Makalah Istidlal Muabsyir

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Tentang
“Istidlal Mubasyir”

Dosen Pengampu : Dr.Alma’rif, M.Hum

DI SUSUN :

DERRY SEPTIAWAN
NISA ANDRIANI

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


BENGKALIS

TA. 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Istidlal Mubasyir”. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. 
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.

Bengkalis, 03 September 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata Pengantar ....................................................................................i
Daftar Isi ..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang ...................................................................1
B.   Rumusan Masalah ..............................................................1
C. Tujuan Masalah ..................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Istidlal Mubasyir................................................2
B.   Dasar Hukum Istidlal............................................................5
C. Macam-macam Istidlal Mubasyir.........................................6

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan ........................................................................23
B. Saran ...................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syariat Islam adalah penutup semua risalah samawiyah, yang membawa
petunjuk dan tuntunan Allah untuk umat manusia dalam wujudnya yang
lengkap dan final. Itulah sebabnya, dengan posisi seperti ini, Allah pun
mewujudkan format Syariat Islam sebagai syariat yang abadi dan
komperhensif.
Hal itu dibuktikan dengan adanya prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum yang ada dalam Islam yang membuatnya dapat
memberikan jawaban terhadap hajat dan kebutuhan manusia yang berubah
dari waktu ke waktu, seiring dengan perkembangan zaman.
Secara kongkrit hal itu ditunjukkan dengan adanya dua hal penting dalam
hokum Islam yaitu; (1) nas-nas yang menetapkan hukum-hukum yang tak
akan berubah sepanjang zaman dan (2) pembukaan jalan bagi para mujtahid
untuk melakukan ijtihad dalam hal-hal yang tidak dijelaskan secara sharih
dalam nas-nas tersebut.
Istishhab dan istidlal (penemuan dalil) merupakan dua metodologi
ijtihad, yang bagaikan dua sisi mata uang. Artinya ia merupakan dua
metodologi ijtihad yang bertolak belakang, antara memilih Istishhab atau
istidlal.
Dewasa ini, kehidupan manusia sudah sangat kontemporer dan banyak
yang meninggalkan khazanah hakiki yang harus menjadi platform dalam
pijakan kehidupan manusia. Manusia sebagai khayawanun natiq (makhluk
yang berpikir) tidak akan lepas dari berpikir.
Namun, saat berpikir, manusia seringkali dipengaruhi oleh berbagai
tendensi, emosi, subjektivitas, dan lainnya sehingga ia tidak dapat berpikir
jernih, logis, dan obyektif. Kajian hukum Islam merupakan upaya memelihara
pikiran dari kesalahan berpikir, memperdalam pemahaman, dan menyingkap

1
selimut kebodohan agar seseorang dapat menggunakan daya pikirnya dengan
cara yang benar dan tidak keliru.
 Dalam diri manusia terdapat berbagai potensi kemampuan yang dimiliki.
Dari segala kemampuannya itu, tidak semua manusia mampu memberikan
pengertian, deskripsi, dan analisa yang tepat dari sesuatu hal. Kebanyakan
dari mereka, menggunakan perspektif yang berasal dari tanggapan panca
indra semata. Setelah tanggapan panca indra tersebut diproses, maka
terbentuklah keterangan-keterangan bebas yang berdiri sendiri dan terpisah
dari yang lain. Dengan menggunakan keterangan-keterangan bebas yang
sudah diketahui itu, kita dapat sampai kepada keterangan tentang sesuatu
yang belum diketahui. Jalan pikiran semacam ini disebut penyimpulan
(Istidlal).
Istidlal merupakan pembahasan terpenting dalam ilmu mantiq, karena
mengambil kesimpulan yang benar ialah menjadi fungsi utamanya. Seseorang
baru dikatakan mengerti ilmu mantiq, ketika ia sudah dapat mengambil
kesimpulan yang benar, melalui teknik-teknik pengambilan kesimpulan
mantiqi yang baku dan diakui. Kesimpulan yang benar itu dikatakan
kesimpulan mantiqi (logis) karena penarikannya sesuai dengan kaidah-kaidan
mantiqi (logika).
Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah wahyu, baik
yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur'an) maupun yang tidak tertulis (Sunnah
Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber tersebut,
secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah berlalunya
zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.

Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat adakalanya


sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur'an atau Sunnah
Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur'an atau Sunnah Nabi
itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan permasalahan-
permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu dilakukan
istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap
2
permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad
berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an atau Sunnah.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Teori Istidlal
dalam Islam. Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi
tanggungjawab kreator.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Istidlal Mubasyir?
2. Jelaskan Dasar Hukum Istidlal?
3. Jelaskan Macam-macam Istidlal Mubasyir?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Pengertian Istidlal Mubasyir


2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Istidlal
3. Untuk mengetahui Macam-macam Istidlal Mubasyir

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Istidlal Mubasyir (Argumen Langsung)


Kata istidlal berasal dari Bahasa Arab. Akar kata istidlal adalah
dari kata “daal”, berarti mengambil dalil atau kesimpulan yang diambil
dari petunjuk yang ada. Sedangkan yang dimaksud dalil adalah petunjuk
yang digunakan untuk mendapatkan suatu kesimpulan.1
Adapun menurut istilah, pengertian istidlal adalah sebagai berikut :
Menurut Abi Hilal al-Anskari :
 ‫االستدالل طالب معرفة الشئ من جهة غيره‬
“Istidlal adalah mencari pengertian sesuatu dari segi lainnya”.
Menurut Muhammad Nur al-Ibrahimi :
‫االستدالل انتقال الذهن من امر معلوم الى امر مجهول باستخدام المعلوم وسيلة الى المجهول‬
“Istidlal adalah proses memahami sesuatu yang konkret 
(muqaddimah  shugra dan muqaddimah kubra) untuk menemukan sesuatu
yang abstrak (natijah), dengan menggunakan sesutau yang konkret itu
sebagai media untuk menemukan sesuatu yang abstrak”.
Menurut al-Jurzani, istidlal yaitu :
‫ا‬PP‫تدالال اني‬PP‫مى اس‬PP‫ؤثر فيس‬PP‫ر الى الم‬PP‫ك من االث‬PP‫ان ذل‬PP‫واء ك‬PP‫دلول س‬PP‫ات الم‬PP‫دليل الثب‬PP‫ر ال‬PP‫تدالل تقري‬PP‫االس‬
‫اوبالعكس ويسمى استدالال لميا او من احد االثرين الى االخر‬
“Istidlal adalah menentukan alasan (dalil) untuk menetapkan sesuatu
yang ditunjukkan (madlul) dari atsar kepada mu’atsar  yang disebut
istidlal  aniya atau dari mu’atsar  kepada atsar  yang disebut Istiqlal
lammiya, atau dari dua atsar kepada yang lain”.
Jadi, dapat disimpulkan definisi istidlal menurut al-Jurzani, memuat
tiga macam istidlal antara lain :
a. Istidlal ‘aniya, proses memikirkan objek pikir secara deduktif atau
istidlal  qiyasi (min al-‘atsar ila al-mu’atsar).

1
Syukriadi Sambas, 1996. Mantik, Bandung : Remaja Rosda Karya.hlm.112.
4
b. Istidlal lammiya, proses memikirkan objek pikir secara induktif atau
istidlal istigra’i (min al-muatsar ila al-atsar).
c. Istidlal jami’ bainahuma, proses memikirkan objek pikir secara
komprehensif (min al-mu’atstsarin ila al-akhar).
Dari ketiga definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
istidlal merupakan upaya untuk menyatakan proses pembentukan
penalaran atau pemikiran yang dirakit dari konsepsi (tashawur) dan
keputusan (tashdiq) dalam menemukan kebenaran ilmiah yang
sebenarnya.2
Pendapat senada tentang pengertian istidlal secara terminologi
ialah berpindahnya pikiran, dengan teknik tertentu, dari sesuatu yang
sudah diketahui (‫ )معلوم‬kepada yang belum diketahui (‫ول‬PP‫)مجه‬, sehingga
yang belum diketahui dapat diketahui.
Istidlal menurut bahasa berarti pengambilan dalil. Istidlal secara
umum berarti pengambilan dalil, baik menggunakan dalil Qur`an, as-
Sunnah, maupun al-Maslahah, dengan menggunakan metode yang
muttafaq yakni Qur`an, as-Sunnah, Ijma‟ dan Qiyas, atau metode yang
masih mukhtalaf yakni Mazhab as-Shahabi, al-Urf, dan Syar`u Man
Qablana, , istihsan, istihlah maupun sad al-dzariah.3
Secara bahasa, kata istidlal berasal dari kata istadalla yang berarti:
minta petunjuk, memperoleh dalil, menarik kesimpulan. Imam al-
Dimyathi memberikan arti istidlal secara umum, yaitu mencari dalil untuk
mencapai tujuan yang diminta. Dalam proses pencarian, Alqur‟an menjadi
rujukan yang pertama, al-Sunnah menjadi alternatif kedua, ijma‟ menjadi
yang ketiga dan qiyaspilihan berikutnya. Apabila keempat dalil belum bisa
membuat keputusan hukum, maka upaya berikutnya adalah mencari dalil
yang diperselisihkan para ulama, seperti istihsan, Mashlahah Mursalah,

2
Ibid. hlm.112-113.
3
Umar Muhaimin.2017. Metode Istidlal Dan Istishab (Formulasi Metodologi Ijtihad).
Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam. Vol. 8, No. 2.hlm.332-333.
5
dan lain-lain.Dengan demikian, teori istidlal merupakan pencarian dalil-
dalil diluar keempat dalil tersebut.4
Istidlal (argumenasi) adalah usaha akal untuk bisa menghasilkan
tashdiq (keyakinan) baru. Untuk bisa sampai kepada tashdiq baru,
terkadang dihasilkan lewat sebuah qadhiyah dan terkadang dengan
menggabungkan beberapa qadhiyah.Jika deduksi (istintaj) dan hasil dari
sebuah tashdiq lewat satu qadhiyah disebut dengan “Istidlal Mubasyir”.5
Istidlal ialah memindahkan pikiran dari perkara-perkara yang
sudah diketahui kepada perkara-perkara yang belum diketahui dengan
menggunakan yang sudah diketahui itu sebagai wasilah untuk mengetahui
yang belum diketahui.6
Metode istidlāl berupaya memperoleh suatu pengetahuan yang
belum diketahui berdasarkan pengetahuan yang sudah diketahui
sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuai dengan
devinisi istidlāl, yaitu:

“(Memindahkan pemikiran dari masalah yang sudah diketahui kepada


yang belum diketahui dengan menggunakan yang sudah diketahui sebagai
sarananya)”7
Di dalam penerapannya istidlāl memiliki dua bentuk. Pertama,
penyimpulan langsung (istidlāl al-mubashir), yaitu melalui pemahaman
terhadap sebuah pernyataan dapat diketahui pengetahuan baru. Misalnya
pernyataan:
“Semua manusia akan mati”.

4
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), hlm. 50.
5
Muqadam, Mahmud Muntazeri. 2014. Pelajaran Mantiq: Perkenalan Dasar-Dasar
Logika Muslim.Yogyakarta: Rausyanfikr Institute.hlm.102.
6
Chaerudji Abdulchalik.2013. Ilmu Mantiq: Undang-undang Berpikir Valid. Jakarta:
Rajawali Pers.hlm. 89.
7
Muhammad Nur Ibrahim, Ilmu Manthiq (Jakarta: al-Husna, 1985), hlm 23.
6
Dari pernyataan ini secara langsung dapat disimpulkan: “Tidak ada
manusia yang tidak mati”.8 Dengan demikian, dari pernyataan “semua
manusia akan mati” secara langsung dapat diketahui pengetahuan baru,
yaitu “tidak satupun manusia yang tidak mati”.
Kedua, penyimpulan tidak langsung (istidlāl ghayr al-mubashir),
yaitu untuk mengetahui suatu keputusan dibutuhkan adanya proses premis
minor dan mayor, seperti:
Alam berubah-ubah
Setiap yang berubah-ubah baru
Alam baru
Penerimaan (kebenaran) alam baru tidak langsung diperoleh dari
pernyataan pertama, yaitu “alam berubah-ubah” (premis minor),
melainkan membutuhkan pernyataan kedua, yaitu “setiap yang berubah-
ubah baru” (premis minor). Pengetahuan baru, yaitu alam baharu, diterima
adanya menurut tata berpikir (logika) kendati tidak secara langsung.
Karena itu, hasil pemikiran ini disebut logis melalui penyimpulan tidak
langsung.
Metode penetapan keputusan ini diaplikasi dalam, setiap kali,
pengambilan keputusan sehingga dapat diketahui pengetahuan-
pengetahuan baru. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang shahih
(valid) dalam penetapan premis harus melalui beberapa ketentuan. Jika
tidak akan terjadi kebohongan (fallacy) dalam berpikir.9

B. Dasar Hukum Istidlal


Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala urusan dan
permasalahan kepada al-Qur‟an & Sunnah, sebagaimana firman Allah :

8
Hasbullah Bakry,1980. Sistimatik Filsafat.Jakarta: Wijaya. hlm. 37.
9
Hasan Bakti Nasution. 2016.Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam. Jurnal
Theologia- Volume 27, Nomor 1.hlm.77-78.
7
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”. (QS. An-Nisa’:59)10
Imam Ibnu Katsir berkata bahwa ini perintah Allah
untuk mengembalikan semua permasalahan yang diperselisihkan baik pada
masalah dasar-dasar agama atau cabangnya kepada Al-Qur‟an dan
sunnah”.11 Mafhumnya, menunjukkan larangan untuk menyandarkan
permasalahan hanya kepada akal semata.

C. Macam-macam Istidlal Mubasyir12


Istidlal mubasyir atau mengetahui satu qadhiyah lewat qadhiyah
yang lain, secara umum dibagi kepada tiga bagian: Taqabul, Aks dan
Naqidh.
1. Taqabul
Taqabul adalah sebuah koleksi dari empat bagian; Tanaqud,
Tadhad, Dukhul Tahta Tadhad dan Tadakhul, di mana kesemua itu
adalah qadhiyah yang secara mendasar dan dalam natijah (kesimpulan)
dari sisi maudhu dan mahmul adalah sama, akan tetapi dari segi

10
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung : Jabal Raudlotul
Jannnah, 2010),hlm.285.
11
Ibn Katsir, t.t., Tafsir Ibnu Katsir, Beirut ; Dar al Fikr.hlm.338.
12
Muqadam, Mahmud Muntazeri. 2014. Pelajaran Mantiq: Perkenalan Dasar-Dasar
Logika Muslim.Yogyakarta: Rausyanfikr Institute.hlm.102-11.
8
kammiyah (kuantitas) dan kaefiyah (kualitas) atau dari segi keduanya, di
antara keempat tersebut memiliki perbedaan.
a. Tanaqud: ketika dua qadhiyah sama dari segi maudhu dan mahmul-
nya, akan tetapi berbeda dari segi kammiyah dan kaefiyah, maka itu
disebut dengan "mutanaqidain" atau "dua qadhiyah yang
mutanaqid”. Di antara dua qadhiyah tersebut selamanya pasti yang
satu benar dan yang lain salah atau salah. Oleh karenanya, ketika
nisbah antara dua qadhiyah adalah tanaqud, maka dari pengetahuan
akan kebenaran satu qadhiyah, kita akan mengetahui kesalahan
qadhiyah yang lainnya. Juga sebaliknya, dari pengetahuan kita akan
kesalahan satu qadhiyah, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
qadhiyah yang lainnya adalah benar.
Dua qadhiyah yang di dalamnya terjadi tanaqud, maka
selamanya dalam beberapa hal memiliki kesatuan (ittihad) dan
dalam tiga hal memiliki perbedaan. Tiga hal yang menjadi perbedaan
tersebut adalah: Kam, Kaif dan Jihah.
Oleh karena itu, di antara empat qadhiyah mahshurah,
selamanya akan terjadi hubungan tanaqud antara qadhiyah qadhiyah;
Qadhiyah mujabah kulliyah dan salibah Juz'iyyah atau antara
salibah Kulliyah dengan Mujabah Juz'iyyah dengan syarat
terjaganya kesatuan atau persamaan-persamaan berikut ini.
Wahdah (kesamaan) yang ada dalam qadhiyah yang tanaqud
antara lain:13
1) Wahdah Maudhu (kesamaan objek), seperti "bunga itu indah" dan
"bunga itu tidak indah”. Oleh karenanya, dua qadhiyah berikut
"langit itu biru" dan "bunga itu tidak biru" bukan qadhiyah yang
mutanaqid, sebab di antara keduanya tidak memiliki wahdah
maudhu.
2) Wahdah Mahmul (kesamaan predikat), seperti "hutan itu hijau"
dan "hutan itu tidak hijau". Oleh karenanya, dua qadhiyah berikut

13
Muhammad Nur Ibrahim, 1985.Ilmu Manthiq. Jakarta: Al-Husna.hlm. 23.
9
"hari ini udara cerah" dan "hari ini udara tidak berawan” bukan
qadhiyah yang mutanaqid, sebab tidak memiliki wahdah mahmul.
3) Wahdah Syart (kesamaan syarat), seperti “manusia dengan syarat
ia berusaha maka akan berhasil" dan "manusia dengan syarat ia
berusaha maka tidak akan berhasil". Oleh karenanya, dua
qadhiyah berikut "manusia akan maju jika ia memanfaatkan
potensinya" dan "manusia tidak akan maju jika jika tidak
memanfaatkan potensinya” bukanlah qadhiyah yang mutanaqid,
sebab tidak memiliki wahdah syart.
4) Whadah Idhafi (kesamaan perbandingan), seperti “bunga lebih
kecil dibandingkan dengan pohon" dan "bunga tidak lebih kecil
dibandingkan dengan pohon". Oleh karenanya, dua qadhiyah
berikut; “pulpen lebih ringan dibandingkan dengan buku” dan
“pulpen tidak lebih ringan disbandingkan dengan rambut"
bukanlah qadhiyah yang mutanaqid, sebab keduanya tidak
memiliki wahdah idhafi.
5) Wahdah Juz'i dan Kulli (kesamaan partikular dan universal),
seperti "keseluruhan padang rumput berwarna hijau” dan
“keseluruhan padang rumput tidak berwarna hijau”. Oleh
karenanya, dua qadhiyah berikut; "sebagian dari hutan hijau" dan
"keseluruhan hutan tidak hijau" bukan qadhiyah yang mutanaqid,
sebab keduanya tidak memiliki wahdah juz'i dan kulli.
6) Wahdah Quwah dan Fi'il (kesamaan potensi dan aktual), seperti
“Ali adalah seorang dokter secara aktual” dan “Ali adalah bukan
dokter secara aktual". Oleh karenanya, dua qadhiyah berikut;
"bunga adalah buah secara potensi" dan "Bungan bukan buah
secara aktual" bukan qadhiyah yang mutanagid, sebab tidak
memiliki wahdah quwah dan fi'il.
7) Wahdah Makaan (kesamaan tempat), seperti "seorang mukmin
terpenjara di dunia" dan "seorang mukmin tidak terpenjara di
dunia". Oleh karenanya, dua qadhiyah berikut; "burung itu indah
10
di langit" dan "burung itu tidak indah di sangkar" bukan qadhiyah
yang mutanaqid, sebab tidak memiliki kesamaan Makaan.
8) Wahdah Zaman (kesamaan waktu), seperti "hari ini cuaca panas"
dan "hari ini cuaca tidak panas”. Oleh karenanya, dua qadhiyah
berikut; “pohon hijau di musim semi" dan "pohon tidak hijau di
musim gugur" bukan qadhiyah yang mutanaqid, sebab tidak
memiliki wahdah zaman.
b. Tadhad: ketika dua qadhiyah yang kulli sama dari segi maudhu dan
mahmul, akan tetapi yang satu mujabah (positif) dan yang lain
salbiah (negatif), maka kedua qadhiyah tersebut disebut "dua
qadhiyah yang mutadhad” atau “mutadhadain", seperti "setiap
manusia adalah hewan" dan "tidak ada satupun manusia yang
hewan". Tidak mungkin dua qadhiyah yang mutadhad keduanya
benar. Oleh karenanya, ketika kita mengetahui kebenaran salah satu
qadhiyah, maka kita akan mengetahui kesalahan dari qadhiyah yang
lain; walaupun ketika mengetahui kesalahan salah satu qadhiyah
tidak menyebabkan pengetahuan akan kebenaran qadhiyah yang lain.
Dengan kata lain, dua qadhiyah yang mutadhah tidak mungkin
kedua-duanya benar akan tetapi mungkin kedua-duanya salah.
c. Dukhul Tahta Tadhad: ketika dua qadhiyah yang juz'i sama dari segi
maudhu dan mahmul, akan tetapi yang satu mujabah dan yang lain
salibah, maka kedua qadhiyah tersebut dinamakan "Dukhul Tahta
Tadhad", seperti "sebagian dari burung berpindah-pindah" dan
"sebagian dari burung tidak berpindah-pindah". Ketika ada nisbah
(hubungan) seperti ini pada dua qadhiyah, jika salah satu darinya
salah, yang lainnya pasti benar; akan tetapi jika salah satunya benar
maka yang kedua tidak pasti salah; sebab mungkin saja keduanya
benar.
d. Tadakhul: ketika dua qadhiyah sama dari segi maudhu dan mahmul,
akan tetapi yang satu kulli dan yang lain juz'i, maka keduanya
disebut dengan "mutadakhil", seperti "sebagian manusia bebas" dan
11
"seluruh manusia bebas”. Dalam nisbah ini jika qadhiyah yang kulli
benar maka qadhiyah yang juz'i juga benar dan jika qadhiyah yang
juz'i salah maka qadhiyah yang kulli pasti salah, akan tetapi ketika
qadhiyah yang kulli salah tidak berarti qadhiyah yang juz'i pasti
salah dan tidak mesti ketika qadhiyah yang juz'i benar maka
qadhiyah yang kulli pasti benar.
2. Aks
Salah satu dari bagian istidlal mubasyir adalah Aks. Aks berarti
bertukarnya dua tharaf (bagian atau sisi) sebuah qadhiyah; yang mana
ketika qadhiyah yang pertama benar, maka qadhiyah yang aks-nya juga
benar. Dalam proses pembuatan aks sebuah qadhiyah, terkadang mesti
melakukan beberapa perubahan yang lainnya yang akan kita jelaskan
berikutnya.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa dari sudut pandang mantiqi,
jika salah satu qadhiyah benar maka aks darinya juga akan benar dan
jika qadhiyah aks-nya salah maka qadhiyah aslinya. juga pasti salah.
Istidlal mubasyir yang berupa aks ini memiliki dua bentuk:14.
a. Aks Mustawi: metode dari aks ini adalah pertukaran dua tharaf (sisi)
qadhiyah tanpa adanya perubahan dalam kaefnya (mujabah dan
salibah). Artinya, selamanya jika qadhiyah pertama (ashli) benar,
maka qadhiyah yang kedua (aks) juga benar. Kelaziman terjaganya
(tetapnya) kebenaran qadhiyah aks, adalah adanya perubahan kammi
(kulli dan juz’i) pada sebagian qadhiyah-qadhiyah mahshurah. Oleh
karenanya, Aks Mustawi dalam setiap qadhiyah mahshurah akan
memiliki bentuk sebagai berikut:
 Aks Mustawi dari mujabah kulliyah adalah Mujabah Juz'iyah
dan akan selamanya benar dalam setiap contohnya, seperti "setiap
manusia adalah hewan" maka "sebagian hewan adalah manusia".
 Aks Mustawi dari Mujabah Juz'iyah adalah Mujabah Juz'iyah
dan akan selamanya benar ketika dalam setiap contohnya, seperti
14
Jujun S. Surasumantri, 1998. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan. hlm. 76.
12
"sebagian manusia putih" maka "sebagian yang putih adalah
manusia".
 Aks Mustawi dari salibah Kulliyah berbentuk salibah Kulliyah
juga dan akan selamanya benar dalam setiap contohnya seperti
"tidak ada satupun manusia yang batu" maka tidak ada satupun
batu yang manusia".
 Aks Mustawi dari salibah juz'iyah tidak akan bisa terjadi, sebab
walaupun pada sebagian kondisi aks-nya benar, akan tetapi pada
semua kondisi tidak selamanya benar. Contohnya qadhiyah
"sebagian hewan bukanlah burung" maka tidak bisa qadhiyah
keduanya berbentuk sebagian burung bukanlah hewan".
b. Aks Naqidh: dalam jenis aks ini terdapat dua metode yang dalam
pandangan ilmu mantiq termasuk kepada metode yang benar dan
valid: 15
1) Metode Aks Naqidh Muwafiq (ini merupakan metode klasik).
Dalam metode ini pertama-tama kita ganti maudhu dan mahmul
kepada naqidhnya (lawannya), kemudian satu dengan yang
lainnya kita saling tukarkan, di mana kaef (mujabah dan salibah)
dan kebenarannya qadhiyah asli tidak berubah. Aks naqidh
muwafiq dari sisi kam (kulli dan juz'i) persis berlawanan dengan
aks Mustawi. Oleh karenanya, dalam qadhiyah-qadhiyah
mahshurah aks naqidh muwafiq memiliki bentuk seperti di bawah
ini:
 Aks naqidh dari mujabah kulliyah adalah mujabah kulliyah,
seperti “setiap manusia adalah hewan” maka “setiap yang
bukan hewan adalah bukan manusia".
 Aks naqidh dari salibah kulliyah adalah salibah juz'iyah,
seperti "tidak satupun dari manusia yang pohon” maka
“sebagian yang bukan pohon maka ia bukan manusia".

15
Ahmad Daudy, 1985.Kuliah Filsafat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.hlm. 16.
13
 Aks naqidh dari salibah juz'iyah selamanya adalah salibah
juz'iyah, seperti “sebagian manusia bukan putih” maka
“sebagian yang bukan putih bukanlah bukan manusia".
 Aks naqidh Mujabah Juz'iyah akan akan pernah terjadi
(mujabah juz'iyah tidak memiliki aks naqidh), sebab walaupun
pada sebagian aks naqidh benar, akan tetapi tidak selamanya
aks naqidh benar. Seperti pada qadhiyah "sebagian yang bukan
manusia adalah hewan" maka aks naqidh-nya tidak akan benar
“sebagian yang bukan hewan adalah manusia" atau "semua
yang selain hewan adalah manusia".
2) Metode Aks Naqidh Mukhalif (adalah metode kontemporer).
Metode ini adalah sebagai berikut; meletakkan naqidh (lawan)
mahlul di tempatnya maudhu dan meletakkan maudhu di
tempatnya mahmul dengan merubah kaif (mujabah dan salibah)
dan tidak merubah kebenaran qadhiyah. Dari sisi kammiyah (kulli
dan juz'i), aks naqidh mukhalif memiliki Hukum seperti aks
naqidh muwafiq. Oleh karenanya, dalam qadhiyah-qadhiyah
mahshurah aks naqidh Mukhalif memiliki bentuk sebagai berikut:
 Aks naqidh dari mujabah kulliyah adalah salibah kulliyah,
seperti "setiap manusia adalah hewan" maka "tidak ada
satupun yang bukan hewan adalah manusia".
 Aks naqidh dari salibah kulliyah adalah mujabah juz'iyah,
seperti "tidak ada satupun dari manusia yang tumbuhan" maka
“sebagian yang bukan tumbuhan adalah manusia".
 Aks naqidh salibah juz'iyah adalah mujabah juz'iyah, seperti
"sebagian manusia tidak putih” maka "sebagian yang bukan
putih adalah manusia".
 Mujabah Juz'iyah tidak memiliki aks naqidh mukhalif. Seperti
qadhiyah "sebagian dari yang bukan manusia adalah hewan"
maka tidak akan menghasilkan “sebagian yang bukan hewan

14
adalah bukan manusia" atau "tidak satupun yang bukan hewan
adalah bukan manusia".
3) Naqidh
Jenis istidlal mubasyir ini pada hakikatnya merupakan
kelanjutan dari aks. Naqidh adalah merubah qadhiyah kepada
qadhiyah yang lain, yang mana jika qadhiyah pertama (asli) benar
maka qadhiyah kedua (naqidh) juga benar. Dalam istidlal
mubasyir "naqidh" kedua tharaf (sisi) qadhiyah tetap pada
posisinya.
Naqidh memiliki tiga bagian: Naqidh Maudhu, Naqidh
Mahmul dan Naqidh Tharafain (dua sisi; maudhu dan mahmul).
a. Naqidh Maudhu, adalah pergantian maudhu dengan lawan
(naqidh) darinya dengan perubahan pada kam (kulli dan juz'i)
dan pada pada kaif (mujabah dan salibah) akan tetapi tidak ada
perubahan pada mahmul. Oleh karenanya, dalam qadhiyah
qadhiyah mahshurah, Naqidh maudhu memiliki bentuk sebagai
berikut:
 Naqidh maudhu dari mujabah kulliyah adalah salibah
juz'iyah, seperti “sebagian manusia berjalan dengan dua
kaki" maka "sebagian yang bukan manusia tidak berjalan
dengan dua kaki".
 Naqidh maudhu dari salibah kulliyah adalah mujabah
juz'iyah, seperti “tidak satupun dari besi yang emas” maka
“sebagian dari yang bukan besi adalah emas”.
 Mujabah Juz'iyah dan salibah juz'iyah tidak memiliki
naqidh maudhu.
b. Naqidh Mahmul, adalah pergantian mahmul dengan lawan
(naqidh) darinya dengan adanya perubahan pada kaif (mujabah
dan salibah), akan tetapi tidak ada perubahan dalam maudhu
dan kam (kulli dan juz'i), sehingga jika qadhiyah yang pertama
(asli) benar maka nagidh mahmul-nya juga benar. Oleh
15
karenanya, dalam qadhiyah-qadhiyah mahshurah, naqidh
mahmul memiliki bentuk sebagai berkut: 16
 Naqidh Mahmul dari mujabah kulliyah adalah salibah
kulliyah, seperti "semua logam menghantarkan listrik" maka
"tidak ada satupun dari logam bukan tidak menghantarkan
listrik".
 Naqidh Mahmul dari salibah kulliyah adalah mujabah
kulliyah, seperti “tidak ada satupun air yang beku” maka
"setiap air adalah tidak beku". Naqhid Mujabah Juz'iyah
adalah salibah juz'iyah, seperti "sebagian dari hewan adalah
manusia" maka "sebagian dari hewan adalah bukan
manusia".
 Naqidh Mahmul dari salibah juz'iyah adalah mujabah
juz'iyah, seperti "sebagian dari barang tambang adalah
emas" maka “sebagian barang tambang adalah bukan
emas”.
c. Naqidh Tharafain (dua sisi): naqidh tharafain adalah
pergantian maudhu dan mahmul dengan lawannya (naqidh)
dengan adanya perubahan pada kam (kulli dan juz'i) akan tetapi
tidak ada perubahan pada kaif (mujabah dan salibah), sehingga
kebenaran qadhiyah pun akan tetap terjaga. Oleh karenanya,
qadhiyah-qadhiyah mahshurah dari naqidh tharafain memiliki
bentuk sebagai berikut: 17
 Naqidh tharafain dari mujabah kulliyah adalah mujabah
juz'iyah, seperti "setiap logam mengantarkan listrik” maka
“sebagian yang bukan logam tidak menghantarkan listrik".
 Naqidh tharafain dari salibah kulliyah adalah salibah
juz'iyah, seperti tidak ada satupun dari besi yang emas"

16
Tim Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Manthiq (Medan: IAIN-
SU,1985).hlm.86.
17
Nasution, Harun: Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1975).hlm.60.
16
maka "sebagian non-besi bukan non-emas". Mujabah
Juz'iyah dan salibah juz'iyah tidak memiliki naqidh
tharafain.

Istidlal terdiri dari dua macam, yaitu Istidlal Qiyasi dan Istidlal
Istiqra’I (istiqra’I disebut juga istinbathi)18
1. Pengertian Istidlal Qiyasi
Kata qiyas berasal dari bahasa Arab yang berarti ukuran. Miqiyas
berarti alat mengukur. Maksudnya di sini adalah mengukur sesuatu dengan
sesuatu yang lain.
Menurut Al-Jurzany, pengertian Qiyas adalah sebagai berikut:
“penuturan yang tersusun dari keputusan-keputusan (qadhiyah), yang jika
keputusan-keputusannya benar, mesti melahirkan suatu kesimpulan
(natijah).
Qiyas dalam ilmu mantiq adalah ucapan atau kata yang tersusun
dari dua atau beberapa qadhiyah, manakala qadhiyah-qadhiyah tersebut
benar, maka akan muncul dari padanya dengan sendirinya qadhiyah benar
yang lain yang dinamakan natijah. Tetapi perlu dicatat bahwa, bila
qadhiyahnya tidak benar, bisa saja natijahnya benar. Tetapi benarnya itu
adalah kebetulan.19
Contoh:
- Tiap bid’ah itu sesat.
- Tiapp yang sesat dalam neraka. Jadi tiap bid’ah dalam neraka.

2. Pengertian Istidlal Istiqra’i


Secara lughawi, istiqra berarti penyelidikan dan penelitian sesuatu;
sedangkan secara istilah, pengertian istiqra adalah sebagai berikut:20
18
Sukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
1996), hlm, 113.
19
Basiq Djalil, 2010, Logika (Ilmu Mantiq), (Jakarta: Kencana).hlm.69.
20
Sukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
1996), hlm, 116.
17
“Menetapkan sesuatu atas keseluruhan berdasarkan adanya sesuatu pada
banyak fakta”.

Menurut Muhammad Nur Ibrohim:


“penalaran yang didasarkan atas fakta-fakta secara teliti dan
mengkajinya secara cermat sehingga dapat ditarik suatu keputusan umum
secara rasional”.

Dari kedua definisi tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa istidlal


Istiqra’I adalah proses berpikir dengan cara menarik suatu kesimpulan
umum berdasarkan fakta-fakta setelah terlibih dahulu dilakukan penelitian
yang cermat dan tepat. Istilah lain untuk istidlal istiqra’I ini adalah
Istinbathi (induktif). Contoh: “Setiap hewan menggerakkan rahang bawah
ketika menguyah makanan”.
Jika penarikan kesimpulan umum (generalisasi) berdasarkan hasil
penelitian berlaku kepada semua individu atau satuan dari fakta-fakta yang
padanya ditetapkan suatu keputusan, maka disebut Istidlal Istiqra’I Tam.
Sedangkan jika tidak – artinya masih terdapat individu yang dikecualikan
dikarenakan penetapan umum tersebut tidak diberlakukan kepadanya –
maka disebut Istidlal Istiqra’I Naqis, dan termasuk bagian dari Lawahiq
qiyas.
Contoh Istidlal Istiqra’I Tam:
“Jumlah hari pada setiap bulan komariah adalah tidak lebih dari tiga
puluh hari”
Contoh Istidlal Istiqra’I Naqish:
“Setiap orang yang sedih atau sakit, menangis”

Istidlal terdiri dari dua macam, yaitu sebagai berikut.


1.  Istidlal Qiyasi
Secara etimologi, qiyasi  berarti ukuran atau mengembalikan sesuatu
kepada persoalan pokoknya. Adapun menurut terminologi, Istidlal
qiyasi adalah upaya akal-pikir untuk memahami sesuatu yang belum
18
diketahui melalui yang sudah diketahui dengan menggunakan kaidah-
kaidah berpikir (logika) yang telah diterima kebenarannya.21
Contoh :
Anda mengutamakan kepentingan negara.
Setiap yang mengutamakan kepentingan negara adalah pembela tanah air.
 Anda pembela tanah air.

Penarikan kesimpulan melalui istidlal qiasi dilakukan dengan


menyusun dua qadhiyah. Jika dua qadhiyah telah disusun maka munculah
dengan sendirinya qadhiyah ketiga yang menjadi kesimpulan. Jika kedua
qadhiyah yang disusun itu tidak dengan sendirinya memunculkan
kesimpulan, disebabkan oleh salah satu dari dua kesalahan, yaitu
qadhiyahnya salah atau penyusunannya serampangan. Penyusunan
qadhiyah secara serampangan tidak termasukkan ke dalam istidlal qiasi.

Contoh : (1) Contoh : (2)


Kuda menarik pedati. Anjing haram.
Kerbau makan rumput. Ayam halal.
Kedua kelompok qadhiyah itu tidak dapat memunculkan
kesimpulan, karena penyusunannya dilakukan secara serampangan
sehingga tidak memenuhi kaidah istidlal qiasi.
Dalam pembahasan istidlal qiasi ada beberapa unsur yang perlu
dipahami, yaitu :
1. Lafadz-lafadz dalam qadhiyah-qadhiyah qias;
2. Qadhiyah-qadhiyah dalam rangkaian qias.
Pembahasan tersebut, senada dengan pendapat menurut Al-
Jurany, bahwa Qiyas adalah :
                             ‫قول مركب من قضايا اذا سلمت لزم عنها لذاتها قول اخر‬ 

21
Baihaqi A.K., 1996.Ilmu Mantik, Tanpa Kota Terbit : Darul Ulum Press.hlm. 112.
19
“Penuturan yang tersusun dari keputusan-keputusan (qadhiyah), yang
jika keputusan - keputusannya benar, mesti melahirkan suatu kesimpulan
(natijah)”.
Dari segi kata-kata yang digunakan dalam penyusunan (lafadz-
lafadz dalam qadhiyah-qadhiyah), qiyas terdiri atas tiga macam kata, yang
disebut hudul qiyas. Ketiga macam kata itu ialah :
a. Had asghar (‫)حد اصغر‬, yaitu  “‫”ماكان عند اخذ النتيجة موضوعا لها‬
“Kata yang berfungsi sebagai subjek (maudhu’) ketika mengambil
kesimpulan (natijah)”.
b. Had Akbar ( ‫)حد اكبر‬, yaitu  “‫”ماكان عند اخذ النتيجة محموال لها‬
“Kata yang berfungsi sebagai predikat (mahmul) ketika mengambil
kesimpulan (natijah)”.
c. Had Ausath (‫ ) حد اوسط‬atau had Wasth ( ‫) حد وسط‬, yaitu :
”‫ماكان مكررا فى القضيتين االولى والثانية‬ ”
“Kata yang disebut berulang-ulang dalam dua kesempatan (qadhiyah),
baik yang pertama maupun yang kedua”.

Adapun dari segi bangunan qadhiyah  yang dibangun dalam


penyusunannya (qadhiyah-qadhiyah dalam rangkaian qias), qiyas terdiri
dari tiga macam, yaitu :22
1) Al-Muqaddimah Sughra (Premis Minor), yaitu qadhiyah yang memuat 
had asghar.
2)      Al-Muqaddimah Kubra (Premis Mayor), yaitu qadhiyah yang memuat 
had akbar.
3)      Al-Natijah, yaitu qadhiyah yang tersusun dari dua had, yaitu dengan
merangkai had asghar  dan had akbar.
Contoh :
Sebagian hewan berkaki empat (Muqaddimah sughra);
‫حد اصغر‬ ‫حد اوسط‬

Setiap yang berkaki empat tenaganya besar (Muqaddimah kubra);


22
M. Ali Hasan, 1992, Ilmu Mantiq (Logika), Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, hlm.76.
20
‫حد اوسط‬ ‫حد اكبر‬

Sebagian hewan tenaganya besar (Natijah)


‫حد اصغر‬ ‫حد اكبر‬

Istidlal Qiyasi terdiri dari dua macam, yaitu :


1.   Istidlal Qiasi Iqtirani
Iqtirani, secara bahasa adalah menyertakan, mengumpulkan,
menyusunkan.  Istidlal qiyasi iqtirani terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Qias Iqtirani Hamli, yaitu qiyas yang tersusun dari qadhiyah hamliyah
dengan menyusun atau merangkai kalimat-kalimat sempurna. Jadi, Qias
Iqtirani Hamli merupakan qias yang ketiga qadhiyahnya terdiri dari
qadhiyah-qadhiyah hamliyah saja.
Contoh :
Alam ini berubah.
Setiap yang berubah baharu.
 Alam ini baharu.
b. Qias Iqtirani Syarthi, yaitu qias yang mengikat dua qadhiyah (kalimat)
atau lebih menjadi satu dengan menggunakan adat syarat (kata
pengandai : jika, manakala, kapanpun, betapapun, dan lainnya). Jadi,
Qiyas Iqtirani Syarthi merupakan qias yang tersusun dari qadhiyah
hamliyah dan qadhiyah syarthiyah. 
Contoh :
Jika sesuatu berubah, berarti ia dijadikan.
Setiap yang dijadikan pasti ada yang menjadikannya.
 Jika sesuatu berubah, pasti ada yang menjadikannya.

2. Istidlal Qiasi Istitsna’i
Istitsna’i secara etimologi adalah pengecualian, dikecualikan. Kata
pengecualian dalam Ilmu Mantiq adalah tetapi ( ‫)لكن‬. Qias istitsna’i
merupakan rangkaian dua muqaddimah yang muqaddimah keduanya
dimasuki oleh kata tetapi.
21
Qias istitsna’i ialah qias yang natijah-nya bersumberkan salah satu dari
dua qadhiyah yang disatukan oleh adat syarat (kondisional) jika, manakala,
betapapun, bagaimanapun, setiap kali, atau yang semacamnya pada
muqaddimah pertama. Sehingga, natijah ditarik dari muqaddam atau tali
yang terdapat dalam muqaddimah pertama tersebut.
Jika qadhiyah I (‫دم‬PPP‫ )مق‬pada muqaddimah pertama di-istitsna’i
(dikecualikan) maka qadhiyah II-nya (tali) menjadi natijah-nya. Sebaliknya,
jika qadhiyah II (tali) dari muqaddimah itu di-istitsna’i (dikecualikan) maka
qadhiyah I-nya (‫دم‬PP‫ )مق‬menjadi natijah-nya. Lafadz yang dipakai untuk
pengecualian itu adalah ‫( لكن‬tetapi) bukan ‫( الا‬kecuali).23
Qias istitsna’i dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Qias istitsna’i ittishali, yaitu ‫ماكانت المقدمة الكبرى فيه شرطية متصلة‬
qias yang muqaddimah kubra-nya terdiri atas qadhiyah syarthiyah
muttashilah.
Contoh :
Jika guru datang (I) pelajaran berjalan (II)
Tetapi guru datang (I).
 Pelajaran berjalan (II).
Atau :
Jika guru datang (I) pelajaran berjalan (II).
Tetapi pelajaran berjalan (II).
 Guru datang.

b. Qias istitsna’i infishali, yaitu ‫ماكانت المقدمة الكبرى فيه شرطية منفصلة‬
qias yang muqaddimah kubra-nya terdiri dari qadhiyah syarthiyah
munfashilah.
Contoh :
Pasaran cengkih adakalanya ramai, adakalanya sepi.
Tetapi, pasaran cengkih ramai.
 Pasaran cengkih tidak sepi.

23
Op. Cit., Baihaqi A.K., hlm. 120.
22
Atau :
Pasaran cengkih adakalanya ramai, adakalanya sepi.
Tetapi, pasaran cengkih sepi.
 Pasaran cengkih tidak ramai.

2. Istidlal Istiqra’i
Secara lughawi, istiqra’i berarti penyelidikan dan penelitian sesuatu;
sedangkan secara istilah, Menurut Al-Jurzani :
‫الحكم على كلي لوجوده في اكثر جزئياته‬
“Menetapkan sesuatu atas keseluruhan berdasarkan adanya sesuatu pada
banyak fakta”. 
Sedangkan menurut Muhammad Nur Ibrahim :
            ‫االستدالل المبني على تصفح الجزئيات ودرسها درسا وافيا يوصل العقل الى استنباط حكم عام‬
“Penalaran yang didasarkan atas pemeriksaan fakta-fakta secara teliti
dan mengkajinya secara cermat sehingga dapat ditarik suatu keputusan
umum secara rasional”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa istidlal istiqra’i  adalah proses berpikir
dengan cara menarik kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta setelah
terlebih dahulu dilakukan percobaan-percobaan dan penelitian yang cermat
serta tepat. Istilah lain untuk istidlal istiqra’i  adalah penarikan kesimpulan
secara induktif (istinbathi).

  Istidlal Istiqra’i terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :24


a. Istidlal Istiqra’i Tam, yaitu jika penarikan kesimpulan umum
(generalisasi) berdasarkan hasil penelitian itu berlaku kepada semua
individu atau satuan dari fakta-fakta yang ditetapkan suatu keputusan.
Contoh : Jumlah hari pada setiap bulan Qomariyah tidak lebih dari tiga
puluh hari.

24
Taib Thahir dan Abdul Mu’in, Ilmu Mantiq (Logika), Jakarta : Widjaya,Tanpa Tahun,
hlm. 128.
23
b. Istidlal Istiqra’i Naqish, yaitu jika penarikan kesimpulan umum
(generalisasi) berdasarkan hasil penelitian tetapi tidak berlaku kepada
semua individu (masih terdapat individu yang dikecualikan karena
penetapan umum tersebut tidak diberlakukan kepadanya).
Contoh : Setiap orang yang sedih atau sakit, ia akan menangis.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istidlal Mubasyir adalah mengantarkan akal dari satu qadhiyah
kepada qadhiyah yang lain dan dibagi kepada tiga bagian; taqabul, aks dan
Naqidh. Istidlal Mubasyir taqabul tersusun dari empat bagian; tanaqud,
tadhad, Dukhul Tahta Tadhad dan tadakhul.
Dalam taqabul tanaqud adanya kelaziman dari kebenaran satu
qadhiyah kepada kesalahan qadhiyah yang lain serta sebaliknya. Dalam
taqabul tadhad adanya kelaziman dari kebenaran satu qadhiyah kepada
kesalahan qadhiyah yang lain, akan tetapi dari kesalahan satu qadhiyah tidak
melazimkan kebenaran qadhiyah yang lain. Dalam taqabul tadakhul adanya
kelaziman dari kebenaran qadhiyah yang kulli kepada kebenaran qadhiyah
yang juz'i dan dari kesalahan qadhiyah yang juz'i kepada kesalahan qadhiyah
yang kulli. Sedangkan dalam taqabul Dukhul Tahta Tadhad adanya
kelaziman dari kesalahan satu qadhiyah kepada kebenaran qadhiyah yang
24
lain, akan tetapi kebenaran satu qadhiyah tidak melazimkan kesalahan
qadhiyah yang lain.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami


selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan. Oleh karena itu,
kami  mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang bersifat membantu
agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah
yang akan datang.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Daudy, 1985.Kuliah Filsafat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.


Baihaqi A.K., 1996. Ilmu Mantik, Tanpa Kota Terbit : Darul Ulum Press.
Basiq Djalil, 2010, Logika (Ilmu Mantiq), (Jakarta: Kencana).
Chaerudji Abdulchalik dan Oom Mukaromah.2013. Ilmu Mantiq: Undang-
undang Berpikir Valid. Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung : Jabal Raudlotul
Jannnah, 2010).
Hasan Bakti Nasution. 2016.Mashsha’iyah: Mazhab Awal Filsafat Islam. Jurnal
Theologia- Volume 27, Nomor 1.
Hasbullah Bakry,1980. Sistimatik Filsafat.Jakarta: Wijaya.
Ibn Katsir, t.t., Tafsir Ibnu Katsir, Beirut ; Dar al Fikr.
Jujun S. Surasumantri, 1998. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harapan.
M. Ali Hasan, 1992, Ilmu Mantiq (Logika), Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya.
Muhammad Nur Ibrahim, 1985.Ilmu Manthiq. Jakarta: Al-Husna.
Muhammad Nur Ibrahim, Ilmu Manthiq (Jakarta: al-Husna, 1985)
Muqadam, Mahmud Muntazeri. 2014. Pelajaran Mantiq: Perkenalan Dasar-
Dasar Logika Muslim.Yogyakarta: Rausyanfikr Institute.
Sukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1996).
Syukriadi Sambas, 1996. Mantik, Bandung : Remaja Rosda Karya.
Taib Thahir dan Abdul Mu’in, Ilmu Mantiq (Logika), Jakarta : Widjaya,Tanpa
Tahun.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN
Sunan Ampel Press, 2011).
Tim Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Manthiq (Medan:
IAIN-SU,1985)
Umar Muhaimin.2017. Metode Istidlal Dan Istishab (Formulasi Metodologi
Ijtihad). Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam. Vol. 8, No. 2.
Nasution, Harun: Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,
1975).

Anda mungkin juga menyukai