100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
325 tayangan40 halaman

LP Bronkoskopi Ai Tumor Paru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN


POST OP BRONKOSKOPI ATAS INDIKASI TUMOR PARU
DI ICU RSUP DR M DJAMIL PADANG
TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Dede Rahma Aldany, S. Kep
Nim :

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ns. Revi Neini Ikbal, S. Kep, M. Kep) ()

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Tumor Paru

1. Pengertian

Tumor paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari

saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan

pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel

jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh

masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker

disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel

dan menghilangnya silia (Slamet, 2017).

Tumor dibagi mejadi dua golongan besar yaitu tumor jinak (benign)

dan tumor ganas (malignant) atau yang popular dengan sebutan kanker. Dan

defenisi kanker paru adalah tumor ganas primer yang berasal dari saluran

nafas (Bronkhus). (Putri, Rahayu, & Sidharta, 2018).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Saluran pernafasan atau tractus respiratorius adalah bagian tubuh

manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas
yang diperlukan untuk proses pernafasan (Asih, 2016). Saluran pernafasan

terbagi menjadi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah.

1) Saluran pernafasan atas terdiri dari hidung, faring (nasofaring,

orofaring, laringofaring) dan laring.

2) Saluran pernafasan bawah terdiri dari:

a) Trakhea

Terletak didepan esofagus dan saat palpasi teraba sebagai

struktur yang keras, kaku tepat dipermukaan anterior leher trakhea

memanjang dari laring ke arah bawah ke dalam rongga thoraks

tempatnya terbagi menjadi bronkhi kanan dan kiri. Dinding trakhea

disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik

dan dilapisi oleh membran mukosa bersilia yang banyak

mengandung sel yang mensekresi lendir.

b) Bronkhial dan alveoli

Ujung distal trakhea membagi menjadi bronkhi primer

kanan dan kiri yang terletak didalam rongga dada. Didalam paru-

paru membentuk cabang menjadi bronkhus sekunder. Fungsi

percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara

trakhea dan alveoli. Sangat penting artinya untuk menjada agar

jalan udara ini tetap terbuka dan bersih.

Unit fungsi paru atau alveoli berjumlah sekitarr 300 sampai

500 juta didalam paru-paru pada rata-rata orang dewasa. Fungsinya

sabagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan

eksternal dan aliran darah. Setiap alveolus terdiri atas ruang udara

mikroskopik yang dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri

atas satu lapis epitel skuamosa. Diantara sel epitel terdapat sel-sel
khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid seperti deterjen yang

disebut surfaktan yang melapisi permukaan dalam dinidng alveolar.

c) Paru-paru

Paru-paru terletak dikedua sisi jantung didalam rongga dada

dan dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Fungsi paru-paru

adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara atmosfir dan

udara dalam aliran darah. Setiap paru dibagi menjadi kompartemen

yang lebih kecil, pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga

lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri atas dua lobus.

Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Kemudia

lobus membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan

dikenal dengan segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus,

yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arteriole, venula dan

pembuluh limfatik.

Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan

disebut sebagai pleura. Lapisan luar disebut pleura parietal yang

melapisi dinding dada dan mediatinum. Lapisan didalamnya

disebut pleura viseral yang mengelilingi paru dan dengan kuat

melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung

cairan yang dihasilkan oleh sel-sel serosa didalam pleural yang

fungsinya melicinkan permukaan dua membran pleura untuk

mengurangi gesekan saat paru-paru mengembang dan kontraksi

saat bernafas.

d) Thoraks

Rongga thoraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan

bagian tengah yang disebut mediatinum. Thoraks mempunyai peran


penting. Thorak menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan dan

menjadi lebih kecil ketika dikempeskan. Saat diafragma

berkontaksi, diafragma akan mendatar keluar dan dengan demikian

menarik dasar rongga thoraks ke arah bawah sehingga

memperbesar volume thoraks ketika diafragma rileks maka

memperkecil volume rongga thoraks (Asih, 2016).

Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang

berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam

bernafas adalah sebagai berikut:

1) Intercostalis ekstermus (antar iga luar) yang mengangkat masing-

masing iga.

2) Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).

3) Skalemus yang mengangkat 2 iga teratas.

4) Intercostalis intermus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.

5) Otot perut yang menarik iga kebawah sekaligus membuat isi perut

mendorong diafragma ke atas.

6) Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih

tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja

mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding thoraks

berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume thoraks

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat

kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat

sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus

mengangkat iga-iga (Price, 2015).

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan


pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot

interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung

diafragma naik ke atas ke dalam rongga thoraks, menyebabkan

volume thoraks berkurang. Pengurangan volume thoraks ini

meningkatkan tekanan intrapluera maupun tekanan intraplumonal.

Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,

sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan

tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,

2015).

Tahap kedua proses pernafasan mencakup proses difusi

gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya

kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini

adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan

parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya

sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai

dialveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan

sampai sekitar 103 mmHg. Tekana penurunan parsial ini terjadi

berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan dalam

udara ruangan sepi anatomik saluran udara dan dengan uap air.

Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang

jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam

alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir

(Price, 2015).

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan

keseimbangan oksigen dikapiler darah paru-paru dan alveolus

berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama


0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal

memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit

misal; fibrosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat

sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu

berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi

dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai

faktor utama.

3. Etiologi

Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru

belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang

bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya

faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan

diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :

a. Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang

berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok

mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah

diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada

perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok

yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya

berhenti merokok.

b. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan

antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh

orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang- orang yang

tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat

kanker paru meningkat dua kali.


c. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi

udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok

kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di

daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik

juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada

masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan

berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian

dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang

lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan

mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.

Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan

pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.

d. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos,

uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil

klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara

pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar

daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak

dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga

merokok.

e. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi

terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya

risiko terkena kanker paru.

f. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru

berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan

genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen

dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan

onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan

gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).

g. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik

juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru

obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena

kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Price dan Wilson,

2016)

4. Faktor Resiko

Hingga saat ini belum ada metode skrining yang sesuai bagi kanker

paru secara umum. Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk

deteksi kanker paru terbatas pada kelompok pasien risiko tinggi. Kelompok

pasien dengan risiko tinggi mencakup pasien usia > 40 tahun dengan

riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15

tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat merokok

≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya. Faktor risiko

kanker paru lainnya adalah pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan

kimia karsinogenik, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien, dan

riwayat penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru. Pada pasien berisiko

tinggi, dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang mendukung

kecurigaan adanya keganasan pada paru-paru, dapat dilakukan pemeriksaan

low-dose CT scan untuk skrining kanker paru setiap tahun, selama 3 tahun,

namun tidak dilakukan pada pasien dengan komorbiditas berat lainnya.

Pemeriksaan ini dapat mengurangi mortalitas akibat kanker paru hingga

20%.
5. Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan

karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan

metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila lesi perifer yang disebabkan

oleh metaplasia, hyperplasia dan dysplasia menembus ruang pleura, biasa

timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus

vertebrae. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus

yang terbesar. Lesi menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan

diiikuti dengan supurasi dibagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat

berupa batuk, hemoptysis, dyspneu, demam, dan dingin. Wheezing

unilateral dapat terdengar pada saat auskultasi. Pada stadium lanjut,

penurunan berat badan dan biasanya menunjukan adanya metastase,

khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-struktur

terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus, pericardium, otak, dan

tulang rangka.
6. WOC

-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak


terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru

Nyeri Peningkatan Sekresi Kerusakan membran alveoli


mukus

Gangguan pertukaran gas

Batuk
Penurunan ekspansi paru

Sesak nafas

Bersihan jalan nafas tidak Pola nafas tidak


efektif efektif

Malaise

Intoleran aktivitas

Sumber : Arif Muttaqin (2018: 204).


7. Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-

gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium

lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :

a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :

1) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

2) Hemoptisis

3) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas

4) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

5) Ateletaksis

b. Invasi lokal :

1) Nyeri dada

2) Dyspnea karena efusi pleura

3) Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia

4) Sindrom vena cava superior

5) Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

6) Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan sar

simpatis servikalis

c. Gejala Penyakit Mestasis :

1) Pada otak, tulang, hati, adrenal

2) Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai

mestasis)

3) Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dan gejala :

4) Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

5) Hematologi : leukositosis. Anemia, hiperkoagulasi

6) Hipertrofi osteoartropati
7) Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

8) Neuromiopati

9) Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)

10) Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh

11) Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

12) Asimtomatik dengan kelainan radiologis

13) Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi

secara radiologis

14) Kelainan berupa nodul soliter (Zulkifli, 2017)

8. Pemeriksaan Diagnostik

Dalam menentukan diagnosis suatu penyakit paru, dikenal berbagai

macam cara pemeriksaan, yaitu:

a. Anamnesis umum maupun khusus paru

b. Pemeriksaaan jasmani secara umum dan khusus paru

c. Bakteriologi dari sputum atau sekrit bronkus/ cucian bronkus yang

diperoleh dengan bronkoskopi

d. Bronkoskopi

e. Patologi-anatomi/ sitologi dari specimen yang dicurigai

f. Pemeriksaan darah rutin

g. Analisa gas darah

h. Faal paru

i. Radiologi

j. Imunologi

k. Berbagai pemeriksaan mutahir yaitu CT Scan, PCR, dll.).


9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis, dan tujuan pengobatan kanker paru dapat berupa:

a. Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan

hidup pasien.

b. Paliatif

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c. Rawat rumah (hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak

fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

d. Suportif

Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian

nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan

antiinfeksi.

Penatalaksanaan medis terdiri dari:

a. Pembedahan

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,

untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara

mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak

terkena kanker.

b. Kemoterapi

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,

untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan

metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

c. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil

yang tidak bisadioperasi. Terapi radikal sesuai penyakit yang bersifat

lokaldan hanya menyembuhkan sedikit.


d. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri

lokal.

e. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau pengunaan stent

dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit

endobronkial yang singkat.

f. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan

dipsnea. Steroid dapat membantu mengurangi gejala nonspesifik dan

memperbaiki selera makan.

g. Penatalaksanaan Perawat:

1) Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya.

2) Dalam tindakan psikologi kurangi ansietas dengan memberikan

informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang

dilakukan untuk mengatasi kondisi dan respon terhadap pengobatan.

B. Konsep Dasar Bronkoskopi

1. Pengertian.

Bronkoskopi adalah prosedur kesehatan yang dilakukan dengan

memasukkan alat bernama bronkoskop melalui tenggorokan, laring,

trakea ke dalam bronkus untuk melihat bagian toraks (dada). Tindakan

ini dapat dilakukan untuk mendiagnosis dan mengobati suatu penyakit

serta mengambil sampel jaringan atau mukus melalui tindakan yang

disebut biopsi.
Bronkoskop dimasukkan melalui mulut atau hidung. Alat ini dilengkapi

dengan cahaya untuk menerangi jalan masuk, menunjukkan bronkus

paru-paru, dan memperjelas gambar yang terlihat. Bronkoskop juga

dilengkapi dengan kamera yang mengambil gambar organ tubuh, yang

nantinya digunakan untuk evaluasi. Ada dua jenis bronkoskop yang

digunakan untuk bronkoskopi: kaku atau lentur. Bronkoskop yang lentur

akan menyebabkan sedikit atau tidak ada ketidaknyamanan. Pasien dapat

menjalani bronkoskopi dengan hanya sedikit obat penenang atau bius

lokal. Sedangkan bronkoskop yang kaku membutuhkan bius total.

Namun, bronkoskop yang kaku dibutuhkan ketika pasien mengalami

batuk yang disertai banyak darah. (Diane M, 2019).

2. Indikasi

Bronkoskopi disarankan bagi pasien yang memiliki gangguan paru-

paru yang tak kunjung hilang, seperti peradangan tabung bronkus, batuk

kronis, atau kesulitan bernapas. Bronkoskopi dapat dilakukan setelah

pemeriksaan paru-paru lainnya, seperti sinar X atau pemeriksaan fisik,

memberikan hasil yang tidak normal atau mencurigakan. Saat ini, beberapa

rumah sakit menggunakan sinar laser dan bronkoskop untuk

menghancurkan tumor.

Bronkoskopi juga dapat dilakukan untuk menghancurkan tumor

atau mengambil sampel jaringan untuk biopsi, yang dapat menunjukkan

apakah masa atau sel di jaringan bersifat jinak atau ganas (kanker). Pada

kasus di mana ada benda asing di saluran udara, bronkoskopi dapat

digunakan untuk mengetahui letak benda asing tersebut sehingga dapat

diangkat dengan mudah.

Bronkoskopi juga dibutuhkan ketika paru-paru pasien telah berhenti


bekerja, sebuah kondisi yang dikenal sebagai pneumotoraks. Pneumotoraks

terjadi ketika udara yang keluar dari paru-paru berkumpul di sekitar paru-

paru dan memberikan tekanan yang besar. Hal ini dapat menyebabkan

penyempitan rongga paru-paru, sehingga pasien mengalami kesulitan

bernapas.

Gangguan berupa kesulitan bernapas juga dapat membutuhkan

bronkoskopi, terutama apabila pernapasan sangat sulit dilakukan atau

terlalu nyaring (misalnya, apnea tidur obstruktif).

Setelah bronkoskopi selesai, pasien dapat diminta tinggal di ruang

pengawasan setidaknya selama satu jam atau sampai obat-obatan, seperti

obat bius, telah hilang pengaruhnya. Kemudian, pasien akan disarankan

untuk tidak minum dan melakukan kegiatan yang berat selama 24-48 jam

berikutnya.

3. Cara Kerja Bronkoskopi

Pasien yang telah dijadwalkan menjalani bronkoskopi harus

melakukan puasa setelah tengah malam, kecuali mereka harus

mengonsumsi obat-obatan yang harus diminum. Terkadang dokter akan

menyarankan pasien untuk berhenti mengonsumsi obat-obatan mulai

beberapa hari sebelum bronkoskopi.

Langkah pertama tindakan ini bergantung pada jenis bronkoskop

yang digunakan. Kedua jenis bronkoskopi akan membutuhkan infus

(kateter yang dimasukkan ke pembuluh darah) untuk memberikan obat-

obatan, seperti obat bius, untuk kenyamanan pasien. Apabila menggunakan

bronkoskop yang kaku, selama tindakan harus ada ahli obat bius untuk

melakukan pengawasan.

Karena tindakan ini dapat menghambat proses pernapasan, pasien


akan dihubungkan dengan sebuah alat yang mengawasi tanda vital tubuh,

seperti detak jantung dan tekanan darah. Oksigen dapat diberikan ke pasien

melalui hidung atau mulut dengan menggunakan tabung atau kanula

(tabung kecil yang lentur).

Obat bius lokal akan diberikan di bagian belakang tenggorokan dan

hidung, yang akan dilewati oleh bronkoskop. Kemudian, bronkoskop akan

dimasukkan melalui mulut atau hidung, melewati pita suara, saluran udara,

dan paru-paru.

Setelah itu, kamera akan mulai mengambil gambar. Dokter

spesialis juga dapat memilih untuk melakukan aspirasi jarum atau biopsi

dengan forcep (alat penjepit) untuk mengambil sampel jaringan, cairan,

atau mukus.

4. Komplikasi

Walaupun dapat menyebabkan sedikit ketidaknyamanan bagi

pasien, namun secara umum bronkoskopi adalah tindakan yang sangat

aman. Setelah bronkoskopi selesai, ada kemungkinan pasien mengalami

pendarahan ringan sampai 2 hari. Suara pasien dapat terdengar serak dan

tenggorokan dapat terkena radang akibat pemasukan tabung. Namun,

semua hal tersebut akan berhenti setelah beberapa hari dan dapat diobati

oleh ahli paru-paru dengan mudah. Risiko dan komplikasi yang lebih serius

adalah berkurangnya kadar oksigen, cedera pada pita suara, kerobekan

paru-paru, dan pendarahan yang parah. (Price, 2015)


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

a. Pengkajian
Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, No. MR,
sumber informasi dan diagnosa medis.
b. Pengkajian ABCDE
1) Airway
1) Terdapat secret dijalan nafas (sumbatan jalan nafas)
2) Bunyi nafas krekels, rochi, dan wheezing
2) Breathing
a) Distress pernapasan cuping hidung, takhipnea/ bradipne
b) Mengunakan otot pernapasan
c) Kesulitan bernapas: sianosis
d) Pernapasan memakai alat bantu nafas
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi
b) Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan metal (ansietas)
4) Disability
5) Exposure
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi
a) Keluhan utama
b) Keluhan pada saat pengkajian
Pada saat pengkajian klien dengan gagal nafas terdengar suara
tambahan, adanaya retraksi dada, penurunan kesadaran,sianosis, takikardi,
gelisah dll.
d. Riwayat kesehatan lalu
Pada klien dengan gagal nafas mengalami penyakit yang emnyangkut tentang
system pernafasan misalnya asma, infeksi pada paru dll.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan
pasien atau penyakit yang menyakut denagn system pernapasan.
Genogram merupakan silsilah keluarga yang dikaji keluarga klien dengan
memulai ari 3 generasi sebelumnya. Pada genogram biasanya terlihat riwayat
penyakit yang sama.
f. Pemeriksaan fisik

Perlu dikaji :
1) Keadaan umum : lemah dan pucat
2) Kesadaran : composmentis/ kesadaran menurun
3) Tanda tanda vital :
a) Tekanan darah : normal/ menurun (kurang dari 90-100)
b) Denyut nadi : normal. Meningkat (100x-120x/menit)
c) Suhu : norma/ meningkat
d) Pernapasan :28-34x/ menit
4) Kepala
Dikaji :
Inspeksi :Keadaan rambut dan hygiene kepala
a) Warna rambut : biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Penyebaran : biasanya tidak ditemukan kelainan
c) Mudah rontok : biasanya tidak ditemukan kelainan
d) Kebersihan rambut : biasanya tidak ditemukan masalah
Palpasi
a) Benjolan : biasanya tidak ditemukan.
b) Nyeri tekan : biasanya tidak ada
c) Tekstur rambut : biasanya tidak ada masalah.
5) Muka
Inspeksi
a) Simetris/ tidak : biasanya simetris
b) Bentuk wajah : biasanay tidak ditemukan masalah
c) Gerakan abnormal : biasanya tidak ada
Palpasi
a) Nyeri tekan : biasanya tidak ada
b) Data lain : yang perlu dikaji
6) Mata
Inspeksi
a) Pelpebra : biasanya edema ditemukan, tidak ada peradangan
b) Sklera : pada stadium lanjut bisa terjadi ikterik
c) Conjunctiva : bisa anemis dan bisa tidak
d) Pupil : padaa keadaan sadar bisa isokor
Reflek pupil terhadap cahaya : +/+
e) Posisi mata : simetris kiri dan kanan
f) Gerakan bola mata : biasanay simetris
g) Keadaan bulu mata : biasanya baik
h) Keadaan visus mata : biasanya baik
i) Penglihatan : biasanya baik
7) Hidung dan sinus
Inspeksi
a) Posisi hidung : biasanya lurus
b) Bentuk hidung : biasanya simetris
c) Keadaan septum : biasanya baik
d) Sekret/ cairan : biasanya tidak ada
8) Telinga
Inspeksi
a) Posisi telinga : biasanya simetris kiri dan kanan
b) Ukuran / bentuk telinga : simetris
c) Aurikel :
d) Lubang telinga : bersih
e) Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
a) Nyeri tekan : bisanya tidak ada
b) Pemeriksaan uji pendengaran
Rinne : biasanya baik
Weber : biasanya baik
Swabach : biasanya baik
Pemeriksaan vestibuler : biasanya baik
9) Mulut
Inspeksi
a) Gigi
Keadaan gigi : biasanya baik
Karang gigi : biasanya tidak ada
Pemakaian gigi palsu : biasanya tidak ada
b) Gusi
Merah/ radang/ tidak : biasanya tidak ada
Lidah : biasanya tidak ada masalah
Bibir
c) Cianosis : biasanya pucat
d) Basah/ kering/ pecah : biasanya kering
e) Mulut berbau/ tidak : biasanya sedikit berbau
f) Kemampuan berbicara : tergantung tumbuh kembang
10) Tenggorokan
a) Warna mukosa : biasanya kemerahan
b) Nyeri tekan : tidak ada
c) Nyeri menelan : tidak ada
11) Leher
a) Inspeksi
Kelenjar tiroid : biasanya tidak ada pembesaran
b) Palpasi
c) Kalenjar tiroid : biasanya tidak teraba
d) Kaku kuduk : biasanya tidak ada
Kalenjar limfe : tidak ada pembesaran
12) Thorax dan pernafasan
a) Inspeksi
Bentuk dada : biasanya simetris kiri dan kanan
Irama pernafasan : biasanya sinus
Tipe pernafasan : biasanya vesikuler
b) Palpasi
Vokal fremitus : biasanya sama kiri dan kanan
Massa/ nyeri : tidak ada teraba massa
c) Auskultasi
Suara nafas : bisa vesikuler
Suara tambahan : ada
d) Perkusi :Tympani
13) Jantung
1) Palpasi
Ictus cordis : tidak terlihat
Perkusi : RIC II LMCS VI
Pembesaran jantung : tidak ada
2) Auskultasi
BJ I : Bisa ditemukan masalah
BJ II : Bisa ditemukan masalah
BJ III : Bisa ditemukan masalah
Bunyi jantung tambahan :Bisa ditemukan masalah
14) Abdomen
1) Inspeksi
Membuncit : biasanya tampak membuncit Ada luka
: biasanya tidak ada
Palpasi : biasanya ada nyeri tekan
Hepar : pada klien GGK bisa teraba
Lien : pada klien GGK bisa teraba
Nyeri tekan : biasanya ada
2) Auskultasi
Peristaltik : biasanya tidak dalam batas normal > 20
x/i
3) Perkusi : Tympani dan bisa redup
15) Genetalia dan anus : Biasanya tidak ada kelainan dan klien
kebanyakan terpasang kateter
16) Ekstremitas :
1) Ekstremitas atas
Motorik
Perrgerakan kanan dan kiri : Biasanya ada
Pergerakan abnormal : biasanya tidak ada
Kekuatan otot kanan dan kiri : biasanya ditemukan kelainan
Tonus otot kanan / kiri : biasanya terjadi hambatan
Koordinasi gerak : biasanya terjadi hambatan
Reflek
Biceps kanan / kiri :biasanya terjadi hambatan
Triceps kanan / kiri : biasanya terjadi hambatan
Sensori
Nyeri : biasanya tidak ada
Rangsang suhu : bisa deman
Rasa raba :Ekstremitas bawah
motorik
Gaya berjalan : klien mampu berjalan
Kekuatan otot kanan / kiri : tidak ada masalah
Tonus otot kanan/ kiri :tidak ada masalaah
Refleks
KPR kanan / kiri : tidak ada masalah
APR kanan / kiri :tidak ada masalah
Babinsky kanan / kiri :tidak ada masalah
Sensori
Nyeri :tidak ada masalah
Rangsang suhu : tidak ada masalah
Rasa raba : tidak ada
g. Laboratorium
1) Hb : dibawah 12gr %
2) Analisa gas darah:
Ph dibawah 7,35 atau di atas 7,45
paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
pCO2 dibawah 35 atau di atas 45 mmHg
BE dibawah -2 atau diatas +2
Saturasi oksigen kurang dari 90%
h. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas:
spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas
buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa
oksigen darah.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory: tirah baring atau
imobilisasi, kelemahan menyeluruh, ketidak seimbangan suplai O2 dengan
kebutuhan.
i. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil dan Tujuan Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1 Bersihan jalan napas tidak 1. Status pernapasan: kepatenan jalan 1. Manajemen Jalan Napas
efektif napas. a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Definisi: Ketidakmampuan a. Frekuensi pernafasan (5) tidak ada usaha napas)
membersihkan sekresi atau deviasi dari kisaran normal. b. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
obstruksi dari saluran napas untuk b. Irama pernafasan (5) tidak ada deviasi gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
mempertahankan bersihan jalan dari kisaran normal. c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
nafas. c. Kedalaman inspirasi(5) tidak ada d. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Batasan Karakteristik: deviasi dari kisaran normal. head tilt dan chin lift (jaw thrust) jika
1. Batuk yang tidak efektif d. Kemampuan untuk mengeluarkan curiga trauma servikal
2. Dispnea secret (5) tidak ada deviasi dari kisaran e. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Gelisah normal. f. Berikan minum hangat
4. Kesulitan verbalisasi e. Suara nafas tambahan (5) tidak ada. g. Lakukan fisioterapi dada
5. Mata terbuka lebar f. Pernafasan cuping hidung (5) tidak h. Lakukan penghisapan lender kurang dari
6. Ortopnea ada. 15 detik
7. Penurunan bunyi nafas g. Penggunaan otot bantu nafas (5) tidak i. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
8. Perubahan frekuensi nafas ada. penghisapan endotrakeal
9. Perubahan pola nafas h. Batuk (5) tidak ada. j. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
10. Sianosis forsep Mcgill
11. Sputum dalam jumlah yang k. Berikan oksigen
berlebih l. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika
12. Suara napas tambahan tidak kontraindikasi
13. Tidak ada batuk m. Ajarkan teknik batuk efektif
Faktor yang berhubungan n. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Lingkungan ekspektoran, mukolitik
1. Perokok 2. Latihan Batuk Efektif
2. Perokok pasif a. Identifikasi kemampuan batuk
3. Terpajan asap b. Monitor adanya retensi sputum
Obstruksi jalan nafas c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
1. Adanya jalan napas napas
buatan d. Monitor input dan output cairan (mis. jumlah
2. Benda asing dalam jalan dan karakteristik)
napas e. Atur posisi semi fowler atau fowler
3. Eksudat dalam alveoli f. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
4. Hyperplasia pada dinding pasien
bronkus g. Buang secret pada tempat sputum
5. Mucus berlebih h. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
6. Penyakit paru obstruktif i. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
kronis selama 4 detik ditahan selama 2 detik
7. Sekresi yang tertahan kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
8. Spasme jalan napas mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
j. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
Fisiologi hingga 3 kali
1. Asma k. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
2. Disfungsi neuromuscular tarik napas dalam yang ke-3
3. Infeksi l. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
Jalan napas alergik ekspektoran, jika perlu
3. Terapi Oksigen
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodic dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis
oksimetri, analisa gas darah)
e. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
dan atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
j. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
k. Pertahankan kepatenan jalan napas
l. Siapkan danatur peralatan pemberian oksigen
m. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
n. Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
o. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
p. Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
q. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
r. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan atau tidur
2 Pola nafas tidak efektif Respirasi : Manajemen jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... 1. Observasi
Penyebab jam, maka pola nafas tidak efektif menigkat - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
- Depresi pusat pernapasan dengan kriteria hasil : usaha nafas)
- Hambatan upaya napas - Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Deformitas dinding dada - Dispnea menurun Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi)
- Deformitas tulang dada - Pemanjangan fase ekspirasi menurun 2. Terapeutik
- Gangguan neuromuscular - Frekuensi nafas membaik - Posisikan semi fowler
- Gangguan neurologis - Kedalaman nafas membaik - Berikan minuman hangat
- Penurunan energy - Berikan oksigen
- Obesitas 3. Edukasi
- Posisi tubuh yang - Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika
menghambat ekspansi tidak kontraindikasi
paru - Ajarkan teknik batuk efektif
- Sindrom hipoventilasi 4. Kolaborasi
- Kerusakan inervasi - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
diafragma ekspektoran, mukolitik, jika perlu
- Cedera pada medulla Pemantauan respirasi
spinalis 1. Observasi
- Efek agen farmakologis - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
- Kecemasan upaya nafas
- - Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
Gejala dan tanda mayor takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
Subjektif stokes, ataksisk)
- Dyspnea - Monitor saturasi oksigen
Objektif - Auskultasi bunyi nafas
- Penggunaan otot bantu - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
pernafasan - Monitor nilai AGD
- Fase ekspirasi memanjang - Monitor hasil x-ray thoraks
- Pola nafas abnormal 2. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Gejala dan tanda minor kondisi pasien
Sujektif - Dokumentasikan hasil pemantauan
- Ortopnea 3. Edukasi
Objektif - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Pernafasan pursed lips - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
- Pernapasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior
posterior meningkat
- Ventilasi semenit
menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait


- Depresi system saraf pusat
- Cedera kepala
- Trauma thoraks
- Gullian bare syndrome
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
- Stroke
- Kuadriplegia
Intoksikasi alcohol
3 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Meningkat (L.05047) Manajemen Energi (I. 05178)

Faktor Penyebab Observasi


- Ketidak seimbangan antara 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan mengakibatkan kelelahan
oksigen 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Tirah baring 3. Monitor pola dan jam tidur
- Kelemahan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
- Imobilitas selama melakukan aktivitas
- Gaya hidup monoton Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

B. Terapi Aktivitas (I.05186)


Observasi
1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi
dalam aktivotas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
Bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respon emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi danrentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.
Ambulansi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implicit dan emosional (mis.
Kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. Vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika
perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai
tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-
hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
j. Impelemntasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus

berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan

keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi.

Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana keperawatan

untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam

periode yang singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi,

dan menemukan perubahan sistem tubuh.

k. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi

adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).

Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan

Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana

tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan

cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan

lainnya.

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai

tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,

2012). Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :

1. Evaluasi formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang


dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif

(data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan

perencanaan.

2. Evaluasi sumatif (hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan

menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.

Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan

wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga

terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan,

yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. 2018. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes
RI.
Dinas Kesehatan RI. 2018. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar.
Jakarta: Dinkes RI.
Griffith–Kenney, J.W. & Christensen, P.J. 1986. Nursing Process : Application of Theories,
Frameworks and Model. St. Louis : The. C.V. Mosby Company.
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Pengendalian Infeksi SaluranPernapasan Akut. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI .
LeMone, P., Burke, M.K., dan Bauldoff. G. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Vol 4. Ed Ke-5. Jakarta: EGC.
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni Pada Anak Orang Dewasa,
Usia Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Muttaqin, Arif. 2018. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI Tahun 2013.
Robinson & Saputra. 2014. Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah). Jilid 1. Jakarta:
Binarupa Aksara Publisher.

Anda mungkin juga menyukai