairan pada klien  Pantau peningkatan
asupan cairan dapat berkurang dengan tekanan darah
(00026) kriteria hasil :  Monitor elektrolit darah
1. Keseimbangan Cairan  Kaji edema perifer dan
(0601) distensi vena leher
- Tekanan darah  Batasi masukan cairan
kembali normal dari  Kolaborasikan dengan
skala 4 (sedikit dokter dalam pemerberian
terganggu) menjadi
obat diuretik.
skala 5 (tidak
terganggu)
Terapi Hemodialis (2100)
- Denyut nadi radial
 Monitor tekanan darah,
dipertahankan pada
denyut nadi, pernapasan,
skala 5 (tidak
suhu dan respon pasien
terganggu)
selama dialisis
- Jumlah frekuensi
 Monitor waktu
pernafasan
pembekuan dan sesuaikan
dipertahankan pada
skala 5 (tidak pemberian heparin dengan
terganggu) tepat
- Pusing dari skala 4  Catat tanda-tanda vital :
(sedikit terganggu) berat badan, suhu, denyut
menjadi skala 5 nadi, pernapasan, dan
(tidak terganggu) tekanan darah
2. Keseimbangan  Jelaskan Prosedur
Elektrolit dan Asam hemodialisis dan
Basa (0600) tujuannya
- Irama jantung  Lakukan hemodialisis
dipertahankan pada sesuai peraturan
skala 4 (Deviasi  Berikan heparin sesuai
ringan dari kisaran peraturan
normal)  Ajarkan pasien untuk
- Frekuensi memantau sendiri tanda
pernafasan dan gejala yang
dipertahankan pada mengindikasikan perlunya
skala 5 (Tidak ada perawatan medis
deviasi dari kisaran  Berkolaborasi dengan
normal) pasien untuk
menyesuaikan pengaturan
diet pembatasan cairan
dan obat-obatan dalam
mengatur pertukaran
cairan dan elektrolit di
sela-sela pengobatan
 Berkolaborasi dengan
pasien untuk meringankan
ketidaknyamanan akibat
efek samping penyakit dan
pengobatan (Misalnya :
kram, kelelahan, sakit
kepala, gatal, anemia,
demineralisasi tulang,
perubahan citra tubuh dan
gangguan peran).

2 Ketidakseimb Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (1100)


angan nutrisi keperawatan 1x5jam  Kaji status nutrisi
kurang dari diharapkan klien dapat  Kaji pola diet nutrisi
kebutuhan meningkatkan status  Kaji faktor yang berperan
tubuh b.d nutrisinya dengan kriteria dalam merubah masukan
asupan nutrisi hasil : nutrisi
kurang, 1. Status Nutrisi (1004)  Menyediakan makanan
anoreksia, - Asupan gizi kesukaan pasien dalam
mual dan meningkat dari batas-batas diet
muntah skala 2 (sedikit  Anjurkan cemilan tinggi
(00002) adekuat) menjadi kalori, rendah protein,
skala 3 (cukup rendah natrium diantara
adekuat). waktu makan
- Energi klien  Ciptakan lingkungan yang
meningkat dari menyenangkan selama
skala 2 (sedikit makan
adekuat) menjadi
 Timbang berat badan
skala 3 (cukup harian
adekuat).
 Kaji bukti adanya
2. Status Nutrisi :
masukan protein yang
Asupan Makanan dan
tidak adekuat
Cairan (1008)
 Kolaborasikan dengan
- Asupan makanan
ahli gizi untuk
dan cairan sesuai
dengan output dari menentukan jumlah kalori
skala 2 (sedikit dan nutrisi yang
adekuat) menjadi dibutuhkan tubuh klien.
skala 3 (cukup
adekuat).
3. Status Nutrisi :
Asupan Nutrisi (1009)
- Asupan natrium
meningkat dari
skala 2 (sedikit
adekuat) menjadi
skala 3 (cukup
adekuat).
- Asupan karbohidrat
meningkat dari
skala 2 (sedikit
adekuat) menjadi
skala 3 (cukup
adekuat).
- Asupan lemak,
mineral dan vitamin
meningkat dari
skala 2 (sedikit
adekuat) menjadi
skala 3 (cukup
adekuat).
3 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan
aktivitas b.d keperawatan 1x5jam
ketidakseimb diharapkan klien dapat
angan antara mengurangi intoleransi
suplai dan aktivitasnya dengan
kebutuhan kriteria hasil :
oksigen 1. Toleransi Terhadap
(00092) Aktivitas (0005)
- Tekanan darah
sistolik ketika
beraktivitas
dipertahankan pada
skala 5 (tidak
terganggu)
- Tekanan darah
diastolik ketika
beraktivitas
dipertahankan pada
skala 5 (tidak
terganggu)
- Kekuatan tubuh
bagian atas dari
skala 4 (sedikit
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
terganggu)
- Kekuatan tubuh
bagian bawah dari
skala 4 (sedikit
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
terganggu)
2. Perawatan Diri :
Aktivitas Sehari-hari
(0300)
- Kemampuan makan
klien dipertahankan
pada skala 5 (tidak
terganggu)
- Kemampuan
memakai baju klien
dipertahankan pada
skala 5 (tidak
terganggu)
- Kemampuan
berpindah klien
dipertahankan pada
skala 5 (tidak
terganggu)
- Kemampuan
berjalan klien
dipertahankan pada
skala 5 (tidak
terganggu)
4 Risiko Setelah dilakukan asuhan
penurunan keperawatan 1x5jam
curah jantung diharapkan klien dapat
ditandai mengurangi resiko
dengan penurunan curah jantung
perubahan dengan kriteria hasil :
frekuensi 1. Status Sirkulasi (0401)
jantung - Tekanan darah
(00240) sistol klien
ditingkatkan dari
skala 4 (deviasi
ringan dari kisran
normal) ke skala 5
(tidak ada deviasi
dari kisarn normal)
- Tekanan darah
diastol klien
ditingkatkan dari
skala 4 (deviasi
ringan dari kisran
normal) ke skala 5
(tidak ada deviasi
dari kisarn normal)
- Kelelahan pada
tubuh klien
berkurang dari
skala 4 (ringan) ke
skala 5 (tidak ada)
2. Tanda-tanda Vital
(0802)
- Tekanan darah
sistol klien
ditingkatkan dari
skala 4 (deviasi
ringan dari kisran
normal) ke skala 5
(tidak ada deviasi
dari kisarn normal)
- Tekanan darah
diastol klien
ditingkatkan dari
skala 4 (deviasi
ringan dari kisran
normal) ke skala 5
(tidak ada deviasi
dari kisarn normal)
- Suhu tubuh klien
dipertahankan pada
skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran
normal)
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISIS

A. Definisi
Hemodialisa merupakan pengobatan (replacement treatment) pada
penderita gagal ginjal kronik stadium terminal, jadi fungsi ginjal digantikan oleh
alat yang disebut dyalizer (artifical kidney), pada dialyzer ini terjadi proses
pemindahan zat-zat terlarut dalam darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya.
Hamodialisa adalah suatu proses dimana komposisi solute darah diubah oleh
larutan lain melalui membran semi permiabel, hemodialisa terbukti sangat
bermanfaat dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2005
dalam Wiliyanarti & Muhith, 2019).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2015).
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat
membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat
(konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih
rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis
atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan
berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air
juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein
plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.
Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta
tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah
yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke
dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh
pasien (Suharyanto dan Madjid, 2009).
B. Indikasi
1. Penyakit dalam (Medikal)
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
- CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
- Snake bite
- Keracunan
- Malaria falciparum fulminant
- Leptospirosis
2. Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
- Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
- Serum kreatinin > 2 mg%/hari
- Hiperkalemia
- Overload cairan yang parah
- Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis

Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi
C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe
membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor
ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya
untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari
serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan
bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri
terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan
reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan
oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system
pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua
system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi
suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan,
udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa
keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar
(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna,
atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai
darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum
“arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur
untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan
darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit
pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus
heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung
peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan
obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa


1. Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
 Kran air dibuka
 Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
 Hidupkan mesin
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
 Matikan mesin hemodialisis
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
 Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
 Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas
dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
 Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
 Hubungkan set infus ke slang arteri
 Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
 Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di
atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
 Buka klem dari infus set ABL, VBL
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
 Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
 Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih
dari 200 mmHg).
 Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
 Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
 Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit
untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
 Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
 Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
 Menimbang berat badan
 Mengatur posisi pasien
 Observasi keadaan umum
 Observasi tanda-tanda vital
 Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
- Dengan interval A-V shunt / fistula simino
- Dengan external A-V shunt / schungula
- Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang
diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea,
dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus
setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
 Riwayat penyakit, tahap penyakit
 Usia
 Keseimbangan cairan, elektrolit
 Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
 Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
 Respon terhadap dialysis sebelumnya.
 Status emosional
 Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
 Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
 Tekanan darah: hipotensi atau hipertensi
 Keluhan: pusing, palpitasi
 Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
DAFTAR PUSTAKA

Butcher. Dkk. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier.


Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi Kedelapan. Jakarta :
Binapura Akasara.
Guswanti. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di Ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahrani. Samarinda
: Karya Tulis Ilmiah. Poltekes Kemenkes Samarinda.
Herdman. T.H & Kamitsuru. S. 2018. NANDA-I Bahasa Indonesia. Jakarta : EGC
Huzzella. D.C.E. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer di Ruang Hemodialisa Rumah
Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan. Jombang : Karya Tulis Ilmiah STIKes
Insan Cendekia Medika.
Kusuma & Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan KeperawatanBerdasarkan Diagnosa Nanda,
NOC dan NIC. Yogyakarta : Media Hardy.
Moorhead. Dkk. 2018. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore : Elsevier.
Purwanto. H. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : PUSDIK SDM Kesehatan
KEMENKES RI.
Suharyanto. T & Madjid. A. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.
Wiliyanarti. P.F & Muhith. Abd. 2019. Life Experience of Chronic Kidney Diseases
Undergoing Hemodyalisis Therapy. Nurseline Journal. Volume 4. Nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai