Proposal PPG
Proposal PPG
Proposal PPG
OLEH :
OLEH :
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal yang berjudul
“Perencanaan Program Gizi Di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar” tepat pada
waktunya. Proposal ini disusun untuk memenuhi Praktek Kerja Lapangan mata
kuliah Perencanaan Program Gizi (PPG).
Proposal ini dapat terselesaikan bukan hanya karena usaha penulis sendiri
melainkan berkat bantuan, dukungan, serta bimbingan dari berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak I Wayan Ambartana, SKM, M.Fis., Bapak Dr. Ir. I Komang Agusjaya
M., M.Kes., Bapak Dr. A.A. Ngurah Kusumajaya, S.P.,MPH, Bapak Dr. I
Putu Suiraoka, SST., M.Kes., Bapak A.A. Gde Raka Kayanaya, SST., M.
Kes., dan Ibu Ir. Desak Putu Sukraniti, M.Kes. selaku dosen pembimbing
Perencanaan Program Gizi (PPG)
2. Ibu Dr. Ni Komang Wiardani, SST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi yang
telah memberikan kesempatan menyusun proposal untuk memenuhi PKL
mata kuliah Perencanaan Program Gizi (PPG)
3. Ibu Pande Putu Sri Sugiani,DCN.M.Kes selaku Ketua Program Sarjana
Terapan Gizi dan Dietetika yang telah memberikan kesempatan dalam
menyusun proposal untuk memenuhi PKL mata kuliah Perencanaan Program
Gizi (PPG)
4. Teman-teman mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Denpasar dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan
mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak demi penyempurnaan proposal ini. Semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Denpasar, 15 November 2021
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
A. Ibu Hamil...................................................................................................5
B. Balita........................................................................................................19
C. Ibu Menyusui...........................................................................................63
D. Posyandu..................................................................................................69
BAB III KERANGKA KONSEP...........................................................................90
A. Masalah Gizi pada Ibu Hamil..................................................................90
B. Masalah pada Status Gizi Balita..............................................................95
C. Masalah pada Ibu Menyusui....................................................................99
D. Masalah pada Kader Posyandu..............................................................102
BAB IV METODE PENELITIAN......................................................................105
A. Jenis Penelitian......................................................................................105
B. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................105
C. Populasi dan Sampel Penelitian.............................................................105
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian........................................107
E. Cara Pengolahan dan Analisis Data.......................................................110
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................115
LAMPIRAN.........................................................................................................122
v
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Angka Penambahan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil..................................................6
3. Klasifikasi Status Gizi Baduta Berdasarkan Panjang Badan atau Tinggi Badan
menurut Umur...................................................................................................27
4. Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan menurut Panjang Badan
atau Tinggi Badan.............................................................................................28
5. Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur
................................................................................................................................29
6. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak..................................................36
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi............................................................30
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Ibu Hamil........................................................................................123
2. Kuisioner Balita...............................................................................................132
3. Kuesioner Ibu Menyusui..................................................................................155
4. Kuesioner Kader Posyandu..............................................................................166
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan atau masyarakat (UU No.36 tahun 2009). Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi tingginya di wilayah kerjanya. Adapun berbagai macam
masalah kesehatan yang berhubungan dengan gizi pada masyarakat itu
dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan antara satu faktor dengan
faktor yang lainnya.
Di Kota Denpasar angka kematian ibu Maternal tahun 2018 (24 per
100.000 KH) lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2017 (46 per 100.000
KH) dan sudah lebih rendah dari target Renstra Dinas Kesehatan Kota Denpasar
tahun 2018 (56 per 100.000 KH). Jika dibandingkan dengan target Nasional (125
1
per 100.000 KH), maka AKI per 100.000 Kelahiran Hidup Kota Denpasar berada
jauh di bawah target yang telah ditetapkan. Selama 2019 di Kota Denpasar terjadi
2 kematian ibu dari 16.538 kelahiran hidup yang terdiri dari 1 kematian ibu hamil
1 orang ib u nifas. Kematian ibu di Kota Denpasar disebabkan oleh karena
pendarahan 1 orang, dan 1 orang karena sebab lainnya. Di tingkat kecamatan yang
ada di Kota Denpasar, Angka kematian ibu maternal tertinggi di kecamatan
Denpasar Selatan (24,8 per 100.000 KH) dan Denpasar Utara(25 per 100.000 KH)
sedangkan Denpasar Timur dan Denpasar Barat tahun 2019 tidak ada kematian
ibu 2021/11/16.
2
Kabupaten Jembrana mencapai 89,96% dan Badung mencapai 44,43% (Dinkes
Bali, 2013). Berdasarkan data diatas, pemberian ASI
3
Berdasarkan uraian di atas, kami tertarik untuk melakukan pengumpulan
data dalam bidang gizi untuk perencanaan program gizi di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Puskesmas Wilayah Kota Denpasar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut
: “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan masalah gizi yang ada
dengan keadaan gizi masyarakat di wilayah kerja dinas kesehatan Puskesmas
wilayah Kota Denpasar?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan masalah gizi yang ada dengan
keadaan gizi masyarakat di wilayah kerja dinas kesehatan Puskesmas wilayah
Kota Denpasar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengumpulkan data mengenai gambaran umum Dinas Kesehatan Puskesmas
di wilayah Kota Denpasar
b. Mengumpulkan data mengenai ibu hamil, ibu menyusui, balita dan kader
posyandu di Puskesmas wilayah Kota Denpasar.
c. Menganalisis data mengenai ibu hamil, ibu menyusui, balita dan kader
posyandu di Puskesmas wilayah Kota Denpasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Untuk menambah pengetahuan dan mengatasi masalah gizi yang ada di
Puskesmas wilayah Kota Denpasar.
2. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan serta memberikan informasi mengenai data dalam bidang gizi di
Puskesmas wilayah Kota Denpasar.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ibu Hamil
1. Pengertian Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan seseorang yang sedang dalam proses pembuahan
untuk melanjutkan keturunan. Dalam tubuh seorang wanita hamil terdapat janin
yang tumbuh yang tumbuh di dalam rahim. Kehamilan terjadi setelah bertemunya
sperma dan ovum, tumbuh dan berkembang di dalam uterus. Seorang ibu harus
menjaga kesehatan sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan permasalahan pada
kesehatan ibu, bayi dan proses persalinan. (Mamuroh, 2019).
Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari).
Kehamilan ini dibagi atas 3 semester yaitu; kehamilan trimester pertama mulai 0-
14 minggu, kehamilan trimester kedua mulai mulai 14-28 minggu, dan kehamilan
trimester ketiga mulai 28-42 minggu (Yuli, 2017).
5
Kebutuhan gizi selama hamil meliputi :
a. Energi
Energi merupakan sumber utama yang diperlukan tubuh, energi berperan
penting untuk mempertahankan berbagai fungsi tubuh seperti sirkulasi dan
sintesis protein. Kebutuhan gizi untuk ibu hamil akan mengalami peningkatan
dibandingkan ketika tidak hamil. Kebutuhan gizi perempuan sebelum hamil
yakni sekitar 2250 kkal/hari untuk usia 19 – 29 tahun dan 2150 kkal untuk
usia 30 – 49 tahu, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan bertambah 180
kkal/hari pada trimester I dan 300 kkal/hari pada trimester II dan III.
b. Protein
Protein merupakan komponen yang penting untuk pembentukan sel-sel tubuh,
pengembangan jaringan, termasuk untuk pembentukan plasenta. Kebutuhan
protein untuk ibu hamil sekitar 17 g/hari.
c. Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga dan untuk pertumbuhan jaringan plasenta.
Selain itu, lemak disimpan untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Kadar
lemak akan meningkat pada kehamilan tirmester III.
d. Karbohidrat
Karbohidrat kompleks mengandung vitamin dan mineral serta meningkatkan
asupan serat untuk mencegah terjadinya konstipasi.
e. Vitamin
Vitamin yang dibutuhkan seperti: Asam folat, Vitamin A, Vitamin B, Vitamin
C, Vitamin D, Vitamin E dan Vitamin K.
f. Mineral mencakup zat besi, zat seng, kalsium, yodium, fosfor, flour dan
natrium.
Tabel 1.
Angka Penambahan Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Ibu hamil
Zat gizi
Trimester I Trimester II Trimester III
Energi (kkal) + 180 + 300 + 300
Protein (gr) +1 + 10 + 30
Lemak (gr) + 2.3 + 2.3 + 2.3
6
Omega 3 (gr) + 0.3 + 0.3 + 0.3
omega 6 (gr) +2 +2 +2
Karbohidrat (gr) + 25 + 40 + 40
Serat (gr) +3 +4 +4
Air (ml) + 300 + 300 + 300
Vit A (RE) + 300 + 300 + 300
Vit B1 (mg) + 0.3 + 0.3 + 0.3
Vit B2 (mg) + 0.3 + 0.3 + 0.3
Vit B3 (mg) +4 +4 +4
Vit B5 (mg) +1 +1 +1
Vit B6 (mg) + 0.6 + 0.6 + 0.6
Folat (mcg) + 200 + 200 + 200
Vit B12 (mcg) + 0.5 + 0.5 + 0.5
Kolin (mg) + 25 + 25 + 25
Vit C (mg) + 10 + 10 + 10
Kalsium (mg) + 200 + 200 + 200
Besi (mg) +0 +9 +9
Iodium (mcg) + 70 + 70 + 70
Seng (mg) +2 +4 +4
Selenium (mcg) +5 +5 +5
Mangan (mg) + 0.2 + 0.2 + 0.2
Kromium (mcg) +5 +5 +5
Tembaga (mcg) + 100 + 100 + 100
3. Anemia
a. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana jumlah dan ukuran sel darah
merah atau kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari normal, yang akan
mengakibatkan terganggunya distribusi oksigen oleh darah ke seluruh tubuh
(Kemenkes, 2018).
Anemia defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan
merupakan penyebab anemia terbesar di dalam kehamilan.Sebesar 20% populasi
7
dunia diketahui menderita anemia defisiensi besi dan 50% dari individu yang
menderita defisiensi besi berlanjut menjadi anemia defisiensi besi (Salmariantity,
2012).
b. Klasifikasi Anemia
1) Anemia defisiensi besi (Fe)
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil,
tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi
seperti terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat,
feroglukonat atau Natrium ferobisitrat, pemberian preparat besi 60mg/hari
dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan (Andita, 2018).
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh karena
kekurangan asam folat, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12 (Andita,
2018).
3) Anemia hipoplastik
Anemia hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum
tulang, membentuk sel darah merah baru.
4) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik yaitu anemia disebabkan karena penghancuran seldarah
merah yang lebih cepat dari pembuatannnya.
Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan
kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia.
Batasan anemia bagi ibu hamil menurut Riskesdas (2013) :
a) Tidak anemia : ≥ 11 gr%
b) Anemia : < 11 gr%
c. Tanda dan gejala
Penderita anemia biasanya memiliki tanda dan gejala seperti mudah
lemah, letih, lesu, nafas pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique
atau rasa lelah yang berlebihan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung
mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung
penderita anemia biasanya lebih cepat karena burusaha mengkompensasi
8
kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan
kerja dan kebugaran tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama,kerja
jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan gagal jantung kongestif.Anemia zat
besi juga bisa menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga tubuh tubuh
mudah terinfeksi (IPMG,2009;Fatmah,2010; Salmariantity, 2012).
Ibu hamil yang mengalami malnutrisi akan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia),
konsentrasi hilang, nafas pendek yaitu anemia sudah parah dan keluhan mual,
muntah lebih hebat pada hamil muda (Proverawati, 2009).
9
d) Budaya
Budaya di masing-masing daerah yang sudah diwariskan secara turun-
temurun dan menjadi kebiasaan sangat mempengaruhi perilaku kesehatan
termasuk pola makan. setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam hal
pola makan, pendistribusian makanan, pantangan baik untuk kelompok
tertentu seperti upacara adat, anak maupun ibu hamil. Kebiasaan yang
bertentangan inilah yang dapat menghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat (Vanessa et al., 2009).
2) Faktor Langsung
Faktor langsung dipengaruhi oleh pola konsumsi dan infeksi.
a) Pola konsumsi
Pola konsumsi merupakan susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola
konsumsi dapat diartikan sebagai cara seseorang atau kelompok dalam
memilih makanan yang baik dan mengonsumsinya sebagai tanggapan
terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial (Waryana, 2010).
b) Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan seseorang mengalami gizi kurang melalui
berbagai mekanisme yang paling penting ialah efek langsung dari infeksi
sistemik pada metabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan
sudah akan menimbulkan kehilangan nitrogen. Infeksi yang akut
mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan.
Penyakit infeksi yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui saat
kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan.
Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi
yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat
mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus
penyebab penyakit (Andita, 2018).
Perdarahan patologis akibat penyakit atau infeksi parasit seperti cacingan
dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap anemia. Darah yang
hilang akibat infeksi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari,
bergantung pada beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan
10
banyaknya telur cacing adalah 0,8 mg (untuk necator americanus) sampai 1,2
mg (untuk Ancylostoma duodenale) dalam sehari (Fatmah,2010 dalam
Salmariantity, 2012)
3) Faktor Tidak Langsung
a) Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilannya. Pelayanan Antenatal Care (ANC) dapat
dipantau dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya.
Pelayanan ini dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di
tetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal
sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus
(sesuai resiko yang ditemukan dalam pemeriksaan).
b) Paritas
Paritas merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia zat besi
pada ibu hamil. wanita yang sering mengalami kehamilan dan melahirkan
makin anemia karena banyak kehilangan zat besi, hal ini disebabkan selama
kehamilan wanita menggunakan cadangan zat besi yang ada di dalam
tubuhnya.
c) Umur
Umur ibu yang ideal dalam kehamilan yaitu pada kelompok umur 20-35 tahun
dan pada umur tersebut kurang beresiko komplikasi kehamilan serta memiliki
reproduksi yang sehat. Hal ini terkait dengan kondisi biologis dan psikologis
dari ibu hamil. Sebaliknya pada kelompok umur < 20 tahun beresiko anemia
sebab pada kelompok umur tersebut perkembangan bilogis yaitu reproduksi
belum optimal. Selain itu, kehamilan pada kelompok usia diatas 35 tahun
merupakan kehamilan yang beresiko tinggi. Wanita hamil dengan umur diatas
35 tahun juga akan rentan anemia. Hal ini menyebabkan daya tahun tubuh
mulai menurun dan mudah terkena berbagai infeksi selama masa kehamilan
(Manuaba, 2010 dalam Andita, 2018).
d) Dukungan suami/keluarga
11
Dukungan suami sangat diperlukan selama istri dalam masa hamil. Dukungan
suami adalah bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab suami dalam
kehamilan istri. Semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh suami pada ibu
untuk mengkonsumsi tablet besi semakin tinggi pula keinginan ibu hamil
untuk mengkonsumsi tablet besi.
e) Kepatuhan minum tablet Fe
Ibu hamil diajurkan untuk mengkonsumsi paling sedikit 90 tablet besi selama
masa kehamilan. Zat besi yang berasal dari makanan belum bisa mencukupi
kebutuhan selama hamil, karena zat besi tidak hanya dibutuhkan oleh ibu saja
tetapi juga untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Apabila ibu hamil
selama masa kehamilan patuh mengkonsumsi tablet Fe maka resiko terkena
anemia semakin kecil (WHO, 2002). Kepatuhan ibu sangat berperan dalam
meningkatkan kadar Hb. Kepatuhan tersebut meliputi ketepatan jumlah tablet
yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi dan keteraturan frekuensi
mengonsumsi tablet Fe (Hidayah dan Anasari, 2012 dalam Sari, 2019)
e. Dampak Anemia
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko, melainkan tingginya angka
kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan rendahnya
kemampuan jasmani karena sel - sel tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan
oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka prematuritas, mudah
terjadi infeksi, mengalami hiperemesis gravidarium, berat badan bayi lahir rendah,
dan angka kematian perinatal meningkat. Pendarahan antepartum dan postpartum
lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal,
sebab wanita yang anemia tidak dapat terhindar dari kehilangan darah (Rukiyah,
2010 dalam Sari, 2019).
f. Penanggulangan Anemia
Anemia dalam kehamilan dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan
bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ada beberapa pendekatan dasar untuk mencegah anemia antara lain:
1) Pemberian TTD mengandung 60 mg elemental iron dan 0,25 mg asam folat
dengan dosis 1 tablet/hari sedikitnya 90 hari selama kehamilan.
12
2) Fortifikasi bahan makanan dan pendidikan gizi (KIE).
3) Pengawasan penyakit infeksi
4) Modifikasi makanan pokok dengan zat besi
Penanggulangan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara
pemberian tablet Fe serta peningkatan kualitas makanan sehari-hari. Ibu hamil
biasanya tidak hanya mendapatkan preparat besi tetapi juga asam folat
(Sulistyoningsih 2011 dalam Sari, 2019)
4. KEK (Kekurangan Energi Kronik)
a. Pengertian
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana ibu menderita
kejadian kekurangan kalori dan protein (malnutrisi) yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil
(bumil). Di Indonesia batas LILA dengan risiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan risiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR.
Bila bayi lahir dengan risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai
risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan
perkembangan anak. Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum
kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi baik, misalnya dengan
LILA tidak kurang dari 23,5 cm (Aulia, 2020)
b. Tanda dan gejala
Kekurangan Energi Kronis (KEK) memberikan tanda dan gejala yang
dapat dilihat dan diukur. Tanda dan gejala KEK yaitu Lingkar Lengan Atas
(LILA) kurang dari 23,5 cm (Supariasa, 2013).
c. Faktor – faktor yang mempengaruhi KEK
1) Umur ibu
Umur ibu yang berisiko melahirkan bayi kecil adalah kurang dari 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun. Ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun
dikatakan memiliki risiko KEK yang lebih tinggi. Usia ibu hamil yang terlalu
muda, tidak hanya meningkatkan risiko KEK namun juga berpengaruh pada
banyak masalah kesehatan ibu lainnya (Stephanie dan Kartika, 2016).
2) Pendidikan
13
Rendahnya pendidikan seorang ibu dapat mempengaruhi terjadinya risiko
KEK, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan dapat menentukan mudah
tidaknya seseorang untuk menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
diperoleh. Latar belakang pendidikan ibu adalah suatu faktor penting yang
akan berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi (Stephanie dan Kartika,
2016).
3) Status ekonomi
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang
adalah tingkat keadaan ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga.
Keluarga yang memiliki pendapatan kurang, berpengaruh terhadap daya beli
keluarga tersebut.
4) Status anemia
Status anemia dipengaruhi oleh adanya asupan makanan yang
mengandung zat besi (Fe) yang rendah sehingga mengakibatkan kadar Hb ibu
hamil rendah dan dapat menyebabkan ibu hamil tersebut kekurangan energi
kronis. Wanita hamil beresiko anemia jika kadar Hb berada di bawah nilai
normal yakni <11 gr%.
d. Dampak Kkurangan Energi Kronik
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada saat kehamilan dapat berakibat pada
ibu maupun pada janin yang dikandungnya.
1) Terhadap ibu dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain : anemia,
perdarahan, berat badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit
infeksi.
2) Terhadap persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan.
3) Terhadap janin dapat mengakibatkan keguguran/abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) (Waryana, 2016)
14
e. Penanggulangan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) dapat dicegah dan ditangani melalui
berbagai langkah, antara lain :
1) Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang berpedoman
umum gizi seimbang.
2) Pola hidup sehat.
3) Memberikan penyuluhan mengenai gizi seimbang yang diperlukan oleh ibu
hamil (Supariasa, 2013).
5. Pola Konsumsi
a. Pengertian
Pola konsumsi adalah cara sesorang atau sekelompok orang yang memilih
dan mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologi, budaya, dan sosial sebagai bagian yang mempengaruhi pola makan
dapat meliputi kegiatan memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan, beberapa
faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan manusia. Selain itu tingkat
konsumsi merupakan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi
seseorang (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2016). Dalam istilah sehari-hari konsumsi
dapat diartikan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan, baik untuk kebutuhan
makanan maupun kebutuhan non makanan. Konsumsi juga dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan saat ini guna
meningkatkan kesejahteraan hidup.
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi
yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Maghribi, 2019)
Konsumsi zat gizi pada suatu hidangan bertujuan untuk proses
metabolisme, mulai dari proses pencernaan, penyerapan makanan, transportasi
oleh darah untuk mencapai sel target dan menghasilkan energy, pertumbuhan
tubuh, pemeliharaan jaringan tubuh, proses biologis, penyembuhan penyakit dan
daya tahan tubuh (Par'i, 2014).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Konsumsi
15
Menurut (Harper dkk, 1986 dalam Setiawati, 2018) Faktor- faktor yang
mempengaruhi konsumsi makanan sehari-hari adalah sebagai berikut :
1) Pola Makan
Cara seseorang atau kelompok memilih makanan dan memakanya sebagai
tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan social disebut
pola makanan. Pola makan dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan
pangan dan pola pangan.
2) Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap apa yang dimakan
atau dikonsumsinya sehari-hari. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin
baik pula pola tingkat pemenuhan konsumsi pangan yang dibutuhkan.
3) Pengetahuan Gizi
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi
didasarkan pada tiga kenyataan :
a) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
b) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakanya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal,
pemeliharaan, dan energy.
c) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
4) Besar anggota keluarga (jumlah anggota keluarga)
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
pada masing-masing keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan
lebih mudah memenuhi kebutuhan makananya jika yang harus diberi makan
jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar
mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut,
tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar
tersebut. Ibu merupakan sebagai penyedia makanan keluarga dan mengatur
menu makanan yang disajikan untuk para anggota keluarga.
16
makanan yang dikonsumsi baik tingkat individu, rumah tangga, dan masyarakat
(Kusharto & Supariasa, 2014).
Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi
makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan
kuantitatif.
a) Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Metode frekuensi makanan
adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu,
bulan, tahun. Terdapat dua bentuk metode frekuensi makanan, yaitu metode
FFQ kualitatif dan metode FFQ semi kuantitatif antara lain : Metode
Frekuensi Makanan kualitatif Metode ini disebut dengan FFQ, panduan untuk
melakukan wawancara FFQ adalah dengan menggunakan format isian
(kuisioner) dan Metode Frekuensi Makanan Semikualitatif Metode ini disebut
juga dengan SQ-FFQ (Semi Qualitative Food Frequency) atau sering disingkat
SFFQ adalah metode untuk mengetahui gambaran atau kebiasan asupan gizi
individu pada kurun waktu tertentu.
b) Metode Recall 24 jam
Metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Apabila
pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh
kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh
karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya
tidak berturut – turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali
recall 24 jam tanpa berturut – turut, dapat mengasilkan gambaran asupan zat
gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake
harian individu (Sanjur & Radriquez, 1997 dalam Rianasari, 2018).
d. Energi
Konsumsi energi adalah zat gizi yang dikonsumsi yang diperoleh dari
sumber karbohidrat, protein, dan lemak serta dinyatakan dalam satuan kalori.
Energi merupakan sumber utama yang diperlukan tubuh, energi berperan penting
untuk mempertahankan berbagai fungsi tubuh seperti sirkulasi dan sintesis
17
protein. Kebutuhan gizi untuk ibu hamil akan mengalami peningkatan
dibandingkan ketika tidak hamil. Kebutuhan gizi perempuan sebelum hamil yakni
sekitar 2250 kkal/hari untuk usia 19 – 29 tahun dan 2150 kkal untuk usia 30 – 49
tahu, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan bertambah 180 kkal/hari pada trimester
I dan 300 kkal/hari pada trimester II dan III.
Menurut (Kemenkes, 2018), batasan tingkat konsumsi energi adalah sebagai
berikut :
1. Di atas AKG (lebih) = ≥110% kebutuhan
2. Normal = 90 – 110% kebutuhan
3. Defisit tingkat ringan = 80 – 89,9% kebutuhan
4. Defisit tingkat sedang = 70 – 79,9% kebutuhan
5. Defisit tingkat berat = < 70% kebutuhan
e. Zat besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang terdapat pada tubuh manusia yaitu
sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia biasa (Almatsier, 2009). Zat besi
merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin (Hb). Dalam
tubuh, zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan,
penyimpanan dan pemanfaatan oksigen dan berada dalam bentuk hemoglobin,
myoglobin, atau cytochrome untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan
hemoglobin. Sebagian besar zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah merah
akan dimanfaatkan kembali, kekurangannya harus diperoleh melalui makanan
(Adriani and Wirjatmadi, 2012).
Menurut (Gibson, 2005) batasan tingkat konsumsi zat besi adalah sebagai
berikut :
1) Normal = ≥77% AKG
2) Defisit = <77% AKG
Kandungan besi dalam tubuh wanita sekitar 35 mg/kg BB dan pada laki-
laki 50 mg/kg BB, dimana 70% terdapat di dalam hemoglobin dan 25%
merupakan besi cadangan yang terdiri dari ferritin dan hemosiderin yang terdapat
dalam hati, limpa, dan sumsum tulang belakang. Zat besi (Fe) merupakan unsur
runutan terpenting bagi manusia, besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam
sel darah merah yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin. Hemoglobin akan
18
mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel yang membutuhkan untuk
metabolism glukosa, lemak dan protein menjadi energy (Almatsier, 2009).
B. Balita
1. Status gizi balita
Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut itu normal atau bermasalah. Gizi salah
adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan dan
atau keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, kecerdasan
dan aktivitas atau produktivitas (Siswanto, 2001). Status gizi juga dapat
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang dimasukkan ke
dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat
gizi tersebut.
Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian anak dibawah lima tahun. Menurut Sutomo.B. dan
Anggraeni.DY, (2010) Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun
(batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting seperti mandi, buang
air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun, kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting
dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan dimasa
itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung
cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau
masa keemasan.
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan
untuk menunjukan kualitas hidup suatu masyarakat dan juga memberikan
intervensi sehingga akibat lebih buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik
dapat dilakukan untuk mencegah anak-anak lain dari penderitaan yang sama.
Status gizi anak usia balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan
(BB), dan tinggi badan (TB). Prevalensi gizi lebih pada balita di tahun 2007
adalah 4.30%, naik dari tahun 2003 yang besarnya adalah 2,24%. Pada tahun
2010 prevalensi gizi lebih naik menjadi 5,80 %. Indikator BB/U memberikan
19
gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum dan tidak spesifikTB/U
dinyatakan dalam tinggi badan normal, pendek dan sangat pendek. Balita yang
termasuk dalam kategori sangat pendek sebanyak 17,1%. Apabila status pendek
dan sangat pendek digabungkan menjadi satu kategori, maka angkanya menjadi
35,6% Sehingga hal ini merupakan masalah nasional yang serius (Kemenkes
2010). (Ernawati & HeldayasariPrabandari, 2018)
2. Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi
seseorang atau kelompok pada waktu tertentu (Khomsan, 2010). Penilaian
konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunkaan dalam menentukan
status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa, 2016).
Asupan makan merupakan informasi yang memberikan gambaran
mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu
orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Asupan makan dapat diartikan suatu kebiasaan menetap dalam hubungan dengan
konsumsi makan yaitu berdasarkan jenis bahan makanan : makanan pokok,
sumber protein, sayur, buah, dan berdasarkan frekuensi: harian, mingguan,
pernah, dan tidak pernah sama sekali. Dalam hal pemilihan makanan dan waktu
makan manusia dipengaruhi oleh usia, selera pribadi, kebiasaan, budaya dan
sosial ekonomi (Almatsier, 2008).
Asupan makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber
zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk
pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas
kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola
makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Fauziah & Muna, 2020).
3. Pola Konsumsi
21
adalah yang paling rawan terhadap kurang gizidiantaranya seluruh
anggotakeluarga lainnya dan balita biasanya paling berpengaruh oleh
kurangpangan. Sebab dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka
pangan untuk setiap anakberkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari
bahwa anak-anak yang sangat perlu zatgizi yang relatif lebih banyak dari anak-
anak yang lebih tua. Di dalam keluarga besar keadaanekonomi lemah, anak-anak
dapat menderita kurang gizi oleh karena pengahasilan keluarga harusdigunakan
oleh banyak orang (Admin, 2010).Pada dasarnya upaya untuk memberantas gizi
buruk dan pencegahan gizi buruk terhadapsuatu kelompok masyarakat sama
halnya mengubah keterbelakangan mereka dalam hal pengetahuan,
keterampilan, ekonomi, dan segala aspek kehidupannya untuk menuju
masyarakatyang lebih maju dalam berpola pikir, utamanya dalam berpola asuh
terhadap anak. (Ramli, 2018 )
Karyadi (1985), mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktik
pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak berkaitan dengan cara dan
situasi makan. Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu
turut memengaruhi status kesehatan balita di mana secara tidak langsung akan
memengaruhi status gizi balita. Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat
dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh makan pada balita berkaitan dengan
kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia.
(Adriani & Kartika, 2013)
6. Penyakit Infeksi
a. Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan
Hygiene atau biasa juga disebut dengan kebersihan, adalah upaya untuk
memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan pribadi, kehidupan
bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Kebersihan merupakan suatu perilakuyang
diajarkan dalam kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya penyakit karena,
pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar terjaga
kesehatannya.Sanitasi dalam arti luas merupakan tindakan higienis untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit, sedangkan sanitasi lingkungan
merupakan usaha pengendalian diri dari semua faktor lingkungan fisik manusia
yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan
22
fisik, kesehatan dan daya tubuh manusia. Di negara berkembang pada umumnya
sanitasi kesehatan berupa fasilitas yaitu penyediaan air bersih, metode
pembuangan kotoran manusia yang baik dan pendidikan higiene (Triani, et al.,
2017)
b. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit infeksi, dimana infeksi pada balita yang paling umum
terjadi dalam tiga bulan terakhir yang disebabkan karena kesadaran orang tua
yang kurang akan pentingnya higiene dan sanitasi lingkungan. Selain itu,
penyebaran bakteri dan virus ditularkan melalui media atau orang-orang terdekat
dari balita. Faktor higiene dan sanitasi lingkungan yang mempengaruhi kejadian
penyakit infeksi seperti perilaku cuci tangan sebelum makan, lingkungan yang
kotor. Higiene sanitasi makanan memberikan dampak positif terhadap status gizi
anak. Anak yang mengkonsumsi makanan dengan kebersihan yang kurang baik
dapat menimbulkan penyakit infeksi yang biasanya disertai dengan penurunan
nafsu makan dan mengalami muntah atau mencret. Kondisi ini dapat menurunkan
keadaan gizi balita dan berimplikasi buruk terhadap kemajuan pertumbuhan anak,
yang dapat bermanifestasi menjadi stunting (MCA, 2014). Lingkungan yang kotor
dan udara yang lembab merupakan tempat berkembangnya virus dan bakteri yang
menginfeksi saluran pernapasan (Tandang, et al., 2018)
c. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah suatu upaya yang diberikan oleh Puskesmas
kepada masyarakat yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
pencatatan, pelaporan dan dituangkan dalah suatu sistem. Fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan baik dari segi promotif, preventif, kuratif serta
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
(Permenkes RI No.75, 2014). Untuk memberikan sebuah layanan yang baik
kepada masyarakat yang ingin mendapatkan jasa pelayanan kesehatan dasar dan
konsultasi dibidang kesehatan, maka semua elemen pendukung di Puskesmas
harus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jika Puskesmas tidak
ingin ditinggalkan oleh masyarakat karena pada hakekatnya semakin sempurna
23
pelayanan yang diberikan kepada pasien maka semakin tinggi pula tingkat
kepuasan bagi pasien (Pohan, 2016).
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyediakan pelayanan kepada masyarakat dan perorangan tingkat pertama
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes
No.46, 2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2015 menjelaskan bahwa Puskesmas menyelenggarakan fungsinya sebagai
penyelenggaran Upaya Kesehatan Mayarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah
kerjanya dan sebagai penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsinya
menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 75 tahun 2014, Puskesmas berwenang
untuk:
1) Melaksanakan Perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan,
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3) Melaksanakan komunilasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
4) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor terkait lainnya.
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap akses, mutu dan
cakupan pelayanan kesehatan.
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Puskesmas melakukan beberapa cara untuk merangsang masyarakat
melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri, memberikan
24
petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan
sumber daya secara efektif dan efisien, memberikan bantuan yang bersifat
bimbingan dan rujukan medis kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan
tidak menimbulkan ketergantungan, memberikan pelayanan kesehatan langsung
kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektor bersangkutan dalam
melaksanakan program kesehatan (Mubarak dkk, 2015). Pembangunan kesehatan
yang diselenggarakan di puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, hidup dalam
lingkungan sehat dan memiliki derajat kesehatan yang optimal baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan di Puskesmas tersebut dilaksanakan untuk mendukung
terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes RI No.75, 2014). Setiap Puskesmas
mempunyai upaya kesehatan wajib yang telah ditetapkan berdasarkan komitmen
nasional, regional dan global serta mempunyai daya tingkat tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang harus diselenggerakan yaitu :
a) Upaya promosi kesehatan
b) Upaya kesehatan lingkungan
c) Upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d) Upaya perbaikan gizi
e) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f) Upaya pengobatan (Permenkes RI No.75, 2014).
Sedangkan upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah :
a) Upaya kesehatan sekolah
b) Upaya kesehatan olahraga
c) Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d) Upaya kesehatan kerja
e) Upaya kesehatan gigi dan mulut
f) Upaya kesehatan jiwa
g) Upaya kesehatan mata
h) Upaya kesehatan usia lanjut
i) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Kemenkes RI, 2014) (Sari, 2020)
25
7. Status gizi baduta
a. Pengertian Status Gizi Baduta
Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat
ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi
waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara
normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan
faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat
tersebut (Triaswulan, 2012).
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk
anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi yang menderita
sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada
setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan
perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu pertumbuhan
yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi.
Status gizi bayi adalah keadaan gizi pada bayi yang dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umur dan panjang badannya
dengan standar rujukan yang telah ditetapkan. Masa bayi dimulai dari usia 0-12
bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai
dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2012). Anak usia di
bawah dua tahun (Baduta) atau yang berusia 0-24 bulan, sehat jika mereka
tumbuh dan berkembang secara memadai. Pertumbuhan anak baduta adalah
proses yang dinamis dimana dibutuhkan kurva pertumbuhan sebagai alat
pembanding untuk mengetahui pertumbuhannya sesuai usia. Status gizi baduta
adalah keadaan gizi bayi yang dapat ditentukan dengan indikator berat badan
menurut usia (BB/U) serta panjang badan menurut usia (PB/U) yang
dibandingkan dengan standar (Kusumawati, 2020). Pada masa ini anak
memerlukan asupan zat gizi seimbang baik dari segi jumlah, maupun kualitasnya
untuk mencapai berat dan tinggi badan yang optimal. (Kemenkes RI, 2014).
26
Klasifikasi status gizi menurut indeks (BB/U), (PB/U), (BB/PB) dan
(IMT/U), berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak, 2020 dapat di lihat pada tabel
2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5
Tabel 2.
Klasifikasi Status Gizi Baduta Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-
Score)
Berat Badan menurut Berat badan sangat kurang <-3 SD
Umur (BB/U) anak usia (severely underweight
0 - 60 bulan Berat badan kurang - 3 SD sd <- 2 SD
(underweight)
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih > +1 SD
Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki masalah
pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB
Tabel 3.
Klasifikasi Status Gizi Baduta Berdasarkan Panjang Badan atau Tinggi Badan
menurut Umur
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-
Score)
Panjang Badan atau Sangat pendek (severely <-3 SD
Tinggi Badan menurut stunted
Umur (PB/U atau TB/U) Pendek (stunted) - 3 SD sd <- 2 SD
anak usia 0 - 60 bulan Normal -2 SD sd +3 SD
Tinggi > +3 SD
Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi
masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan endokrin seperti tumor yang
memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuk ke dokter spesialis anak jika diduga
mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang sangat tinggi menurut
umurnya sedangkan tinggi orang tua normal).
Tabel 4.
27
Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan menurut Panjang Badan
atau Tinggi Badan
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-
Score)
28
Tabel 5.
Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-
Score)
29
Status Gizi Baduta
Pola Asuh
Ketersediaaan PemberianASI/MP- Pelayanan
dan Pola ASI Kesehatan dan
Konsumsi Pola asuhPsikososial Kesehatan
RumahTangga Penyediaan MP-ASI Lingkungan
Kebersihan dan
Sanitasi
1) Faktor Langsung
Faktor langsung dipengaruhi oleh infeksi dan asupan makanan.
a) Faktor infeksi
Status gizi mempunyai keterkaitan yang erat dengan kejadian infeksi. Anak
yang mempunyai status gizi kurang, akan mudah terkena infeksi karena anak
tidak mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. Sebaliknya, anak yang menderita
penyakit infeksi, umumnya tidak mempunyai nafsu makan yang cukup, akibatnya
anak kekurangan gizi dan jatuh pada status gizi kurang. Jadi, keterkaitan infeksi
dengan status gizi mempunyai hubungan timbal balik yang kuat. Beberapa
penyakit infeksi yang terkait dengan status gizi adalah diare, TBC, cacingan,
batuk rejan, dan penyakit infeksi lainnya (Par’i, 2016 dalam Ristanti dkk., 2020)
Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan
lingkungan tidak sehat dengan sanitasi yang buruk. Selain itu juga diketahui
bahwa infeksi menghambat reaksi immunologis yang normal dengan
menghasilkan sumber-sumber energi tubuh. Gangguan gizi dan infeksi sering
30
bekerja sama dan jika bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk
jika dibandingkan dengan jika kedua faktor tadi bekerja sendiri-sendiri. Infeksi
memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan
anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Kuman-kuman yang kurang berbahaya
bagi anak-anak dengan status gizi baik, bisa menyebabkan kematian pada anak-
anak dengan status gizi yang buruk (Kemenkes RI, 2013)
Penyakit infeksi yang menyerang anak menyebabkan gizi anak menjadi
buruk. Memburuknya keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat
menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat gizi berkurang
namun disisi lain anak justru memerlukan zat gizi yang lebih banyak. Penyakit
infeksi sering disertai oleh diare dan muntah yang menyebabkan penderita
kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi seperti mineral dan sebagainya (Wardani,
2012).
b) Asupan Makan
Asupan makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya
bahan makanan (Supariasa, 2002 dalam Rahmi H.G, 2017). Masalah gizi anak
secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan
keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran
atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk
disantap (Arisman, 2009 Rahmi H.G, 2017)
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat
gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan tidak
dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial
tertentu. Konsumsi aneka ragam makanan merupakan salah satu cara untuk
mencukupi zat-zat gizi yang kurang di dalam tubuh (Almatsier, 2010).
2) Faktor Tidak Langsung
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gizi secara tidak langsung antara
lain: pola asuh, pendidikan, pengetahuan, ketersediaan pangan, sikap, perilaku,
sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
a) Pola Asuh
Pola asuh orangtua menjadi sangat penting dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Pola pengasuhan anak yang
31
kurang memadai, setiap keluarga diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian
dan dukungan terhadap anak, agar anak dapat tumbuh kembang dengan baik, baik
fisik, mental maupun sosial (Ristanti dkk., 2020). Banyak variasi dan model yang
tentunya digunakan oleh orangtua dalam setiap mendidik dan mengasuh anaknya,
yang tentunya pengaruh terhadap perilaku dan sikap anak berbeda-beda
(Sulistyaningsih, 2011 dalam Ristanti dkk., 2020)
Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan
tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (LIPI, 2000 ). Pola
pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
hakekatnya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu
dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan dan keterampilan, tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam
keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga
dan masyarakat, dan sebagainya dar si ibu atau pengasuh anak (Soekirman, 2000).
Dalam WNPG (LIPI, 2000) terdapat beberapa aspek kunci dalam pola
asuh anak meliputi :
a) Perawatan dan perlindungan bagi ibu
b) Praktek menyusui dan pemberian MP- ASI
c) Pengaruh psiko – sosial
d) Penyiapan makanan
e) Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
f) Praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan
b) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor risiko status gizi baduta. Karena ibu yang
berpengetahuan luas dan berpendidikan, tahu cara memenuhi gizi anakanya dan
mampu menyiapkan makanan bergizi yang baik maka status gizi anak menjadi
baik (Ristanti dkk., 2020). Keterbatasan pengetahuan ibu mengenai gizi akan
beresiko pada kesehatan dan pertumbuhan anak, baik dalam kandungan dan
perkembangannya (Ristanti dkk., 2020). Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi
32
dan kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini
mungkin kepada semua putra-putrinya. Selain itu tingkat pengetahuan ibu sebagai
pengelola rumah tangga akan berpengaruh juga pada macam bahan makanan
dalam konsumsi keluarga sehari-hari. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan
memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Pengetahuan ibu memberi makan anak sering menghadapi kesulitan dan juga
pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengelolaan
sehingga zat gizi yang terkandung di dalamnya tidak rusak atau salah masih perlu
dikaji di pedesaan. Selain itu, Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan sangat
berpengaruh terhadap sikap dan tindakan dalam memilih makanan dan nantinya
akan juga berpengaruh terhadap keadaan gizi individu tersebut. Pengetahuan gizi
yang kurang atau kurangnya menerapkan pengetahuan gizi dalam kehidupan
sehari hari dapat menimbulkan masalah gizi pada seseorang (Rahmatillah, 2018).
c) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Suatu sikap belum dapat otomatis terwujud
dalam suatu tindakan (over behaviour). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
penentuan sikap secara utuh seperti pengetahuan, berfikir, berkeyakinan, dan
emosi itu semua memegang peranan sangat penting. Sedangkan untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas
(Rahmatillah, 2018).
Sikap ibu merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi
balita atau baduta oleh karena itu meskipun ibu memiliki sikap negatif mengenai
gizi balita tetapi jika anak mengkonsumsi makanan yang cukup gizi maka anak
tetap akan memiliki status gizi yang baik (Rahmatillah, 2018).
33
klinis. Dan secara tidak langsung terdiri dari survei konsumsi makanan, statistik
vital dan pengukuran faktor ekologi. (Hardiansyah, 2017)
34
(underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting
diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami
masalah pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau
BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.
2) Indeks Panjang Badan menurut Umur atau Tinggi Badan menurut Umur
(PB/U atau TB/U)
Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan panjang atau tinggi
badan anak berdasarkan umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak-anak
yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted), yang disebabkan
oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong
tinggi menurut umurnya juga dapat diidentifikasi. Anak-anak dengan tinggi badan
di atas normal (tinggi sekali) biasanya disebabkan oleh gangguan endokrin,
namun hal ini jarang terjadi di Indonesia.
3) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan/Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB)
Indeks BB/PB atau BB/TB ini menggambarkan apakah berat badan anak
sesuai terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indeks ini dapat digunakan
untuk mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted)
serta anak yang memiliki risiko gizi lebih (possible risk of overweight). Kondisi
gizi buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang
baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis).
4) Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik
BB/PB atau BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks
IMT/U lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas. Anak dengan
ambang batas IMT/U >+1SD berisiko gizi lebih sehingga perlu ditangani lebih
lanjut untuk mencegah terjadinya gizi lebih dan obesitas. (PMK No 2 Th 2020)
35
a) Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Tabel 6.
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-
Score)
Berat badan sangat <-3 SD
kurang (severely
Berat Badan menurut
underweight
Umur (BB/U) anak usia
Berat badan kurang -3 SD sd <- 2 SD
0 - 60 bulan
(underweight
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Risiko Berat badan lebih <-3 SD
Panjang Badan atau Sangat pendek (severely <-3 SD
Tinggi Badan menurut stunted
Umur (PB/U atau Pendek (stunted -3 SD sd <- 2 SD
TB/U) anak usia 0 - 60 Normal -2 SD sd +3 SD
bulan Tinggi > +3 SD
Gizi buruk (severely <-3 SD
wasted
Berat Badan menurut Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Panjang Badan atau Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Tinggi Badan (BB/PB Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
atau BB/TB) anak usia (possible risk of
0 - 60 bulan overweight)
Gizi lebih (overweight > + 2 SD sd + 3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi buruk (severely <-3 SD
menurut Umur (IMT/U) wasted)
anak usia 0 - 60 bulan Gizi kurang (wasted) - 3 SD sd <- 2 SD
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
Berisiko gizi lebih > + 1 SD sd + 2 SD
(possible risk of
36
overweight
Gizi lebih (overweight) > + 2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > + 3 SD
Gizi buruk (severely <-3 SD
thinness)
Indeks Massa Tubuh
Gizi kurang (thinness) - 3 SD sd <- 2 SD
menurut Umur (IMT/U)
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
anak usia 5 - 18 tahun
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd +2 SD
Obesitas (obese) > + 2 SD
Sumber: PMK No 2 Tahun 2020, Tentang Standar Antropometri Anak
37
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
terkait ketidakcukupan zat gizi. Penggunaan metode ini untuk survei klinis secara
cepat dan digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik (tanda, gejala, riwayat penyakit). (Supariasa, 2016)
a. Keunggulan dan Kelemahan Pemeriksaan Fisik
1) Keunggulan
Adapun keunggulan pemeriksaan klinis, yaitu: a) dapat diterapkan pada
populasi yang besar dan waktu terbatas; b) relative murah dan tidak memerlukan
biaya terlalu besar; c) tidak memerlukan alat yang canggih dan rumit; d) dengan
latihan dan adanya pedoman praktis, tenaga gizi dapat menentukan tanda-tanda
klinis yang kritis; e) serta sederhana, cepat dan mudah di interpretasikan.
2) Kelemahan
Adapun kelemahan pemeriksaan klinis, yaitu: a) tanda klinis terkadang kurang
spesifik, terutama paa tingkat defisiensi ringan dan sedang; b) adanya bias dari si
pengamat, yang kaitannya dengan pengalaman ataupun yang berkaitan dengan
cara pelaporan yang belum terstandar; c) beberapa gejala klinis yang terkenal di
bidang gizi dapat timbul bukan karena faktor gizi semata, melainkan karena faktor
lain; d) tanda fisik yang multipel dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi ganda
sehingga menyulitkan diagnosis; e) tanda yang timbul dapat terjadi paa dua
keadaan yang berbeda.(Hardinsyah, 2017)
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot. (Hardinsyah, 2017)
a. Kelebihan dan Kelemahan
1) Kelebihan
Adapun kelebihan biokimia, yaitu: a) dapat mendeteksi kekurangan atau
kelebihan zat gizi secara lebih dini; b) hasil pemeriksaan lebih objektif karena
menggunakan peralatan sera prosedur terstandar yang dilakukan oleh tenaga
38
terlatih; c) hasil penilaian biokimia dapat dijadikan sebagai bahan pendukung paa
hasil pemeriksaan status gizi lain seperti survei konsumsi, klinis, dan lain-lain.
2) Kelemahan
Adapun kelemahan biokimia, yaitu: a) penilaian biokimia tidak dapat dilakukan
sebelum terjainya gangguan metabolisme zat gizi; b) penggunaan alat khusus serta
bahan-bahan pelarut yang masih harus didatangkan dari luar negeri sehingga
membutuhkan biaya yang cukup mahal; c) membutuhkan tenaga terlatih sehingga
tidak semua orang dapat dilakukan penilaian tersebut; d) pada kondisi tertentu
penilaian biokimia sulit dilakukan di lapangan mengingat alat ukur yang dapat
dibawa kemana-mana masih sangat terbatas; e) membebani subjek sehingga paa
kondisi tertentu subjek kadang menolak untuk berpartisipasi.
(Mardalena, 2017)
b. Pemeriksaan Status Gizi Menggunakan Biokimia
Adapun beberapa contoh pemeriksaan biokimia yang dapat dilakukan
disajikan pada tabel berikut
Tabel 7.
Pemeriksaan Status Gizi Menggunakan Biokimia
No Status Gizi Contoh Pemeriksaan
1 Penilaian status besi Pemeriksaan Hemoglobin (Hb),
Hematokrit, Besi serum, Ferritin
serum, saturasi transferrin, free
erytrocites protophoprin, unsaturated
iro-binding capacity serum
2 Penilaian status protein pemeriksaan fraksi protein yaitu
Albumin, Globulin, dn Fibrinogen
3 Penilaian status vitamin Vitamin A = serum retinol, vitamin D
= kalsium serum, vitamin E = seru
vitamin E, vitamin C = perdarahan dan
kelainan radiologis, riboflavin (B2) =
kandungan riboflavin dalam urin,
niasin = nimetil nicotamin urin
4 Penilaian status mineral Iodium = kadar yodium dalam urin dan
39
kadar hormone TSH, zink = urin atau
kandungan dalam plasma, kalsium =
serum kalsium
Sumber: Mardalena, 2017
40
Metode pengukuran konsumsi makanan terdiri dari dua bentuk, yaitu yang
pertama metode kualitatif dan metode kuantitatif. Ada 4 metode kualitatif yang
digunakan, yaitu: 1) metode frekuensi makan (food frequency); 2) metode
Riwayat makan (dietery history); 3) metode telepon; 4) metode pendaftaran
makanan (food list)
Untuk metode kuantitatif menggunakan 6 metode, yaitu: 1) metode food recall
24 jam; 2) metode perkiraan makanan (estimated food records); 3) metode
penimbangan makanan (food weighing); 4) metode food account; 5) metode
inventaris (inventory method); 6) metode pencatatan (household food record).
(Arasj, 2017)
2. Pengukuran Faktor Ekologi
Fakor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi ada enam kelompok, yaitu
keadaan infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budya, social ekonomi, produksi
pangan, serta Kesehatan dan Pendidikan. Pengukuran factor ekologi dipandang
sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
suatu dasar untuk melakukan program intervensi gizi. (Schimshaw, 1964 dalam
Supariasa, 2016)
3. Statistik Vital
Untuk mengetahui gambaran keadaan gizi di suatu wilayah, kita bisa
membacanya dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan
statistik Kesehatan, kita dapat melihat indicator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat.. Data statistik kesehatan yang bisa dianalisis seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakita dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indicator tidak langsung pengukuran status
gizi masyarakat. (Mardalena, 2017), (Supariasa, 2016)
e. Penyakit Infeksi
1) Diare
a) Definisi Diare
Diare atau penyakit diare (Diarhea Disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu
Diarroi yang artinya mengalir terus, adalah keadaan abnormal dari pengeluaran
41
tinja yang frekuen (Yatsunagi, 2002). Diare adalah buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih
sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Klasifikasi diare ada 2
yakni Diare akut, yaitu pengeluaran tinja yang lembek atau cair dengan jumlah
yang lebih banyak dari normal dan berlansung kurang dari 14 hari dan Diare
kronik, yaitu Diare kronik berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2
minggu atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara
signifikan dan masalah nutrisi (Dewi, Siregar dan Baru, 2020).
Diare merupakan gangguan Buang Air Besar (BAB) ditandai dengan BAB
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah.
Kejadian Diare dapat terjadi di seluruh dunia dan menyebabkan 4% dari semua
kematian dan 5% dari kehilangan kesehatan menyebabkan kecacatan. Gejala yang
paling berbahaya dari diare infeksi adalah dehidrasi, yang merupakan penyebab
langsung banyak diare kematian, terutama pada bayi dan anak kecil. Menurut data
(World Health Organization, 2013), diare merupakan penyakit yang berbasis
lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia (Hartati dan
Nurazila, 2018).
b) Penyebab Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar
yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit), malabsorbsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering
ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan (Kemenkes RI., 2011). Menurut Farthing et al (2012) dalam World
Gastroenterology Organization global guidelines etiologi diare akut yaitu :
1. Diare akibat infeksi yang dibagi menjadi infeksi entemal dan infeksi
parenteral.
a. Infeksi melalui entemal.
1) Jenis bakteri yang dapat menimbulkan diare diantaranya: Shigella sp,
KX'olipatogen, Salmonella sp. Vibrio cholerae. Yersinia entero colitica,
Campylobacter jejuni, V.Parahaemotiliticus, V.NAG, Staphylococcus aureus.
Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.
42
2) Jenis virus yang dapat menimbulkan diare diantaranya: Rotavirus,
Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV),
echovirus, virus HIV.
3) Jenis parasit yang dapat menimbulkan diare diantaranya: Protozoa:
Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Cryptosporidium parvum,
Balantidium coli.
4) Jenis worm yang dapat menimbulkan diare diantaranya: A.lumbricoides,
Cacing tambang, Triscuris trichiura, S.stercoralis, cestodiasis, dll.
5) Jenis jamur yang dapat menimbulkan diare diantaranya: Kandida/moniliasis.
b. Infeksi melalui parenteral infeksi dapat terjadi akibat: Otitis Media Akut
(OMA), pneumonia.
43
diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut (Wong.,2008).
44
f. Pola Konsumsi Baduta
1. Definisi Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah cara sesorang atau sekelompok orang yang memilih dan
mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologi, budaya, dan sosial sebagai bagian yang mempengaruhi pola makan
dapat meliputi kegiatan memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan, beberapa
faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan manusia. Selain itu tingkat
konsumsi merupakan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi
seseorang (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2016). Secara umum pola konsumsi juga
dapat diartikan sebagai gambaran mengenai jenis, jumlah, susunan hidangan dan
frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi setiap harinya yang dapat diukur
secara kualitatif atau kuantitatif.
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik bagi bayi dan baduta
hingga berumur dua tahun, dan dianjurkan memberikan secara ekslusif selama
enam bulan pertama. Selain itu semua kebutuhan nutrisi yaitu protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral sudah terukupi dalam ASI. (Fikawati
dkk, 2015). Bayi diberikan makanan lumat, makanan lembek dan makanan biasa
guna untuk mengembangkan kemampuan mengunyah, menelan serta menerima
bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa secara berangsur
sesudah berusia enam bulan sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat-
zat gizi dibutuhkan. Pemberian makanan hendaknya dipilih dengan baik yaitu
mudah dicerna, diabsorpsi dan dimetabolisme, dan juga disesuaikan dengan
perkembangan baduta. Baduta dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya
ditentukan oleh makanan yang dimakan sehari-hari, untuk tumbuh optimal
membutuhkan asupan makanan yang baik yaitu beragam, jumlah yang cukup,
bergizi dan seimbang (Depkes RI,2002).
2. Metode Pengukuran Pola Makan
a. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu
seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat
tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode
45
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang
dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden. pengolahan FFQ,
di olah berdasarkan skor frekwensi setiap jenis bahan, makanan, kemudian
dihitung total skor FFQ setiap sampel. Selanjutnya skor FFQ setiap sampel di
jumlah dan di hitung skor ratarata.
8. ASI
a. Pengertian ASI
ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011)
adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman
lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin.
46
Sedangkan menurut (Roesli, 2007) ASI Eksklusif adalah pemberian ASI selama 6
bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan
air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit,
bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat. Setelah bayi
berumur 6 bulan, harus diperkenalkan dengan makana padat selanjutnya diberikan
makanan pendamping ASI (MPASI), sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi
berusia 2 tahun.
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal denan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI mengandung
semua nutrisi yang diperlukan bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama,
mulai hormone antibody, factor kekebalan, hingga antioksidan. Selain itu semua
kebutuhan nutrisi yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral sudah
terukupi dalam ASI. (Fikawati dkk, 2015)
b. Komposisi ASI
ASI merupakan emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan mineral.
Pasca melahirkan pada 6 bulan pertama rata rata ASI yang diproduksi ibu adalah
780 ml/hari dan menurun menjadi 600 ml/hari pada 6 bulan kedua. Gizi ibu dapat
mempengaruhi komposisi ASI. Aspek gizi ibu yang dapat mempengaruhi
komposisi ASI adalah asupan ibu, cadangan zat gizi, dan kemampuan ibu dalam
menyerap zat gizi.
Komposisi ASI dipengaruhi oleh beberapa factor di antaranya stadium
laktasi, status gizi dan asupan ibu. Menurut stadium laktasi, ASI terbagi menjadi
kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matur. Komposisi ASI juga
dipengaruhi oleh status gizi dan asupan gizi ibu karena energi dan zat gizi dalam
ASI berasal dari dua sumber, yaitu cadangan lemak tubuh ibu dan asupan gizi ibu.
(Fikawati dkk, 2015)
Kolostrum adalah ASI yang kental berwarna kuning yang keluar pada
beberapa hari pertama, yaitu pada hari ke-3 hingga hari ke-5 setelah ibu
melahirkan. ASI kolostrum kaya protein dan zat kekebalan tubuh atau
immunoglobulin (IgG, IgA, dan IgM) yang dapat memberikan perlindungan bagi
bayi, serta mengandung lebih sedikit lemak dan kerbohidrat. Selanjutnya ASI
transisi merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur, yang
47
diproduksi sampai hari ke-10. Pada ASI transisi, kadar protein makin menurun,
sedangkan volume, kadar lemak dan karbohidrat meningkat. Setekah ASI transisi
kemudian menjadi ASI matur yang merupakan kandungan terbesar ASI yang
disekresi setelah hari ke-10 setelah melahirkan dan seterusnya. Pada saat
menyusui, ASI matur yang keluar pada awal menyusui disebut foremilk. Foremilk
mengandung lemak rendah, namun tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air,
sehingga dapat menghilangkan rasa lapar bayi. Sedangkan ASI matur yang keluar
setelah foremilk habis saat menyusui hamper selesai disebut hindmilk. Hindmilk
merupakan ASI matur yang kaya akan zat gizi, memiliki tekstur kental, dan penuh
lemak bervitamin (Riksani, 2012).
c. Kandungan Zat Gizi ASI
Air merupakan kandungan terbesar ASI (88 %) sehingga kebutuhan bayi
sudah tercukupi dengan ASI yang diminum dan sesuai dengan kesehatan bayi.
ASI merupaka sumber air yang aman, kandungan air dalam ASI relative tinggi
sehingga dapat meredakan rangsangan haus dari bayi.
1) Protein
ASI mengandung protein tinggi yang terdiri dari serum albumin, α-
laktalbumin, β-laktoglubulin, immunoglobulin, dan glikoprotein lainnya. Selain
itu ASI mengandung protein utama yaitu whey dan kasein dengan rasio
whey:kasein yaitu 60:40 ( 60% whey dan 40% kasein). Pengendapan dari whey
protein lebih halus, lembut daripada kasein sehingga mudah dicerna.
Dibandingkan dengan susu sapi, ASI memiliki kandungan whey yang lebih
banyak dibandingkan kasein. Perbandingn whey dan kasein pada susu sapi yaitu
20:80 sehingga susu sapi sulit dicerna oleh bayi. ASI memiliki keunggulan
dibandingkan susu sapi, yaitu ASI mengandung asam amino essensial taurine
tinggi disbanding susu sapi. Taurine berfungsi sebagai neuro-transmitter dan
penting dalam proses pematangan sel otak, retina, dan konjugasi bilirubin. Selain
itu ASI memiliki kandungan sistin lebih tinggi dari susu sapi, sedangkan
methionine lebih rendah, sitsin merupakan asam amino yang penting untuk
pertumbuhan otak bayi. ASI juga mengandung laktoferin sebagai
ironbindingprotein yang bersifat bakteriostatik (Fikawati dkk, 2015)
2) Karbohidrat
48
Energi yang terdapat pada ASI berasal dari karbohidrat dan lemak sebesar
90%. Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI yang jumlahnya lebih
banyak dari susu sapi. Selain laktosa, terdapat glukosa dan galaktosa dalam ASI
sebesar 7%. Galaktosa dalam ASI lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Galaktosa
berperan penting dalam pengembangan jaringan otak, pertumbuhan otak dan
medulla spinalis (Fikawati dkk, 2015).
3) Lemak
ASI mengandung 90% lemak dalam bentuk trigliserida. ASI mengandung AA
(Arachidonic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) yang baik untuk
pembentukan sel otak serta pekembangan otak. Omega-3 (asam linolenat) dan
omega-6 (asam linoleate) merupakan substansi pembentuk AA dan DHA dalam
ASI. Asam – asam lemak ini berperan penting dalam pembentukan selaput khusus
dalam saraf otak yang dapat mempercepat alur kerja saraf otak, disebut dengan
myelinisasi. Pembentukan ini, saraf bayi dapat bekerja dengan baik dan lancar,
sehingga akan mempengaruhi kecerdasan anak. (Riksani, 2012)
4) Vitamin
Kandungan vitamin pada ASI merupakan refleksi dari asupan kadar vitamin
dalam tubuh ibu, terutama untuk vitamin larut air. Vitamin B merupakan vitamin
larut air, sehingga kandungan vitamin B tergantung dari asupan ibu saat
menyusui. Kandungan vitamin B pada ASi lebih rendah dibandingkan susu sapi.
Dalam ASI terkandung Vitamin A dan Vitamin E yan berperan penting dalam
system kekebalan tubuh. Vitamin A dan vitamin E dalam ASI lebih tinggi
dibandingkan susu sapi. ASI mengandung 75mg/100ml Vitamin A, dan
0,25/100ml Vitamin E, sedangkan dalam susu sapi terkandung 41mb/100ml
Vitamin A dan 0,07mg/100ml Vitamin E (Fikawati dkk, 2015).
5) Mineral
Kadar total mineral dalam ASI leih rendah diandingkan susu sapi. Kalsium,
kalium, natrium, asam klorida dan asam fosfat merupakan kandungan mineral
utama dalam ASI, terdapat juga kandungan zat besi, tembaga dan mangan, namun
lebih rendah. Kandungan natrium pada ASI 3,6 lebih rendah dibandingkan susu
sapi, sehingga dapat menurunkan resiko hypernatremia yang meningkatkan resiko
hipertensi. Zat besi ASI 50% mampu diserap bayi, sedangkan hanya 10%-14% zat
49
besi dalam susu sapi yang dapat diserap bayi. Selain itu, sebesar 59,2% zinc pada
ASI dapat diserap, sedangkan pada susu sapi hanya 25%-40% yang dapat diserap
(Fikawati dkk, 2015).
50
ASI dapat meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi. Semakin
sering bayi berada dalam dekapan ibunya, maka semakin merasakan kasih saying
ibunya. Perasaan kasih saying inilah yang akan menjadi dasar perkembangan
emosi bayi dan membentuk ikatan yang erat antara ibu dan bayi. Bagi ibu,
menyusui dapat mengurangi pendarahan dan anemia setelah melahirkan serta
mempercepat pemulihan Rahim ke bentuk semula. Pada ibu menyusui kadar
oksitosin meningkat, oksitosin berguna untuk proses konstriksi/penyempitan
pembuluh darah di Rahim sehinggra pendaahan aka lebih cepat berhenti. Hal ini
juga dapat mengurangi kejadian anemia pada ibu. Menyusui juga merupakan
kontrasepsi alamiah yang aman, murah dan cukup berhasil yang dapat
menjarangkan kehamilan pada ibu. Selain itu, menyusui dapat mengurangi resiko
kanker. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menyusui akan mengurangi
kemungkinan terjadi kanker payudara dan mengurangi resiko ibu terkena penyakit
kanker indung telur. (Walyani dan Purwoastuti, 2015).
51
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Berhubungan dengan Pendidikan,
semakin tinggi Pendidikan, semakin banyak pengetahuan ibu. pendidikan tinggi
akan cenderung memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif, dan
sebaliknya ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung sulit untuk menyerap
informasi khususnya pengetahuan tentang ASI Eksklusif sehingga menyebabkan
sikap tidak perduli terhadap program kesehatan. (Notoatmodjo, 2007 dalam
Sumarni & Oktavianisya, 2018).
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif salah satunya melalui peningkatan
pengetahuan ibu tentang ASI, pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ASI
eksklusif akan membuat ibu sadar dan mempunyai sikap yang positif tentang
pentingnya ASI eksklusif sehingga ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
(Mukhoirotin et al., 2015)
2) Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) merupakan salah satu penentu keberhasilan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Menurut Kurnia (2019) pengetahuan
yang baik tentang IMD dapat meningkatkan praktek IMD dan pemberian ASI
hingga usia 6 bulan. IMD adalah proses menyusu yang dimulai secepatnya. Bayi
dapat memiliki kemampuan menyusu yang efektif dan lebih cepat, sehingga
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses menyusui.. Selain itu manfaat
IMD diantaranya adalah mengurangi resiko terjadinya kematian ibu, mencegah
kematian neonatal dan meningkatkan kedekatan dan rasa kasih sayang antara ibu
dan bayi. (Fikawati dkk, 2015)
3) Kesehatan Ibu
Kondisi kesehatan ibu sangat mempengaruhi proses pemberian ASI eksklusif
pada bayi. Ibu yang mempunyai penyakit menular (HIV/AIDS, TBC, hepatitis B)
dan penyakit pada payudara (kanker payudara, kelainan puting susu) tidak boleh
ataupun tidak bisa menyusui bayinya (Haryono dan Setianingsih, 2014).
52
4) Konsumsi Ibu
Pola konsumsi adalah cara sesorang atau sekelompok orang yang memilih
dan mengonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologi, budaya, dan sosial sebagai bagian yang mempengaruhi pola makan
dapat meliputi kegiatan memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan, beberapa
faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan manusia. Berdasarkan penelitian
Sanima , et.al (2017) didapatkan bahwa p value = (0,002) < (0,050) sehingga H0
ditolak yang artinya ada hubungan pola makan dengan produksi asi pada ibu
menyusui Pola makan yang melancarkan produksi asi seperti adanya asupan
makanan yang cukup di konsumsi ibu sehingga kebutuhan energi tubuh terpenuhi,
energi yang dalam tubuh berubah menjadi hormon prolaktin. Keluarnya hormon
prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI. Produksi
ASI yang sedikit akan menyebabkan pemberian ASI tidak efektif
5) Sikap Ibu Terhadap ASI
Sikap diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku,
dapat juga diartikan sebagai bentuk respon evaluatif, yaitu suatu respon yang
sudah ada dalam pertimbangan individu yang bersangkutan, Sikap bukanlah suatu
tindakan, tetapi merupakan suatu kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.
(Soemarno, 1994). Seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia
memandang perbuatan tersebut positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin
agar ia melakukannya. Keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap dan perilaku
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak. Keyakinan ini dapat
berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan dimasa lain dapat
juga dipengaruhi oleh informasi tidak langsung mengenai perilaku tersebut
(Azwar, 2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurleli, et.al, (2017)
dinyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan tindakan pemberian ASI
eksklusif. Dengan kata lain, semakin baik sikap, semakin besar peluang terjadinya
pemberian ASI eksklusif. Hal yang sama juga dikonfirmasi oleh hasil uji chi-
square antara sikap dengan tindakan pemberian ASI eksklusif dimana dari dari 51
responden dengan sikap positif, 49 orang (96.1%) memberi ASI eksklusif dan 2
orang (3.9%) tidak memberi ASI Eksklusif.
53
9. Makanan Pendamping Air Susu Ibu
a. Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan atau minuman
tambahan yang mengandung zat gizi dan diberikan mulai usia 6 -24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Setelah bayi berusia 6 bulan, kebutuhan
zat gizi makin bertambah seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi,
sementara produksi ASI mulai menurun, karena itu bayi membutuhkan makanan
tambahan sebagai pendamping ASI. Pemberian makanan tambahan yang tidak
tepat kualitas dan kuantitasnya dapat menyebabkan gizi kurang yang
berdampakpada gangguan pertumbuhan dan perkembangan apabila tidak segera
diatasi. Arini, F. A., Sofianita, N. I., & Ilmi, I. M. B. (2017)
MPASI adalah makanan dan minuman pendamping ASI yang mengandung
zat gizi, diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan. MP ASI diberikan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan kesiapan pencernaan. MPASI
dibutuhkan karena pada usia 6-24 bulan, ASI hanya menyediakan ½kebutuhan
gizi bayi, dan pada usia 12-24 bulan, ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhangizinya
(Kemenkes RI, 2014). MPASI yang tepat sejak usia enam bulan dan meneruskan
pemberian ASIsampai usia dua tahun merupakan pola pemberian makan terbaik
untuk bayi sejak lahirsampai anak berusia dua tahun. Penerapan pola pemberian
makan ini akanmemengaruhi derajat kesehatan dan meningkatkan status gizi
bayi.Agar pemberian MPASI terlaksana dengan baik, diperlukan pengetahuan
yangbaik pula mengenai MPASI.
b. Tujuan Pemberian MP-ASI
Pada umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan
tambahan selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI. Pemberian
makanan pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup
bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
psikomotorik yang optimal, selain itu untuk mendidik bayi supaya memiliki
kebiasaan makan yang baik. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik jika
dalam pemberian MP-ASI sesuai pertambahan umur, kualitas dan kuantitas
makanan baik serta jenis makanan yang beraneka ragam. MP-ASI diberikan
54
sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan
kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik.
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi
yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara
terus menerus, dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi
kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang
didapatkan dari ASI. Pemberian MP-ASI pemulihan sangat dianjurkan untuk
penderita KEP, terlebih bayi berusia enam bulan ke atas dengan harapan MP-ASI
ini mampu memenuhi kebutuhan gizidan mampu memperkecil kehilangan zat
gizi.
c. Syarat Pemberian MP-ASI
MP-ASI mulai diberikan sejak bayi menginjak usia 6 bulan. Pemberian MP-
ASI ini bertuhuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan untuk
tumbuh dan kembang bayi yang tidak dapat dipenuhi hanya dengan ASI.
Pemberian MP-ASI diberikan dalam bentuk makanan padat gizi, kandungan serat
kasar dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang
terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan
zat-zat gizi. MP-ASI terbuat dari berbagai jenis bahan pangan dengan
perbandingan tertentu untuk memperoleh nilai gizi yang tinggi. jenis-jenis bahan
pangan yang digunakan hendaknya didasarkan atas konsep komplementasi
protein, sehingga masing-masing bahan akan saling menutupi kekurangan asam-
asam amino esensial, serta diperlukan suplementasi vitamin, mineral serta energi
dari minyak atau gula untuk menambah kebutuhan gizi energi (Mufida, L.,
Widyaningsih, T. D. and Maligan, 2013).
WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young Children pada tahun
2003 merekomendasikan agar pemberian MP-ASI memenuhi 4 syarat,
yaitu(IDAI, 2015):
1) Tepat waktu (timely), artinya MP-ASI harus diberikan saat ASI eksklusif
sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Mulai dari usia 6 bulan
tubuh bayi mulai memerlukan zat gizi yang tidak dapat dipenuhi oleh ASI
untuk proses tumbuh kembangnya, sehingga diperlukan pemberian makanan
pendamping ASI untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makro dan mikro yang
55
butuhkan oleh bayi. Meskipun sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan zat
gizi, ASI masih dianjurkan diberikan karena mengandung zat fungsional
seperti imunoglobulin, hormon, oligosakarida, dan lain-lain yang tidak ada
pada susu formula bayi.
2) Adekuat, artinya MP-ASI memiliki kandungan energi, protein, dan
mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan
mikronutrien bayi sesuai usianya. ASI eksklusif dapat memenuhi kebutuhan
makronutrien dan mikronutrien bayi sampai usia 6 bulan, setelah itu seorang
bayi harus mendapat MP-ASI untuk mencukupi kebutuhannya. Pada awal
kehidupan bayi mengalami perkembangan otak, otot dan tulang rangka yang
pesat. Sembilan puluh lima persen otak berkembang pada 3 tahun pertama
kehidupan. Beberapa zat gizi esensial (yang harus diperoleh dari makanan)
misalnya asam amino dan zat besi sangat diperlukan dalam pembentukan
sinaps dan neurotransmitter yang mempengaruhi kecepatan berpikir. Dari hal
tersebut penting memastikan MP-ASI yang diberikan harus mengandung zat
gizi yang dapat memenuhi kebutuhannya. Semakin bertambah usia anak
maka semakin bertamabh pula energi yang dibtuhkan dari MP-ASI.
3) Aman, artinya MP-ASI disiapkan dan disimpan dengan cara cara yang
higienis, diberikan menggunakan tangan dan peralatan makan yang bersih.
Untuk menjamin kebersihan dan keamanan makanan yang dikonsumsi oleh
anak laksanakan beberapa hal sebagai berikut: biasakan mencuci tangan
sebelum makan, pergunakan alat- alat makan yang bersih dan steril, masaklah
makanan dengan benar, hindari mencampur makanan mentah dengan
makanan yang sudah matang, cucilah sayur dan buah sebelum dimakan,
pergunakanlah sumber air bersih, dan simpanlah makanan pada tempat yang
aman. Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai keamanan pangan adalah
nitrat pada makanan bayi, pengunaan garam dan penggunaan garam yang
sesuai dengan anjuran atau rekomendasi.
4) Pemberian MP-ASI yang benar (properly fed), artinya MP-ASI diberikan
dengan memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang seorang anak.
Frekuensi makan dan metode pemberian makan harus dapat mendorong anak
untuk mengonsumsi makanan secara aktif dalam jumlah yang cukup
56
menggunakan tangan, sendok, atau makan sendiri (disesuaikan dengan usia
dan tahap perkembangan seorang anak). Bayi akan menunjukkan tanda lapar
dan kenyang dengan bahasa tubuhnya (feeding cue). Jika ibu memperhatikan
feeding cue dari bayinya dan memberikan ASI sesuai dengan tanda- tanda
tersebut maka akan tercipta suatu jadwal makan yang paling sesuai untuk bayi
tersebut yang berbeda dengan bayi lain. Hal ini memudahkan jika sampai
saatnya memberikan MP-ASI, maka jadwal MP-ASI tersebut menggantikan
beberapa jadwal ASI sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih. Mengingat
kapasitas lambung bayi masih relatif kecil maka frekuensi pemberian MP-
ASI ditingkatkan secara bertahap. Peningkatan ini sekaligus untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya yang semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia anak.
6-8 bulan Mula dengan bubur 2-3 kali sehari, Mulai dengan 2-
halus, lembut, ASI tetap sering 3sdm/kali
cukup kental, diberikan. ditingkarkan
dilanjutkan bertahap sampai ½
Tergantung nafsu
bertahap menjadi mangkok atau
makannya, dapat
kasar. 125ml.
diberikan 1-2 kali
selingan.
57
Lama makan
maksimal 30 menit
9-11 bulan Makanan yang 3-4 kali sehari, 1/2 -3/4 mangkok
dicincang halus ASI tetap (125-175ml).
atau disaring kasar, diberikan.
Lama makan
ditingkatkan
Tergantung nafsu maksimal 30
semakin kasar
makannya, dapat menit.
sampai makanan
diberikan 1-2 kali
bisa
selingan.
dipegang/diambil
dengan tangan.
Sumber: buku acara symposium & workshop ilmu nurisi anak, ciprime 2015
59
adapun Jenis-jenis makanan pendamping ASI yang tepat dan diberikan sesuai
dengan usia anak adalah sebagai berikut:
1) Makanan Lumat, Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan,
dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas.
Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia enam sampai sembilan
bulan. Contoh dari makanan lumat berupa bubur susu, bubur sum-sum, pisang
saring atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
2) Makanan Lunak, Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan
menggunakan banyak air atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat.
Makanan lunak ini diberikan ketika anak berusia 9 sampai 12 bulan. Contoh
dari Makanan ini berupa bubur nasi, bubur ayam, nasi tim, kentang puri.
3) Makanan Padat, Makanan padat merupakan makanan lunak yang tidak berair
dan biasanya disebut makanan keluarga. Makanan ini mulai dikenalkan pada
anak saat anak berusia 12-24 bulan. Contoh dari makanan padat antara lain
lontong, nasi, lauk-pauk, sayur bersantan, dan buah-buahan.
60
2) Pekerjaan ibu
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh
atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja memiliki peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan
berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan (Siregar, 2010).
Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas ibu
setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan
hidupnya yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia
kurang dari 6 bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan dirumah, ditempat kerja
baik yang dekay meupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering
memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau mecoba agar
pada waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa (Graines, 2008).
Praktek pemberian makan pada bayi dari ibu bekerja di rumah sama dengan
pada ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja dengan meninggalkan rumah 2 kali
lebih besar kemungkinannya memperkenalkan susu botol pada bayinya dalam
waktu dini dibanding yang bekerja tanpa meninggalkan rumah dan 4 kali
dibanding ibu tidak bekerja. Pertukaran jam kerja yang kaku, tidak tersedianya
tempat penitipan anak, jark lokasi bekerja yang jauh dan kebijakan cuti
melahirkan yang kurang mendukung menyebabkan ibu harus meninggalkan
bayinya selama beberapa jam sehingga sulit untuk menyusi On Demand (Graines,
2008).
3) Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003).
Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memberikan susu
botol lebih dini dan ibu yang mempunyai pendidikan formal lebih banyak
memberikan susu botol pada usia 2 minggu dibanding ibu tanpa pendidikan
formal (Notoatmodjo, 2011).
61
4) Keaktifan Petugas kesehatan
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan sesuatu pekerjaan di
bidang kesehatan atau orang mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan.
Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas kesehatan yang akhirnya
menyebabkan ibu memilih untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau
tidak. Petugas kesehatan sangat berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak
memberi makanan tambahan pada bayi usia kurang dari 6 bulan.
Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik kepada ibu
yang memiliki bayi usia kurang dari 6 bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh
dan menuruti nasehat petugas kesehatan, oleh karena itu petugas kesehatan
diharapkan menjadi sumber informasi tentang kapan waktu yang tepat
memberikan makanan tambahan dan risiko pemberian makanan tambahan dini
pada bayi.
h. Risiko Pemberian MP-ASI teralu dini
Standar WHO untuk pemberian makanan tambahan adlaah ketika usia bayi 6
bulan. Tapi dibeberapa negara maju, seperti Kanada, Swedia, dll pemberin MP-
ASI boleh dimulai sejak usia 4 bulan. Alasan WHO menetapkan 6 bulan adalah
selain karena mempertimbangkan kematangan organ pencernaan, mengurangi
resiko alergi, membentuk antibodi yang cukup dan ASI, salah satunya adalah
karena mengacu pada kondisi sanitasi dan higienitas yang kurang baik di negara
berkembang (Ewa, 2014). Memulai MP-ASI terlalu dini tidak disarankan karena:
1) ASI dapat tergantikan oleh cairan atau makanan lain yang kualitas nutrisinya
kurang dibandingkan ASI.
2) Kurangnya permintaan hisapan bayi karena kenyang akibat MP-ASI
menyebabkan penurunan suplai ASI ibu.
3) Peningkatan risiko infeksi karena terpapar makanan bayi yang tidak steril.
4) Bayi belum dapat mencerna makanan tertentu dengan baik.
5) Pemaparan dini terhadap makanan tertentu dapat memicu alergi.
Adapun referensi lain mengatakan waktu yang baik dalam memulai
pemberian MP–ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan
pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai
berikut:
62
a) Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan
pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6
bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat
menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.
b) Tersedak disebabkan sampai usia 6 bulan, koordinasi syaraf otot
(neuromuscular) bayi belum berkembang untuk mengendalikan gerak kepala
dan leher ketika duduk di kursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan
dengan menggerakkan makanan dari bagian depan ke bagian belakang
mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda
dengan minum susu.
c) Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi, penyakit
seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).
d) Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan
makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.
e) Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih
di awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya
kanker, diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut (Lewis, 2003).
C. Ibu Menyusui
1. Pengertian ibu menyusui
Menyusui merupakan suatu proses ilmiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil
atau menghentikan menyusui lebih dini dari semestinya (Depkes RI, 2008). Ibu
menyusui adalah ibu yang memberikan air susu kepada bayi dari buah dada
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). ASI adalah cairan putih yang dihasilkan oleh
kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. ASI diproduksi dalam kelenjar-
kelenjar susu tersebut, kemudian ASI masuk ke dalam saluran penampungan ASI
dekat puting melalui saluran-saluran air susu (ductus), dan akan disimpan
sementara dalam penampungan sampai tiba saatnya bayi mengisapnya melalui
putting payudara.
2. Prinsip nutrisi ibu menyusui
Nutrisi adalah zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energy membangun dan memelihara jaringan serta
63
mengatur dari: karbohidrat, protein, vitamin, lemak, mineral dan air. Gizi ibu
menyusui sangat erat kaitanya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan
untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan
bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang
memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya, yang
terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang berkualitas
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu menyusui
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu menyusui adalah :
a. Pengaruh makanan erat kaitanya dengan volume ASI yang diproduksi per
hari.
b. Protein, dengan adanya variasi individu maka dianjurkan penambahan 15-20
gram protein sehari.
c. Suplementasi, jika makanan sehari seimbang. Suplementasi tidak diperlukan
kecuali jika kekurangan satu atau lebih zat gizi.
d. Aktifitas
4. Kebutuhan zat gizi ibu menyusui
a. Kebutuhan kalori
Selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu ibu yang dihasilkan
akan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama hamil. Rata-rata kandungan
kalori ASI yang dihasilkan ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kalori/100 ml, dan
kira-kira 85 kalori diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang dihasilkan. Rata-
rata ibu menggunakan kira-kira 640 kalori/hari untuk 6 bulan pertama dan 510
kalori/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Rata-
rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kalori ketika menyusui.
b. Protein
Ibu memerlukan tambahan 20 gram diatas kebutuhan normal kerika
menyusui. Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kalori yang dianjurkan.
c. Cairan
Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah cairan. Dianjurkan ibu
menyusui minum 2-3 liter air per hari, dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah.
d. Vitamin dan Lemak
64
Kebutuhan vitamin dan mineral selama menyusui lebih tinggi daripada
selama hamil.
5. Dampak kekurangan gizi ibu menyusui
a. Kekurangan gizi pada ibu menyusui menimbulkan gangguan kesehatan pada
ibu dan bayinya.
b. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang anak, bayi mudah
sakit, mudah terkena infeksi.
c. Kekurangan zat-zat essensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun
tulang.
6. Pengaruh gizi bagi ibu menyusui
Kebutuhan nutrisi selama laktasi didasarkan pada kandungan nutrisi air susu
dan jumlah nutrisi penghasil susu. Ibu menyusui disarankan memperoleh
tambahan zat makanan 800 Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan
aktivitas ibu itu sendiri
7. Kecukupan zat gizi ibu menyusui
Meskipun dalam paparan sebelumnya disampaikan bahwa kekurangan gizi
yang tidak berkepanjangna dan nonkronis pada ibu menyusui tidak berpengaruh
banyak terhadap kuantitas dan kualitas ASI namun untuk dapat memberikan dan
menghasilkan ASI dalam kualitas yang maksimal tetap harus diperhatikan gizi ibu
selam menyusui. Secara umum, hal yang harus diperhatikan dalam memenuhi
kebutuhan gizi ibu menyusui adalah: susunan menu seimbang dianjurkan minum
8-12 gelas sehari, untuk memperlancar pencernaan hindari konsumsi alcohol,
makanan yang banyak bumbu, terlalu panas/ dingin, serta banyak mengkonsumsi
sayuran berwarna. Selama ibu tidak memiliki penyakit yang mengharuskan ibu
melakukan diet tertentu, tidak ada pantangan makanan bagi ibu menyusui. Berikut
ini kebutuhan gizi ibu yang sedang menyusui dibandingkan kebutuhan wanita
dewasa yang tidak menyusui.
Tabel 9.
Kecukupan Gizi Ibu Menyusui
Zat Gizi Wanita Dewasa Ibu Menyusui
Tidak Menyusui 0-6 bulan 7-12 bulan
Energy (kkal) 1900 + 500 + 550
Protein (gram) 50 + 17 + 17
65
Vitamin A (RE) 500 + 350 + 350
Vitamin C (mg) 75 + 45 + 45
Besi (gram) 26 +2 +2
Yodium (m) 150 +50 + 50
Kalsium (mg) 500 + 150 + 150
Tabel 10.
Kecukupa Gizi Ibu Menyusuin (Menurut Porsi)
Jumlah Porsi
Kelompok Makanan
Tidak Hamil Hamil Menyusui
Protein
Hewani (60 gram) 1 2 2
Nabati 1 2 2
Susu dan Olahhannya 2 4 4-5
Roti dan Biji-bijian 4 4 4
Buah dan Sayuran
Buah kaya vitamin C 1 1 1
Sayur hijau tua 1 1 1
Sayur, buah lain 2 2 2
66
kondisi kesehatan anak misalnya infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung adalah
faktor sosial ekonomi keluarga yang dipengaruhi oleh pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan Ibu tentang gizi dan pekerjaan Ibu. Jika status sosial ekonomi
rendah maka kebutuhan makanan keluarga akan kurang terpenuhi sehingga anak
akan memiliki status gizi kurang. Akibat gizi buruk pada balita, mereka akan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
kecerdasan. Pada tingkat kecerdasan, dikarenakan tumbuh kembang otak otak
hampir 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun (Novi &
Muzakkir, 2014).
1) Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu merupakan tingkat pendidikan terakhir yang dicapai
oleh ibu berdasarkan tahun sukses pendidikan ibu.
2) Kepala Rumah Tangga
Kepala rumah tangga merupakan “ratu rumah tangga” yang mempunyai
tanggung jawab untuk membangun dan mengelola suasana rumah tangga yang
nyaman dan aman serta kondusif untuk menumbuhkan rasa kasih sayang sesama
anggota keluarga dan menumbuhkan suasana yang kondusif untuk tumbuhnya
iman dari setiap anggota keluarga.
3) Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan adalah hasil tahu yang merupakan konsep didalam pikiran
seseorang sebagai hasil setelah seseorang tersebut melakukan penginderaan
terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa,
elektronik, buku petunjuk, penyuluhan dan kerabat dekat. Pengetahuan ibu adalah
wawasan yang dimiliki oleh ibu untuk mendapatkan hasil optimal. Pengetahuan
ibu tentang gizi balita secara tidak langsung akan menentukan status gizi balita.
Hal ini dikarenakan ibu yang menjadi penanggung jawab dalam keluarga tentang
pemberian makan keluarga, terutama anak. Jadi semakin baik pengetahuan ibu,
maka pemberian makan akan baik pula sehingga status gizi anak juga baik.
4) Pendapatan/Ekonomi Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota
rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
67
perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan kelurga merupakan balas karya
atau jasa imbalan yang diperoleh karena sumbangan yang diberikan dalam
kegiatan produksi.
68
Keluarga khususnya ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan
dalam praktik menyusui. Masih banyak pendapat yang salah bahwa ayah cukup
menjadi pengamat yang pasif, padahal sebenarnya ayah mempunyai peran yang
sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut
menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang sangat
dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah dapat berperan aktif
dalam keberhasilan pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara
emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya. Kurangnya dorongan dari
keluarga seperti suami dan orang tua akan mengendorkan semangat ibu untuk
melanjutkan pemberian. Dukungan pada keberhasilan menyusui didapat dari
suami/keluarga, media pengetahuan/sosial yang mengajarkan dan mendampingi
ibu sewaktu menyusui.
5. Lingkungan budaya
Aspek keyakinan atau kepercayaan dalam kehidupan manusia mengarahkan
budaya hidup, perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber
daya didalam suatu masyarakat akan menghasilkan pola hidup yang disebut
kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam
terhadap perilaku. Adat budaya akan mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
secara eksklusif karena sudah menjadi budaya yang masih dilakukan di
masyarakat. Contohnya adalah adat selapanan dimana bayi diberi sesuap bubur
dengan alasan untuk melatih alat pencernaan bayi. Padahal hal tersebut tidak
benar namun tetap dilakukan oleh masyarakat karena sudah menjadi adat budaya
keluarga. Adanya tradisi yang dipercayai keluarga dan pengaruh lingkungan sosial
akan mempengaruhi dukungan yang diberikan kepada ibu dalam menyusui
D. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
69
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi.
Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya
mensinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan
kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi
keluarga, ketahanan pangan keluarga dan kesejahteraan sosial.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar
kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude),
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
tindakan atau practice).
Pelayanan kesehatan dasar di Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang
mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni Kesehatan lbu dan Anak
(KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.
2. Jenjang
Perkembangan masing-masing Posyandu tidak sama. Dengan demikian,
pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Untuk
mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, telah dikembangkan metode dan
alat telaahan perkembangan Posyandu, yang dikenal dengan nama Telaah
Kemandirian Posyandu. Tujuan telaahan adalah untuk mengetahui tingkat
perkembangan Posyandu yang secara umum dibedakan atas 4 tingkat sebagai
berikut :
a. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya
kegiatan rutin bulanan Posyandu, di samping karena jumlah kader yang terbatas,
70
dapat juga karena belum siapnya masyarakat lntervensi yang dapat dilakukan
untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah
kader.
b. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang
dari 50%. lntervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah
meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai
motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
Contoh intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1) Pelatihan tokoh masyarakat, menggunakan Modul Posyandu dengan metode
simulasi.
2) Menerapkan SMD dan MMD di Posyandu, dengan tujuan untuk merumuskan
masalah dan menetapkan cara penyelesaiannya, dalam rangka meningkatkan
cakupan Posyandu.
c. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih
terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. lntervensi yang
dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat antara lain:
1) Sosialisasi program dana sehat yang bertujuan untuk memantapkan
pemahaman masyarakat tentang dana sehat.
2) Pelatihan dana sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh dana sehat yang kuat,
dengan cakupan anggota lebih dari 50% KK. Peserta pelatihan adalah para
tokoh masyarakat, terutama pengurus dana sehat desa/kelurahan, serta untuk
kepentingan Posyandu mengikutsertakan pula pengurus Posyandu.
d. Posyandu Mandiri
71
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih
dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu. lntervensi yang
dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan program dana sehat, sehingga
terjamin kesinambungannya. Selain itu dapat dilakukan intervensi memperbanyak
macam prog ram tambahan sesuai dengan masalah dan kemampuan masing-
masing.
3. Kegiatan bayi
Kegiatan Pelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita harus dilaksanakan
secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang
pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita
sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan
pengawasan orangtua di bawah bimbingan kader. Untuk itu perlu disediakan
sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang
diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan dan konseling
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang anak. Apabila ditemukan
kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.
4. Sistem 5 meja
Langkah ke Posyandu pelaksanaan kegiatan di Posyandu dikenal dengan nama
system 5 meja”, yang dimana kegiatan di masing-masing meja mempunyai
kekhususan sendiri-sendiri. System 5 meja tersebut tidak berarti bahwa Posyandu
harus mempunyai 5 bua meja untuk pelaksanaannya, tetapi kegiatan Posyandu
harus mencangkup 5 pokok kegiatan :
a. Meja 1 Pendaftaran Balita, Ibu Hamil, Ibu Menyusui
72
b. Meja 2 Penimbangan Balita
c. Meja 3 Pencatatan Hasil Penimbangan
d. Meja 4 Penyuluhan dan Pelayanan Gizi bagi Ibu Balita, Ibu Hamil, dan Ibu
Menyusui
e. Meja 5 Pelayanan Kesehatan, KB, Imunisasi, dan Pojok Oralit.
Kegiatan di Meja 1 :
a. Pendaftran Balita
1) Balita didaftar dalam formulir pencatatan balita
2) Bila anak sudah memiliki KMS, berarti bulan lalu anak sudah ditimbang.
Mita KMSnya, Namanya dicatat pada secarik kertas. Kertas ini diselipkan
di KMS, kemudian ibu balita diminta membawa anaknya menuju tempat
penimbangan.
3) Bila anak balita belum punya KMS, berarti baru bulan ini ikut
penimbangan atau KMS lamanya hilang. Ambil KMS baru, kolomnya
diisi secara lengkap, nama anak balita dicatat pada secaik kertas. Secarik
kertas ini diselipkan di KMS, kemudian ibu balita diminta membawa
anaknya ke tempat penimbangan.
b. Pendaftran Ibu Hamil
1) Ibu hamil didaftar dalam fomulir catatan untuk ibu hamil.
2) Ibu hamil yang t idak membawa balita diminta langsung menuju ke meja 4
untuk mendapatkan pelayanan gizi oleh kader serta pelayanan oleh petugas
Kesehatan di meja 5.
3) Ibu yang belum menjadi peserta KB dicatat Namanya pada secarik kertas,
dan ibu menyerahkan kertas itu langsung kepada petugas Kesehatan di
meja 5.
Kegiatan di Meja 2
a. Penimbangan anak dan balita, hasil penimbangan berat anak dicatat pada
secarik kertas yang terselip di KMS. Selipkan kertas ini Kembali ke dalam
KMS.
b. Selesai ditimbang, ibu dan anaknya dipersilahkan menuju ke meja 3 yaitu
meja pencatatan.
Kegiatan di Meja 3
73
a. Buka buku KMS balita yang bersangkutan.
b. Pindahkan hasil penimbangan anak dari secarik kertas ke KMSnya.
c. Pada penimbangan pertama, isilah semua kolom yang tersedia pada KMS.
d. Bila ada kartu kelahiran, catatlah bulan lahir anak dari kartu tersebut.
e. Bila tidak ada kartu kelahiran tetapi ibu ingat, maka catatlah bulan lahir anak
sesuai dengan ingatan ibunya.
f. Bila ibu tidak ingat dan hanya tahu umur anaknya yang sekarang, perkirakan
bulan lahir anak dan catat.
Kegiatan di Meja 4
a. Penyuluhan untuk semua orang tua balita. Mintalah KMS anak, perhatikan
umur dan hasil penimbangan pada bulan ini. Kemudian ibu balita diberi
penyuluhan.
b. Penyuluhan untuk semua ibu hamil. Anjurkan juga agar ibu memeriksakan
kehamilannya sebanyak minimal 5 kali selama kehamilan pada petugas
Kesehatan atau bidan.
c. Penyuluhan untuk semua ibu menyusui mengenai pentingnya ASI, kapsul
iodium/garam iodium dan vitamin A.
Kegiatan di Meja 5
Kegiatan di meja 5 adalah pelayanan Kesehatan dan pelayanan KB, imunisasi
serta pemberian oralit. Kegiatan ini dipimpin dan dilaksanaka oleh petugas
Kesehatan dari Puskesmas.
a. Sasaran posyandu :
1) Bayi/ Balita.
2) Ibu Hamil/ Ibu Menyusui.
3) WUS dan PUS
Peserta Posyandu mendapatkan pelayanan seperti :
b. Kesehatan Ibu dan Anak
1) Pemberian pil tambah darah (TTD) pada ibu hamil.
2) Pemberian vitamin A dosis tinggi (bulan vitamin A pada bulan Februari
dan Agustus)
3) PMT
4) Imunisasi
74
5) Penimbangan balita rutin per bulan sebagai pemantau Kesehatan balita
melalui pertambahan berat badan setiap bulan. Keberhasilan program
terlihat melalui grafik pada kartu KMS setiap bulan.
c. Keluarga berencana, pembagian pil KB dan kondom.
d. Pemberian oralit dan pengobatan.
e. Penyuluhan Kesehatan lingkungan dan penyuluhan pribadi sesuai
permasalahan dilaksanakan oleh kader PKK melalui meja 4 dengan meteri
dasar dari KMS balita dan ibu hamil. Keberhasilan posyandu tergambar
melalui cukupan SKDN
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu
K: Semua balita yang memiliki KMS
D : Balita yang ditimbang
N : Balita yang naik berat badannya
5. SKDN
SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN,
dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita
yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang
ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil
posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan
balita.
SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap
bulan dalam bentuk histogram sederhana. Indikator pelayanan di Posyandu atau di
Pos Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN. SKDN adalah
singkatan dari pengertian kata-katanya yaitu:
a. S adalah jumlah seluruh Balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu.
b. K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai
KMS (Kartu Menujuh Sehat).
c. D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah dan
menimbang berat badannya sesuai atau jumlah seluruh balita yang ditimbang.
d. N adalah jumlah balita yang ditimbang berat badannya mengalami
peningkatan berat badan dibanding bulannya sebelumnya dengan garis
pertumbuhan.
75
e. O adalah jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu.
Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui kemajuan
program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat diinterprestasikan sebagai
tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu, sedangkan naik
turunnya N terhadap S dapat diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan
mencapai tujuan program dalam kegiatan UPGK di posyandu. Dari uraian SKDN
dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan informasi tentang
perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu yaitu :
a. Indikator K/S
K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan program.
Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita yang dapat
di posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di wilayah
posyandu tersebut dikalikan 100%.
b. Indikator D/S
D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan di posyandu.
c. Indikator N/D
N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam
kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan
indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi
balita.
d. Indikator N/S
N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan program di
posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan naik berat
badannya.
Analisis SKDN
Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan
petugas kesehatan dan kader Posyandu melakukan analisis SKDN. Analisisnya
terdiri dari:
1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita
yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja
posyandu atau dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal
76
harus capai 80 % apabila dibawah 80% maka dikatakan partisipasi mayarakat
untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan
sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh
petugas kesehatan ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak
diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.
2. Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %.
Alasannya balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat )
telah mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data
pelayanan kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS
maka pada dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang
sangat rendah atau biasa juga dikatakan balita yang seharusnya mempunyai
KMS karena memang mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini telah
kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang terdapat
dalam KMS tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini
menggunakan rumus {(S-K)/S x 100%) yaitu jumlah balita yang ada
diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita yang mempunyai KMS, hasilnya
dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin tinggi presentase kehilangan
kesempatan maka semakin rendah kemauan orang tua balita untuk dapat
memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk memantau
pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat Badan
Balita.
3. Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang
Naik Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang
ditimbang. Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami
peningkatan berat-badannya.
4. Indikator lainnya dalam SKDN adalah Indikator Drop Out yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi
kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan
pelayanan kesehatan rumusnya yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS
77
dibagi dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang
punya KMS atau rumusnya adalah (K-D)/K x 100%.
Kader Posyandu
1. Definisi Kader
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang di rekrut dari, oleh dan untuk
masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan,
keberadaan kader sering di kaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Sehingga
seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan
sanggup melaksanakan kegiatan posyandu, serta mau dan sanggup menggerakkan
masyarakat untuk meleksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Nur Asiah,
Henki Adisa Putra, 2020).
2. Tugas Kader
Tugas-tugas kader dalam rangka menyelenggarakan Posyandu, dibagi dalam 3
kelompok yaitu:
a) Tugas sebelum hari buka Posyandu atau disebut juga tugas pada H -
Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan oleh kader agar kegiatan pada
hari buka Posyandu berjalan dengan baik. Adapun tugas sebelum hari buka
posyandu yakni :
1) Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu.
2) Menyebarluaskan informasi tentang hari buka Posyandu melalui
pertemuan warga setempat atau surat edaran.
3) Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi kader yang menangani
pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, pemberian makanan
tambahan, serta pelayanan yang dapat dilakukan oleh kader.
4) Kader melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan atau petugas
lainnya. Sebelum pelaksanaan kegiatan kader melakukan koordinasi
dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya terkait dengan jenis layanan
yang akan diselenggarakan. Jenis kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari
kegiatan Posyandu sebelumnya atau rencana kegiatan yang telah
ditetapkan berikutnya
78
5) Menyiapkan bahan pemberian makanan tambahan PMT Penyuluhan dan
PMT Pemulihan (jika diperlukan), serta penyuluhan. Bahan-bahan
penyuluhan sesuai dengan permasalahan yang ada yang dihadapi oleh para
orang tua di wilayah kerjanya serta disesuaikan dengan metode
penyuluhan, misalnya: menyiapkan bahan-bahan makanan apabila mau
melakukan demo masak, lembar balik apabila mau menyelenggarakan
kegiatan konseling, kaset atau CD, KMS, buku KIA, sarana stimulasi
balita, dan lain-lain.
6) Menyiapkan buku-buku catatan kegiatan Posyandu
b) Tugas pada hari buka Posyandu atau disebut juga pada H Posyandu, yaitu
berupa tugas-tugas untuk melaksanakan pelayanan 5 kegiatan. Adapun
tugasnya yakni :
1) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas,
ibu menyusui, dan sasaran lainnya.
2) Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan kesehatan anak pada
Posyandu, dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengukuran lingkar kepala anak, deteksi perkembangan anak, pemantauan
status imunisasi anak, pemantauan terhadap tindakan orang tua tentang
pola asuh yang dilakukan pada anak, pemantauan tentang permasalahan
balita, dan lain sebagainya.
3) Membimbing orang tua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi balita.
4) Melakukan penyuluhan tentang pola asuh balita, agar anak tumbuh sehat,
cerdas, aktif dan tanggap. Dalam kegiatan itu, kader bisa memberikan
layanan konsultasi, konseling, diskusi kelompok. dan demonstrasi dengan
orang tua/ keluarga balita.
5) Memotivasi orang tua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik
pada anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
6) Menyampaikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang ke
Posyandu dan minta mereka untuk kembali pada hari Posyandu
berikutnya.
79
7) Menyampaikan informasi pada orang tua agar menghubungi kader apabila
ada permasalahan yang terkait dengan anak balitanya, jangan segan atau
malu.
8) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari buka
Posyandu
c) Tugas sesudah hari buka Posyandu atau disebut juga tugas pada H +
Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas setelah hari Posyandu. Penyelenggaraan
Posyandu 1 bulan penuh, hari buka Posyandu untuk penimbangan 1 bulan
sekali. Adapun tugasnya yakni :
1) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
Posyandu, pada anak yang kurang gizi, atau pada anak yang mengalami
gizi buruk rawat jalan, dan lain-lain.
2) Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan dalam rangka
meningkatkan gizi keluarga, menanam obat keluarga, membuat tempat
bermain anak yang aman dan nyaman, dan lain-lain. Selain itu,
memberikan penyuluhan agar mewujudkan rumah sehat, bebas jentik,
kotoran, sampah, bebas asap rokok, BAB di jamban sehat, menggunakan
air bersih, cuci tangan pakai sabun, tidak ada tempat berkembang biak
vektor atau serangga/binatang pengganggu lainnya (nyamuk, lalat, kecoa,
tikus, dan lain-lain).
3) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah untuk
menyampaikan atau menginformasikan hasil kegiatan Posyandu serta
mengusulkan dukungan agar Posyandu dapat terus berjalan dengan baik.
4) Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan, diskusi atau forum komunikasi
dengan masyarakat, untuk membahas penyelenggaraan atau kegiatan
Posyandu di waktu yang akan datang. Usulan dari masyarakat inilah yang
nanti digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak lanjut
kegiatan berikutnya.
5) Mempelajari sistem informasi Posyandu (SIP). SIP adalah sistem
pencatatan data atau informasi tentang pelayanan yang diselenggarakan di
Posyandu, dan memasukkan kegiatan Posyandu tersebut dalam SIP.
Manfaat SIP ini adalah sebagai acuan bagi kader untuk memahami
80
permasalahan yang ada, sehingga dapat mengembangkan jenis kegiatan
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
6) Format SIP meliputi catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan
balita, kematian ibu hamil, melahirkan, nifas. Catatan bayi dan balita yang
ada si wilayah kerja Posyandu. Catatan pemberian vitamin A, pemberian
oralit, pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil, tanggal dan status
pemberian imunisasi. Selanjutnya juga ada catatan wanita usia subur,
pasangan usia subur, jumlah rumah tangga, jumlah ibu hamil, umur
kehamilan, imunisasi ibu hamil, risiko kehamilan, rencana penolong
persalinan, tabulin, ambulan desa, calon donor darah yang ada di wilayah
kerja Posyandu.Pada dasarnya, kader Posyandu menjalankan tugasnya
sebagai pencatat, penggerak dan penyuluh. Ada beberapa jenis kegiatan
yang dilakukan kader dalam memberikan pelayanan di Posyandu sebagai
berikut:
a) Melakukan pendataan atau pemetaan balita di wilayahnya.
b) Menggerakkan dan memotivasi keluarga yang punya balita untuk
datang dan mendapatkan pelayanan Posyandu.
c) Memberi tahu waktu hari buka Posyandu, lokasi Posyandu, jenis
layanan yang bisa diterima sasaran, petugas pemberi layanan, manfaat
apabila membawa anaknya ke Posyandu, dan lain-lain. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, penyampaian surat edaran,
atau melalui forum komunikasi yang ada di masyarakat setempat baik
formal, maupun informal.
d) Menyiapkan sarana-prasarana, buku catatan, bahan-bahan penyuluhan,
mungkin juga makanan yang akan dibagikan pada balita, dan lain-lain.
e) Memberikan pelayanan balita di Posyandu secara rutin. Sasarannya
adalah orang tua dan keluarga balita, serta balita itu sendiri.
f) Melakukan pencatatan kegiatan pelayanan Posyandu. Peran kader
lainnya adalah melakukan pencatatan dan pelaporan. Ada beberapa
format pencatatan yang biasa dikerjakan oleh kader Posyandu.
Pencatatan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh kader
Posyandu karena berdasarkan catatan tersebut aktivitas Posyandu
81
dapat diketahui. Pencatatan yang dibuat dan dilaporkan oleh kader
Posyandu, mengacu pada sistem pencatatan dan pelaporan Posyandu
yang ada. Tetapi bisa ditambahkan apabila ada hal-hal yang bersifat
khusus, termasuk penanganan rujukan balita.
g) Membuat dokumentasi kegiatan Posyandu.
h) Menyusun program kerja/rencana aksi untuk kegiatan berikutnya.
Berbagai jenis kegiatan hendaknya dilakukan oleh kader bersama
dengan petugas, tokoh masyarakat, serta berbagai pihak terkait lainnya.
Jenis kegiatan yang dibuat berdasarkan kondisi serta kebutuhan
masyarakat setempat. Dalam merencanakan kegiatan perlu
dicantumkan upaya mendapatkan dukungan dana atau sarana dari
berbagai pihak, agar penyelenggaraan kegiatan Posyandu semakin
meningkat.
i) Penyusunan rencana aksi dibuat secara lebih rinci dan jelas, meliputi
jenis kegiatan, tujuan, sasaran, peran dan tanggung jawab berbagai
pihak yang terlibat, serta waktu pelaksanaan kegiatan. Penyusunan
rencana aksi ini hendaknya dibahas melalui pertemuan atau
musyawarah dengan berbagai pihak yang potensia (Kemenkes RI,
2014).
3. Syarat kader
Syarat kader adalah Seorang warga masyarakat dapat di angkat menjadi kader
posyandu apabila memenuhi persyaratan yakni :
1) Di pilih dari dan oleh masyarakat
2) Mau dan mampu bekerja bersama masyarakat secara sukarela
3) Dapat menbaca dan menulis
4) Berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan
5) Mempunyai waktu yang cukup.
6) Bertempat tinggal di wilayah posyandu
(Nur Asiah, Henki Adisa Putra, 2020).
82
a. Pengetahuan kader
Tingkat pengetahuan kader lebh baik jika tamat pendidikan dasar atau tinggi,
mengikuti kursus, mrndapat pengajaran lima modul dasar mengikuti pembinaan.
Tingginya nilai pengetahuan kader dipengaruhi oleh pendidikan formal, keikutan
dalam kursus kader, frekuensi mengikuti pembinaan, keaktifan kader di posyandu
dan lamanya menjadi kader. Mengembangkan pengetahuan kader dengan cara
mengikuti kursus, pelatihan secara berkala dari segi pengetahuan, teknis dari
beberapa sector sesuai dengan bidangnya (Indah, 2019)
b. Keterampilan
Peningkatan ketrampilan kader bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari
suatu pelayanan kesehatan. Ketrampilan kader salah satunya meliputi kemampuan
melakukan tahapan-tahapan penimbangan, dimana kader biasanya melakukan
kegiatan penimbangan belum sesuai dengan prosedur-prosedur pengukuran
antropometri, sehingga hasil yang diperoleh dari penimbangan kurang tepat.
2. Faktor yang mempengaruhi
a. Pengetahuan
Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan, yaitu :
1) Pendidikan, tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pengetahuan,
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
pengetahuannya.
2) Sumber informasi, Berbagai bentuk jenis media seperti televise, radio,surat
kabar, dan majalah dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan orang.
3) Pekerjaan, pekerjaan merupakan kegiatan yang menyita waktu, pekerjaan
yang dimaksud adalah susatu yang dilakukan dengan tujuan mencari nafkah
atau pencaharian.
4) Umur, umur seseorang dapat mempengaruhi bagaimana orang tersebut
mengambil keputusan dalam memelihara kesehatan dirinya, semakin
bertambah umur maka pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah.
b. Ketrampilan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketrampilan pada kadeer yaitu :
83
1) Motivasi, merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang dapat
mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang
sudah diajarkan.
2) Pegalam, merupakan sutu hal yang akan memperkuat kemampuan seseorang
dalam melakukan sebuah tindakan (ketrampilan. Pengalaman membangun
seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya menjadi lebih
baik yang dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di masa
lampaunya.
3) Keahlian, keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam
melakukan keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu
melakukan sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan
84
a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
1) Ras/etnik atau bangsa. Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika,
maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau
sebaliknya.
2) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,
pendek, gemuk atau kurus.
3) Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,
tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
4) Jenis kelamin. Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,
pertumbuhan anak lakilaki lebih cepat.
5) Genetik. Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi
anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
6) Kelainan Kromosom Kelainan kromosom umumnya disertai dengan
kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma
Turner’s. (Dian Adriana, 2017)
85
menyebabkan kelainan pada janin: katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi
mental, dan kelainan jantung kongenital.
g) Kelainan imunologi. Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi
terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern icterus yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio. Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu. Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan
salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor Persalinan.
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pascasalin
a) Gizi. Untuk tumbuh kembang bayi, dperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis/kelainan kongenital. Tuberkulosis, anemia, kelainan
jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan janin.
c) Lingkungan fisis dan kimia. Lingkungan sering disebut melieu adalah
tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan
dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya
sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri,
rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
d) Psikologis. Hubungan anak dengan prang sekitarnya. Seorang anak yang
tidak diketahui oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan,
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
e) Endokrin. Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosio-ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan
menghambat pertumbuhan anak.
86
g) Lingkungan pengasuh. Pada lingkungan pengasuh, interaksi ibu anak
sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
h) Stimulasi. Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan. Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan. (Kemenkes RI, 2012).
4) Faktor adat istiadat meliputi :
a) Pekerjaan dan pendapatan keluaraga
b) Pendidikan ayah dan ibu
c) Jumlah saudara
d) Jenis kelamin dalam keluaraga
e) Stabilitas rumah tangga
f) Kepribadian ayah dan ibu
g) Adat istiadat, norma-norma, dan tabu-tabu
h) Agama
i) Urbanisasi
j) Kehidupan politik dalam masyarakat yang memengaruhi kepentingan
anak, anggaran, dan lain-lain (Ari Sulistyawati, 2017)
3. Pertumbuhan fisik
Istilah daur (siklus) mempunyai arti bahwa pertumbuhan fisik tidak dapat
dikatakan mengikuti pola ketetapan tertentu. Pertumbuhan itu terjadi secara
bertahap, dengan kata lain pertumbuhan ada kalanya cepat dan ada kalanya
lambat. Irama pertumbuhan bagi setiap orang mempunyai gambaran tersendiri
walaupun secara general mempunyai keteraturan tertentu. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik anak umumnya berkangsung secara teratur dan dapat
diramalkan sebelumnya. Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan
87
bahwa pertumbuhan anak dapat dibagi menjadi empat periode, dua periode
ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode ditandai dengan
pertumbuhan yang lambat. Selama pralahir dan 6 bulan setelah lahir mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat. Anak yang sehat dan cukup gizi mengalami
kenaikan panjang badan sebesar 50% dan berat sebesar 200% (PH Munssen
dkk,1988:74). Setelah itu pertumbuhan yang dialami sedikit lambat, dan stabil
hingga anak menginjak masa tremaja (8 sampai 12 tahun).
4. Perkembangan anak
Secara umum, perkembangan anak adalah urutan pertumbuhan yang dibagi
menjadi empat jenis. Tumbuh kembang anak dilihat dari berbagai sisi. Bukan
hanya mencakup fisik maupun psikis, tapi juga faktor lain seperti interaksi sosial
hingga kemampuan berbahasa.
a. Perkembangan kemampuan fisik
Faktor pertumbuhan fisik anak mulai dari bertambahnya berat dan tinggi
badan, perkembangan otak, hingga motorik halus dan kasar. Seiring dengan
perkembangan fisik, idealnya anak akan memiliki gerakan tubuh yang
semakin selaras. Koordinasi mata dan tangan juga semakin baik.
b. Perkembangan kemampuan kognitif
Aspek ini terbagi menjadi beberapa tahap, mulai dari tahap sensorimotor (0-24
bulan), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan
operasional formal (sejak usia 11 tahun). Perkembangan kognitif fokus pada
kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah.
c. Perkembangan kemampuan sosio-emosional
Aspek perkembangan yang fokus pada interaksi anak dengan orang lain.
Aspek perkembangan ini juga mencakup perkembangan anak dalam
mengekspresikan emosi, misalnya menangis saat tidak puas, memukul barang,
sampai tersenyum saat senang.
d. Perkembangan kemampuan berbahasa
Idealnya, kemampuan berbahasa anak tumbuh pesat selama masa prasekolah
atau mulai usia 1-5 tahun. Dari kemampuan berbahasa, bisa mendeteksi
adanya keterlambatan dan adanya gangguan pada faktor perkembangan lain,
seperti sensorimotorik, psikologis, hingga kognitif.
88
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.
1. Pemantauan BB/TB
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per tinggi/panjang
badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah
pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap
bulan di Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan
Taman Kanak-kanak, dan lain-lain (Febry, 2012).
Alur pemantauan pertumbuhan balita di posyandu adalah :
1) Pendaftaran balita yang datang
2) Penimbangan balita
3) Penilaian hasil penimbangan
4) Konseling, penyuluhan atau rujukan balita, sakit dan tidak naik 2 kali berturut-
turut ke puskesmas.
5) Pelayanan gizi oleh petugas.
2. Pemantauan status Gizi KMS
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasunya. Ada
dua faktor penyebab gangguan gizi yaitu penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung gangguan gizi pada bayi dan balita adalah asupan gizi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh serta penyakit infeksi. Sedangkan faktor
tidak langsung terjadinya gangguan gizi terutama pada anak balita yaitu
pengetahuan, presepsi tertentu terhadap makanan, kebiasaan atau pantangan
kesukaan jenis makanan tertentu.
Dalam kegiatan posyandu yang dilakukan oleh kader yaitu melakukan
pemantauan status gizi balita dengan mengisi KMS, Kartu Menuju Sehat (KMS)
adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks
antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan
atau resiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahan secara lebih berat (Febry, 2012).
89
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Masalah Gizi pada Ibu Hamil
1. Kerangka Konsep
Gambar 2.
Kerangka Konsep Penelitian Masalah Gizi Pada Ibu Hamil
Penjelasan :
Dari kerangka konseps diatas diketahui bahwa kejadian anemia dan KEK
pada ibu hamil dipengaruhi oleh konsumsi zat besi dan energi yang kurang, selain
itu dipengaruhi juga oleh penyakit infeksi. Selain faktor-faktor tersebut, kejadian
anemia dan KEK pada ibu hamil secara tidak langsung dipengaruhi oleh
kepatuhan minum tablet Fe dan pola konsumsi yang akan mempengaruhi
konsumsi zat besi dan energi. Kepatuhan minum tablet Fe dapat dipengaruhi oleh
umur ibu dan dukungan suami/ keluarga, sedangkan pola konsumsi dipengaruhi
90
oleh beberapa faktor yaitu : ketersediaan makanan dalam keluarga, pengetahuan
gizi, umur ibu, tingkat pendapat, budaya, pekerjaan. Sedangkan untuk
ketersediaan makanan dalam keluarga itu sendiri dipengaruhi oleh jumlah anggota
keluarga, dukungan suami/keluarga, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan.
Untuk penyakit infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : lingkungan,
pelayanan kesehatan salah satunya pemeriksaan ANC pada ibu hamil, sanitasi air
bersih, serta jarak kehamilan
2. Definisi Operasional
Tabel 11.
Definisi Operasional Masalah Gizi pada Ibu Hamil
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Oprasional
Variabel Terikat
1. Kejadian Keadaan Diukur Easy 1. Anemia : Ordinal
Anemia dimana kadar dengan Touch Hb jika kadar
pada Ibu hemoglobin menggunak Hb < 11
Hamil (Hb) dalam an alat cek gr/dL
tubuh < 11 hb digital 2. Tidak
gr/dL oleh anemia :
petugas jika kadar
kesehatan Hb ≥ 11
gr/dL
(Kemenkes,
2018)
91
(kronis) yang an alat ukur
mengakibatkan Pita LILA
timbulnya
gangguan
kesehatan pada
ibu sehingga
kebutuhan ibu
hamil akan zat
gizi yang
semakin
meningkat tidak
terpenuhi
Variabel Bebas
92
dan usia
kehamilan.
94
B. Masalah pada Status Gizi Balita
1. Kerangka Konsep
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Gambar 3.
Kerangka Konsep Masalah Pada Status Gizi Balita
Penjelasan :
95
2. Definisi Operasional
Tabel 12.
Definisi Operasional Masalah Gizi pada Balita
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Oprasional
Variabel Terikat
1. Status Gizi Status gizi pada Lembar Timbangan Kategori status gizi Ordinal
Balita balita yaitu dapat observasi atau dacin BB/U sebagai
ditentukan diukur berikut :
dengan indikator menggunakan
1. Berat badan
berat badan timbangan
sangat kurang (<-
menurut usia atau dacin
3SD)
BB/U
2. Berat badan
kurang
(- 3 SD sd <- 2
SD)
3. Berat badan
normal
(-2 SD sd +1 SD)
4. Risiko Berat
badan lebih
(> +1 SD)
(Kementerian
Kesehatan RI,
2020)
Variabel Bebas
1. Konsumsi Konsumsi Menggunakan Kuesioner 1. Di atas AKG = Ordinal
Makanan
makanan adalah kuesioner dan ≥110%
zat-zat form SQFFQ kebutuhan
pembangun yang 2. Normal = 90 –
dikonsumsi oleh 110%
balita kebutuhan
3. Defisit tingkat
ringan = 80 –
89,9%
96
kebutuhan
4. Defisit tingkat
sedang = 70 –
79,9%
kebutuhan
5. Defisit tingkat
berat = < 70%
kebutuhan
2. Penyakit Penyakit infeksi Menggunakan Kuesioner Hasil dari jawaban Ordinal
Infeksi merupakan Kuesioner yang dikategorikan
penyakit yang menjadi:
pernah di derita a) Ya
oleh balita b) Tidak
97
C. Masalah pada Ibu Menyusui
1. Kerangka Konsep
Dukung
an
Keluarg
a
Gambar 4.
Masalah Pada Ibu Menyusui
Penjelasan :
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih. Status gizi baduta dipengaruhi langsung oleh konsumsi dan kejadian
infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak
baduta yang menjadi penyebab keadaan status gizi baduta yang kurang. Selain
infeksi, konsumsi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keadaan status
gizi baduta. Dalam hal ini konsumsi pada anak usia 0-6 bulan didapatkan dari
pemberian ASI ekslusif serta pada anak usia 6-24 bulan didapatkan dari ASI serta
makanan pendamping asi. Jika dalam pemenuhan konsumsi kurang dari
kebutuhan anak maka berpengaruh langsung pada status gizi baduta yang
mengarah pada status gizi kurang hingga buruk, begitu juga sebaliknya jika
konsumsi baduta lebih dari kebutuhan maka akan mengarah pada kelebihan status
gizi
98
2. Definisi Operasional
Tabel 13.
Definisi Operasional Masalah Gizi pada Baduta
Definisi
No Variable Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variable Terikat
1 Status Keadaan gizi Diukur dengan Timbangan/ Indikator BB/U dengan Ordinal
Gizi anak yang dapat menggunakan dacin klasifikasi sebagai berikut:
Baduta ditentukan alat timbangan/ 1. Berat badan sangat
dengan indikator dacin oleh kurang (< -3 SD)
berat badan kader 2. Berat badan kurang (-3
menurut usia posyandu. SD sd < -2 SD)
(BB/U) yang 3. Berat badan normal (-2
dibandingkan SD sd +1 SD)
dengan standar. 4. Risiko Berat badan
lebih (> +1 SD)
(Kementerian Kesehatan
RI, 2020)
Variable Bebas
2 Riwayat Anak yang Diukur dengan Kuesioner 1. Ya (jika anak pernah Nominal
Penyakit memiliki metode menderita ISPA/Diare/
Infeksi penyakit infeksi wawancara lebih dari 3 kali/tahun)
yaitu ISPA atau yakni dengan 2. Tidak (jika balita tidak
Diare lebih dari 3 memberikan pernah menderita
kali dalam satu kuesioner pada ISPA/Diare/ < 3
tahun. ibu kali/tahun)
(Astuti, 2019)
3 Tingkat Perbandingan Diukur Form recall 1. Defisit tingkat berat: Ordinal
Konsum asupan zat gizi menggunakan 2x2 jam <70%
2. Defisit tingkat sedang:
99
si Energi dengan metode Re-call 70-79%
kebutuhan / 2x24 jam 3. Defisit tingkat ringan
kecukupan menggunakan 80-89%
100
D. Masalah pada Kader Posyandu
1. Kerangka Konsep
Gambar 5.
Masalah Pada Kader Posyandu
Penjelasan :
Berdasarkan kerangka konsep diatas menunjukan bahwa pengetahuan dan
keterampilan kader dipengaruhi oleh umur kader, pendidikan kader, pelatihan
yang didapatkan oleh kader, dan lamanya menjadi kader yang dikarenakan
semakin tinggi pendidikan, banyak mendapatkan pelatihan dan lama menjadi
kader maka pengetahuan dan keterampilan seorang kader semakin baik dan
terlatih kemampuan serta kinerjanya.
101
2. Definisi Operasional
Tabel 14.
Definisi Operasional Masalah pada Kader Posyandu
Definisi Cara Alat
No Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
Variabel Terikat
1. Pengetahuan Segala sesuatu Mengisi Kuisioner Nilai atau skor Interval
yang diketahui pertanyaa pengetahuan
kader yang n pada
terkait sistem 5 kuisioner
meja di
posyandu
Variabel Bebas
1. Umur Usia yang Mengisi Kuisioner Dengan kategori Rasio
dimiliki dari pertanyaa umur :
seorang kader n pada
1. 25-29 tahun
posyandu kuisioner
2. 30-34 tahun
3. 35-39 tahun
4. >40 tahun
102
mengembangka kuisioner 3. SMP/Sederajat
n kepribadian 4. SMA/
dan kemampuan Sederajat
didalam dan 5. Perguruan
diluar sekolah Tinggi
dan berlangsung
seumur hidup
103
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis pengumpulan data ini adalah observasional dengan menggunakan
pendekatan deduktif retrospektif. Retrospektif adalah suatu metode pengambilan
data berupa pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa yang telah terjadi bertujuan
untuk mencari faktor yang berhubungan dengan penyebab keadaan gizi
masyarakat.
104
Sampel merupakan himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi.
Sampel juga didefinisikan sebagai bagian populasi yang diteliti.
a. Ibu Hamil
2) Kriteria Inklusi
a) Seluruh ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas di wilayah Denpasar.
b) Ibu hamil bersedia menjadi sampel
3) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
4) Besaran sampel yaitu menggunakan total populasi dari masing masing
puskesmas
5) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling dengan
sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang
b. Balita
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh balita yang ada di wilayah Puskesmas di wilayah Denpasar.
b) Ibu balita yang bersedia balitanya menjadi sampel.
2) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
3) Besaran sampel yaitu menggunakan 10% dari total populasi.
4) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling
menggunakan teknik Purposive Sampling. Tujuan dari teknik Purposive
Sampling yaitu untuk menghasilkan sampel yang dapat mewakili
populasi pada masing-masing wilayah.
c. Ibu Menyusui
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh ibu menyusui yang ada di wilayah Puskesmas di wilayah
Denpasar.
b) Ibu menyusui yang bersedia menjadi sampel.
105
2) Kriteria Eksklusi
Sampel yang tidak dapat dilakukan pengukuran dengan standar yang
ditetapkan karena kondisi penyakit atau gangguan fisik (cacat).
3) Besaran sampel yaitu menggunakan 10% dari total populasi.
4) Teknik pengambilan sampel yaitu non probability sampling
menggunakan teknik Purposive Sampling. Tujuan dari teknik Purposive
Sampling yaitu untuk menghasilkan sampel yang dapat mewakili
populasi pada masing-masing wilayah.
d. Kader Posyandu
1) Kriteria Inklusi
a) Seluruh kader posyandu yang ada di wilayah Puskesmas di wilayah
Denpasar.
b) Kader posyandu yang bersedia menjadi sampel.
2) Kriteria Eksklusi
a) Sampel yang berhalangan hadir saat dilakukan pengambilan data.
3) Besaran sampel yaitu perwakilan 1 kader dari 1 posyandu yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Kota Denpasar
4) Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan teknik Purposive
Sampling. Tujuan dari teknik Purposive Sampling yaitu untuk
menghasilkan sampel yang dapat mewakili populasi pada masing-
masing wilayah.
106
4) Data konsumsi energi ibu hamil
5) Data konsumsi zat besi ibu hamil
6) Data riwayat penyakit infeksi ibu hamil
b. Ibu Menyusui
1) Data identitas baduta dan ibu menyusui
2) Data status gizi baduta
3) Data konsumsi baduta
4) Data pemberian ASI ekslusif
5) Data pemberian MP-ASI
6) Data riwayat penyakit infeksi baduta
c. Balita
1) Data identitas balita
2) Data status gizi balita
3) Data konsumsi balita
4) Data riwayat penyakit infeksi balita
d. Kader Posyandu
1) Data indentitas kader posyandu
2) Data pengetahuan kader posyandu
3) Data ketrampilan kader posyandu
107
Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara mencari data
melalui website Puskesmas wilayah Kota Denpasar dan mencatat laporan dari
Puskesmas.
108
6) Kuesioner Pengetahuan ibu terkait gizi
7) Kuesioner Higiene dan sanitasi
8) Kuesioner Riwayat penyakit
9) Kuesioner Pelayanan kesehatan
10) Kuesioner antropometri balita
d. Kader Posyandu
1) Kuesioner indentitas kader posyandu
2) Kuesioner pengetahuan kader posyandu
3) Kuesioner ketrampilan kader posyandu
4. Tenaga Pengumpul data
Tenaga pengumpul data pada penelitian ini sejumlah 75 orang yang
merupakan mahasiswa semester VII Jurusan Gizi Program Studi Sarjana Terapan
Gizi dan Dietetika yang melakukan pengumpulan data primer dan sekunder di
Puskesmas wilayah Kota Denpasar. Terdapat 6 sampai 7 mahasiswa sebagai
pengumpul data di masing – masing Puskesmas wilayah Kota Denpasar. Sebelum
penelitian dilakukan seluruh tenaga pengumpul data diberikan arahan untuk
menyamakan persepsi, sehingga seluruh tahapan pengumpulan data dapat
dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian.
109
Konsumsi zat besi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
zat besi akan dikategorikan menjadi kurang dan baik lalu dicari hubungannya
dengan kejadian anemia dan KEK.
4) Data konsumsi energi
Konsumsi energi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
energi akan dikategorikan menjadi di atas AKG, normal, defisit tingkat
ringan, defisit tingkat sedang, dan defisit tingkat berat lalu dicari
hubungannya dengan kejadian anemia dan KEK.
5) Data penyakit infeksi
Kejadian infeksi akan dikategorikan menjadi ada penyakit infeksi dan tidak
ada penyakit infeksi lalu dicari hubungannya dengan kejadian anemia dan
KEK.
c. Data balita
1) Status Gizi Balita
Status gizi balita menggunakan indikator BB/U lalu diklasifikasikan menjadi
berat badan sangat kurang, berat badan kurang, berat badan normal, resiko
berat badan lebih
2) Ketersediaan pangan
Variabel ketersediaan pangan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
3) Pola konsumsi
Variabel pola konsumsi dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
4) Kebersihan dan sanitasi lingkungan
Variabel kebersihan dan sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi ya dan
tidak lalu dicari hubungannya dengan status gizi balita.
5) Riwayat penyakit
Variabel riwayat penyakit dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
6) Pelayanan
Variabel pelayanan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
110
7) Pendidikan
Variabel pendidikan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
8) Pekerjaan
Variabel pekerjaan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
9) Pendapatan
Variabel pendapatan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
10) Kemiskinan
Variabel kemiskinan dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari
hubungannya dengan status gizi balita.
11) Budaya
Variabel budaya dikategorikan menjadi ya dan tidak lalu dicari hubungannya
dengan status gizi balita.
d. Data ibu menyusui
1) Status gizi baduta
Status gizi baduta menggunakan indikator BB/U lalu diklasifikasikan menjadi
berat badan sangat kurang, berat badan kurang, berat badan normal, resiko
berat badan lebih.
2) Riwayat penyakit infeksi
Kejadian infeksi akan dikategorikan menjadi ya jika menderita ISPA/Diare
lebih dari 3 kali/tahun dan tidak jika tidak pernah menderuta ISPA/diare
kurang darisama dengan 3 kali/tahun lalu dicari hubungannya dengan status
gizi baduta.
3) Tingkat konsumsi energi
Konsumsi energi akan dicari melalui recall 2x 24 jam dan hasil konsumsi
energi akan dikategorikan menjadi defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang,
defisit tingkat ringan, normal, dan kelebihan lalu dicari hubungannya dengan
status gizi baduta.
4) Pemberian ASI Ekslusif
111
Pemberian ASI Ekslusif dikategorikan menjadi 2 yakni iya jika diberikan ASI
sampai 6 bulan dan tidak jika tidak diberikan ASI sampai 6 bulan lalu dicari
hubungannya dengan status gizi baduta.
5) Pemberian MP-ASI
Praktik pemberian MP-ASI diklasifikasikan menjadi 3 yakni baik: 80%-
100%, cukup: 60% - 79%, kurang: <59% lalu dicari hubungannya dengan
status gizi baduta.
112
2. Analisis data
a. Analisis univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk memperoleh
gambaran dari karakteristik sample yang akan ditampilkan dengan tabel
frekuensi dan dianalisis secara deskriptif
b. Analisis bivariat
Analisis yang dilakukan terhadap dua variabel atau lebih untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Pengolahan analisis
data bivariat dengan menggunakan bantuan komputerisasi SPSS. Uji hipotesa
yang dilakukan disesuaikan dengan jenis data masing-masing kelompok
sasaran.
113
DAFTAR PUSTAKA
Adriani dan Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana.
Jakarta.
Adriani, m. & kartika, v., 2013. Pola asuh makan pada balita dengan status gizi
kurang di jawa timur, jawa tengah dan kalimantan tengah tahun 2011.
Buletin penelitian sistem kesehatan , volume vol. 16 no. 2, p. 185–193.
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Tifani Indra Pratiwi (2020) Gambaran Pengetahuan Gizi dan Asupan Zat Gizi
Makro pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Langsat Kecamatan
Sukajadi Kota Pekanbaru. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau.
114
LAMPIRAN
115
Lampiran 1.
Kuesioner Ibu Hamil
Kuesioner Variabel Konsumsi Zat Besi, Protein Kurang dan Penyakit Infeksi
I. Identitas sampel
1 Kode sampel
2 Nama Sampel
3 Agama 1. Hindu 2. Islam 3. Kristen 4. Katolik 5. Buddha
4 Tanggal Lahir/Umur
5 Pekerjaan 1. PNS 2. TNI/Polri 3. Wiraswasta 4. Pegawai Swasta 5. Buruh
6. Petani 7. Tidak bekerja
6 Pendidikan terakhir 1. TTSD 2.SD 3. SMP 4. SMA/SMK 5. TTPT 6. Perguruan Tinggi
4 Kehamilan ke
6 Tinggi Badan , cm
116
8 Kadar Hemoglobin darah , gd/dL
117
III. Identitas Keluarga
No Nama Hub. KK JK Umur(th) Dik Agama Pkrj Pendapatan per Pengeluaran per
bulan bulan
3
4
5
6
118
IV. Kuesioner Pengetahuan Gizi
Berilah jawaban yang sekiranya pertanyaan yang dianggap benar maupun salah
pada kolom jawaban benar maupu salah!
Keterangan
B: Benar
S: Salah
Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Anemia Kekurangan Zat Besi
Jawaban
No. Pertanyaan
B S
1 Menurut ibu, anemia merupakan kondisi dimana kekurangan
darah merah, dan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11
g/dL
2 Menurut ibu, anemia ibu hamil terjadi apabila kekurangan zat
besi, Vitamin B12, dan Asam Folat, yang dimana didapat
dari sumber makanan dari daging, ayam, ikan, sayur dan
buah
3 Menurut ibu, jarak kehamilan yang terlalu sering tidak akan
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil dan
berpangaruh pada bayi yang dilahirkan seperti Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) hingga kematian saat melahirkan
4 Menurut ibu, anemia dapat menyebabkan adanya pendarahan
yang berlebih setalah melahirkan
5 Menurut ibu, penyakit Infeksi seperti TBC, cacing usus dan
malaria tidak akan menyebabkan anemia pada ibu hamil
6 Menurut ibu, ibu hamil penting dalam pemeriksaan darah
minimal 2 kali selama Trimester I dan III untuk mengetahui
kadar Hb
7 Menurut ibu, Tablet zat besi (Fe) sangat dibutuhkan oleh
wanita hamil sehingga ibu hamil diharuskan untuk
mengkonsumsi tablet Fe
8 Lemah, Letih, Lesu (3L) hingga wajah pucat, sakit kepala,
sesak nafas, merupakan tanda dan gelaja dari anemia ibu
119
hamil
9 Menurut ibu, kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah
bukan tanda dan gejala anemia ibu hamil
10 Menurut ibu, ibu hamil penting dalam pemeriksaan darah
minimal 2 kali selama Trimester I dan III untuk mengetahui
kadar Hb
11 Menurut ibu, makan makanan bergizi dan banyak
mengandung Fe, seperti daun papaya, kangkung, daging sapi,
hati ayam dan susu dapat mencegah anemia
12 Menurut ibu, pemerikasaan ANC (Antenata Care) atau
pemeriksaan kehamilan tidak perlu dilakukan selama hamil
minimal 4 kali
Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Anemia Kekurangan Energi Kronik
13 Menurut ibu, (KEK) Kurang energi kronik adalah keadaan
dimana seseorang menderita kekurangan makanan yang
berlangsung dalam waktu yang lama
14 Menurut ibu, KEK disebabkan karena kurangnya
mengkonsumsi sumber energi, yang dimana meliputi
gandum, beras merah, kacang – kacangan, telur, daging, ikan,
buah-buahan, sayuran, yoghurt, dan air mineral
15 Menurut ibu, kelebihan nafsu makan dapat menjadi salah satu
penyebab dari KEK
16 Menurut ibu, KEK dapat menyebabkan gangguan
petumbuhan janin dan terhambatnya perkembangan otak
janin
17 Menurut ibu, aktifitas fisik yang terlalu berat tidak
mempengaruhi penyebab terjadinya KEK
18 Menurut ibu, asupan gizi kurang menyebabkan bayi
mengalami berat badan lahir tinggi
19 Menurut ibu, mengkonsumsi makanan berlemak dapat
mengakibatkan terjadinya KEK
20 Seorang ibu hamil dikatakan tidak KEK apabila lingkar
120
lengan atas (LILA) kurang dari 23,5 cm
21 Menurut ibu, kelelahan terus - menerus, wajah pucat, sangat
kurus merupakan gejala KEK
22 Menurut ibu, usia kehamilan yang kurang dari 9 bulan sudah
melahirkan merupakan gejala kekurangan energi kronis
23 Menurut ibu, pemberian makanan tambahan tidak dapat
mengatasi terjadinya KEK
24 Menurut ibu, pilihan kebiasaan pola makan sesuai dengan
kebutuhan tubuh dapat mencegah terjadinya KEK
25 Menurut ibu, mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat
mencegah terjadinya KEK
121
V. Kuesioner Konsumsi
Bahan
Waktu Pengolahan /
Nama Makanan Banyaknya
Makan Cara Memasak Jenis
URT Gram
Pagi
Snack
Siang
Snack
Malam
122
VI. Kuesioner Kepatuhan Minum Tablet Fe
Jawablah pertanyaan kuisioner di bawah ini dengan sebenar-benarnya dengan
memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang disediakan. Semua pertanyaan
diisi dengan satu jawaban.
No Pernyataan Ya Tidak
1. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) selama
kehamilan berlangsung.
2. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) untuk
kesehatan saya dan janin.
3. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) karena
anjuran petugas kesehatan/bidan/dokter.
4. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) dengan
teratur tanpa diingatkan oleh keluarga.
5. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) hanya
ketika merasa lemas, lelah dan lesu.
6. Saya akan berhenti mengonsumsi tablet zat besi
(Fe) karena merasa tidak enak badan (mual dan
muntah) setelah mengkonsumsi tablet Fe.
7. Saya mengonsumsi tablet zat besi (Fe) sesuai
dengan dosis yang dianjurkan yaitu 90 tablet
selama masa kehamilan.
8. Apabila persediaan tablet zat besi (Fe) telah habis,
saya akan pergi ke salah satu pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan tablet zat besi (Fe).
9. Selama mengonsumsi tablet zat besi (Fe) saya
meminumnya dengan air putih.
10. Selama mengonsumsi tablet zat besi (Fe) saya
menghindari minum teh dan kopi.
123
VII. Kuesioner Penyakit Infeksi, Akses Pelayanan Kesehatan, Sanitasi Air
Bersih dan Lingkungan
Pertanyaan
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya dengan menuliskan
jawaban atau menulis keterangan a, b, c, d, e pada kolom jawaban.
No. Pertanyaan Jawab
1 Apakah ibu pernah mengalami sakit dalam 3 bulan
terakhir?
a. Ya, (sebutkan…..
b. Tidak
2 Apakah ada tindakan yang ibu lakukan jika mengalami
sakit?
a. Ya (pergi ke pelayanan kesehatan, membeli obat,
istirahat, atau lainnya sebutkan…..
b. Tidak
3 Apakah ibu sering menggunakan pelayanan kesehatan ?
a. Ya (puskesmas, dokter, klinik, rumah sakit)
b. Tidak
4 Apakah jarak rumah ibu ke tempat pelayanan kesehatan
dekat ?
a. Ya, (sebutkan jaraknya…..
b. Tidak
5 Apakah ibu melakukan pemeriksaan kadar hb dalam 3
bulan terakhir?
a. Ya, (sebutkan kadar hb…..
b. Tidak
6 Apakah ibu sering melakukan pemeriksaan rutin pada
kehamilan?
a. Ya (sebutkan dimana…..
b. Tidak
7 Apakah ibu sudah rutin melakukan pemeriksaan ANC
(Antenatal Care) ?
124
a. Ya
b. Tidak
8 Menurut ibu pentingkah pemeriksaan ANC (Antenatal
Care)?
a. Ya
b. Tidak
9 Apakah ibu menggunakan jamban keluarga?
a. Ya
b. Tidak
10 Apakah ibu menggunakan air bersih untuk sehari –
hari ?
a. Ya (PDAM, sumur, lainnya sebutkan…..
b. Tidak
11 Apakah ibu meminum air mineral kemasan?
a. Ya (sebutkan merk…..
b. Tidak (sebutkan asal air mineral yang dikonsumsi…..
12 Apakah ibu sering membuang sampah rumah tangga?
a. Ya (sebutkan seberapa sering…..
b. Tidak (berapa kali sehari ibu membuang sampah
rumah tangga?
13 Apakah keluarga ibu mengkonsumsi garam
beriyodium?
a. Ya (sebutkan merk…..
b. Tidak
14 Apakah ibu sering mengkonsumsi garam beryodium?
a. Ya (setiap hari, jarang-jarang, lainnya, sebutkan…..
b. Tidak
15 Apakah ibu dirumah menyimpan garam beryodium di
tempat tertutup ?
a. Ya (sebutkan penyimapanan yang digunakan…..
b. Tidak
125
Lampiran 2.
Kuisioner Balita
1. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Ibu
: □□□□□□□□□□□□□□□□□□□□
: □□/□□/□□□□
Tempat/Tanggal Lahir
: □□ Tahun
Umur
2. IDENTITAS SAMPEL
No. Sampel
: □□□
: □□□□□□□□□□□□□□□□□□□□
Nama Anak Balita
: □□/□□/□□□□
Tempat/tanggal Lahir
: □□ Bulan
Umur (dalam Bulan)
126
Alamat
: □□□□□□□□□□□□□□□□□□□□
3. ANTROPOMETRI
BB lahir (sumber : KMS, KIA dan
□□□□ gram
catatan lainnya)
BB sekarang (Penimbangan
□□□□ kg
langsung)
PB lahir (sumber : KMS, KIA dan
□□□□ cm
catatan lainnya)
PB atau TB sekarang (Pengukuran
□□□□ cm
langsung)
127
4. KUESIONER KETERSEDIAAN PANGAN RUMAH TANGGA
(Berilah tanda centang (√) untuk pernyataan di bawah ini sesuai dengan perluan yang anda
lakukan)
Jumlah
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah ibu dengan mudah bisa membeli bahan pangan, misalkan
dekat rumah ibu terdapat warung/pasar yang menjual kebutuhan
bahan pangan ?
2 Selama 1 bulan terakhir apakah anak ibu mengalami penurunan berat
badan dikarenakan ketersediaan pangan dirumah kurang ?
3 Selama 1 bulan terakhir apakah anak ibu pernah kelaparan sampai
tidak makan sehari, dikarenakan kurangnya ketersediaan bahan
pangan ?
4 Selama 1 bulan terakhir apakah ketersediaan bahan pangan ibu sudah
mencukupi ?
5 Selain membeli di warung/pasar apakah ibu punya kebun sendiri yang
bisa dijadikan sebagai bahan pangan ?
6 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu pernah mengurangi porsi makan
anak, karena terbatasnya ketersediaan bahan pangan ?
7 Dalam 1 bulan terakhir apakah anak ibu pernah tidak mau makan
terkait makanan yang ibu berikan ? (Mengeluh karena makanannya
kurang / tidak enak, dikarenakan bahan pangan yang tidak memadai)
8 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu sering membeli bahan pangan
dalam jumlah banyak, dan menyetoknya di rumah ?
9 Selama 1 bulan terakhir apakah pernah terjadi bahwa pangan yang
dibeli sudah habis tapi ibu tidak punya uang untuk membelinya ?
10 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu membeli bahan pangan yang
mentah kemudian langsung diolah dan dijadikan masakan ?
11 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu pernah merasa khawatir jika
pangan untuk keluarga habis, sementara ibu tidak punya uang untuk
membelinya ?
12 Apakah dalam 1 bulan terakhir ibu pernah tidak mampu menyediakan
128
makanan seimbang, karena keterbatasan ketersediaan bahan pangan ?
13 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu mampu menyediakan sedikit
anggaran untuk membeli kebutuhan pangan ?
14 Selama 1 bulan terakhir apakah ibu pernah tidak bisa memberikan
makanan yang seimbang untuk anak, karena tidak mampu
menyediakannya ?
15 Selama 1 bulan terakhir apakah anak ibu pernah kurang makan karena
tidak mampu memberikan makanan yang cukup ?
5. KUESIONER BUDAYA
(Berilah tanda centang (√) untuk pernyataan di bawah ini sesuai dengan perluan yang anda
lakukan)
Jumlah
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Tabu makanan adalah suatu budaya dimasyarakat yaitu larangan
dalam mengonsumsi makanan tertentu karena ada beberapa ancaman
atau hukuman kepada orang yang mengonsumsinya ?
2 Ibu percaya mengenai tabu makanan yang beredar di masyarakat ?
misalkan jika mengonsumsi ikan akan timbul bitnik merah pada kulit
anak ?
3 Perilaku anak yang tinggal di kota lebih modern dibandingkan dengan
anak yang tinggal di desa, karena dipengaruhi oleh budaya setempat ?
4 Pada saat waktu menjelang magrib, ibu melarang anak agar tidak
keluar rumah, dikarenakan bisa menyebabkan kejadian buruk pada
anak ? (Seperti disembunyikan jin/setan)
5 Dalam sehari anak ibu harus makan nasi 3x sehari sebagai makanan
pokok, jika sudah memakan roti/sereal, apakah anak ibu harus
mengonsumsi nasi lagi ? Karena budaya orang Indonesia nasi
merupakan makanan yang wajib dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat
6 Ibu percaya dengan memberikan kopi pada anak maka dapat
129
membantu mencegah step
7 Anak perlu diberikan makan ketika kedinginan dan meminum banyak
air ketika demam
8 Dengan mengkonsumsi makanan manis menyebabkan gigi anak
berlubang
9 Ibu lebih mengutamakan anak laki-laki untuk makan terlebih dahulu
dibandingkan dengan anak perempuan, karena status sosial laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan
10 Dengan mengkonsumsi gula bisa menyebabkan anak menjadi
hiperaktif
6. KUESIONER PEKERJAAN
(Berilah tanda centang (√ ) untuk pernyataan di bawah ini sesuai dengan perluan yang anda
lakukan)
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah anda saat ini sedang bekerja ?
2. Jika jawaban Ya, apakah status kepegawaian anda?
a) Karyawan tetap
b) Karyawan swasta
3. Apakah jabatan di tempat anda bekerja sebagai Pemilik?
Jika Jawaban Tidak sebutkan jabatan di tempat kerja anda?
a) Karyawan
b) Lainnya, sebutkan …….
4. Apakah pergi ke tempat kerja menggunakan alat transportasi ?
Jika jawaban Ya sebutkan transportasi yang digunakan ke tempat
kerja ?
a) Motor
b) Mobil
c) Lainnya, sebutkan ……….
130
5. Apakah anda bekerja 7 hari dalam 1 minggu ?
Jika jawaban Tidak sebutkan berapa hari anda bekerja dalam 1
minggu ?
a) 3 hari
b) 5 hari
c) Lainnya, sebutkan ….
6. Apakah ada shift kerja dalam pekerjaan anda?
7. Apakah dalam 1 hari anda bekerja selama 8 jam?
Jika jawaban Tidak sebutkan berapa jam anda bekerja dalam 1 hari?
a) 5-7 jam sehari
b) > 8 jam
c) Lainnya, sebutkan……..
8. Apakah saat bekerja anda mendapatkan waktu istirahat?
Jika jawaban Ya sebutkan berapa lama istirahat dalam 1 hari
bekerja?
a) < 1 jam
b) > 1 jam
c) Lainnya, sebutkan ……..
9. Apakah lokasi tempat kerja anda jauh dari rumah?
Jika jawaban Ya, sebutkan berapa jauh jarak yang anda tempuh dari
rumah?
a) Kurang dari 20 km
b) Lebih dari 20 km
c) Lainnya, sebutkan……
10. Apakah penghasilan anda dalam sebulan sesuai dengan UMR?
Jika jawaban Ya sebutkan berapa jumlahnya?
a) Kurang dari 1.600.000
b) Lebih dari 1.600.000
c) Lainnya, sebutkan…….
131
7. KUESIONER TINGKAT PENDAPATAN
(Berilah tanda centang (√ ) untuk pernyataan di bawah ini sesuai dengan perluan yang anda
lakukan)
Jawaban
No. Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah sumber pendapatan keluarga hanya didapatkan dari kepala
keluarga?
Jika jawaban tidak, darimana saja sumber pendapatan keluarga
a) Istri saja
b) Kepala keluarga dan istri
c) Lainnya, sebutkan.....
2. Apakah kepala keluarga mempunyai penghasilan tetap setiap
bulannya?
Jika jawaban ya sebutkan jumlah penghasilan perbulannnya
a) < Rp. 3.000.000
b) Rp. 3.000.000-5.000.000
c) > Rp. 5.000.000
3. Apakah penghasilan yang didapatkan cukup untuk pemenuhan
kebutuhan pangan dalam sebulan?
Sebutkan jumlah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan dalam sebulan?
a) < Rp. 1.000.000
b) Rp. 1.000.000-3.000.000
c) > Rp. 3.000.000
4. Apakah penghasilan yang didapatkan cukup untuk pemenuhan
kebutuhan non pangan dalam sebulan?
Sebutkan jumlah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan non
pangan dalam sebulan?
a) < Rp. 1.000.000
b) Rp. 1.000.000-3.000.000
c) > Rp. 3.000.000
5. Selain keluarga inti apakah ada keluarga non inti yang menjadi
tanggungan kepala keluarga?
6. Apakah jumlah anggota keluarga yang tinggal menetap dirumah
lebih dari 5 orang ?
7. Dalam sebulan apakah pendapatan yang diperoleh cukup untuk
memenihi kebutuhan sehari – hari ?
Jika iya, berapa kah pendapatan keluarga dalam sebulan ?
a) < Rp.1.000.000
b) Rp. 1.000.000 – 3.000.000
c) Rp. 3.000.000
8. Apakah anggota keluarga pernah mendapat masalah mengenai
kebutuhan pangan atau kebutuhan sehari – hari ?
9. Apakah pendapatan yang di dapat sudah sesuai dengan kebutuhan
keluarga ?
10. Selain pendapatan dari pekerjaan yang di lakukan sekarang apakah
ada pendapatan sampingan yang di dapat ?
8. KUESIONER KEMISKINAN
Petunjuk : Berikan tanda centang (√) untuk pernyataan dibawah ini sesuai dengan keperluan
anda
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah kemiskinan menjadi salah satu faktor yang memperngaruhi
status gizi balita?
2 Apakah ibu beserta keluarga memiliki tempat tinggal yang mandiri
dan layak (tidak tinggal dengan mertua atau keluarga lainnya)
3 Apakah ibu dan keluarga memiliki kendaraan pribadi? (seperti motor
atau mobil?
4 Apakah sumber air ibu dan keluarga masih berasal dari ledeng,
sumur atau sungai?
5 Apakah ibu bisa mendapatkan informasi/berita sehari-hari (misalnya
dari tv, koran, radio, hp) ?
6 Apakah ibu memiliki kartu jaminan kesehatan dari pemerintah
seperti ASKES GAKIN (Asuransi Kesehatan Warga Miskin), BPJS
kesehatan, KIS (Kartu Indonesia Sehat) ?
7 Apakah ibu sering mendapatkan bantuan dari pemerintah (seperti
dana, sembako, dll) ?
8 Apakah bapak dan ibu mempunyai tabungan ?
9 Apakah dari hasil pendapatan bapak tersebut mencukupi kebutuhan
keluarga bapak?
10 Apakah bapak dan ibu memiliki kartu asuransi
(seperti: prudencial, allianz) ?
A. IDENTITAS
I. Identitas Anak
1 Kode sampel
2 Nama Sampel
3 Agama 2. Hindu 2. Islam 3. Protestan 4. Katolik
5. Buddha 6. Konghucu
4 Tanggal Lahir/Umur / / bulan
5 Status ASI Eksklusif 1. Iya
2. Tidak
6 Anak ke
7 Apakah anak dalam tiga bulan terakhir pernah menderita
1.Batuk 2. Pilek 3. Diare 4. Lainnya, sebutkan….
Jika ada, berapa lama …….
8 Apakah anak memiliki alergi?
1. Iya
2. Tidak ada
Jika iya, apa alerginya?...................
3
4
5
6
7
B. FOOD RECALL 2x24 JAM
No Sampel :
Nama Anak :
Umur :
Tanggal :
Pengolahan / Bahan
Waktu Nama
Cara Banyaknya
Makan Makanan Jenis
Memasak URT Gram
Pagi
Snack
Siang
Snack
Malam
151
Petunjuk:
Berilah tanda ceklist (√) pada satu kotak jawaban yang menurut anda paling tepat
sesuai dengan keadaan yang dialami dan jawablah pertanyaan dibawah pada isian
yang telah disediakan.
152
D. KUESIONER PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU
IBU (MP-ASI)
No Pertanyaan Jawaban
Apakah anak diberikan makanan □ Iya
1
pendamping ASI Tidak
Jika iya, usia berapa anak diberikan
makanan pendamping ASI
Apa makanan pendamping ASI yang
2.
diberikan kepada anak
Berapa frekuensi pemberian makanan
3.
pendamping ASI dalam sehari
Berapa porsi pemberian makanan
4.
pendamping ASI dalam sekali makan
Bagaimana tekstur pemberian makanan
5.
pendamping ASI pada anak
153
0-6 bulan hanya diberikan ASI saja tanpa boleh makanan
lain selain ASI?
154
G. KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG ASI
N Jawaban
Pertanyaan
o B S
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja sampai usia
1 bayi 6 bulan tanpa diberikan tambahan apapun termasuk air
putih.
Selain memenuhi kebutuhan gizi bayi, tujuan pemberian
2 ASI yaitu untuk meningkatkan ketahanan/imunitas tubuh
bayi
Memberikan ASI lebih murah daripada memberikan susu
3
formula kepada bayi
4 ASI lebih aman dibandingkan dengan susu formula
155
H. SIKAP TENTANG PEMBERIAN ASI EKSLUSIF
Keterangan pilihan jawaban:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Jawaban
No Item Pertanyaan
SS S TS STS
Inisiasi Menyusu Dini sangat penting untuk
1
dilakukan
Dengan melakukan Inisiasi Menyusu Dini maka akan
2 mengurangi atau menekan rasa stress dan gelisah
pada ibu
3 Memberikan ASI saja kepada bayi usia 0 - 6 bulan
Ibu menganggap menyusui harus dilakukan sampai
4
anak berusia 2 tahun
Memberikan ASI dapat meningkatkan daya tahan
5
tubuh/ imunitas anak
Makanan pendamping ASI diberikan sebelum anak
6
berusia 6 bulan
Pemberian ASI dipandang kurang dalam pemenuhan
7 nutrisi pada bayi usia 0-6 bulan, maka diberikan
tambahan susu formula
8 Pemberian ASI lebih baik dibandingkan susu formula
Pemberian ASI lebih hemat biaya dibandingkan
9
dengan pemberian susu formula
Saat ibu sibuk bekerja bayi lebih baik diberikan susu
10
formula dibandingkan harus memompa ASI
156
I. KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG PEMBERIAN MAKANAN
PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)
Jawaban
No Item Pertanyaan
Benar Salah
Setelah anak berusia 6 bulan anak perlu diberikan MP-ASI karena ASI
1
saja tidak cukup
MP-ASI diberikan untuk melengkapi kebutuhan gizi bayi yang
2
meningkat seiring dengan pertambahan usia
Menu MPASI yang diberikan disarankan mengandung kebutuhan
3 nutrisi dengan jumlah sesuai kebutuhan seperti makanan pokok, lauk
hewani, lauk nabati, sayur dan buah-buahan
Pemberian MP-ASI 2-3 kali sehari pada usia 6 bulan dengan tekstur
4 bubur kental (pure), saring, hingga lumat dengan jumlah pemberian 2-3
sendok makan
Pemberian MP-ASI 2-3 kali sehari + snack 1-2 kali sehari pada usia 8
5 bulan dengan tekstur makanan saring kasar dengan jumlah pemberian
bertahap hingga ½ mangkuk 250 ml
Pemberian MP-ASI 3-4 kali sehari + snack 1-2 kali sehari pada usia 9-
6 12 bulan dengan tekstur Nasi tim, makanan cincang halus atau kasar
dengan jumlah pemberian ½- ¾ mangkuk 250 ml
Pemberian MP-ASI 3-4 kali sehari + snack 1-2 kali sehari pada usia
7 12-23 bulan dengan tekstur sama dengan makanan yang dimakan
keluarga dengan jumlah pemberian ¾ mangkuk 250 ml
Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan
8
bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi.
Keterlambatan pemberian MP-ASI dapat menyebabkan gangguan
9
pertumbuhan dan malnutrisi pada bayi
Terlambat dalam pemberian MP-ASI dapat mempengaruhi
10 perkembangan keterampilan motorik mulut seperti kemampuan
mengunyah dan penerimaan rasa dan tekstur makanan
11 Pemberian MP-ASI baik untuk pertumbuhan fisik bayi dan
157
perkembangan kecerdasan bayi
Macam-macam makanan pendamping ASI itu ada 2 yaitu MPASI
12 pabrikan (makanan instan olahan pabrik) dan MPASI lokal (buatan
rumah tangga atau hasil olahan posyandu)
158
dapat menyebabkan infeksi
Sebelum memberikan ASI, ibu yang mempuyai bayi harus
10
memberikan MP-ASI dulu agar kenyang dan tidur nyenyak
159
Lampiran 4.
Kuesioner Kader Posyandu
Kuesioner Identitas
Petunjuk Pengisian :
1. Jawablah pertanyaan yang ada pada kuesioner ini secara lengkap dan dengan
sejujurnya.
2. Berilah tanda centang (V) pada jawaban yang menurut pendapat anda benar.
1 Kode Sampel
2 Nama
8 Lamanya menjadi
Kader Posyandu
…………….tahun……bulan
9 Pernah mengikuti Ya
Pelatihan?
Tidak
160
10 Alamat
....................................................................................................
Br……………………………… Desa………………………..
161
Kuisioner
Pengetahuan Kader
Nama :
Posyandu :
Tanggal :
Petunjuk pengisian : Jawablah setiap pernyataan yang
tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom
jawaban yang dipilihan dengan baik dan benar.
162
11 Pada meja 4 kegiatan yang dilakukan adalah penyuluhan
terhadap orang tua balita
15
Setiap 100 gram PMT mengandung 450 kalori, 14 gram
lemak, 9 gram protein dan 71 gram karbohidrat
163
Kuisoner
Ketrampilan Kader
Kode Sampel
No Objek Pengamatan
1 2 3 4 5
Coba ceritakan bagaimana ibu saat menimbang bayi
menggunakan dacin ! (Luring/Daring)
1.
3.
164
Menentukan status gizi balita menggunakan Standar
Antropometri Anak menurut Permenkes No 2 Tahun 2020
4. (kasus) (Luring/Daring)
5.
JUMLAH
Keterangan: Benar (√) =1, Salah (X) =0
165