0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
512 tayangan44 halaman

LAPORAN KASUS CHF Revisi Ke3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 44

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KARDIOVASUKLER PADA

PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG JANTUNG

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

DISUSUN OLEH KELOMPOK ROTASI 3 :

Dina Andrini

Ika Minarsih

Juli Mardiana

Novika Ana Lely H

Nyimas Siti Suraya

Riani Lestari

Rofiah

Salina

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES JAMBI TAHUN

NOVEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Laporan ini. Penulisan
laporan ini dilakukan dalam rangka Memenuhi Tugas Praktik Keperwatan Medikal
bedah Pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Jambi. Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan
ini.

Akhir kata, Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Laporan ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jambi, November 2021

KELOMPOK

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................1
B. PERUMUSAN MASALAH..............................................................................3
C. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................3
D. MANFAAT PENULISAN................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.........................................................................................5
A. KONSEP DASAR PENYAKIT........................................................................5
1. Definisi Gagal Jantung Kongestif............................................................5
2. Klasifikasi................................................................................................5
3. Etiologi....................................................................................................6
4. Manifestasi Klinis...................................................................................6
5. Patofisiologi............................................................................................8
6. Pathway CHF.........................................................................................10
7. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................11
8. Penatalaksanaan....................................................................................11

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..........................................12


1. Pengkajian.............................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................19
3. Intervensi Keperawatan.........................................................................20
4. Implementasi Keperawatan..................................................................25
5. Evaluasi Keperawatan...........................................................................26

BAB III LAPORAN KASUS.....................................................................................27


A. LAPORAN KASUS.......................................................................................27

B. REVIEW ARTIKEL......................................................................................28
1. Analisis Evidence Based Nursing.......................................................29
2. Pertanyaan Klinis.................................................................................29

BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................31
A. PEMBAHASAN KASUS...............................................................................31
B. RANCANG IDE-IDE BARU..........................................................................32
BAB V KESIMPULAN.............................................................................................34
A. KESIMPULAN................................................................................................34
B. SARAN............................................................................................................34
DAFTAR LAMPIRAN

Asuhan Keperawatan

Jurnal
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar istilah
kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-salurannya
(sampai ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen dalam darah
keseluruh tubuh (Purba, 2016). Jantung merupakan organ tubuh manusia yang
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia dan pastinya sangat berbahaya
jika jantung kita mempunyai masalah mengingat bahwa banyak kematian disebabkan
oleh penyakit jantung (Nugroho, 2018).
Penyakit Jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung, tetapi yang
paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada beberapa
kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler (Purba,
2016).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah syndrome klinis (sekumpulantanda
dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik ( saat istirahat atausaat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung.CHF dapat disebabkan
oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinyapengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi distolik) dan atau kontraktilitasmiokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo
dkk. 2015). Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan
istilah gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat memompa
cukup darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh membutuhkan oksigen dan
nutrisi tidak terpenuhi dengan baik. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal
jantung kiri dan gagal jantung kanan (Mahananto & Djunaidy, 2017).
Data tahun 2015 menunjukkan bahwa 70 persen kematian didunia 2 2
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta
kematian. Dari seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut,
45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan total 17,7 juta
dari 39,5 juta kematian (WHO,2015).
Hasil riset kesehatan dasar Kementrian kesehatan, data menunjukan prevalensi
penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu sebesar 1,5% dari
total penduduk. Data riskesdas 2018 mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi
penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, Daerah Istimewa
Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%. Selain itu 8 provinsi lain juga memliki
prevalensi lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional, salah satunya Provinsi
Kalimantan Timur yaitu 1,8% (Kemenkes RI, 2018).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal
jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan
beban kerjanya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian
jantung mana yang mengalami gangguan (Russel, 2011).
Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung yang
mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amioloidosis jantung, keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia,
fistula 3 3 arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan yaitu : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit
jantung kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif
(chandrasoma,2006) didalam (Aspani, 2016).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema, anorexia, mual,
dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri menimbulkan gejala cepat
lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan penurunan fungsi ginjal. Bila jantung
bagian kanan dan kiri sama-sama mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran
darah dan adanya bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi
sitemik dan sirkulasi paru (Aspani, 2016).
Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan
menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak pada
penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah jantung, gangguan
pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif, intoleransi
aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko gangguan integritas
kulit (Aspani, 2016). Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan
asuhan keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki
kontraktilitas atau perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi fowler,
memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume cairan
yang berlebih dengan mencatat asupan dan haluaran (Aspani, 2016).
CHF merupakan klien dengan jumlah yang cukup banyak, berdasarkan data
yang diperoleh dari bagian rekam medik Ruang Jantung di RSUD Raden Mattaher
Jambi Berdasarkan data tersebut diatas menunjukan angka terjadinya kasus CHF
cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan dampak bagi tubuh terutama dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk
membuat laporan asuhan keperawatn dengan pendekatan asuhan keperawatan
dengan judul: “Asuhan Keperawatan Pada Klien Congestive Heart Failure di RSUD
Raden Mattaher Jambi”.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Congestive Heart Failure di RSUD
Raden Mattaher Jambi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk Mengatahui dan asuhan keperawatan pada klien dengan Congestive Heart
Failure
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan Congestive Heart Failure di
RSUD Raden Mattaher Jambi
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Congestive
Heart Failure di RSUD Raden Mattaher Jambi
c. Untuk menyusun Intervensi keperawatan pada pasien dengan Congestive
Heart Failure di RSUD Raden Mattaher Jambi
d. Untuk melaksanakan Implementasi keperawatan pada pasien dengan
Congestive Heart Failure di RSUD Raden Mattaher Jambi
e. Untuk melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Congestive
Heart Failure di RSUD Raden Mattaher Jambi

D. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Klien dan Keluarga
Menambah pengetahuan dan keterampilan tentang cara merawat sehingga mandiri
merawat pasien Congestive Heart Failure dirumah.
2. Bagi RS UD Mattaher Jambi
Memberikan bahan informasi bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure
3. Bagi Jurusan Keperawatan
Menambah sarana bacaan dan menambah informasi bagi mahasiswa/I
keperawatan tentang asuhan keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung, sering disebut juga gagal jantung kongesti adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa aadarah yang adekuat untuk memnuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif
paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan( AHA,
2015).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding
otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive)
(Udjianti, 2017).
CHF adalah sindrom klinis yang kompleks di hasilkan dari setiap gangguan
struktural atau fungsional dari pengisian ventrikel atau ejeksi darah ( AHA,2015).

2. Klasifikasi
a. Gagal jantung akut-kronik
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat
mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
2) Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Gagal jantung kronik terjadi retensi
air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia,
akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
b. Gagal jantung kanan-kiri
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan
kelainan pada katub aorta/mitral.
2) Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung

akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi


pleura.
c. Gagal jantung sistolik-diastolik
1) Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah akibat kardiak output menurun dan ventrikel
hipertrofi.
2) Diastolik karena katidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibat
stroke volume cardiac output turun.
3. Etiologi
Penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark
miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab
paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi
HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung kongestif yang penting.
Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab gagal jantung, namun
saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis
aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.
Menurut Wajan Juni Udjianti (2016) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
a. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
b. Faktor interna (dari dalam jantung)
1) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
2) (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
3) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
4) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
5) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
4. Manisfestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2017), klasifikasi gagal jantung menurut
letaknya yaitu:
a. Gagal jantung kiri
Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kirikarena vetrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu :
1) Dispnea
2) Batuk
3) Mudah lelah
4) Insomnia
5) Kegelisahan dan kecemasan
b. Gagal jantung kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kananjantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
4) terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
5) Anorexia dan mual
6) Kelemahan
Selain itu, terdapat kriteria mayor dan minor dari gagal jantung yaitu :
Kriteria mayor gagal jantung:
1) Dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
2) Peningkatan tekanan vena jugularis
3) Ronkhi basah dan nyaring
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Irama s3
7) Peningkatan tekanan vena
8) Refluk
hepatojugular Kriteria
minor:
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dipsnea de’effort
4) Hepatomegali
5) Effuse pleura
6) Takikardia

5. Patofisiologi
Menurut Safery (2015) Respon kompensasi terhadap Cardiac Output yang
tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk
mempertahankan perfusi organ- organ tubuh yang vital.
Respon awal adalah stimulus kepada saraf simpati yang menimbulkan dua
pengaruh utama :
a. Meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi myocardium.
b. Vasokontriksi perifer
Vasokontriksi perifer menggeser arus darah arteri ke organ-organ yang kurang
vital, seperti kulit dan ginjal dan juga organ-organ yang lebih vital, seperti otak.
Kontriksi vena meningkatkan arus balik dari vena ke jantung. Peningkatan
peregangan serabut otot myocardium memungkinkan kontraktilitas.
Pada permulaan respon berdampak perbaikan terhadap cardiac out put, namun
selanjutnya meningkatkan kebutuhan oksigen untuk myocardium, meregangkan
serabut- serabut myocardium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang
tidak berada dalam status kekurangan cairan untuk memulai peningkatan volume
ventrikel dapat memperberat preload dan kegagalan komponen- komponen. Jenis
kompensasi yang kedua yaitu dengan mengaktivkan sistem renin angiotensin yang
akhirnya berdampak pada peningkatan preload maupun afterload pada waktu
jangka panjang dan seterusnya. Kompensasi yang ketiga yaitu dengan terjadinya
perubahan struktur micardium itu sendiri yang akhirnya lama- kelamaan
miocrdium akan menebal atau menjadi hipertropi untuk memperbaiki kontraksi
namun ini berdampak peningkatan kebutuhan oksigen untuk miocardium.
a. Kegagalan ventrikel kiri
Kegagalan ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung
oksigen guna memenuhi kebutuhan tubuh berakibat dua hal :
1) Tanda- tanda dan gejala- gejala penurunan cadiac output.
2) Kongesti paru- paru.

b. Dispnea
Pernafasan yang memerlukan tenaga merupakan gejala dini dari kegagalan
ventrikel. Bisa timbul akibat gangguan pertukaran gas karena cairan di
dalam alveoli. Hal ini bisa menjadi payah karena pergerakan tubuh, misal
menaiki tangga, berjalan mendaki dll. Karena dengan kegiatan tersebut
memerlukan peningkatan oksigen.
c. Orthopnea
Timbul kesukaran bernafas pada waktu berbaring terlentang dan orang harus
tidur pakai sandaran di tempat tidur atau tidur duduk pada sebuah kursi. Bila
orang tidur terlentang ventilasi kurang kurang dan volume darah pada
pembuluh- pembuluh paru- paru meningkat.
d. Kegagalan ventrikel kanan
Kegagalan ventrikel kanan terjadi bila bilik ini tidak mampu memompa
melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru- paru. Kegagalan
ventrikel kanan dalam memompakan darah akan mengakibatkan oedema
pada ekstrimitas. Pada hati juga mengalami pembesaran karena berisi cairan
intra vaskuler, tekanan di dalam sistem portal menjadi begitu tinggi
sehingga cairan didorong melalui pembuluh darah masuk ke rongga perut
(acites) akibatnya akan mendesak diafragma yang akhirnya akan susah
untuk bernafas.
6. PATHWAY CHF

Sumber : Safery, 2015


7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal


jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi
jantung lainnya
b. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
c. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan
azotemia prerenal
d. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
e. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
f. Pemeriksaan EKG
g. Radiografi dada
h. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
memungkinkan analisis gerakan dinding regional
i. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas
yang terkena.
8. Penatalaksanaan
a. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki, penyebab – penyebab utama yang
dapt diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
b. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium
atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
c. Terapi diuretic
d. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosterone
e. Terapi beta blocker
f. Terapi glikosida digitalis
g. Terapi vasodilator
h. Obat inotropik positif generasi baru
i. Penghambat kanal kalsium
j. Atikoagulan
k. Terapi antiaritmia
l. Revaskularisasi coroner
m. Transplantasi jantung
n. Kardoimioplasti
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa dan Identitas
Anamnesa terkait keluhan pasien seperti nyeri pada dada, kesulitan saat
bernapas atau adanya bengkak pada kaki. Untuk Identitas pasien sangat penting
dikaju seperti : Nama, usia, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS,
diagnosa masuk. pendidikan dan pekerjaan.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pengkajian Riwayat penyakit dahulu yang mendukung di kaji dengan
menanyakan apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada,
hipertensi, iskemia miokardium. infark miokardium, diabetes mellitus dan
hiperlipidemia.
2) Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada
masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini obat-obatan ini
meliputi obat diuretic, nitrat,penghambat beta,serta antihipertensi.catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,alergi obat dan reaksi alergi
yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek
samping obat.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Pengkajian Riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
di lakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik klien secara PQRST,yaitu :
2) Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas
ringan sampai berat,sesua derajat gangguan pada jantung(lihat klasifikasi
gagal jantung
3) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktifitas
yang di rasakan atau di gambarkan klien biasanya tetap beraktivitas klien
merasakan sesak nafas(dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernafasan).
4) Region : radiation,relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
5) Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari - hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas
menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang di alami organ.
6) Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya yimbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat,baik saat istirahat maupun saat
beraktifitas.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh keluarga
anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif dan penyebab
kematianya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada
usia muda merupakan factor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik
pada keturunanya.
e. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga. Bila
ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga perlu
ditanyakan.Peyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia
muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik bagi
keturunanya.
f. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres
akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia
atau kebingungan.
g. Pengkajian Survey Primer
1) Airway
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas , benda
asing di jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan napas
klien bisa terganggu karena produksi sputum pada gagal jantung kiri
2) Breathing
a) Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi otot
bantu nafas, kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas
trauma), bunyi nafas, hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal
b) Dispnea dikarakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang
cukup,yang menekan klien.terkadang klien mengeluh adanya
insomnia,gelisah,atau kelemahan yang di sebabkan oleh dispnea.
c) Ortopnea yaitu ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea,adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal.perawat harus
menentukan apakah ortopnea benar – benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien belaka.sebagai contoh,bila klien menyatakan bahw ia
terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila
klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai tidur
dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di anggap sebagai
ortopnea.
d) Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang di kenal
baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena
mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di
perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam
kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi telentang. Pada
siang hari, saat klien melakukan aktivitas, tekanan hidrostatisk vena
meningkat, khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya
gravitasi, peningkatan volume cairan dan peningkatan tonus
sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini sejumlah
cairan keluar masuk ke area jaringan secara normal. Namun dengan
posisi telentang. Tekanan pada kapiler – kapiler dependen menurun dan
cairan di serap kembali ke dalam sirkulasi. Peningkatan volume cairan
dalam sirkulasi akan memberikan sejulmlah tambahan drah yang di
alirkan ke jantung untuk di pompa tiap menit (peningkatan beban awal)
dan memberikan beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang
telah mengalami kongesti. Mengingat bahwa DNP terjadi bukan hanya
pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja. Klien harus di berikan
tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit
e) Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk
pendek. Gejala ini di hubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan
berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
f) Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di
hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Edema pulmonal akut
ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler (kurang
lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi cairan ke
dalam alveoli. Namun sebaliknya tekanan ini akan menurunkan
tersedianya area untuk transport normal oksigen dan karbon dioksida
dari darah dalam kapiler pulmonal.
g) Edema pulmonal akut dicirikan oleh dyspnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan dan sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang
keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus di
tangani dengan cepat dan tepat.
3) Circulation
a) Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal),
kapilari refill, nadi radial/carotis, akral perifer.
b) B2 ( Blood )
Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik dan adanya edema ekstremitas
Palpasi :Denyut nadi periver melemah. Thrill biasanya di temukan.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup.bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di
temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi ( kardiomegali )
c) Penuranan curah jantung
Selain gejala – gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vaskuler pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.
klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan
berkonsentrasi,deficit memori,atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini
mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan
keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering di
anggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena
itu, kondisi ini secara potensial merupakan indicator penting
penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak di perhatikan dank lien
juga di beri keyakinan yang tidak tepat atau di beri tranquilizer atau
sediaan yang dapat meningkatkan suasana hati ( mood ). Sebaiknya di
ingat, adanya gejala tidak spesifik dari curah jantung yang rendah
memerlukan pengkajian yang lebih lanjut dan tepat terhadap jantung dan
pemeiksaan psikologis klien yang akan memberikan informasi untuk
menentukan penatalaksanaan yang tepat
d) Bunyi jantung dan crackle
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat di
kenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ke tiga dankeempat
(S3,S4 ) dan crackles pada paru – paru . s4 atau gallop atrium,di
hubungkan dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling
baik dengan bell stetoskop yang di tempelkan dengan tepat pada apeks
jantung. Klien di minta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung
pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan
kongesti,tetapi dapat menunjukan adanya penurunan komplians
(peningkatan kekakuan) miokardium. Hal ini mungkin merupakan
indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya di
temukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mumgkin tidak
mempunyai proknosis bermakna tetapi mungkin menunjukkan kegagalan
yang baru terjadi S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal
ventrikel kiri dan pada orang dewasa hamper tidak pernah di
temukankecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Kebanyakan dokter
akan setuju bahwa tindakan intervensi terhadap gagal kongestif di
indikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal diastolik
setelah bunyi jantung ke dua (S2) dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terkenal paling baik
dengan bell stetoskop yang di letakkan tepat di apeks akan lebih baik
dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi
e) Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar
posterior paru dan sering di kenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri dan
memang demikian sesungguhnya. Sebelum crackles di tetakan sebagai
kegagalan pompa jantung klien harus di instruksikan untuk batuk dalam
yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami
kompresi karena berada di bawah diafragma. Crackles yang tidak
menghilang setelah batuk (pasca – batuk rejan) perlu di evaluasi
sedangkan yang hilang setelah batuk mungkin secara klinis tidak penting.
Perawat harus segera memberikan perhatian pada klien yang mungkin
mempunyai bukti bahwa gagal ventrikel kiri terjadi atau adanya S3 pada
apeks dan belum mempunyai area paru yang cukup bersih. Jangan
menunggu memberikan terapi bila tidak di temukan bunyi crackles pada
paru – paru.
f) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di
temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur, takikardia atrium paroksismal dan denyut
ventrikel prematu. Kapanpun abnormalitas irama terdeteksi seseorang
harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya.
Kemudian terapi dapat di rencanakan dan di berikan dengan tepat.
g) Ditensi vena jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan
ventrikel kiri, akan terjadi di latasi dari ruang ventrikel, peningkatan
volume dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan,tahanan untuk
mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan.
Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu vena kava dan dapat di
ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang
dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis dengan melihat pada
vena – vena di leher dan memerhatikan ketinggian kolom darah. Klien di
instruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan kepala tempat tidur dan
kepala di tempat tidur di tinggikan antara 30-60 derajat, kolom darah di
vena – vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal,
hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula. Namun, pada klien
dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar
antara 1-2 cm.
h) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda – tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke
organ – organ. Karena darah di alihkan dari organ – organ nonvital ke
organ – organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih
lanjut adalah berkurangnya perfusi organ – organ seperti kulit dan otot –
otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah
perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
i) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons
terhadap perangsangan saraf simpatik.
Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya
vasokontriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diasolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau
thread pulse.
j) Hipotensi sistolik di temukan pada gagal jantung yang lebih berat.
Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus
altenans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyt
arteri. Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungus mekanis yang
berat dengan berulangnya variasi denyut ke denyut pada volume
sekuncup.
h. Disability

Pemeriksaan Neurologis: GCS, reflex fisiologis, reflex patologis, kekuatan


otot.
i. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
1) Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah, Leher
2) Tanda : pembesaran tiroid
3) Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi)
4) Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan
5) Pelvis (inspeksi dan palpasi)
6) Perineum dan rektum
7) Genitalia
8) Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury
9) Neurologis : Fungsi sensorik dan motoric

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,
perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, perubhan preload atau
perubahan afterload.
b. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis ( iskemia) yang ditandai dengan mengeluh nyeri,
tampak meringis.
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, tirah baring dan kelemahan.
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
KEPERAWATAN
(SLKI)
(SIKI)

1. Penurunan Curah Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi


Jantung keperawatan selama 3 x 24 jam tanda/gejala primer
diharapkan curah jantung penurunan curah
Definisi : meningkat dengan Kriteria jantung (dyspnea,
kelelahan,edema,ortop
ketidakadekuatan jantung Hasil :
nea, CVP)
memmpa darah untuk 1. Kekuatan nadi perifer 2. Identifikasi
memenuhi kbutuhan meingkat tanda/gejala sekunder
metabolism tubuh
penurunan curah
2. Dyspnea menurun
Penyebab : jantung (peningkatan
3. Bradikardia menurun BB, hepatomegaly,
1. Perubahan irama distensi vena
jantung 4. Takikardia menurun jugularis,palpitasi,ron
chi basah, oliguria,
2. Prubahan frekuensi 5. Batuk menurun batuk)
jantung 3. Monitor tekanan
6. Murmur jantung menurun
3. Perubahan darah
kontraktilitas 7. Tekanan darah membaik 4. Monitor intake dan
output cairan
4. Perubhan preload 8. CRT membaik 5. Monitor satuarsi
oksigen
5. Perubahan afterload 9. Edema menurun
6. Monitor keluhan nyeri
10. Lelah menurun dada
7. Monitor EKG 12
Gejala dan tanda 11. Suara jantung S3 menurun sadapan
mayor : 8. Monitor aritmia
12. Suara jantung S4 Menurun 9. Monitor nilai
1. Palpitasi laboratorium jantung
2. Bradikardia/takikardi 10. Posisikan pasien semi
a fowler
3. Gamban ekg aritmia / fowler dengan kaki
/ ganguan konduksi kebawah/posisi nyaman
4. Lelah 11. Berikan terapi
5. Edema relaksasi untuk
6. Distensi vena megurangi stress
jugularis 12. Berikan dukungan
7. Centralvenous emosional dan
pressure (cvp) spiritual
meingkat/menurun 13. Berikan oksigen
Hepatomegaly untuk
8. Tekanan darah memprtahankan
meningkat/menurun saturasi osigen
9. Nadi perifer teraba >94%
lemah 14. Anjurkan berhenti
10. Crt > 3 detik merokok
11. Oliguria 15. Kolaborasi
12. Warna kulit pucat pemberian
13. Dyspnea antiaritmia
14. Paroxynmal
nocturnal dyspnea
(pnd)
15. Ortopnea
16. Batuk
17. Terdengar suara
jantung s3 dan/atau
s4
18. Ejection

fraction (fe)
menurun

Gejala dan Tanda Minor


1. Murmur jantung
2. Berat badan
bertambah
3. Pulmonary artery
wedge pressure
(PAWP) menurun
4. Pulmonary vascular
resistence (PVR)
meningkat/menurun
5. Systemic
vascular
resistence (SVR)
meningkat/menurun
6. Cardiac index (CI)
menurun
7. Left ventricular
stroke work index
(LVSW) menurun
8. Stroke volume index
(SVI) menurun
9. Gelisah
10. Cemas
2. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 3 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
Definisi: : diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
Pengalaman sensorik atau menurun dengan Kriteria frekuensi, kualitas, intensitas
emosional yang berkaitan Hasil : nyeri
dengan kerusakan jaringan 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri non
aktual atau fungsional,
meningkat verval
dengan onset mendadak atau 2. Keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor
lamat dan berintensitas menurun memperberat dan
ringan hingga berat yang 3. Meringis menurun memperingan nyeri
berlangsung kurang 3 bulan. 4. Sikap protektif 5. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
Penyebab : 5. Gelisah menurun 6. Monitor keberhasilan terapi
6. Kesulitan tidur komplementer yang sudah
menurun diberikan
1. Agen pencedera 7. Frekuensi nadi 7. Monitor efek samping
fisiologis (mis. membaik penggunaan analgesik
8. Pola napas membaik 8. Berikan teknik non-
infarmasi,
9. Tekanan darah farmakologis untuk
lakemia, membaik mengurangi rasa nyeri
neoplasma) 9. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
2. Agen pencedera
10. Fasilitasi istirahat dan
kimiawi (mis. tidur
terbakar, bahan 11. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
kimia iritan)
strategi meredakan nyeri
3. Agen pencedera 12. Jelaskan penyebab,
fisik (mis.abses, periode, dan pemicu nyeri
amputasi, 13. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
terbakar, 14. Anjurkan memonitor
terpotong, nyeri secara mandiri
mengangkat berat, 15. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
prosedur operasi,
16. Ajarkan teknik
trauma, latihan nonfarmakologis untuk
fisik berlebihan mengurangi rasa nyeri
17. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gejala dan Tanda
Mayor :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
(mis. waspada,
posisi
menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur

gejala dan Minor :

Objektif

1. Tekanan darah
meningkat
2. pola napas berubah
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis

 
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi
keperawatan selama 3 x 24 jam gangguan fungsi
Definisi : ketidakcukupan diharapkan toleransi aktivitas tubuh yang
energi untuk melakukan meningkat dengan Kriteria mengakibatkan
aktivitas sehari - hari Hasil kelelahan
: 2. Monitor kelelahan
Penyebab : 1. keluhan lelah menurun fisk dan emosional
3. Monitor pola dan
1. Ketidakseimb 2. Dyspnea saat aktivitas jam tidur
ngan antara dan menurun 4. Monitor lokasi dan
suplai ketidaknyamnan
3. Dyspnea setelah aktivitas
kebutuhan selama melaukan
menurun
oksigen aktivitas Sediakan
2. Tirah baring 4. Frekuensi nadi meningkat lingkungan
3. Kelemahan nyaman dan
rendah stimulus
4. Imobilitas 5. Lakukan latihan
5. Gaya hidp rentang gerak pasif
monoton dan/atau aktivitas
Gejala dan tanda mayor 6. Berikan aktivitas
: distraksi yang
menenagkan
1. Mengeluh lelah 7. Fasilitasi duduk di
2. Frekuensi jantung sisi tempat tidur
meningkat >20% dar 8. Anjurkan tirah
kondisi istirahat baring
Gejala dan tanda minor 9. Anjurkan
: melakukan
1. Dyspnea saat/setelah aktivitas secara
aktivitas bertahap
2. Merasa tidak 10. Anjurkan strategi
nyaman setelah koping untuk
beraktivitas megurangi
3. Merasa lemah kelelahan
4. Tekanan darah 11. Kolaborasi dengan
berubah ahli gizi tentang
>20% dari kondisi cara meningkatkan
istirahat asupan makan
5. Gambaran EKG
menunjukkan
aritmia saat/setelah
aktivitas
6. Gambaran EKG
menunjukkan
iskemia
7. sianosis
4. Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan


perencanaan yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan diagnosa
yang dirumuskan dengan mengacu kepada SDKI, SLKI dan SIKI.
5. Evaluasi Keperawatan
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi. Evalusai
juga tidak ada kesenjangan teori dan kasus. Evaluasi adalah membandingkan
suatu hasil / perbuatna dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang
tepat sejauh mana tujuan tercapai. Perawat bertanggung jawab untuk
mengevaluasi status dan kemajuan klien terhadap pencapaian hasil setiap hari.
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan
keperawatan itu untuk mendegah atau mengobati respon manusia terhadap
prosedur kesehatan.
a. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan
b. keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
c. Tahap akhir dari proses keperawatan.
d. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
e. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
f. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan
perkembangan pasien terhadap masalah kesehatan.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. LAPORAN KASUS

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 58 tahun Pada saat pengkajian


Pasien mengatakan sesaknya masih terasa saat beraktivitas seperti ke wc atau
berpindah tempat, aktivitas dibantu oleh keluarga pasien mengatakan nyeri dada
sebelah kiri terasa di tusuk-tusuk sampai ke lengan belakang skala nyeri 7 nyeri
terasa terus menerus,. Keluarga pasien mengatakan Tn. h tidak pernah menderita
sakit seperti ini sebelumya DM (-), HT (-), Klien sebelumnya bekerja menjadi
pegawai swasta, klien sudah menikah, orang yang merawat klien selama sakit adalah
istrinya, hubungan dengan anggota keluarga baik, hubungan dengan teman baik,
interaksi dengan perawat baik dan kooperatif.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan yang
klien derita saat ini, tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit
keturunan dan menular. Saat ini klien hanya dapat berbaring ditempat tidur, aktivitas
perawatan diri dibantu oleh istrinya. Hasil pemeriksaan fisik dan diagnostic Klien
tampak lemah, kesadaran composmentis, TD: 140/90 mmhg, N: 110 x/menit, RR: 23
x/menit, S: 36,2 ℃ SPO2 : 96%, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
EKG 11/11/2021 Sinus Rthym Moderate ST deperesi (II, avF) ECHO 06/11/2021
Dimensi ruang jantung LA/LV dilatasi LVH + Fungsi sistolik LV menurun EF
biplane 43% Kontraktilitas RV normal TAPSE : 2,5 cm Fungsi diastolic LV
abnormal relaksasi Analisa segemental : hipokinetik anterior, antroseptal, septal
Katup-katup normal Kesimpulan : Fungsi sistolik LV menurun EF 43% RVMA +
LVH + Diastolic dysfunction grade I.
Dari hasil pengkajian kelompok merumuskan diagnosis keperawatan
bedasarkan masalah yang ada pada pasien yaitu Penurunan Curah Jantung b.d
Perubahan Kontraktilitas d.b.d Pasien mengatakan sesaknya masih terasa saat
beraktivitas Auskultasi terdengar suara jantung s3 dan s4, pasien tampak lemah, TD:
140/90 mmhg, N: 110 x/menit, RR: 23 x/menit, S: 36,2 ℃, SPO2 : 96% ( terpasang
O2 nasal kanul 3 Liter/menit), Fungsi sistolik LV menurun EF 43% intake : 1960
cc/24 jam Output : 1500cc/ 24 jam, Nyeri Akut b.d Agen Pencidera
Fisiologis( iskemik) d.b.d pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri terasa di tusuk-
tusuk nyeri menjalar sampai ke lengan nyeri terasa terus menerus Pasien tampak
meringis pasien tampak gelisah skala nyeri 7 Nadi 110x / menit RR 23x/menit dan
Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d.b.d Pasien mengatakan sesaknya masih terasadan mudah terasa lelah saat
beraktivitas seperti ke wc atau berpindah tempat, aktivitas dibantu oleh keluarga
Pasien tampak sesak dan lemah saat melakukan aktivitas N: 110 x/menit RR: 23
x/menit
Intervensi keperawatan dilakukan bedasarkan pedoman SIKI yaitu Perawatan
Jantung (I.02075), Manajemen nyeri (I.08238), dan Manajemen Energi (I. 05178).
Implementasi dilakukan selama 2 hari adapun yang dilakukan Mengidentifikasi tanda
/gejala sekunder penurunan curah jantung, Memonitor tekanan darah, Memonitor
intake dan output cairan, Memonitor saturasi oksigen Memonitor keluhan nyeri dada,
Memonitor EKG 12 sadapoan, Memposisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman, Memberikan diet jantung yang sesuai,
Memberikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, Memberikan dukungan
emosional dan spiritual, Memberikan oksigen untuk memepertahankan saturasi
oksigen >94%,Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri, Mengidentifikasi skala nyeri, Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal, Mengidentifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri,
Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri , Memonitor keberhasilan
terapi komplementer yang sudah diberikan, Memonitor efek samping penggunaan
analgetik, Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
kontrol lingkungan Memberikan analgesik sesuai terapi, Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, Melakukan rentang gerak pasif dan/atau
aktif, Menganjurkan tirah baring Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap,
Menganjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang, Mengajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Selama 2 hari setelah pemberian asuhan keperawatan pada pasien Tn.H
mengatakan sesaknya sudah berkurang, nyeri nya sudah berkurang, Klien
mengatakan sudah mulai beraktivitas sendiri seperti minum atau makan sendiri tanpa
bantuan.
B. REVIEW ARTIKEL

1. Analisis Evidence Based Nursing

Populasi Penelitian dilakukan pada pasien CHF yang dirawat di IGD RSUD
Tugurejo Semarang
Intervensi Penerapan Perubahan Posisi Terhadap Perubahan Hemodinamik
Pada Pasien Congestive Heart Failure
Comparation Tidak ada pembanding dalam penelitian ini
Outcome Posisi semi fowler 45o dapat meningkatkan saturasi oksigen dengan
rata-rata 6 poin dan menurunkan respirasi rate dengan rata-rata 10
poin. Perubahan posisi dapat menjadi implementasi keperawatan
dalam meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan respirasi
rate.

2. Pertanyaan Klinis
Apakah pemberian perubahan posisi dapat berpengaruh terhadap perubahan
hemodinamik pada pasien Congestive Heart Failure?
Tahun (2021)
Judul Penerapan Perubahan Posisi Terhadap Perubahan
Hemodinamik Pada Asuhan Keperawatan Pasien Congestive
Heart Failure
Author Yulianti, Y., & Chanif, C. Ners Muda, 2(2), 82-90.
A. Tujuan Studi kasus ini bertujuan menerapkan perubahan posisi (head
up 30o, semi fowler 45o dan high fowler 90o) untuk
peningkatan saturasi oksigen & penurunan respirasi rate pada
asuhan keperawatan pasien congestive heart failure di IGD
RSUD Tugurejo Semarang.
Method Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus deskriptif yang
menggambarkan pengelolaan kasus dalam mengaplikasikan
evidence based nursing practice dengan menggunakan
pendekatan proses asuhan keperawatan.
Instrumen Penelitian Format asuhan keperawatan pada pasien congestive heart
failure
Hasil Hasil studi kasus pada dua responden menunjukkan nilai saturasi
oksigen dan respirasi rate dari posisi head up ke semi fowler
meningkat lebih tinggi, sedangkan pada satu responden
menunjukkan nilai saturasi oksigen dan respirasi rate
mengalami peningkatan lebih tinggi pada posisi high fowler.
Namun dari posisi sebelum diberikan intervensi ke posisi head
up tidak mengalami kenaikan lebih banyak jika di bandingkan
dengan semi fowler dan high fowler. Hal ini menyatakan bahwa
posisi head up kurang efektif jika diberikan pada pasien gagal
jantung. Kesimpulan dari penerapan studi kasus ini adalah
tindakan perubahan posisi (head up, semi fowler, high fowler)
hanya sebagai tindakan pendamping dalam meningkatkan
saturasi oksigen dan menurunkan respirasi rate. Rekomendasi
pada temuan studi kasus ini adalah perawat dapat mengkaji
perbedaan status pernafas (SaO2 & RR) pada pasien CHF
dengan posisi semi fowler dan high fowler sesuai dengan
kebutuhan pasien.
Kesimpulan Hasil studi kasus menunjukkan bahwa posisi semi fowler 45o
dapat meningkatkan saturasi oksigen dengan rata-rata 6 poin
dan menurunkan respirasi rate dengan rata-rata 10 poin.
Perubahan posisi dapat menjadi implementasi keperawatan
dalam meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan
respirasi rate
A. Pembahasan Kasus BAB IV
PEMBAHASAN
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Kasus

Berdasarkan data fokus yang didapatkan dari pengkajian pada pasien Tn. H
keluhan utama yang ditemukan yaitu pasien mengatakan nyeri dada sebelah kiri
terasa di tusuk-tusuk sampai ke lengan belakang skala nyeri 7 nyeri terasa terus
menerus, Pasien mengatakan sesaknya masih terasa saat beraktivitas seperti ke wc
atau berpindah tempat, aktivitas dibantu oleh keluarga, hal ini memiliki kesuaian
dengan teori Menurut Nurarif & Kusuma (2015) bahwa pasien dengan CHF
mengalami Dispnea, Mudah lelah, Kegelisahan dan kecemasan. Selain itu Menurut
Safery (2015) Respon kompensasi terhadap Cardiac Output yang tidak adekuat
memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk mempertahankan perfusi
organ- organ tubuh yang vital dimana gejala klinis yang ditemukan pada Tn. H sesak
jika harus tidur berbaring hal ini memiliki kesamaan teori Menurut Safery (2015)
Timbul kesukaran bernafas pada waktu berbaring terlentang dan orang harus tidur
pakai sandaran di tempat tidur atau tidur duduk pada sebuah kursi. Bila orang tidur
terlentang ventilasi kurang kurang dan volume darah pada pembuluh- pembuluh
paru- paru meningkat.

Diagnosa keperawatan diangkat berpedoman menurut SDKI dan memiliki


kesesuaian dengan teori bahwa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien
CHF Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,
perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, perubhan preload atau
perubahan afterload dan Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring dan kelemahan.

Intervensi keperawatan dilakukan bedasarkan pedoman SIKI yaitu Perawatan


Jantung (I.02075) Manajemen nyeri (I.08238), dan Manajemen Energi (I. 05178).
Implementasi dilakukan selama 2 hari.
.

B. Rancang Ide-Ide Baru


Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan di mana jantung tidak mampu
untuk mepertahankan curah jantung yang adekuat guna memenuhi kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran balik vena adekuat
(Stillwel, 2016). ortopnea, dyspnea deffort, dan Paroxysmal Nocturnal Dypsnea
(PND), edema paru, asites, pitting edema, berat badan meningkat, dan bahkan dapat
muncul syok kardioganik (Smeltzer & Bare, 2015). Munculnya tanda gejala tersebut
disebakan oleh jantung yang mengalami kegagalan dalam memompa darah guna
mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat
(Udjianti, 2017).
Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Ketidakefektifan
pola napas merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami kehilangan yang
aktual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernafasan
(Carpenito, 2015). Pernafasan melibatkan oksigen saat inspirasi dan karbondioksida
saat ekspirasi, oksigen mempunyai peran penting dalam tubuh, jika terjadi gangguan
pola napas dan tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian (Asmadi,
2016).
Penanganan kegawatdaruratan pada pasien CHF adalah dengan memberikan
terapi farmakologi dan nonfarmakalogi. Terapi farmakologi yang dapat diberikan
untuk pertolongan pertama adalah pemberian terapi oksigen untuk mencegah
terjadinya hipoksemia dan hipoksia yang akan mengakibatkan kematian sel (Patria &
Fairuz, 2016). Terapi non farmakologi salah satunya dengan pemberian positioning.
Positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan posisi
tubuh dalam meningkatkan kesejahteraan atau kenyamanan fisik dan psikologis
(Muzaki & Ani, 2020). Positioning juga merupakan salah satu tindakan keperawatan
yang dapat membantu meminimalkan bendungan sirkulasi (Khasanah, 2019).
Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala dengan 30o,
45o dan 90o memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan
pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen
membaik sehingga proses respirasi kembali normal (Smeltzer & Bare, 2015).
Penelitian oleh Yulianti, Y., & Chanif, C. (2021) dengan menggunakan desain
studi kasus deskriptif yang menggambarkan pengelolaan kasus dalam
mengaplikasikan evidence based nursing practice dengan menggunakan pendekatan
proses asuhan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan pada pasien
CHF berjumlah 3 pasien yang didapatkan secara insidental. Kriteria inklusi pada
subjek ini adalah pasien Congestive Heart Failure, usia 50-75 tahun, laki-laki,
dyspnea dengan ditandai SaO2 <94% dan RR 26 - 45 x/menit, NYHA II & III. Studi
kasus ini dilakukan di IGD RSUD Tugurejo Semarang pada bulan Februari 2020.
Adapun perubahan yang di amati adalah nilai SpO2 dan respirasi rate.
Hasil studi kasus pada dua responden menunjukkan nilai saturasi oksigen dan
respirasi rate dari posisi head up ke semi fowler meningkat lebih tinggi, sedangkan
pada satu responden menunjukkan nilai saturasi oksigen dan respirasi rate
mengalami peningkatan lebih tinggi pada posisi high fowler. Namun dari posisi
sebelum diberikan intervensi ke posisi head up tidak mengalami kenaikan lebih
banyak jika di bandingkan dengan semi fowler dan high fowler. Hal ini menyatakan
bahwa posisi head up kurang efektif jika diberikan pada pasien gagal jantung.
Kesimpulan dari penerapan studi kasus ini adalah tindakan perubahan posisi (head
up, semi fowler, high fowler) hanya sebagai tindakan pendamping dalam
meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan respirasi rate. Rekomendasi pada
temuan studi kasus ini adalah perawat dapat mengkaji perbedaan status pernafas
(SaO2 & RR) pada pasien CHF dengan posisi semi fowler dan high fowler sesuai
dengan kebutuhan pasien.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 58 tahun Pada saat pengkajian


Pasien mengatakan sesaknya masih terasa saat beraktivitas seperti ke wc atau
berpindah tempat, aktivitas dibantu oleh keluarga,pasien mengatakan nyeri dada
sebelah kiri terasa di tusuk-tusuk sampai ke lengan belakang skala nyeri 7 nyeri
terasa terus menerus.
Dari hasil pengkajian kelompok merumuskan diagnosis keperawatan
bedasarkan masalah yang ada pada pasien yaitu Penurunan Curah Jantung b.d
Perubahan Kontraktilitas Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisioogis, , Intoleransi
aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Intervensi keperawatan dilakukan bedasarkan pedoman SIKI yaitu Perawatan
Jantung (I.02075) ,Manajemen nyeri (I.08238), dan Manajemen Energi (I. 05178).
Implementasi dilakukan selama 2 hari.
Selama 2 hari setelah pemberian asuhan keperawatan pada pasien Tn.H
mengatakan sesaknya sudah berkurang, nyeri nya sudah berkurang, Klien
mengatakan sudah mulai beraktivitas sendiri seperti minum atau makan sendiri tanpa
bantuan.
Pada konsep asuhan keperawatan di temukan 3 diagnosa yang sama dengan
pasien kelolaan diagnosa nya yaitu : Penurunan curah jantung, Nyeri akut, dan
intoleransi aktivitas

B. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan maka penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut dalam memberikan tindakan
keperawatan tidak harus sesuai dengan apa yang ada pada teori, akan tetapi harus
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien serta menyesuaikan dengan kebijakan
dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah M. 2015. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Diva Press: Yogyakarta.


Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan
Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Austaryani Putri. 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Congestif


Heart Failure (CHF) Vascular Care Unit (ICVCU) di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah.Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
AHA (American Heart Association). Cardiovascular Disease : A Costly Burden For America
Projections Through 2035. The American Heart Association Office of Federal
Advocacy : Washington DC; 2017.

Black & Hawks. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8.Sounders: Elsevier Philadelphia.

Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate
Variability Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia
ComputerScience, 124, 197–204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.

Mansjoer, A dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Nugroho, F. A. (2018). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Jantung


dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Informatika Universitas
Pamulang, 3(2), 75. https://doi.org/10.32493/informatika.v3i2.1431.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Potter, Perry.2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, proses, dan


praktik. Jakarta: EGC.

Pusat Data dan Informasi. (2014). Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data
Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 1–8. Retrieved from
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
-jantung.pdf.

Russel, D. M. (2016). 6 Bebas Dari Penyakti Paling Mematikan (Tim MedPre).


Yogyakarta.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
Udjianti, Wajan J. 2017. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Yulianti, Y., & Chanif, C. (2021). Penerapan Perubahan Posisi Terhadap Perubahan
Hemodinamik Pada Asuhan Keperawatan Pasien Congestive Heart Failure.
Ners Muda, 2(2), 82-90.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai