Analisa Teoritis Hubungan
Analisa Teoritis Hubungan
Analisa Teoritis Hubungan
PENELITIAN MANDIRI
Nama Peneliti :
Kata kunci :
Indek tulangan global, PPR, komposit,Stress range, tulangan non
pratekan
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penelitian
Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ............................................................................................ i
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR NOTASI .............................................................................. vi
iii
BAB V PENUTUP .......................................................................... 38
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR NOTASI
vi
εs = reganagan baja non pratekan pada setiap level
pembebanan
εy = regangan leleh baja non pratekan
fy = teganagan leleh baja non pratekan
fsu = tegangan ultimit baja non pratekan
vii
BAB I
PENDAHULUAN
plat cor setempat telah banyak dipergunakan dalam praktek. Pada umumnya
desain balok beton pratekan komposit didasarkan pada analisa elastis dimana
dari beban hidup spesifik. Menyadari bahwa tidak sepenuhnya penampang beton
retak dimana retak menjadi lebih tersebar dengan lebar dan kedalaman retak
Rasio Pratekanan Parsial (PPR) dan indek tulangan global (ϖ) dimana besarnya
beban. Adanya perubahan tegangan ini tentu akan berkaitan langsung dengan
1
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam kajian ini akan dilakukan analisis
teoritis perilaku lentur suatu model balok beton pratekan parsial komposit
difokuskan pada Rasio Pratekanan Parsial (PPR) dan indek tulangan global (ϖ)
dimana kedua variabel ini berhubungan langsung dengan tulangan non pratekan.
akibat beban kerja, dapat diperkirakan rasio yang baik untuk dipergunakan
gaya pratekan pada balok. Retak dapat membuka sampai pada tingkat tertentu
dari beban penuh dan akan menutup kembali setelah beban tidak bekerja. Pada
dipengaruhi oleh fluktuasi tegangan akibat perbahan gaya pratekan oleh beban
yang bekerja [10]. Adanya tulangan non pratekan juga berkontribusi dalam
adalah :
Berapakah batasan rasio pratekan parsial (PPR=0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0)
dan indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21) suatu balok
komposit beton pratekan parsial agar memenuhi batas layan yang ditunjukkan
2
1.3. Tujuan Penelitian
Rasio Pratekan Parsial rasio pratekan parsial (PPR=0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0) dan
indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21) dalam
hubungannya dengan nilai stress range tulangan non pratekan suatu balok
Melalui kajian ini diharapkan dapat diketahui hubungan PPR dan ϖ yang
3. Batas layan ditetapkan ketika terjadi dekompresi pada serat bawah balok
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ketentuan :
penopang.
4. Interaksi antara balok pracetak dengan plat cor setempat harus memadai.
4
Sedangkan untuk penampang retak, ditentukan asumsi tambahan sebagai
berikut :
Perjanjian tanda :
5. Mpmen positip adalah momen yang menyebkan tarik pada serat bawah
Pada gambar terebut regangan serat atas flens, regangan bawah flens, regangan
puncak pracetak, curvature dan ϕp serta garis netral (c) diperlihatkan pada arah
positip.
5
b2
b1 ds6
7
6 hf2
4,5
3 hf1
As3
ds3
h h3 bw dp ds1
Aps
2
(a) 1 (b) As1
0
b3
b2
b1 b2
hf2 hf2
hf1
(c) (d)
bw b1
(-) (+)
(a) (b) (c)
6
2.1.3 Analisa Balok Pracetak
curvature pada serat atas balok pracetak sebelum aksi komposit (ε4i, Фpi). Selain
itu, juga untuk menghitung tegangan dalam baja pratekan pada saat terjadi
Aps
2
As1 1
0
b3
(a) (b)
Gambar 2.3 Diagram regangan balok pracetak
(a) Sebelum pengecoran plat
(b) Setelah pengecoran plat
Sebelum menghitung fpo, ε4i, Фpi, terlebih dahulu dihitung tinggi garis
netral dan regangan dalam penampang pracetak akibat gaya pratekan efektif
dan berat sendiri balok pracetak yang dinyatakan oleh c’’, ε4i’’ dan Фpi’’.
, ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) -
-[ ( ) ( ) ( ) ] Фpi’’
- (2.1)
7
Kesetimbangan momen terhadap serat atas balok pracetak adalah :
[ ( ) ( ) ( ) ]
- [ ( ) ( ) ( ) ]
- (2.2)
Bila :
A* = ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.3)
S* = ( ) ( ) ( ) (2.4)
I* = ( ) ( ) ( ) (2.5)
Q1’’ = (2.6)
Q2’’ = (2.7)
ε4 ’’ = Фp’’ . c (2.8)
Manipulasi persamaan 1-8 memberikan solusi untuk c, ε4’’ dan Фp’’ yaitu :
c’’ = (2.9)
ε4’’ = (2.10)
Фp’’ = (2.11)
8
Setelah fpo diketahui, ε4i dan Фpi ditentukan dari analisa balok pracetak
yang dipengaruhi oleh gaya pratekan dan momen Mp. Harga Mp tergantung
memasukkan berat cor setempat dan elemen-elemen lain pada saat pengecoran
plat.
c= (2.13)
ε4i = (2.14)
Фpi = (2.15)
Dimana :
Q1* = (2.16)
Q2* = (2.17)
9
2.1.4 Analisa Penampang Komposit
b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi
c
h h3 bw dp ds1
Aps F+Mp MC
2
As1 1
0
εpo
b3
Gambar 2.4 Diagram regangan penampang belum retak
dimana fps adalah tegangan dalam tendon pada saat bekerjanya momen Mc.
ε 4 - Фp c = 0 atau Фp = (2.18)
10
Kesetimbangan gaya-gaya dalam penampang memberikan :
[ ( ) ( ) ( ) ] ϕp
+ [( ) ]
+ [( ) ] (2.21)
[ ( ) ( ) ( ) ]
-[ ( ) ( ) ( ) ]
- [( ) ]
- [( ) ] (2.22)
diketahui yaitu ε4, ε5, Фp, ΔФp, dan c. Sedangkan variabel yang lain yaitu fpo, ε4i,
dan Фpi sudah ditentukan terlebih dahulu dari analisa balok pracetak (non
komposit).
11
,( ) ( ) -
C = (2.23)
,( ) ( ) -
ε4 = (2.24)
,( ) -
dimana :
I=[ ( ) ( ) ( ) ]
S=[ ( ) ( ) ( ) ]
G1 = [( ) ] (2.28)
G2 = [( ) ] (2.29)
G3 =- [( ) ] (2.30)
Q1 = + G4 (2.33)
Q2 = (2.34)
I dan S adalah momen inersia transformasi dan momen area terhadap serat atas
12
Distribusi dan tegangan dalam baja dan beton pada level tertentu dapat
a. Momen Dekompresi
b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3 ϕpi
ds3
h h3 bw dp ds1 C=h
Aps F+Mp MC
2
As1 1
0
εpo
b3
13
Momen dekompresi didefinisikan sebagai momen yang menyebabkan
tegangan pada serat bawah balok sama dengan nol (fco=0). Momen dekompresi
dapat dihitung dengan menetapkan nilai c dalam persamaan 2.18 – 2.20 sama
sebagai berikut :
*( ) ( )+
Q2dc = Q1 (2.43)
*( ) ( ) +
b. Momen Retak
Retak diasumsikan terjadi ketika tegangan beton pada serat terluar balok
b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi
c
h h3 bw dp ds1
Aps F+Mp MC
2 εpo
As1 1
0
εct=fr/Ecp
b3
14
Momen retak dapat dihitung dari persamaan 2.18, 2.23, 2.24, dan
atau ( ) (2.46)
Dimana :
Dengan menggunakan Pers. 2.46, 2.23, 2.24, 2.33, 2.34 momen retak
[( )( ) ( ) ] ,( ) ( )-
Q2cr = (2.47)
,( ) ( ) -
kecil dari penampang tidak retak. Retak akan membuka setiap momen yang
3. Retak tidak merambat sampai plat cor setempat pada saat beban layan.
15
b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi
c
h h3 bw dp ds1
Aps εpo
2 F+Mp MC
As1 1
0
b3
- [ ( ) ]
+ [( ) ]
+ [( ) ] (2.49)
[ ( ) ]
-[ ( ) ]
- [( ) ]
- [( ) ] (2.50)
16
Dari kompatibilitas regangan serta asumsi bahwa distribusi regangan
belum diketahui yaitu ε4, ε5, Φp, ΔΦ, dan c. Sedangkan variabel yang lain yaitu
fpo, ε4i, dan Φpi harus ditentukan terlebih dahulu dari analisa balok pracetak (non
komposit).
solusi untuk ε4, ε5, Φp, ΔΦ, dan c dalam sebuah persamaan kubik dimana hanya
,( ) ( ) - ( ) ( )
(2.51) (2.52)
0 ( ) 1
Dimana :
I3= ( ) (2.53)
S3 = ( ) (2.54)
A3= ( ) ( ) ( ) (2.55)
17
Tingggi garis netral c dapat ditentukan dengan menyelesaikan
persamaan kubik (Pers 2.51) dengan terlebih dahulu menghitung koefisien G1-
G5, Q1, Q2, I3, S3, A3. Penyelesaian persamaan ini dapat dilakukan dengan cara
variabel ε4, ε5, Φp, dan ΔΦ, dapat ditentukan dengan menggunakan Pers.(2.52),
balok pracetak yang berbentuk peregi dengan lebar badan b1, solusinya
sebagai berikut :
1. Tendon terekat sempurna dengan beton. Perubahan regangan pada baja dan
beton adalah sama serta terdistribusi secara linier sepanjang tinggi balok.
3. Gaya tarik dan tekan yang bekerja pada penampang harus dalam
keseimbangan.
4. Momen batas (ultimate moment) tercapai bila regangan pada beton tertekan
mencapai 0,003 atau regangan baja tarik mencapai 0,01 dihitung setelah
dekompresi.
18
Berkaitan dengan butir (2), untuk kepentingan analisis teoritis, digunakan
kurva tegangan regangan beton dan baja berdasarkan perumusan yang ada
dalam literatur.
Idialisasi Pipovics
(2.56)
, - , -
Dimana :
persamaan yang diusulkan Pupovics tersebut kurang curam untuk beton mutu
(2.57)
, - , -
Collind dan Porasz, Collind dan Mitchell menyarankan untuk εc / εc’ > 1 :
19
k = 0,67 + satuan Mpa (2.58)
Regangan pada saat tegangan maksimum εc’ dapat dihitung dari persamaan :
εc ’ = (2.60)
fp
fpu D
fpc C
fpb
B
A εpu εp
εpb εpc
Daerah AB : εp ≤ εpb
[ ]
fpb = (2.62)
[ ]
20
Daerah CD : εpc < εp ≤ εpu
fpb = [ ][ ] (2.63)
sebagaimana yang diusulkan oleh Park dan Paulay [8] sebagai berikut :
fs
fsu D
fy B C
A εs
εy εsh εsu
Daerah AB : εs < εy
fs = Es . εs (2.64)
fs = fy (2.65)
( ) ( )( )
fs = fy 0 1 (2.66)
( ) ( )
( )
Q= (2.67)
21
2.2.4. Hubungan Momen Curvature Penampang Belum Retak
penampang belum retak adalah sesuai dengan studi yang dilakukan oleh
Naaman dan Rajeh Z Al-Zaid [10] sebagaimana dijabarkan dalam sub bab 2.1.
dan baja. Pada keadaan ini curvature dan momen penampang dicari berdasarkan
posisi garis netral pada setiap level pembebanan, yaitu mulai dari beban yang
Studi yang dilakukan oleh Park dan Paulay [8] menunjukkan bahwa ada 3
εcm
Strain εcm < εc εc < εcm < ε2c ε2c < εcm
22
Untuk sembarang nilai regangan beton pada serat tekan maksimum (εcm),
gaya tekan beton Cc dan titik kerjanya dinyatakan dalam parameter dan
Cc = fc’ . b . kd (2.69)
Dimana :
= koefisien jarak gaya tekan yang dihitung dari titik pusat blok tegangan tekan
Nilai dan pada masing-masing blok tegangan tekan dihitung dengan rumus :
∫
=
∫
= (2.70)
∫
dan dihitung berdasarkan setiap perubahan regangan tekan beton (εc) dan
tegangan beton (fc) pada masing-masing blok tegangan tekan betonnya. Bila
nilai dan sudah diketahui, maka besarnya gaya tekan beton Cc dan momen
23
2.2.7. Blok Tegangan Beton Penampang Komposit
regangan pada bidang kontak menjadi tidak kontinyu. Metode umum yang
sebagai berikut :
pada serat tekan terluar (ε7) dan posisi garis netral (c’ dan c) pada setiap level
Kompatibilitas regangan :
ε4 = ε4i + ε5 ϕp = ϕpi + Δϕ
X = c=
24
ϕpi dan ε4i dihitung dalam analisa balok pracetak.
Koefisien 1, 1 dan 2, 2 masing-masing dapat dihitung dari Pers.(2.71) dan
(2.72) sbb :
∫ ∫
1 = 1 = 1 – (2.71)
( ) ∫
∫ ∫
2 = 2 = 1 – (2.72)
∫
Dimana :
Momen penampang dihitung dari jumlah momen terhadap serat atas balok
pracetak :
1. Tentukan suatu nilai regangan serat atas plat (ε7) untuk memulai
2. Coba X
25
3. Hitung Δϕ, ε5, ε4, ϕp, c berdasarkan kompatibilitas regangan
Δϕ =
( )
ε5 =
ϕp = ϕpi + Δϕ
ε4 = ε4i + ε5
c =
Bila garis netral jatuh dalam flens atas, berarti peretakan sampai pada
ε7
1.c
Δϕ
hf c'
ε5
26
Koefisien 1, 1 dihitung dengan Persamaan (2.73) dan (2.74).
∫
1 = (2.73)
∫
1 = 1 – (2.74)
∫
∑H = 0
Cc1 + Tp + Ts =0
Dimana :
Tp = Aps . fps
Ts = As . fs
27
BAB III
METODE PENELITIAN
5 (lima) dengan indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21).
Setiap kelompok terdiri dari 4 (empat) balok dengan Rasio Pratekanan Parsial
(PPR) diambil = 0.2, 0.4, 0.6, 0.8. Dengan demikian jumlah balok secara
seluruh balok dibuat dengan mutu bahan, serta kapasitas penampang yang
No Parameter Keterangan
dibebani dengan beban terpusat pada jarak 2100 mm dari tumpuan dengan
rasio a / d > 2.5 untuk memastikan keruntuhan yang terjadi adalah akibat lentur.
28
3.2. Model Balok Uji
650
100
400
5600 mm 250
400
5600 mm 250
PL/2 PL/2
29
Indek tulangan global (ϖ) dan rasio pratekan parsial (PPR) dihitung dengan
persamaan :
(ϖ) =
. /
PPR =
Tulangan terpasang :
d =
fn = Aps x fps
Tn = As x fy
30
Cn = Fn + Tn
Cn = 0.85 fc’ a b
a = c = a/β1
( )
PPR aktual =
Mu = ϕ Mn ; Hitung Pu
31
BAB IV
dengan tingkat beban kerja maksimum sebesar 0,5 Pn. Beban Nominal (Pn) yaitu
(Mn) dengan ϕ=1 maka Mn=Mu. Dari Tabel 4.1 didapat Mu=147-149 KNm
Balok/PPR
Variabel Persamaan B09P20 B09P40 B09460 B09P80 B09P100
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
G1 (2.28) 1.12E+08 1.12+E08 1.12+E08 1.12+E08 1.04+E08
G2 (2.29) 3.35+E04 3.35+E04 3.35+E04 3.35+E04 3.13+E04
G3 (2.30) -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06
G4 (2.31) 1.27 1.01 0.86 0.33 -0.35
G5 (2.32) -66.17 -54.27 -41.29 -11.72 25.10
Q1 (2.33) 2.64 3.79 4.92 5.67 5.81
Q2dc (2.43) -148.32 -211.97 -272.59 -311.85 -333.70
Mdc (2.44) 6.90 20.29 33.68 49.96 67.14
Q2cr (2.47) 1587.87 1499.26 1410.29 1342.84 1358.80
Mcr (2.48) 77.64 90.01 102.24 117.38 140.99
32
Tabel 4.3. Stress, strain, curvature penampang tengah bentang setelah
retak (tegangan tarik beton fr=0) pada saat beban kerja penuh
Balok/PPR
Variabel Persamaan
B09P20 B09P40 B09P60 B09P80 B09P100
0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Tabel 4.1- 4.3 dapat dilihat bahwa selain kapasitas dirancang sama, juga
tegangan pada serat tekan terluar pada plat cor setempat (fc7) tidak boleh
melampaui tegangan ijin beton sebesar 45%fc’ (9 Mpa) dan tegangan baja
prategang pada saat beban kerja < 0,9 fpu = 1674 Mpa.
Nilai stress range tulangan non pratekan sangat dipengaruhi oleh indek
tulangan dan rasio pratekanan parsial. Pada Tabel 4.4 dan 4.3 diuraikan balok-
balok dengan indek tulangan ϖ = 0.09 – 0.21 dan PPR = 0.2 – 0.8 dibebani
dengan beban sebesar 0.5 Pn (50% beban nominal). Hubungan indek tulangan
33
global dengan stress range tulangan non pratekan, dijabarkan dalam tabel dan
Tabel 4.4. Stress range dalam tulangan non pratekan dengan beban
kerja P=0,5 Pn
PPR=0.2
Batas serviceabilty PPR=0.4
PPR=0.6
PPR=0.8
PL = 0.5 Pn
34
170
130
120
110
100
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Rasio Pratekanan Parsial (PPR)
Gambar 4.3. Hubungan PPR dengan stress range baja non pratekan
(Beban Kerja = 0,5 Pn)
(fc’)
%
Batas serviceabilty
%
35
4.4. Pembahasan
Gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan hubungan indek tulangan global dan
PPR terhadap stress range tulangan non pratekan. Dari grafik tersebut dapat
dilihat bahwa kemampuan daya layan balok hanya terpenuhi apabila rasio
Pratekanan Parsial (PPR) sekurang-kurangnya 0.6 artinya 60% beban disain akan
dibebankan pada baja pratekan, dan 40 % dipikul oleh baja non pratekan.
Seluruh balok dengan PPR < 0.6 nilai tegangan pada baja non prategang
melampaui batas layan (service ability) stress range tulangan non pratekan.
Pratekanan Parsial (PPR) menyebabkan penurunan nilai stress range baja non
pratekan. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa perbedaan indek tulangan global
tidak menyebabkan perbedaan yang berarti pada nilai stress range tulangan non
pratekan. Pada balok beton pratekan parsial yang dirancang dengan PPR yang
sama dengan kapasitas ultimit yang sama, perbedaan nila indek tulangan global
(kekuatan ultimit) menjadi acuan dalam disain balok beton pratekan parsial
yang berkaitan dengan stress range tulangan non pratekan, lebih ditentukan oleh
Dari Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa dengan level beban kerja
maksimum PL =0.50 Pn, indek tulangan global minimum yang diperlukan agar
stress strain pada puncak plat tidak melebihi batas layannya adalah ϖ = 0,16.
36
4.5. PPR Optimum
Balok dengan PPR optimum yang dimaksud disini adalah balok dengan
nilai PPR sebagian besar memenuhi batas layan stress range tulangan
170
Stress Range Baja Non Pratekan (MPa)
PPR=0.2
160 PL=0.5Pn
Batas serviceability PPR=0.4
150
PPR=0.6
140 Batas serviceability PPR=0.8
130
120
PL=0,5Pn
110
100
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Rasio Pratekanan Parsial (PPR)
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa dengan tingkat beban layan sebesar 50 %
beban ultimitnya sebagian besar balok dengan PPR = 0.6 cenderung mendekati
berapapun nilai indek tulangan global maka PPR yang memenuhi batas stress
37
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
tulangan global.
5.2. Saran
level baja prategang pada balok dengan lay out baja prategang yang
pratekan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Menggunakan Fly Ash dan Silica Fume Serta Optimasinya,” Tugas Akhir,
Structure,” Third Edition, John Wiley and Sons Ins, New York.
39
11. Naaman AE,.Siriaksorn,”Analisys and Design of Partially Prestressed to
40