0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
23 tayangan48 halaman

Analisa Teoritis Hubungan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 48

LAPORAN

PENELITIAN MANDIRI

ANALISA TEORITIS HUBUNGAN


INDEK TULANGAN TERHADAP STRESS RANGE
TULANGAN NON PRATEKAN BALOK KOMPOSIT
BETON PRATEKAN PARSIAL

Nama Peneliti :

Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT.


NIP. 19690425199702 1 001

Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Udayana
2018
ABSTRAK

Retak merupakan salah satu indikator yang berhubungan dengan


kemampuan layan struktur beton pratekan selain tegangan. Penggunaan
tulangan non pratekan pada beton pratekan parsial memberi harapan dalam
pengendalian retak. Ada kalanya retak tersebar lebih dipetimbangkan
dibandingkan jumlah yang terbatas namun dengan kedalaman dan lebar
retaknya besar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembatasan stress
range tulangan non pratekan mampu mengendalikan retak agar memenuhi
kriteria daya layan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indek tulangan
global terhadap stress range tulangan non pratekan pada balok beton pratekan
parsial.
Penelitian ini akan mengnalisis balok pratekan parsial dengan 5 (lima)
variasi indek tulangan global yaitu ϖ =0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21 dimana
setiap variasi terdiri atas 4 (empat) balok dengan Rasio Pratekanan Parsial (PPR)
= 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0, sehingga jumlah balok secara keseluruhan adalah
20 (dua puluh) balok. Seluruh balok dirancang agar memiliki kapasitas nominal
mendekati sama. Sedangkanbeban kerja maksimum ditegapkan sebesar 0.5Pn.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa agar stress range tulangan non
pratekan memenuhi batas daya layan dibutuhkan PPR minimum sebesar 0.6.
Peneltian ini juga menunjukkan bahwa makin tinggi nilai PPR, stress range
tulangan non pratekan makin kecil. Stress range tulangan non pratekan
cenderung menurun sejalan dengan peningkatan indek tulangan global dengan
nilai ϖ maksimum sebesar 0.16 memenuhi batas daya layan balok.

Kata kunci :
Indek tulangan global, PPR, komposit,Stress range, tulangan non
pratekan

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi /

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penelitian

dengan judul ”Analisa Teoritis Hubungan Indek Tulangan terhadap

Stress Range Tulangan Non Pratekan Balok Komposit Beton

Pratekan Parsial” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rektor Universitas

Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak

Koordinator Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu

diharapkan masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan

penyempurnaan penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat

sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini.

Denpasar, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ............................................................................................ i
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................. v
DAFTAR NOTASI .............................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 3
1.5 Batasan Masalah .............................................................. 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 4


2.1. Analisa Lentur Balok Komposit Pratekan Parsial ................. 4
2.1.1. Asumsi dan perjanjian tanda ....................................... 4
2.1.2. Bentuk Penampang dan Diagram Regangan ............. 5
2.1.3. Analisa Balok Pracetak .................................................. 7
2.1.4. Analisa Penampang Komposit ...................................... 10
2.1.4.1. Analisa Penampang Tidak Retak ............................... 10
2.1.4.2. Momen Dekompresi dan Momen Retak ..................... 13
2.1.4.3. Analisa Penapang Retak ........................................... 15
2.2. Analisa Momen-Curvature ............................................. 18
2.2.1. Model Kurva Tegangan Regangan Beton ....................... 19
2.2.2. Model Kurva Tegangan Regangan Baja Prategang ........ 20
2.2.3. Model Kurva Tegangan Regangan Baja Non Pratekan ... 21
2.2.4. Hubungan Momen Kurvature Penampang Belum Retak .. 22
2.2.5. Hubungan Momen Kurvature Penampang Retak .......... 22
2.2.6. Parameter Blok Tegangan Tekan Beton ......................... 22
2.2.7. Blok Tegangan Tekan Beton Penampang Komposit ....... 24

BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 28


3.1. Parameter Penelitian .................................................... 28
3.2. Model Balok Uji ........................................................... 29
3.3. Perhitungan Beban Kerja .............................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 32


4.1. Sifat-sifat Balok ...................................................... 32
4.2. Perhitungan Momen Retak dan Momen Dekompresi ........ 32
4.3. Stress Range Tulangan Non Pratekan ............................. 33
4.4. Pembahasan ............................................................ 36
4.5. PPR Optimum ............................................................... 37

iii
BAB V PENUTUP .......................................................................... 38

5.1 Kesimpulan .................................................................. 38

5.2. Saran ............................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 39

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang Komposit dengan Penampang Pracetak berbeda 6


Gambar 2.2 Diagram regangan dalam beton ................................. 6
Gambar 2.3 Diagram regangan balok pracetak .............................. 7
Gambar 2.4 Diagram regangan penampang belum retak .................. 10
Gambar 2.5 Distribusi regangan akibat momen dekompresi dan
gaya pratekan ........................................................ 13
Gambar 2.6 Diagram regangan akibat momen retak dan gaya pratekan 14
Gambar 2.7 Diagram regangan penampang retak ............................ 16
Gambar 2.8 Kurva tegangan regangan baja pratekan .......................... 20
Gambar 2.9 Kurva tegangan regangan baja non pratekan .............. 21
Gambar 2.10 Kemungkinan bentuk blok tegangan tekan beton ........... 22
Gambar 2.11 Distribusi tegangan regangan penampang komposit c>hf.. 24
Gambar 2.12 Distribusi tegangan regangan penampang komposit c<hf.. 26
Gambar 3.1 Ukuran Balok .............................................................. 28
Gambar 3.2 Ukuran Balok Pracetak ................................................. 29
Gambar 3.3 Schema pembebanan ................................................. 29
Gambar 4.1 Hubungan indek tulangan global dan PPR PL=0.5Pn ...... 34
Gambar 4.2 Hubungan PPR dengan stress range baja non Pratekan .... 35
Gambar 4.3 Hubungan indek tulangan global dan PPR dengan stress
range puncak plat ......................................................... 36
Gambar 4.4 PPR Optimum ............................................................. 37

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sifat-sifat balok dengan indek tulangan ϖ=0.09 .............. 31


Tabel 4.2 Perhitungan momen retak dan momen dekompresi ......... 31
Tabel 4.3 Stress, Strain, curvature penampang tengah bentang
setelah retak akibat beban kerja penuh ........................ 32
Tabel 4.4 Stress range tulangan non pratekan dengan PL=0.4Pn .... 33
Tabel 4.5 Stress range tulangan non pratekan dengan PL=0.5Pn .... 33

v
DAFTAR NOTASI

Aps = luas tulangan pratekan


As1 = luas tulangan non pratekan pada level 1
As3 = luas tulangan non pratekan pada level 2
As6 = luas tulangan non pratekan pada level 6
b1 = lebar flens atas balok pracetak
b2 = lebar efektif pada bagian flens
b3 = lebar flens bawah bawah pracetak
c = tinggi garis nertral dari puncak balok pracetak
dp = jarak baja pratekan ke puncak balok pracetak
ds = jarak baja non pratekan ke puncak balok pracetak
Ecp = Modulus elastisitas balok pracetak’
Ecs = modulus elastisitas beton sayap
Eps = modulus elastisitas baja pratekan
Es = modulus elastisitas baja non pratekan
fc = kekuatan tekan balok pracetak
fpo = tegangan baja prategang pada saat dekompresi pada
level baja prategang
fr = modulus of rupture beton pracetak
hf1 = tebal flens dari flens atas balok pracetak
hf2 = tebal flens dari bagian plat
h3 = jarak puncak flens bawah balok pracetak ke puncak
balok pracetak
Mc = Momen yang ditahan oleh balok komposit
Mp = Momen yang ditahan oleh balok pracetak
n = modular ratio
ε4 = regangan pada puncak pracetak
ε7 = reganagan pada serat atas flens
ε5 = regangan pada serat bawah flens
Δ εs = regangan baja non pratekan pada Diagram B
εpo = regangan baja prategang pada saat dekompresi pada
level baja prategang
ϕp = kurvature pada puncak balok pracetak akibat
pembebanan total
Δϕ = kurvatur pada puncak flens setelah bekerja aksi komposit

εp = regangan baja prategang pada setiap level pembebanan


εpc = regangan baja prategang pada titik elestic limit
εpu = regangan ultimate baja prateganga pada
fp = tegangan baja prategang pada setiap level pembebanan
fpc = tegangan baja prategang pada titik elastic limit
fpu = tegangan ultimate baja prategang
Eps = modulus elastisitas baja prategang

vi
εs = reganagan baja non pratekan pada setiap level
pembebanan
εy = regangan leleh baja non pratekan
fy = teganagan leleh baja non pratekan
fsu = tegangan ultimit baja non pratekan

 = parameter jarak gaya tekan yang dihitung dari titik pusat


blok tegangan tekan terhadap serat tekan terluar
 = faktor tegangan rata-rata
kd = tinggi garis netral dihitung dari serat tekan terluar
X = tinggi garis netral diagram B ke puncak flens

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konstruksi komposit yang menggunakan balok pratekan pracetak dengan

plat cor setempat telah banyak dipergunakan dalam praktek. Pada umumnya

desain balok beton pratekan komposit didasarkan pada analisa elastis dimana

sistem prategangan dilakukan dengan sistem prategang penuh dengan anggapan

retak tidak terjadi pada taraf beban kerja.

Menurut Leonhard, 95 % beban hidup aktual bervariasi antara 20-70 %

dari beban hidup spesifik. Menyadari bahwa tidak sepenuhnya penampang beton

pratekan penuh termanfaatkan di bawah beban kerja, maka dimungkinkan

penggunaan beton pratekan parsial pada struktur beton pratekan komposit.

Penggunaan beton pratekan parsial memberi harapan dalam pengendalian lebar

retak dimana retak menjadi lebih tersebar dengan lebar dan kedalaman retak

relatif lebih kecil.

Pada pratekan parsial, untuk pengendalian retak, perlu memperhatikan

Rasio Pratekanan Parsial (PPR) dan indek tulangan global (ϖ) dimana besarnya

tegangan baik pada tulangan prategang maupun tulangan non prategang

berhubungan langsung dengan perubahan gaya prategang akibat perubahan

beban. Adanya perubahan tegangan ini tentu akan berkaitan langsung dengan

proses membuka menutupnya retak selama pembebanan. Naaman dan

Siriaksorn [10] menyatakan bahwa lebar retak maksimum sampai 0,4 mm

memenuhi kriteria serviceability untuk balok beton pratekan parsial.

1
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam kajian ini akan dilakukan analisis

teoritis perilaku lentur suatu model balok beton pratekan parsial komposit

tertumpu sederhana dengan beban kerja berupa beban terpusat. Pengamatan

difokuskan pada Rasio Pratekanan Parsial (PPR) dan indek tulangan global (ϖ)

dimana kedua variabel ini berhubungan langsung dengan tulangan non pratekan.

Dengan mengetahui perubahan tegangan (stress range) tulangan non pratekan

akibat beban kerja, dapat diperkirakan rasio yang baik untuk dipergunakan

dalam merencanakan struktur beton pratekanan parsial komposit.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu upaya mengendalikan retak adalah dengan menempatkan

gaya pratekan pada balok. Retak dapat membuka sampai pada tingkat tertentu

dari beban penuh dan akan menutup kembali setelah beban tidak bekerja. Pada

struktur beton pratekan parsial, proses membuka menutupnya retak sangat

dipengaruhi oleh fluktuasi tegangan akibat perbahan gaya pratekan oleh beban

yang bekerja [10]. Adanya tulangan non pratekan juga berkontribusi dalam

pengendalian terhadap retak. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat

adalah :

Berapakah batasan rasio pratekan parsial (PPR=0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0)

dan indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21) suatu balok

komposit beton pratekan parsial agar memenuhi batas layan yang ditunjukkan

oleh nilai stress range baja non pratekan.

2
1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian terhadap batasan

Rasio Pratekan Parsial rasio pratekan parsial (PPR=0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0) dan

indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21) dalam

hubungannya dengan nilai stress range tulangan non pratekan suatu balok

komposit beton pratekan parsial.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui kajian ini diharapkan dapat diketahui hubungan PPR dan ϖ yang

sangat diperlukan sebagai alternatif dalam merencanakan struktur komposit

beton pratekan parsial.

1.5. Batasan Masalah

1. Balok tertumpu sederhana dengan lay out baja pratekan lurus.

2. Penampang yang dianalisis adalah penampang tengah bentang saja.

3. Batas layan ditetapkan ketika terjadi dekompresi pada serat bawah balok

atau tegangan pada serat tekan terluar adalah 40% fc’flens

4. PPR dan ϖ ditetapkan

5. Kapasitas ultimit seluruh penapang balok ditetapkan sama

6. Beban kerja maksimum ditentukan berdasarkan beban yang diperlukan

dimana balok mencapai kekuatan nominalnya. PL= 0,5 Pn

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Lentur Balok Komposit Pratekan Parsial

Naaman [10] telah mengembangkan suatu metode untuk menganalisa balok

komposit pratekan sebelum dan setelah retak berdasarkan prisip-prinsip

kesetimbangan dan kompatibilitas regangan. Metode akan dijabarkan memenuhi

ketentuan :

1. Memenuhi kesetimbangan, kompatibilias regangan, serta hubungan

tegangan dan regangan dianggap elastis linier.

2. Dapat diterapkan untuk menganalisa tegangan dan regangan pada

struktur pratekan penuh, pratekan parsial dengan atau tanpa tulangan

tekan serta untuk balok-balok pracetak berbentuk persegi, T dan L.

3. Dapat diterapkan pada konstruksi dengan penopang dan tanpa

penopang.

4. Dapat diterapkan untuk menghitung perubahan gaya pratekan akibat

beban yang bekerja.

2.1.1. Asumsi dan Perjanjian Tanda

Dalam analisa, baik penampang retak maupun belum retak, ditentukan

asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Tegangan pada baja dan beton masih dalam daerah elastis.

2. Penampang tetap merupakan bidang dalam keadaan terlentur.

3. Terjadi lekatan sempurna antara baja dengan beton.

4. Interaksi antara balok pracetak dengan plat cor setempat harus memadai.

4
Sedangkan untuk penampang retak, ditentukan asumsi tambahan sebagai

berikut :

1. Beton tidak memikul tegangan tarik.

2. Retak tidak merambat sampai plat saat beban layan.

Perjanjian tanda :

1. Untuk beton : tekan (+) dan tarik (-)

2. Untuk baja : tekan (-) dan tarik (+)

3. Curvature : searah jarum jam (+)

4. Garis netral c : di bawah bidang kontak (+) dan diatas (-)

5. Mpmen positip adalah momen yang menyebkan tarik pada serat bawah

suatu balok tertumpu sederhana.

2.2.2. Bentuk Penampang dan Diagram Regangan

Gambar 2.1 memmperlihatkan bentuk-bentuk penampang balok pratekan

parsial komposit. Keterangan ukuran ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat

berlaku umum sesuai dengan penampang yang dibicarakan.

Gambar 2.2 memperlihatkan bentuk diagram regangan balok komposit.

Pada gambar terebut regangan serat atas flens, regangan bawah flens, regangan

puncak pracetak, curvature dan ϕp serta garis netral (c) diperlihatkan pada arah

positip.

Pada penelitian ini, balok pracetak berbentuk T terbalik, sehinggan

besaran-besaran pada Gambar 2.1 harus disesuaikan untuk balok yang

bersangkutan. Bentuk penampang dan rangkuman perumusan sesuai dengan

karakteristik penampang yang akan dibahas akan diuraikan sebagai berikut :

5
b2
b1 ds6
7
6 hf2
4,5
3 hf1
As3
ds3

h h3 bw dp ds1

Aps
2
(a) 1 (b) As1
0
b3
b2
b1 b2

hf2 hf2
hf1

(c) (d)
bw b1

Gambar 2.1. Penampang Komposit dengan penampang pracetak yang berbeda


(a) Penampang I aktual; (b) Penampang I idialisasi;
(c) Penampang T; (d) Penampang perseg
ε4
ε7 ε7
ε4i ε5 Δϕ Δϕ
ϕpi
c ϕp
+ =
F+Mp MC εpo

(-) (+)
(a) (b) (c)

Gambar 2.2 Diagram regangan dalam beton


(a)Regangan dalam balok pracetak
(b)Regangan dalam penampang komposit; (c) Regangan total

6
2.1.3 Analisa Balok Pracetak

Analisa balok pracetak diperlukan untuk menghitung regangan awal serta

curvature pada serat atas balok pracetak sebelum aksi komposit (ε4i, Фpi). Selain

itu, juga untuk menghitung tegangan dalam baja pratekan pada saat terjadi

dekompresi pada level baja pratekan (fpo).


b2
b1 ds6
ε4” ε4i
hf2
4
hf1 3
As3
ds3
ϕp ϕpi
h h3 bw dp ds1 c” c

Aps
2
As1 1
0
b3
(a) (b)
Gambar 2.3 Diagram regangan balok pracetak
(a) Sebelum pengecoran plat
(b) Setelah pengecoran plat

Sebelum menghitung fpo, ε4i, Фpi, terlebih dahulu dihitung tinggi garis

netral dan regangan dalam penampang pracetak akibat gaya pratekan efektif

dan berat sendiri balok pracetak yang dinyatakan oleh c’’, ε4i’’ dan Фpi’’.

Kesetimbangan gaya-gaya dalam penampang memberikan :

, ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) -

-[ ( ) ( ) ( ) ] Фpi’’

- (2.1)

7
Kesetimbangan momen terhadap serat atas balok pracetak adalah :

[ ( ) ( ) ( ) ]

- [ ( ) ( ) ( ) ]

- (2.2)

Bila :

A* = ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.3)

S* = ( ) ( ) ( ) (2.4)

I* = ( ) ( ) ( ) (2.5)

Q1’’ = (2.6)

Q2’’ = (2.7)

ε4 ’’ = Фp’’ . c (2.8)

Manipulasi persamaan 1-8 memberikan solusi untuk c, ε4’’ dan Фp’’ yaitu :

c’’ = (2.9)

ε4’’ = (2.10)

Фp’’ = (2.11)

Dari diagram, regangan fpo ditentukan dari :

fpo = fpe + Eps (ε4’’ - Фp’’.dp) (2.12)

8
Setelah fpo diketahui, ε4i dan Фpi ditentukan dari analisa balok pracetak

yang dipengaruhi oleh gaya pratekan dan momen Mp. Harga Mp tergantung

pada apakah balok ditopang atau tidak selama proses konstruksi.

Untuk struktur dengan penopang Mp dinyatakan sebagai momen akibat

berat sendiri balok pracetak. Sedangkan untuk struktur tanpa penopang, Mp

memasukkan berat cor setempat dan elemen-elemen lain pada saat pengecoran

plat.

Dengan memasukkan fpo dan Mp ke dalam persamaan (2.1) sampai (2.8)

variabel c, ε4i dan Фpi dapat ditentukan.

c= (2.13)

ε4i = (2.14)

Фpi = (2.15)

Dimana :

Q1* = (2.16)

Q2* = (2.17)

9
2.1.4 Analisa Penampang Komposit

2.1.4.1 Analisa Penampang Tidak Retak

b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi

c
h h3 bw dp ds1

Aps F+Mp MC
2
As1 1
0
εpo
b3
Gambar 2.4 Diagram regangan penampang belum retak

Ketika momen eksternal (Mc) bekerja pada elemen beton pratekan

parsial, tegangan dalam baja pratekan menjadi :

fps = fpo – Eps (ε4 - Фp h)

dimana fps adalah tegangan dalam tendon pada saat bekerjanya momen Mc.

Jadi fps ≠ fpe ≠ fpo

Dengan asumsi bahwa distribusi regangan adalah linier serta dari

kompatibilitas regangan, diperoleh persamaan sebagai berikut [Gambar 2.4] :

ε 4 - Фp c = 0 atau Фp = (2.18)

ε4 – ε5 = ε4i atau ε5 = ε4 - ε4i (2.19)

Фp – ΔФ = Фpi atau ΔФ = - Фpi (2.20)

10
Kesetimbangan gaya-gaya dalam penampang memberikan :

[b1hf1 + bw(h3-hf1) + b3(h-h3) +(np-1)Ap + (ns1-1)As1 + (ns3 – 1)As3] ε4

[ ( ) ( ) ( ) ] ϕp

+ [( ) ]

+ [( ) ] (2.21)

Kesetimbangan momen terhadap serat atas balok pracetak adalah :

[ ( ) ( ) ( ) ]

-[ ( ) ( ) ( ) ]

- [( ) ]

- [( ) ] (2.22)

Dalam Pers. (2.18) sampai (2.22) terdapat 5 variabel yang belum

diketahui yaitu ε4, ε5, Фp, ΔФp, dan c. Sedangkan variabel yang lain yaitu fpo, ε4i,

dan Фpi sudah ditentukan terlebih dahulu dari analisa balok pracetak (non

komposit).

Manipulasi Persamaan (2.18) sampai (2.22) memberikan solusi untuk ε4,

ε5, Фp, ΔФp, dan c yaitu :

11
,( ) ( ) -
C = (2.23)
,( ) ( ) -

ε4 = (2.24)
,( ) -

dimana :

I=[ ( ) ( ) ( ) ]

S=[ ( ) ( ) ( ) ]

A =[b1hf1 + bw(h3-hf1) + b3(h-h3) +(np-1)Ap + (ns1-1)As1 + (ns3 – 1)As3]

G1 = [( ) ] (2.28)

G2 = [( ) ] (2.29)

G3 =- [( ) ] (2.30)

G4 = G5ε4i – G6ϕpi (2.31)

G5 = G6ε4i – G4 ϕpi (2.32)

Q1 = + G4 (2.33)

Q2 = (2.34)

I dan S adalah momen inersia transformasi dan momen area terhadap serat atas

balok pracetak. A adalah luas penampang transformasi balok pracetak.

12
Distribusi dan tegangan dalam baja dan beton pada level tertentu dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

 Serat atas plat : fc7 = Ecs (ε5 + ΔФ hf2) (2.35)

 Serat bawah plat : fc5 = Ecs .ε5 (2.36)

 Serat atas balok pracetak : fc4 = Ecp . ε4 (2.37)

 Serat bawah balok pracetak : fco = Ecp . (ε4 – Фp.h) (2.38)

 Baja Pratekan : fps = fpo – Eps(ε4 - Фp.dp) (2.39)

 Baja Non Pratekan : fs1 = -Es1(ε4 - Фp.ds1) (2.40)

 Tulangan tekan balok pracetak : fs3 = -Es3(ε4 - Фp.ds3) (2.41)

 Tulangan tekan plat : fs6 = -Es6(ε5 + ΔФ.ds6) (2.42)

2.1.4.2 Momen Dekompresi dan Momen Retak

a. Momen Dekompresi

b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3 ϕpi
ds3

h h3 bw dp ds1 C=h

Aps F+Mp MC
2
As1 1
0
εpo
b3

Gambar 2.5 Distribusi regangan pada penampang akibat momen


dekompresi dan gaya pratekan

13
Momen dekompresi didefinisikan sebagai momen yang menyebabkan

tegangan pada serat bawah balok sama dengan nol (fco=0). Momen dekompresi

dapat dihitung dengan menetapkan nilai c dalam persamaan 2.18 – 2.20 sama

dengan tinggi balok pracetak (h).

Manipulasi Per. (2.18), (2.19), (2.20) serta dengan menggunakan

persamaan (2.33) dan (2.34) memberikan persamaaan untuk momen deko,presi

sebagai berikut :

*( ) ( )+
Q2dc = Q1 (2.43)
*( ) ( ) +

Mdc = Ecp [ ] (2.44)

b. Momen Retak

Retak diasumsikan terjadi ketika tegangan beton pada serat terluar balok

(fco) mencapai modulus of rupture beton yaitu sebesar fr = 0,7√

b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi

c
h h3 bw dp ds1

Aps F+Mp MC
2 εpo
As1 1
0
εct=fr/Ecp
b3

Gambar 2.6 Diagram regangan pada penampang disebabkan oleh gaya


pratekan dan momen retak

14
Momen retak dapat dihitung dari persamaan 2.18, 2.23, 2.24, dan

persamaan 2.33, 2.34 dengan memperhatikan hubungan sebagai berikut :

fco = fr = Ecp (ε4 – Φp.h) (2.45)

atau ( ) (2.46)

Dimana :

fco = tegangan pada serat bawah balok beton pracetak

fr = modulus keruntuhan balok beton pracetak

Dengan menggunakan Pers. 2.46, 2.23, 2.24, 2.33, 2.34 momen retak

dapat dihitung dari :

[( )( ) ( ) ] ,( ) ( )-
Q2cr = (2.47)
,( ) ( ) -

Mcr = Ecp[ ] (2.48)

2.1.4.3 Analisa Penampang Retak

Bila penampang telah mengalami peretakan, maka elemen tersebut akan

kehilangan kekakuannya, karena kekakuan balok penampang retak menjadi lebih

kecil dari penampang tidak retak. Retak akan membuka setiap momen yang

bekerja lebih besar dari momen dekompresi.

Dalam analisa penampang retak diambil asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Beton tidak memikul tegangan tarik.

2. Beton pracetak tidak mengalami peretakan yang disebabkan oeh berat

sendiri balok pracetak dan gaya pratekan.

3. Retak tidak merambat sampai plat cor setempat pada saat beban layan.

15
b2
b1 ε4
ds6 ε7 ε7
ε4i
hf2 ε5 Δϕ
4
hf1 3 ϕp
As3
ds3 ϕpi

c
h h3 bw dp ds1

Aps εpo
2 F+Mp MC
As1 1
0
b3

Gambar 2.7 Diagram regangan pada penampang yang sudah retak

Keseimbangan gaya-gaya dalam penampang memberikan :

[b1hf1 + bw(h3-hf1) + b3(c-h3) +npAp + ns1As1 + (ns3 – 1)As3] ε4

- [ ( ) ]

+ [( ) ]

+ [( ) ] (2.49)

Kesetimbangan momen terhadap serat atas balok pracetak adalah :

[ ( ) ]

-[ ( ) ]

- [( ) ]

- [( ) ] (2.50)

16
Dari kompatibilitas regangan serta asumsi bahwa distribusi regangan

adalah linier, (lihat Gambar 2.5) diperoleh persamaan :

ε4 – Φpc = 0 atau Φp = (2.18)

ε4 – ε5 = ε4i atau ε5 = ε4 – ε4i (2.19)

Φp – ΔΦ = Φpi atau ΔΦ = – Φpi (2.20)

Dalam Persamaan (2.49) dan (2.50), hanya terdapat 5 variabel yang

belum diketahui yaitu ε4, ε5, Φp, ΔΦ, dan c. Sedangkan variabel yang lain yaitu

fpo, ε4i, dan Φpi harus ditentukan terlebih dahulu dari analisa balok pracetak (non

komposit).

Manipulasi Persamaan 2.49 dan 2.50 dengan 2.18-2.18 memberikan

solusi untuk ε4, ε5, Φp, ΔΦ, dan c dalam sebuah persamaan kubik dimana hanya

c (tinggi garis netral) sebagai variabel yang belum diketahui.

,( ) ( ) - ( ) ( )

(2.51) (2.52)
0 ( ) 1

Dimana :

I3= ( ) (2.53)

S3 = ( ) (2.54)

A3= ( ) ( ) ( ) (2.55)

17
Tingggi garis netral c dapat ditentukan dengan menyelesaikan

persamaan kubik (Pers 2.51) dengan terlebih dahulu menghitung koefisien G1-

G5, Q1, Q2, I3, S3, A3. Penyelesaian persamaan ini dapat dilakukan dengan cara

coba-coba atau menghitung akar-akar persamaan tersebut. Harga c terletak

diantara 0 (nol) dan h (tinggi balok pracetak). Setelah c ditentukan selanjutnya

variabel ε4, ε5, Φp, dan ΔΦ, dapat ditentukan dengan menggunakan Pers.(2.52),

(2.18), (2.19), (2.20). Sedangkan tegangan-tegangan tiap level dapat dihitung

dengan Persamaan (2.35) sampai (2.42).

Untuk balok pracetak yang berbentuk T, solusinya diperoleh dengan

mengganti b3=bw ke dalam persamaan yang bersesuaian. Sedangkan untuk

balok pracetak yang berbentuk peregi dengan lebar badan b1, solusinya

diperoleh dengan menetapkan b2=b3=b1.

2.2. Analisa Momen Curvature

Dalam analisa perilaku hubungan momen curvature ditetapkan asumsi

sebagai berikut :

1. Tendon terekat sempurna dengan beton. Perubahan regangan pada baja dan

beton adalah sama serta terdistribusi secara linier sepanjang tinggi balok.

2. Sifat tegangan regangan bahan diketahui atau diasumsikan untuk

dipergunakan dalam analisa.

3. Gaya tarik dan tekan yang bekerja pada penampang harus dalam

keseimbangan.

4. Momen batas (ultimate moment) tercapai bila regangan pada beton tertekan

mencapai 0,003 atau regangan baja tarik mencapai 0,01 dihitung setelah

dekompresi.

18
Berkaitan dengan butir (2), untuk kepentingan analisis teoritis, digunakan

kurva tegangan regangan beton dan baja berdasarkan perumusan yang ada

dalam literatur.

2.2.1. Model Kurva Tegangan Regangan Beton

Beberapa usulan dikemukakan untuk memodelkan persamaan tegangan

regangan beton, salah satu diantaranya sebagaimana diusulkan oleh Pupovics.

Idialisasi Pipovics

(2.56)
, - , -

Dimana :

fc = tegangan tekan beton

fc’ = tegangan tekan maksimum

εc = regangan tekan beton

εc’ = Regangan ketika fc mencapai fc’

n = faktor penyesuai kurva, n bertambah maka grafik semakin linier.

Pada tahun 1987 Therenfeldt, Thomaszewicz dan Jensen melaporkan bahwa

persamaan yang diusulkan Pupovics tersebut kurang curam untuk beton mutu

tinggi. Untuk itu perlu koreksi terhadap persamaan pupovics dengan

menambahkan faktor k pada persamaan (2.56).

(2.57)
, - , -

Dimana k =1 untuk εc / εc’ < 1 dan k > 1 untuk εc / εc’ > 1

Collind dan Porasz, Collind dan Mitchell menyarankan untuk εc / εc’ > 1 :

19
k = 0,67 + satuan Mpa (2.58)

n = 0,80 + satuan Mpa (2.59)

Regangan pada saat tegangan maksimum εc’ dapat dihitung dari persamaan :

εc ’ = (2.60)

2.2.2. Model Kurva Tegangan Regangan Baja Pratekan [17]

Park dan Thomson [8] mengusulkan bentuk kurva tegangan regangan

baja pratekan seperti gambar di bawah ini :

fp

fpu D
fpc C
fpb
B

A εpu εp
εpb εpc

Gambar 2.8 Kurva tegangan regangan baja pratekan (Park-Bekeley)

Daerah AB : εp ≤ εpb

fpb = Ep. εp (2.61)

Daerah BC : εpb < εp ≤ εpc

[ ]
fpb = (2.62)
[ ]

20
Daerah CD : εpc < εp ≤ εpu

fpb = [ ][ ] (2.63)

2.2.3. Model Kurva Tegangan Regangan Baja Non Pratekan

Untuk kurva tegangan regangan baja non pratekan dipergunakan bentuk

sebagaimana yang diusulkan oleh Park dan Paulay [8] sebagai berikut :

fs

fsu D
fy B C

A εs
εy εsh εsu

Gambar 2.9. Kurva tegangan regangan baja non pratekan (Park-Paulay)

Daerah AB : εs < εy

fs = Es . εs (2.64)

Daerah BC : εy ≤ εs < εsh

fs = fy (2.65)

Daerah CD : εsh ≤ εs < εsu

( ) ( )( )
fs = fy 0 1 (2.66)
( ) ( )

( )
Q= (2.67)

q = εsu . εsh (2.68)

21
2.2.4. Hubungan Momen Curvature Penampang Belum Retak

Metode yang digunakan dalam menganalisa hubungan momen curvature

penampang belum retak adalah sesuai dengan studi yang dilakukan oleh

Naaman dan Rajeh Z Al-Zaid [10] sebagaimana dijabarkan dalam sub bab 2.1.

Perilaku tegangan regangan masih dalam keadaan linier.

2.2.5. Hubungan Momen Curvature Penampang Retak

Metode yang digunakan dalam menganalisa balok pratekan parsial pada

keadaan retak adalah berdasarkan perilaku hubungan tegangan regangan beton

dan baja. Pada keadaan ini curvature dan momen penampang dicari berdasarkan

posisi garis netral pada setiap level pembebanan, yaitu mulai dari beban yang

menyebabkan terjadinya retak pertama hingga mencapai ultimit (Mcr<M<Mu).

2.2.6. Parameter Blok Tegangan Tekan Beton

Studi yang dilakukan oleh Park dan Paulay [8] menunjukkan bahwa ada 3

kemungkinan terbentuknya blok tegangan tekan seperti Gambar 2.10.

εcm

.kd .kd .kd


kd
fc’ fc’

Strain εcm < εc εc < εcm < ε2c ε2c < εcm

Gambar 2.10 Kemungkinan bentuk blok tegangan tekan beton

22
Untuk sembarang nilai regangan beton pada serat tekan maksimum (εcm),

gaya tekan beton Cc dan titik kerjanya dinyatakan dalam parameter  dan 

seperti Persamaan (2.69-2.72). Secara umum gaya tekan beton pada

penampang persegi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

Cc =  fc’ . b . kd (2.69)

Yang bekerja pada jarak  kd dari serat tekan terluar.

Dimana :

 = koefisien jarak gaya tekan yang dihitung dari titik pusat blok tegangan tekan

terhadap serat tekan terluar.

 = faktor tegangan rata-rata

b = lebar penampang balok

kd = tinggi garis netra diukur dari serat tekan terluar.

Nilai  dan  pada masing-masing blok tegangan tekan dihitung dengan rumus :


=


= (2.70)

Berdasarkan idialisasi hubungan tegangan regangan beton, maka nilai 

dan  dihitung berdasarkan setiap perubahan regangan tekan beton (εc) dan

tegangan beton (fc) pada masing-masing blok tegangan tekan betonnya. Bila

nilai  dan  sudah diketahui, maka besarnya gaya tekan beton Cc dan momen

yang ditimbulkan dapat dihitung.

23
2.2.7. Blok Tegangan Beton Penampang Komposit

Pada balok komposit, perbedaan bahan dan sejarah pembebanan antara

balok pracetak dengan plat cor setempat menyebabkan distribusi tegangan

regangan pada bidang kontak menjadi tidak kontinyu. Metode umum yang

dipergunakan dalam analisa adalah dengan mengasumsikan penampang

komposit sebagai penampang monolit dengan kekuatan bahan sama dengan

kekuatan balok pracetak. Dengan menggunakan prinsip blok tegangan

penampang persegi, blok tegangan tekan beton penampang komposit dijabarkan

sebagai berikut :

a. Garis netral jatuh pada badan


btr ε7 ε7
1X
ε4i ε5 Δϕ ε5 Cc2
ε4 2c
ϕpi X ϕp
Cc1
c’ c
bw
+ =
Aps
εP0 Tp
As εS Ts
εPS
Gambar 2.11. Distribusi tegangan regangan penampang komposit (c’>hf)

Curvature dari penampang diperoleh berdasarkan regangan tekan beton

pada serat tekan terluar (ε7) dan posisi garis netral (c’ dan c) pada setiap level

pembebanan dengan metode iterasi yang memenuhi kompatibilitas tegangan

regangan serta kesetimbangan gaya-gaya dalamnya (∑H=0).

Kompatibilitas regangan :

ε4 = ε4i + ε5 ϕp = ϕpi + Δϕ

X = c=

24
ϕpi dan ε4i dihitung dalam analisa balok pracetak.

Koefisien 1, 1 dan 2, 2 masing-masing dapat dihitung dari Pers.(2.71) dan

(2.72) sbb :

∫ ∫
1 = 1 = 1 – (2.71)
( ) ∫

∫ ∫
2 = 2 = 1 – (2.72)

Keseimbangan gaya-gaya dalam (∑H=0) :

Cc1 + Cc2 + Tp +Ts = 0

Dimana :

Cc1 = 1 . fc’ pracetak. btr . hf

Cc2 = 2 . fc’ pracetak. bw . c

Tp = Aps .fps → εps = εpo – (ε4 – ϕpdp)

fps = (Persamaan 2.61 – 2.63)

Ts = As . fs → εps = – (ε4 – ϕpdp)

fps = (Persamaan 2.64 – 2.68)

Momen penampang dihitung dari jumlah momen terhadap serat atas balok

pracetak :

M = Tp.dp + Ts.ds + Cc1.(hf – 1.X) – Cc2. 2.c

Berikut ini diterangkan secara garis besar langkah-langkah menghitung momen

curvature suatu penampang beton pratekan parsial komposit sesuai dengan

diagram tegangan regangan pada Gambar 2.11.

1. Tentukan suatu nilai regangan serat atas plat (ε7) untuk memulai

2. Coba X

25
3. Hitung Δϕ, ε5, ε4, ϕp, c berdasarkan kompatibilitas regangan

Δϕ =

( )
ε5 =

ϕp = ϕpi + Δϕ

ε4 = ε4i + ε5

c =

4. Hitung 1, 2, 1, 2 dengan persamaan (2.71) dan (2.72)

5. Hitung gaya-gaya dalam Cc1, Cc2, Tp, Ts

6. Kontrol keseimbangan gaya-gaya dalam (∑H=0). Bila ∑H≠0, maka

perhitungan diulangi dengan mencoba harga X yang baru sampai tercapai

keseimbangan gaya-gaya dalam.

7. Hitung momen internal akibat gaya-gaya dalam.

b. Garis netral dalam flens atas

Bila garis netral jatuh dalam flens atas, berarti peretakan sampai pada

flens atas. Oleh karena itu nilai 2 = 0, 2 = 0, Cc2 = 0

ε7
1.c
Δϕ
hf c'

ε5

Gambar 2.12. Distribusi tegangan regangan dan curvature (c’<hf)

26
Koefisien 1, 1 dihitung dengan Persamaan (2.73) dan (2.74).


1 = (2.73)


1 = 1 – (2.74)

Keseimbangan gaya-gaya dalam :

∑H = 0

Cc1 + Tp + Ts =0

Dimana :

Cc1 = 1 . f’cpracetak . btr . X

Tp = Aps . fps

Ts = As . fs

Momen penampang dihitung dengan :

M = Tp.dp + Ts . ds + Cc1 (hf - 1 X)

27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Parameter Penelitian

Sejumlah balok beton komposit pratekan parsial di kelompokkan menjadi

5 (lima) dengan indek tulangan global (ϖ = 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, dan 0.21).

Setiap kelompok terdiri dari 4 (empat) balok dengan Rasio Pratekanan Parsial

(PPR) diambil = 0.2, 0.4, 0.6, 0.8. Dengan demikian jumlah balok secara

keseluruhan adalah 20 (dua puluh ) balok. Untuk mempermudah analisis maka

seluruh balok dibuat dengan mutu bahan, serta kapasitas penampang yang

hampir sama dengan beban kerja sebesar PL=0.5 Pn.

Tabel 3.1. Rangkuman Parameter

No Parameter Keterangan

1. Beban Kerja Maksimum 0.5 Pn

2. Rasio Pratekan Parsial (PPR) 0.2 , 0.4, 0.6, 0.8

3. Indeks tulangan global (ϖ) 0.09, 0.12, 0.15, 0.19, 2.1

4. Mutu beton balok pracetak 70 Mpa

5. Mutu beton plat 20 Mpa

6. Tulangan pratekan fpu = 1860 Mpa, fpy=0.9 fpu

7. Tulangan non pratekan fy = 320 MPa

Balok memiliki panjang bentang L=5600 mm ditumpu secara sederhana dan

dibebani dengan beban terpusat pada jarak 2100 mm dari tumpuan dengan

rasio a / d > 2.5 untuk memastikan keruntuhan yang terjadi adalah akibat lentur.

28
3.2. Model Balok Uji

650
100

400

5600 mm 250

Gambar 3.1 Ukuran balok

400

5600 mm 250

Gambar 3.2 Ukuran balok pracetak

PL/2 PL/2

2100 1400 2100

Gambar 3.3 Schema pembebanan

29
Indek tulangan global (ϖ) dan rasio pratekan parsial (PPR) dihitung dengan

persamaan :

(ϖ) =

. /
PPR =

Analisis balok dilakukan pada penampang tengah bentang.

Perhitungan Beban Kerja dan Kapasitas Penampang Nominal :

Tulangan terpasang :

Tulangan pratekan : (Aps)

Tulangan non pratekan : (As)

Rasio pratekanan parsial : PPR (0.2, 0.4, 0.6, 0.8 )

Tetapkan posisi tulangan dari serat tekan terluar :

Tulangan pratekan : (dpc)

Tulangan non pratekan : (dsc)

Tinggi efektif : d= dpc (PPR) + dsc (1-PPR)

Kontrol tegangan dan PPR tulangan terpasang :

fps = fpu ( [ ( )])

d =

fn = Aps x fps

Tn = As x fy

30
Cn = Fn + Tn

Cn = 0.85 fc’ a b

a = c = a/β1

Mn = (Fn +Tn) (d-a/2)

( )
PPR aktual =

Mu = ϕ Mn ; Hitung Pu

Beban kerja = 0.50 Pu

31
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat-Sifat Balok

Sebagai contoh akan dijabarkan analisa pada balok dengan ϖ = 0,09

dengan tingkat beban kerja maksimum sebesar 0,5 Pn. Beban Nominal (Pn) yaitu

beban dimana dengan beban tersebut balok mencapai kapasitas nominalnya

(Mn) dengan ϕ=1 maka Mn=Mu. Dari Tabel 4.1 didapat Mu=147-149 KNm

Tabel 4.1. Sifat-sifat balok dengan indek tulangan ϖ = 0,09

Balok PPR Aps As fc'balok fc'flens dse dpc Mu


(mm2) (mm2) (Mpa) (Mpa) (mm) (mm) (KNm)
B0920 0.20 54.84 1140.8 70 20 431 381 148

B0940 0.40 109.7 886.7 70 20 431 381 149

B0960 0.60 164.52 603.2 70 20 431 381 147

B0980 0.80 219.36 308 70 20 431 390 147

B09100 1.00 274.2 0 70 20 0 400 147

4.2. Perhitungan Momen Retak dan Momen Dekompresi

Tabel 4.2. Perhitungan momen retak dan momen dekompresi

Balok/PPR
Variabel Persamaan B09P20 B09P40 B09460 B09P80 B09P100
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
G1 (2.28) 1.12E+08 1.12+E08 1.12+E08 1.12+E08 1.04+E08
G2 (2.29) 3.35+E04 3.35+E04 3.35+E04 3.35+E04 3.13+E04
G3 (2.30) -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06 -1.68+E06
G4 (2.31) 1.27 1.01 0.86 0.33 -0.35
G5 (2.32) -66.17 -54.27 -41.29 -11.72 25.10
Q1 (2.33) 2.64 3.79 4.92 5.67 5.81
Q2dc (2.43) -148.32 -211.97 -272.59 -311.85 -333.70
Mdc (2.44) 6.90 20.29 33.68 49.96 67.14
Q2cr (2.47) 1587.87 1499.26 1410.29 1342.84 1358.80
Mcr (2.48) 77.64 90.01 102.24 117.38 140.99

Keterangan : B09P40 = Balok dengan ϖ = 0.09 dan PPR = 0.40

32
Tabel 4.3. Stress, strain, curvature penampang tengah bentang setelah
retak (tegangan tarik beton fr=0) pada saat beban kerja penuh

Balok/PPR
Variabel Persamaan
B09P20 B09P40 B09P60 B09P80 B09P100
0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

C (2.51) 2.92E+01 3.41E+01 3.38E+01 4.01E+01 6.92E+01

ε4 (2.52) 7.63E-05 8.37E-05 8.84E-05 9.03E-05 9.93E-05

ϕp (2.18) 2.62E-06 2.46E-06 2.61E-06 2.25E-06 1.44E-06

ε7 (2.17) 2.95E-04 2.96E-04 3.27E-04 3.14E-04 2.68E-04

ε5 (2.19) 4.33E-05 5.28E-05 6.02E-05 7.20E-05 9.61E-05

Δϕ (2.20) 2.52E-06 2.43E-06 2.67E-06 2.42E-06 1.72E-06

fc7 (Mpa) (2.37) 6.20 6.23 6.87 6.61 5.64

fs (Mpa) (2.40) 157.61 145.67 155.03 130.90 74.30

fps (Mpa) (2.39) 1144.12 1129.06 1131.69 1103.05 1044.85

Tabel 4.1- 4.3 dapat dilihat bahwa selain kapasitas dirancang sama, juga

tegangan pada serat tekan terluar pada plat cor setempat (fc7) tidak boleh

melampaui tegangan ijin beton sebesar 45%fc’ (9 Mpa) dan tegangan baja

prategang pada saat beban kerja < 0,9 fpu = 1674 Mpa.

4.3. Stress Range Tulangan Non Pratekan

Nilai stress range tulangan non pratekan sangat dipengaruhi oleh indek

tulangan dan rasio pratekanan parsial. Pada Tabel 4.4 dan 4.3 diuraikan balok-

balok dengan indek tulangan ϖ = 0.09 – 0.21 dan PPR = 0.2 – 0.8 dibebani

dengan beban sebesar 0.5 Pn (50% beban nominal). Hubungan indek tulangan

33
global dengan stress range tulangan non pratekan, dijabarkan dalam tabel dan

grafik sebagai berukut :

Tabel 4.4. Stress range dalam tulangan non pratekan dengan beban
kerja P=0,5 Pn

Indek Tulangan Global (ϖ)


PPR
0.09 0.12 0.16 0.19 0.21

0.20 158.88 158.96 157.87 156.34 154.98

0.40 151.44 152.02 151.01 149.88 148.64

0.60 137.40 137.75 137.35 135.57 134.90

0.80 108.17 107.75 108.88 106.43 104.28

PPR=0.2
Batas serviceabilty PPR=0.4
PPR=0.6

PPR=0.8

PL = 0.5 Pn

Gambar 4.2. Hubungan indek tulangan global (ϖ) dan PPR


dengan stress range baja non pratekan
(Beban Kerja =0,5 Pn)

34
170

Stress Range Baja Non Pratekan (MPa)


ϖ=0.09
160 PL=0.5Pn
ϖ=0.12
ϖ=0.16
150 ϖ=0.19
ϖ=0.21
140 Batas serviceabilty

130

120

110

100
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Rasio Pratekanan Parsial (PPR)

Gambar 4.3. Hubungan PPR dengan stress range baja non pratekan
(Beban Kerja = 0,5 Pn)

(fc’)
%

Batas serviceabilty
%

Gambar 4.4. Hubungan indek tulangan global ϖ dan PPR


dengan stress range puncak plat
(Beban Kerja = 0,5 Pn)

35
4.4. Pembahasan

Gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan hubungan indek tulangan global dan

PPR terhadap stress range tulangan non pratekan. Dari grafik tersebut dapat

dilihat bahwa kemampuan daya layan balok hanya terpenuhi apabila rasio

Pratekanan Parsial (PPR) sekurang-kurangnya 0.6 artinya 60% beban disain akan

dibebankan pada baja pratekan, dan 40 % dipikul oleh baja non pratekan.

Seluruh balok dengan PPR < 0.6 nilai tegangan pada baja non prategang

melampaui batas layan (service ability) stress range tulangan non pratekan.

Gambar 4.2 dan 4.3 memperlihatkan bahwa peningkatan Rasio

Pratekanan Parsial (PPR) menyebabkan penurunan nilai stress range baja non

pratekan. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa perbedaan indek tulangan global

tidak menyebabkan perbedaan yang berarti pada nilai stress range tulangan non

pratekan. Pada balok beton pratekan parsial yang dirancang dengan PPR yang

sama dengan kapasitas ultimit yang sama, perbedaan nila indek tulangan global

relatif tidak berpengaruh terhadap stress range baja non pratekan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika teori kekuatan batas

(kekuatan ultimit) menjadi acuan dalam disain balok beton pratekan parsial

(khususnya beton pratekan parsial komposit), maka batas kemampuan layan

yang berkaitan dengan stress range tulangan non pratekan, lebih ditentukan oleh

derajat pratekanan (PPR), bukan oleh indek tulangan global.

Dari Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa dengan level beban kerja

maksimum PL =0.50 Pn, indek tulangan global minimum yang diperlukan agar

stress strain pada puncak plat tidak melebihi batas layannya adalah ϖ = 0,16.

36
4.5. PPR Optimum

Balok dengan PPR optimum yang dimaksud disini adalah balok dengan

nilai PPR sebagian besar memenuhi batas layan stress range tulangan

nonpratekan. Menurut Naaman AE,.Siriaksorn [11], balok beton pratekan parsial

cukup baik didisain dengan nilai PPR = 0.6-0.8.

170
Stress Range Baja Non Pratekan (MPa)

PPR=0.2
160 PL=0.5Pn
Batas serviceability PPR=0.4
150
PPR=0.6
140 Batas serviceability PPR=0.8
130

120
PL=0,5Pn
110

100
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Rasio Pratekanan Parsial (PPR)

Gambar 4.5 PPR optimum

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa dengan tingkat beban layan sebesar 50 %

beban ultimitnya sebagian besar balok dengan PPR = 0.6 cenderung mendekati

kondisi batas layan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terlepas

berapapun nilai indek tulangan global maka PPR yang memenuhi batas stress

range baja non pratekan adalah > 0.6.

37
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Nilai Rasio Pratekanan Parsial (PPR) berbanding terbalik dengan stress

range baja non pratekan.

2. Apabila kekuatan batas (kekuatan ultimit) menjadi acuan dalam

mendisain balok komposit beton pratekan parsial, maka kemampuan

layan yang berkaitan dengan stress range tulangan non pratekan,

lebih ditentukan oleh derajat pratekanan (PPR), bukan oleh indek

tulangan global.

3. Stress range baja non pratekan yang memenuhi batas layan,

terpenuhi pada nilai PPR sekurang-kurangnya sama dengan 0,6.

4. Nilai indek tulangan ϖ=0.01, ϖ=0.12 dan maksimum ϖ=0.16

memenuhi batas layan berdasarkan stress range serat tekan terluar

mencapai 45% fc’ dengan PPR > 0.6.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan kajian terhadap hubungan perbedaan tingkat beban

kerja maksimum terhadap stress range baja non pratekan yang

memenuhi batas layan.

2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut perbedaan kondisi dekompresi pada

level baja prategang pada balok dengan lay out baja prategang yang

berbeda termasuk pengaruhnya terhadap stress range baja non

pratekan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Arshad A. Khan, William D. Cook, Denis Mitchell.[1995], ”Early Age

Compressive-Stress Strain Properties of Law, Medium, And High Strength

Concrete”, ACI Material Journal, November 1995

2. Bennet E.W, Joynes H.W,”Fatique Resistance of Reinforcement in Partially

Prestressed Beams,” PCI Journal, Mar-Apr 1977

3. Celik Ozldirim.[1994],”Improve Concrete Quality With Combination of Fly

Ash and Silica Fume,” ACI Material Journal, November-December 1994.

4. CEB Bulletin d’Information.[1994],”Aplication of High Performance

Concrete, November 1994.

5. H. Cordes., J.Bukhardt,”Bending and Shear Test on Post-And

Pretensioned High Strength Concrete Beams,”Utilization of High Stregth

/High Performance Concrete, May 1996.

6. Heroe Soetjahjo.[1996],”Durabilitas Beton Mutu Tinggi Dengan

Menggunakan Fly Ash dan Silica Fume Serta Optimasinya,” Tugas Akhir,

FTSP ITS Surabaya.

7. Lyn, T.Y and N.H. Burns.[1982],”Design of Prestressed Concrete

Structure,” Third Edition, John Wiley and Sons Ins, New York.

8. R.Park , T.Paulay [1975],”Reinforced Concrete Structure,”John Willey &

Sons Inc., New York

9. Mohsen,.El Shahawi Bariigton de V.B,”Fatique of Partially Prestressed

Concrete,”Journal of Structural Engineerning, 1986.

10. Rajeh Z, Alzaid, Naaman A.E.,”Analisys of Partially Prestressed Composite

Beams,”Journal of Structure Engineerng, April 1985

39
11. Naaman AE,.Siriaksorn,”Analisys and Design of Partially Prestressed to

Satisfy Serviceability Criteria,”A Study Report by a Research Felloeship

Award from The Prestressed Concrete Institute and by The University of

Illinois, Chicago, June 1978.

40

Anda mungkin juga menyukai