0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
341 tayangan45 halaman

Askeb Remaja Anemia (Reni Agustina)

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 45

ASUHAN KEBIDANAN

PADA REMAJA NN. V REMAJA AKHIR USIA 18 TAHUN


DENGAN ANEMIA RINGAN PUSKESMAS SURUH
KECAMATAN SURUH KABUPATEN TRENGGALEK

OLEH :

RENI AGUSTINA

NIM. 2282B1598

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

FAKULTAS KEBIDANAN & KEBIDANAN

IIK STRADA INDONESIA

TAHUN 2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN
PADA REMAJA NN. V REMAJA AKHIR USIA 18 TAHUN DENGAN
ANEMIA RINGAN DI PUSKESMAS SURUH KECAMATAN SURUH
KABUPATEN TRENGGALEK

Oleh :

RENI AGUSTINA
NIM. 22822B1598

Trenggalek, 03 November 2022

Menyetujui :

Dosen Pembimbing Pembimbing Lahan

Bd. Putri Eka Sejati, SST.,M.Kes Suharti, SST

NIDN 0720129102 NIP. 19681117198903 2 003

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Ruang lingkup
pelayanan kesehatan reproduksi menurut International Conference
Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari
kesehatan reproduksi remaja. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan
menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang
usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Jumlah remaja di Indonesia dapat diperkirakan sekitar 40 juta
penduduk (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2017). Dalam piramida
penduduk Indonesia tahun 2017, proporsi remaja digambarkan memiliki
jumlah yang banyak jika dibandingkan usia diatasnya. Hal tersebut
menjadikan remaja sebagai salah satu target pengembangkan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu pelayanan kesehatan
yang dapat diakses remaja adalah Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR). PKPR bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku hidup sehat serta
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja. Namun,
pada tahun 2017 hanya 52,6% puskesmas yang mengadakan kegiatan
kesehatan remaja sehingga masih adanya remaja yang sulit mengatasi
masalah yang timbul akibat perubahan perubahan fungsi reproduksi yang
terjadi pada dirinya.

3
Faktor yang mendukung terjadinya perubahan fungsi reproduksi pada
remaja wanita adalah gizi pada remaja. Masalah gizi yang paling sering
dialami remaja putri adalah kurang energi kronis, kelebihan berat badan dan
anemia. KEK adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun,
obesitas adalah keadaan dimana remaja mengalami gizi lebih dengan IMT
>25 Kg/m2. Masalah yang dapat timbul akibat obesitas dan KEK pada remaja
yaitu terjadinya masalah pada siklus menstruasi seperti siklus tidak teratur,
amenorea, maupun terjadinya oligomenorea. Keadaan ini jika dibiarkan dapat
berlanjut hingga masa prakonsepsi dan dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan
otak dan sumsum tulang, sedangkan wanita obesitas cenderung melahirkan
bayi besar (Arisman, 2009).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, proporsi risiko kurang energi
kronis pada wanita usia subur usia 15-49 tahun yang tidak hamil adalah
14,5%. Remaja yang termasuk dalam wanita usia subur usia 15-19 tahun yang
tidak hamil menempati proporsi risiko kurang energi kronis tertinggi pada
tahun 2018 yaitu sebanyak 36,3%. Sedangkan proporsi obesitas pada usia 15-
49 tahun adalah 10,8%, dan remaja yang masuk di dalamnya adalah 49%.
Masalah lain dari remaja putri yaitu terjadinya anemia. Wanita usia subur
cenderung menderita anemia karena wanita mengalami siklus menstruasi
setiap bulan. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh
sehingga dapat menyebabkan produktivitas menurun. Maka dari itu,
pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan zat besi bagi remaja putri yang akan menjadi ibu di
masa yang akan datang.
Tablet Tambah Darah (TTD) yang diperoleh remaja putri dan ibu
hamil pada tahun 2018 sebanyak 76,2%, namun konsumsi TTD pada remaja
4
putri kurang dari 52 butir masih mencapai 98,6%. Hal tersebut menjadi salah
satu faktor masih tingginya anemia pada remaja putri di Indonesia.
Berdasarkan masalah yang sering terjadi pada remaja putri, dibutuhkan peran
bidan dalam membantu meningkatkan kesehatan ibu dimulai sejak masa
remaja sesuai dengan kewenangan bidan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No 28 tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan yaitu
dalam pelayanan kesehatan ibu yang meloputi konseling pada masa sebelum
hamil
Bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan paripurna,
berfokus pada aspek pencegahan, penanganan dan promosi kesehatan dengan
berlandasan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan
tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkan pertolongan kapanpun dan dimanapun dia berada. Sehingga
dalam laporan komprehensif ini, penulis akan membahas asuhan kebidanan
pada remaja putri.Orang tua, guru dan pemerintah serta instansi terkait harus
lebih memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada remaja dengan
memberikan pandangan yang benar mengenai kesehatan reproduksi seperti
pengenalan tentang kesehatan reproduksi remaja, persepsi pacaran dan
hubungan seks. Dalam hal ini bidan merupakan fasilitator dalam
mempromosikan kesehatan misalnya adanya penyuluhan mengenai kesehatan
reproduksi remaja. Bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan
dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, penanganan dan promosi
kesehatan dengan berlandasan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat
bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan
manajemen kebidanan (7 langkah Varney) yang tepat pada remaja putri.
5
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data objektif pada
remaja putri.
2. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada remaja
putri.
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial yang
mungkin muncul pada remaja putri.
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada remaja putri.
5. Mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara
menyeluruh pada remaja putri.
6. Mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan yang
menyeluruh sesuai kebutuhan pada remaja putri.
7. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada
remaja putri.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengalaman belajar dalam melaksanakan asuhan
kebidanan khususnya pada remaja putri.
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam asuhan
kebidanan khususnya pada remaja putri. Menambah cakupan pelayanan
kesehatan dan pemberian konseling khususnya tentang kesehatan reproduksi
pada remaja putri.

1.4 Ruang Lingkup


Memberikan asuhan kebidanan pada remaja putri.

6
1.5 Sistematikan Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan,
manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan penulis untuk
mengembangkan teori medis apda ibu hamil dengan kehamilan
fisiologis mulai dari definisi hingga penatalaksanaannya.
BAB 3 KERANGKA KONSEP ASUHAN
Bab ini berisi pola pikir dalam melakukan asuhan kebidanan yang
sesuai dengan kasus dikorelasikan.
BAB 4 TINJAUAN KASUS
Bab ini berisi data-data dan keseluruhan manajemen asuhan
kebidanan meliputi 7 langkah Varney mulai dari pengkajian hingga
implementasi dan evaluasi.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang menjabarkan tentang
jawaban dari tujuan penulisan.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja


2.1.1 Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup
manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ
reproduksi manusia yang disebut masa pubertas. Pubertas berasal dari kata
pubercere yang berarti menjadi matang, sedangkan remaja berasal dari kata
adolescere yang berarti dewasa. Masa remaja juga merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini banyak
terjadi perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis (Kemenkes RI, 2011).
Menurut WHO yang termasuk ke dalam kelompok remaja adalah
mereka yang berusia 10 – 19 tahun dan secara demografis kelompok remaja
dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan kelompok 15-19 tahun.
Sementara Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan 18 tahun
sebagai anak sehingga berdasarkan Undang-Undang ini remaja termasuk
dalam kelompok anak (Kemenkes RI, 2018).
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup
perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial akan
dipaparkan di bawah ini:
a. Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada
remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya
tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.Diantara perubahan fisik
itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah
8
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan
tinggi).Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai
dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-
tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono,
2002) menguraikan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak
perempuan yaitu; perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi,
anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh
bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan
menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi  antara lain;
pertumbuhan tulang-tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu
kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,
ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting,
pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap
tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot),
tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah
bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh
kelenjar pituitarydan kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu
masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh
dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan
kedua pada remaja (Sunarto & Agung Hartono, 2002).
b. Transisi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan
sosial.Hal ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya
dalam perkembangan kognitif remaja.Menurut Piaget (dalam Santrock,
2003) secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih
9
abstrak, idealistis dan logis.Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan
dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar
abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan
karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja
berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun
berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis
menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
c. Transisi Sosial
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian
pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja.Hubungan
sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang tuanya
dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang
semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan
teman sejenis maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty dkk, (2008:
139).

2.1.2 Ciri-Ciri Masa Remaja


a. Masa Yang Penting
Pada masa ini adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan
tingkah laku serta akibat-akibat jangka panjangnya menjadikan periode
remaja lebih penting daripada periode lainnya. Baik akibat langsung
maupun akibat jangka panjang serta pentingnya bagi remaja karena
adanya akibat fisik dan akibat psikologis.
b. Masa Transisi
Merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ke
tahap berikutnya, maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan
membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
c. Masa Perubahan

10
Selama masa remaja perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan
tingkat perubahan fisik. Perubahan yang terjadi pada masa remaja
memang beragam, tetapi ada perubahan yang terjadi pada semua
remaja.
d. Emosi yang tinggi
Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok social menimbulkan masalah baru. Perubahan nilai-nilai
sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola tingkah laku. Bersikap
ambivalen terhadap setiap perubahan.remaja menghendaki dan
menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan
resikonya dan meragukan kemampuannya untuk mengatasinya.
e. Masa Bermasalah
Setiap periode memiliki masalah sendiri, masalah masa remaja
termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun
anak perempuan karena pada masa remaja dia ingin mengatasi
masalahnya sendiri, dia sudah mandiri.
f. Masa Pencarian Identitas
Menyesuaikan diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih
penting bagi remaja dari pada individual. Bagi remaja penyesuaian diri
dengan kelompok pada tahun-tahun awal masa remaja adalah penting.
Secara bertahap, mereka mulai mengharapkan identitas diri dan tidak
lagi merasa puas dengan adanya kesamaan dalam segala hal dengan
teman-teman sebayanya.
g. Masa Munculnya Ketakutan
Persepsi negative terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya,
cenderung merusak dan perilaku merusak, mengindikasikan pentingnya
bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Demikian pula terhadap
kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut
bertanggung jawab.
11
h. Masa Yang Tidak Realistik
Mereka memandang diri sendiri dan orang lain berdasarkan
keinginannya, dan bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya.
Apabila dalam hal cita-cita yang tidak realistik ini berakibat pada
tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.
i. Masa Menuju Masa Dewasa
Saat usia kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah
untuk meninggalkan stereotip usia belasan tahun yang indah disatu sisi,
dan harus bersiap-siap menuju usia dewasa disisi lainnya (Gunawan,
2011).

2.1.3 Klasifikasi Remaja


Menurut Kemenkes RI (2011) masa remaja dibedakan menjadi 3
yaitu:
a. Masa remaja awal : 10-13 tahun
b. Masa remaja pertengahan : 14-16 tahun
c. Masa remaja akhir : 17-19 tahun

2.1.4 Perkembangan Jiwa Pada Remaja


Psikososial merupakan manifestasi perubahan factor-faktor emosi,
social dan intelektual. Akibat perubahan tersebut , maka karakteristik
psikososial remaja dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a. Remaja Awal (10-13 tahun)
1). Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada
meningkatnya kesadaran diri (self consciousness)
2). Perubahan hormonalnya berdampak sebagai individu yang mudah
berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung
atau menjadi agresif

12
3). Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam
berpakaian, berdandan trendy dan lain-lain
4). Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan
lingkungannya
5). Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan
dengan mode teman sebayanya
6). Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya
gang/kelompok sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman
sebayanya
7). Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangnya sendiri dengan
membandingkan segala sesuatunya sebagai buruk/hitam atau
baik/putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit berkompromi
b. Remaja Pertengahan (14-16 tahun)
1). Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar dan
lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain
2). Belajar berfikir independen dan memutuskan sendiri berdampak
menolak campur tangan orang lain termasuk orang tua
3). Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman
berdampak baju, gaya rambut, sikap dan pendapat berubah-ubah
4). Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun berisiko
(merokok, alcohol, seks bebas dan NAPZA)
5). Tidak lagi berfokus pada diri sendiri berdampak lebih bersosialisasi
dan tidak lagi pemalu
6). Membangun nilai, norma dan moralitas yang dianut keluarga
7). Mulai membutuhkan banyak teman dan solidaritas
8). Mulai membina hubungan dengan lawan jenis tetapi tidak menjurus
serius
9). Mampu berfikir secara abstrak mulai berhipotesa
10). Mempunyai keterampilan intelektual khusus
13
11). Minat yang besar dalam seni, olah raga, berorganisasi dan lain-lain
12). Senang berpetualang
c. Remaja Akhir (17-19 tahun)
1). Cenderung menggeluti masalah social politik termasuk agama
2). Belajar mengatasi stress yang dihadapi dan sulit diajak berkumoul
dengan keluarga
3). Belajar mencapai kemandirian
4). Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis
dan bersifat serius
5). Merasa sebagai orang dewasa
6). Hampir siap menjadi orang dewasa yang mandiri yang berdampak
mulai nampak ingin meninggalkan rumah untuk hidup sendiri.

2.1.5 Perubahan Fisik pada Pubertas


Pada tabel ini dapat dilihat perbedaan perubahan fisik antara remaja laki-
laki dan remaja perempuan.
PERUBAHAN FISIK REMAJA
Laki-laki Perempuan
Otot dada, bahu dan lengan melebar Pinggul melebar
Kening menonjol, rahang dan dagu -
melebar
Perubahan suara -
Pertumbuhan penis Pertumbuhan rahim dan vagina
Pertumbuhan kumis dan jambang Payudara membesar
Ejakulasi awal/mimpi basah Menstruasi awal
Pertumbuhan rambut kelamin, Pertumbuhan rambut kelamin dan
ketiak dan dada ketiak

14
Pertumbuhan lemak dan keringat Pertumbuhan lemak dan keringat
(jerawat) (jerawat)
Pertambahan berat badan dan tinggi Pertambahan berat badan dan tinggi
badan badan

2.2 Konsep Anemia


2.2.1 Pengertian Anemia
Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel
darah merah yang sehatatau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan
baik. Akibatnya, organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen, sehingga
membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah.
Anemia dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, dengan
tingkat keparahan yang bisa ringan sampai berat. Anemia terjadi ketika
kadar hemoglobin (bagian utama dari sel darah merah yang mengikat
oksigen) berada di bawah normal.
Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya
di bawah 14 gram per desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram per
desiliter untuk wanita. Untuk mengatasi anemia tergantung kepada
penyebab yang mendasarinya, mulai dari konsumsi suplemen zat besi,
transfusi darah, sampai operasi.

2.2.2 Penyebab Anemia


Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau
hemoglobin. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen
dan tidak berfungsi secara normal.
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:
a) Produksi sel darah merah yang kurang.
b) Kehilangan darah secara berlebihan.
15
c) Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.
Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang umum terjadi
berdasarkan penyebabnya:
a) Anemia akibat kekurangan zat besi
Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan
hemoglobin (Hb). Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat
besi dalam makanan, atau karena tubuh tidak mampu menyerap zat
besi, misalnya akibat penyakit celiac.
b) Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dan hal
ini normal. Meskipun demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat
hamil, sehingga dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk hemoglobin,
yaitu zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Bila asupan ketiga nutrisi
tersebut kurang, dapat terjadi anemia yang bisa membahayakan ibu
hamil maupun janin.
c) Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi
secara perlahan dalam waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya
bisa cedera, gangguan menstruasi, wasir, peradangan pada lambung,
kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS).
d) Anemia aplastik
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang
membuat tubuh tidak mampu lagi menghasilkan sel darah merah
dengan optimal. Kondisi ini diduga dipicu oleh infeksi, penyakit
autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek samping obat
antibiotik dan obat untuk mengatasi rheumatoid arthritis.
e) Anemia hemolitik

16
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah
lebih cepat daripada pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari
orang tua, atau didapat setelah lahir akibat kanker darah, infeksi bakteri
atau virus, penyakit autoimun, serta efek samping obat-obatan, seperti
paracetamol, penisilin, dan obat antimalaria.
f) Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel
darah merah, terutama bila berlangsung dalam jangka panjang.
Beberapa di antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit ginjal, kanker,
rheumatoid arthritis, dan HIV/AIDS.
g) Anemia sel sabit ( sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik
pada hemoglobin. Akibatnya, hemoglobin menjadi lengket dan
berbentuk tidak normal, yaitu seperti bulan sabit. Seseorang bisa
terserang anemia sel sabit apabila memiliki kedua orang tua yang sama-
sama mengalami mutasi genetik tersebut.
h) Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi
produksi hemoglobin. Seseorang dapat menderita thalasemia jika satu
atau kedua orang tuanya memiliki kondisi yang sama.

2.2.3 Gejala Anemia


Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya.
Penderita anemia bisa mengalami gejala berupa:
a) Lemas dan cepat lelah
b) Sakit kepala dan pusing
c) Kulit terlihat pucat atau kekuningan
d) Detak jantung tidak teratur
e) Napas pendek
17
f) Nyeri dada
g) Dingin di tangan dan kaki

2.2.4 Diagnosis
Untuk menentukan apakah pasien menderita anemia, dokter akan
melakukan hitung darah lengkap. Dengan memeriksa sampel darah pasien,
dokter dapat mengetahui kadar hemoglobin yang terdapat dalam darah.
Kadar hemoglobin normal tergantung pada usia, kondisi, dan jenis
kelamin. Seseorang bisa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobin
berada di bawah angka berikut:
a) Anak-anak : 11-13 gram per desiliter.
b) Ibu hamil : 11 gram per desiliter.
c) Laki-laki : 14-18 gram per desiliter.
d) Perempuan : 12-16 gram per desiliter

2.2.5 Klasifikasi berdasarkan derajat anemia


a. Kriteria yang umum dipakai
 Ringan sekali : Hb 10 – 13 gr/dl
 Ringan : Hb 8 – 9,9 gr/dl
 Sedang : Hb 6 – 7,9 gr/dl
 Berat : Hb < 6 gr/dl

b. Menurut WHO
 Derajat 0 (nilai normal) : > 11 gr/dl
 Derajat 1 (Ringan ) : 9,5 – 10 gr/dl
 Derajat 2 (Sedang) : 8 – 9,4 gr/dl
 Derajat 3 (Berat) : 6,5 – 7,9 gr/dl
 Derajat 4 (Mengancam Jiwa) : < 6,5 gr/dl

18
Melalui tes darah, dokter juga akan mengukur kadar zat besi, vitamin
B12, dan asam folat dalam darah, serta memeriksa fungsi ginjal.
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab dari anemia.
Selain tes darah, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan lain
untuk mencari penyebab anemia, seperti:
a) Endoskopi, guna melihat apakah lambung atau usus mengalami
perdarahan.
b) USG panggul, guna mengetahui penyebab gangguan menstruasi yang
menimbulkan anemia.
c) Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, guna mengetahui kadar, bentuk,
serta tingkat kematangan sel darah dari ‘pabriknya’ langsung.
d) Pemeriksaan sampel cairan ketuban saat kehamilan guna mengetahui
kemungkinan janin menderita kelainan genetik yang menyebabkan
anemia.

2.2.6 Pengobatan
Metode pengobatan anemia tergantung pada jenis anemia yang
diderita pasien. Perlu diketahui, pengobatan bagi satu jenis anemia bisa
berbahaya bagi anemia jenis yang lain. Oleh karena itu, dokter tidak akan
memulai pengobatan sebelum mengetahui penyebabnya dengan pasti.
Beberapa contoh pengobatan anemia berdasarkan jenisnya adalah:
a) Anemia akibat kekurangan zat besi
Kondisi ini diatasi dengan mengonsumsi makanan dan suplemen
zat besi. Pada kasus yang parah, diperlukan transfusi darah.
b) Anemia pada masa kehamilan
Kondisi ini ditangani dengan pemberian suplemen zat besi,
vitamin B12 dan asam folat, yang dosisnya ditentukan oleh dokter.
c) Anemia akibat perdarahan

19
Kondisi ini diobati dengan menghentikan perdarahan. Bila
diperlukan, dokter juga akan memberikan suplemen zat besi atau
transfusi darah.
d) Anemia aplastik
Pengobatannya adalah dengan transfusi darah untuk
meningkatkan jumlah sel darah merah, atau transplantasi (cangkok)
sumsum tulangbila sumsum tulang pasien tidak bisa lagi menghasilkan
sel darah merah yang sehat.
e) Anemia hemolitik
Pengobatannya dengan menghentikan konsumsi obat yang
memicu anemia hemolitik, mengobati infeksi, mengonsumsi obat-
obatan imunosupresan, atau pengangkatan limpa.
f) Anemia akibat penyakit kronik
Kondisi ini diatasi dengan mengobati penyakit yang
mendasarinya. Pada kondisi tertentu, diperlukan transfusi darah dan
suntik hormon eritropoietin untuk meningkatkan produksi sel darah
merah.
g) Anemia sel sabit
Kondisi ini ditangani dengan suplemen zat besi dan asam folat,
cangkok sumsum tulang, dan pemberian kemoterapi, seperti
hydroxyurea. Dalam kondisi tertentu, dokter akan memberikan obat
pereda nyeri dan antibiotik.
h) Thalassemia
Dalam menangani thalassemia, dokter dapat melakukan
transfusi darah, pemberian suplemen asam folat, pengangkatan limpa,
dan cangkok sumsum tulang.

2.2.7 Pencegahan

20
Beberapa jenis anemia, seperti anemia pada masa kehamilan dan
anemia akibat kekurangan zat besi, dapat dicegah dengan pola makan kaya
nutrisi, terutama:
a) Makanan kaya zat besi dan asam folat, seperti daging, sereal,
kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau gelap, roti, dan buah-buahan.
b) Makanan kaya vitamin B12, seperti susu dan produk turunannya, serta
makanan berbahan dasar kacang kedelai, seperti tempe dan tahu.
c) Buah-buahan kaya vitamin C, misalnya jeruk, melon, tomat, dan
stroberi.
Untuk mengetahui apakah asupan nutrisi Anda sudah cukup,
berkonsultasilah dengan dokter spesialis gizi. Bila Anda memiliki keluarga
penderita anemia akibat kelainan genetik, seperti anemia sel sabit atau
thalasemia, konsultasikan dengan dokter sebelum merencanakan kehamilan,
agar kondisi ini tidak terjadi
pada anak.

2.2.8 Komplikasi
Jika dibiarkan tanpa penanganan, anemia berisiko menyebabkan
beberapa komplikasi serius, seperti:
a) Kesulitan melakukan aktivitas akibat kelelahan.
b) Masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung (aritmia) dan
gagal jantung.
c) Gangguan pada paru-paru, misalnya hipertensi pulmonal.
d) Komplikasi kehamilan, antara lain melahirkan prematur atau bayi
terlahir dengan berat badan rendah.
e) Gangguan proses tumbuh kembang jika anemia terjadi pada anak-anak
atau bayi.
f) Rentan terkena infeksi

21
BAB 3
KERANGKA KONSEP

Tanggal pengkajian : tanggal pemeriksaan saat ini berguna untuk menentukan


jadwal pemeriksaan berikutnya
Waktu pengkajian : mengetahui waktu pemeriksaan
Tempat : mengetahui tempat pemeriksaan

3.1 Pengkajian Data Dasar


3.1.1 Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapat berdasarkan persepsi klien
tentang masalah kesehatan mereka. Data subjektif adalah data yang didapat
berdasarkan persepsi dan pendapat klien tentang masalah kesehatan mereka.
Sumber data pengkajian dapat berasal dari anamnesa klien, keluarga dan
orang terdekat, anggota tim perawatan kesehatan, catatan medis, dan catatan
lainnya. (Haryanto, 2007).
1. Identitas Klien
Identitas klien berguna untuk mengetahui data diri dan status
demografi klien yang terdiri dari usia, alamat, agama, dan pendidikan.
Menurut Hidayangsih (2014) terdapat hubungan antara status demografi
dan sosial remaja terhadap perilaku berisiko dan perilaku menjaga
kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan dan pengetahuan dapat
mempengaruhi remaja untuk melakukan hal-hal yang dapat mengarah
pada perilaku berisiko seperti melakukan hubungan seksual sebelum
22
menikah, berciuman, menganggap pacaran adalah hal yang lumrah, dan
sebagainya. Usia perlu dikaji karena semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup. Alamat berhubungan dengan lingkungan
remaja yang merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok (Hurlock, 2010).
2. Alasan Kunjungan
Umumnya remaja datang ke fasilitas kesehatan memiliki alasan
terkait kesehatan reproduksinya. Beberapa alasan diantaranya adalah
terkait permasalahan menstruasi, masalah psikologis, maupun perilaku
berisiko pada remaja (Soeroso, 2001).
3. Keluhan Utama
Pada kasus yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
remaja biasanya terdapat keluhan diantaranya menstruasi yang tidak
teratur, darah menstruasi keluar terlalu banyak, nyeri haid
(dysmenorrhea), jarak menstruasi terlalu lama, pubertas terlalu dini
(pubertas prekoks), maupun pubertas terlambat (Soeroso, 2001).
4. Riwayat Menstruasi (Aimul, 2006)
Menarche adalah keluarnya darah menstruasi pertama
kali yang dialami oleh remaja putri. Waktu menarche
pertama kali pada seorang perempuan berhubungan
Menarche
dengan keluhan yang sering muncul pada 2 tahun post
menarche sehingga gangguan menstruasi yang dialami
termasuk normal.
Siklus Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui siklus
menstruasi yang dialami klien teratur atau tidak dan
23
berapa hari siklus menstruasi klien. Selain itu, untuk
mengetahui adakah gangguan pada siklus menstruasi
klien yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
reproduksi, normal yaitu berkisar antara 21-35 hari. Pada
remaja yang mengalami masa perimenarche dapat
dijumpai siklus haid tidak teratur.
Bertujuan untuk mengetahui lamanya menstruasi klien,
perkiraan jumlah perdarahan yang dialami klien (dihitung
Lama haid melalui jumlah pembalut yang digunakan klien dalam 1
biasanya hari ketika menstruasi), mengidentifikasi adanya kelainan
lamanya menstruasi pada klien. Normalnya menstruasi
berlangsung antara 3 – 8 hari.
Banyak darah dikaji untuk membantu menegakkan
diagnosis kelainan menstruasi termasuk menorrhagia.
Banyak
Selain itu untuk membantu mencari rantai etiologi
darah
dengan komplikasi anemia. Banyak darah dapat dihitung
dengan jumlah ganti pembalut tiap harinya.
Dysmenorrhea adalah keadaan dengan rasa nyeri yang
menyertai ovulasi dan tidak berhubungan dengan
penyakit pelvik. Keadaan ini merupakan keluhan
ginekologis yang paling sering ditemukan dan menjadi
penyebab absensi di sekolah (yang mengenai 10% remaja
putri yang menjadi murid sekolah lanjutan tiap bulan )
Nyeri haid
dan di pekerjaan (yang diperkirakan mencapai 140 juta
jam kerja hilang tiap tahun). Hal ini perlu dikaji untuk
mengetahui waktu munculnya, skala nyeri, tempat nyeri,
faktor yang menimbulkan nyeri, faktor yang mengurangi
nyeri dan dikaji keluhan penyerta seperti lemas, pucat,
dan pusing.
24
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui haid terakhir
HPHT yang dialami oleh klien sehingga dapat mengetahui siklus
dan keteraturan haid.
Bertujuan untuk mengkaji kemungkinan adanya infeksi
pada organ reproduksi seperti pada infeksi menular
seksual, infeksi radang panggul atau gangguan pada alat
Keputihan
reproduksi seperti kanker atau tumor. Pengkajian ini juga
berhubungan dengan bagaimana seseorang menjaga
kebersihan organ reproduksinya.

5. Riwayat Kesehatan
Pada beberapa kasus kelainan menstruasi, perlu dikaji mengenai
riwayat kelainan pembekuan darah, penyakit keganasan seperti kanker
atau tumor, kista,polip, post operasi pada organ genetalia atau konsumsi
obat-obatan seperti obat hormonal atau anticoagulant dapat menjadi
faktor penyebab dismenorhea. Selain itu, pengkajian mengenai
kesehatan klien saat ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan
adanya hubungan dengan dismenorhea dan penyakit yang dialami
sekarang seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Riwayat keluarga
seperti kelainan pada organ reproduksi, disfungsi organ seperti AUB
(Abnormal Uterine Bleeding), gangguan pembekuan darah, dan kencing
manis kemungkinan memiliki hubungan terhadap dismenorhea yang
dialami klien. Asma dan TBC adalah penyakit yang dapat
mempengaruhi keluhan penyerta klien seperti lemas dan susah bernapas
(Arum, 2008).
6. Riwayat Psikososial dan Budaya
Lingkungan mengalami perubahan besar selama masa remaja
dan sering memainkan peran yang berisiko pada status kesehatan masa
remaja. Keluarga mengalami perubahan bermakna, dengan kebebasan
25
yang lebih dan pengawasan yang berkurang yang telah diijinkan.
Perubahan lingkungan sekolah dari perlindungan sekolah dasar ke
status sekolah lanjutan. Populasi remaja mungkin enggan untuk
memeriksakan kesehatan mereka. Pada dasarnya, para remaja dapat
mencari sendiri tentang cerita-cerita seperti penggunaan obat dan
seksualitas termasuk penyakit kelamin yang menular dan kehamilan.
Remaja sering tidak sadar tentang peraturannya dan tidak mempunyai
penghasilan untuk membayar pelayanan (Soeroso, 2001). Pada masa
ini, lingkungan terdekat dengan remaja memiliki peranan yang sangat
penting dalam membentuk karakter remaja salah satunya adalah orang
tua. Beberapa budaya seringkali merugikan remaja seperti budaya
perjodohan hingga pernikahan dini dan budaya sunat perempuan
(Hidayangsih, 2014).
Pada masa pubertas, remaja mengalami gejolak emosi yang cenderung
tinggi. Sesuai dengan pendapat Prayitno (2006) bahwa periode remaja
cenderung memperhatikan temperamental atau beremosi tinggi, dalam
arti emosi negatif mereka mulai muncul. Selain itu, remaja yang
memasuki masa pubertas lebih suka menyendiri. Sesuai dengan
pendapat Hurlock (2010) bahwa salah satu akibat perubahan masa
puber adalah ingin menyendiri. Remaja menarik diri dari teman,
berbagai kegiatan keluarga, sering bertengkar dengan teman, dan
dengan anggota keluarga.
7. Pola Kebiasaan Sehari-hari (Aimul, 2006)
Berhubungan dengan pola tidur klien dengan faktor
Istirahat penyebab timbulnya dismenorhea seperti kelelahan fisik
dan psikis.
Aktivitas Berhubungan dengan aktivitas klien yang dapat
mempengaruhi psikis dan fisik klien. Olahraga yang jarang
dengan aktivitas yang menetap dapat menggangu
26
kelancaran aliran darah sehingga menimbulkan keluhan
dismenorhea.
Dikaji mengenai pola dan gangguan pada mikturisi dan
defekasi yang dapat menjadi dampak dari IMS atau akibat
Eliminasi
penyerta dari nyeri haid yang di rasakan seperti konsistensi
feses cair dan berdarah jika konstipasi atau susah berkemih.
Penerapan pola makan yang berlebih tentunya akan
meningkatkan kerja organ-organ tubuh sebagai bentuk
haemodialisa (kemampuan tubuh untuk menetralisir pada
keadaan semula) dalam rangka pengeluaran kelebihan
tersebut. Dan hal ini tentunya akan berdampak pada fungsi
sistem hormonal pada tubuh. Adanya gangguan dari fungsi
Nutrisi
sistem hormonal dari tubuh tersebut tentunya akan
mempengaruhi kerja organ-organ tubuh secara maksimal
termasuk organ seksual perempuan baik berupa
peningkatan progesteron, estrogen, FSH dan LH sendiri
akan berdampak pada gangguan siklus haid yang terlalu
cepat maupun siklus haid yang pendek (Gunawan, 2011).
Pola kebersihan diri klien dalam merawat diri dapat
berhubungan dengan infeksi genetalia dan keputihan.
Personal Beberapa hal yang perlu dikaji adalah kebiasaan mandi,
Hygiene membasuh kemaluan setelah BAK dan BAB, frekuensi
ganti celana dalam dan pembalut, maupun kebiasaan
menggunakan sabun/ramuan pembersih organ kewanitaan.
Pola Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi kelainan dan
Kebiasaan disfungsi organ reproduksi diantaranya merokok,
Lain mengonsumsi minuman keras, dan narkoba.

3.1.2 Data Obyektif


27
1. Pemeriksaan Umum (Aimul, 2006)
Keadaan umum : Untuk mengetahui data ini, bidan cukup mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Keadaan umum klien dapat baik,
cukup, atau lemah.
Kesadaran : Kesadaran dapat dinilai bila pasien tidak tidur.
Penilaian kesadaran terdiri dari kesadaran komposmentis, apatis,
somnolen, sopor, koma, atau delirium. Kesadaran komposmentis adalah
tingkat kesadaran yang paling baik untuk dilakukan pemberian asuhan
karena klien dalam keadaan sadar penuh dan memberi respon yang
adekuat terhadap semua stimulus yang diberikan.
2. Tanda - Tanda Vital
 Tekanan darah
Sistole tekanan darah normal antara 100-140 mmHg. Pada remaja,
umumnya tekanan darah lebih rendah dari orang dewasa normal.
 Suhu
Pemeriksaan suhu normalnya 36,5 – 37,5 0C. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi, yaitu bila suhu
380C.
 Nadi
Normalnya 60 – 100 kali/menit. Pada kondisi cemas atau khawatir
berlebih seringkali terjadi peningkatan denyut nadi.
 Nafas
Normalnya 16 – 24 kali/menit. Pemeriksaan ini berhubungan
dengan risiko ke arah gangguan pernapasan.
3. Pemeriksaan Antropometri
Antropometri adalah teknik yang secara luas digunakan untuk
mengevaluasi pertumbuhan fisik dan status nutrisi pada individu
maupun kelompok. Pengukuran dari ukuran dan massa tubuh dapat
memberikan informasi yang penting mengenai status nutrisi anak.
28
Penggunaan antropometri untuk menilai status gizi memiliki kelebihan
seperti biaya yang murah, mudah dilakukan dan peralatan yang sedikit
dan mudah dicari. Walau begitu antropometri memiliki beberapa
kelemahan: subjektifitas perhitungan, presisi peralatan dan faktor
biologis yang dapat menyebabkan bias dalam pengaruhnya kepada
status nutrisi. Antropometri (Sicotte et al., 2010). Selain itu,
pengukuran berat dan tinggi badan berguna untuk menghitung IMT
(Indeks Massa Tubuh) sesoerang. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah
hasil kalkulasi dari berat dan tinggi anak. IMT merupakan indikator
yang terpercaya untuk menilai kadar lemak pada sebagian besar anak-
anak dan remaja. (CDC, 2011). Mei et al. (2002) menyatakan bahwa
IMT berhubungan dengan kadar lemak dalam tubuh. Sekarang IMT
dipakai secara luas untuk menilai kadar lemak karena reliabilitas dan
penggunaannya yang mudah dan praktis.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Wajah : Pemeriksaan ini salah satunya
bertujuan untuk mengetahui resiko terjadinya anemia.
Pada kasus menorrhagia atau darah menstruasi banyak
seringkali menimbulkan kondisi kekurangan darah
apalagi jika klien tidak mengkonsumsi tablet tambah
darah. Selain itu, pada kasus dismenorrhea seringkali
wajah tampak meringis kesakitan dan lesu.
b. Mata : Pemeriksaan pada mata bertujuan
untuk menilai warna konjungtiva dan sklera.
Konjungtiva yang berwarna pucat berhubungan dengan
kondisi anemia. Warna sklera yang kuning atau keruh
berhubungan dengan penyakit hepatitis, konsumsi
alkohol berlebihan, maupun penggunaan obat-obatan
terlarang.
29
c. Mulut : Pemeriksaan pada mulut bertujuan
untuk menilai kebersihan, warna mukosa, karies gigi,
stomatitis, bibir pucat/tidak, bibir tampak kering/lembab.
Hal tersebut berhubungan dengan status kesehatan dan
pola kebiasaan klien berhubungan dengan kebersihan,
pola makan, dan kebiasaan buruk seperti konsumsi rokok
dan alkohol (Manuaba, 2008).
d. Leher : Dilakukan untuk menilai
pembesaran kelenjar tiroid, bendungan vena jugularis,
dan pembesaran kelenjar limfe. Dalam beberapa kasus
disfungsi kelenjar tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) dapat
berperan sebagai etiologi haid yang tidak teratur
(Varney, 2008).
e. Dada : Peningkatan hormon estrogen
menyebabkan perkembangan jaringan stroma,
pertumbuhan sistem duktus yang luas dan deposisi lemak
pada payudara. Sehingga terjadilah pembentukan
karakteristik seks sekunder masa pubertas berupa
pembesaran payudara (Manuaba, 2010)
f. Abdomen : Dilakukan untuk mengkaji adakah
bekas luka operasi, nyeri tekan dan penapisan tanda-
tanda kehamilan seperti pembesaran uterus dan
pembesaran uterus abnormal (Manuaba, 2010).
g. Genetalia : Salah satu perubahan seks sekunder
pada masa pubertas adalah munculnya rambut pubis.
Selain itu, pengkajian pada genetalia dilakukan untuk
mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi genetalia.
Hormon estrogen tidak terlalu mempengaruhi distribusi
rambut. Meskipun demikian rambut akan bertumbuh
30
pada darah pubis dan aksila sesudah pubertas. Kelenjar
adrenal yang menghasilkan hormon androgen yang
berperan penuh pada pertumbuhan tersebut (Manuaba,
2010).
h. Ekstremitas : Dilakukan untuk menilai
warna kuku dan Capillary Refill Time dengan batas
normal < 2 detik berhubungan dengan kondisi anemia.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
berdasarkan manifestasi klinis/tanda dan gejala yang ditemukan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain :
 USG / laparoskopi / laparotomi : dilakukan untuk eksplorasi organ
reproduksi dalam seperti ovarium maupun uterus apabila terdapat
tanda-tanda klinis yang mengarah pada kelainan menstruasi seperti
pubertas prekoks.
 Darah lengkap / radioimmunoassay / tes urin : dilakukan untuk
mengetahui kadar hemoglobin darah berhubungan dengan anemia,
mengetahui kadar hormon estrogen/progesteron berhubungan
dengan kelainan menstruasi.

3.2 Interpretasi Data Dasar


Pada tahap ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah klien atau kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulkan. Kata “masalah dan diagnosa” keduanya
digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa
tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan
kebidanan terhadap klien. Masalah bisa menyertai diagnose. Kebutuhan
adalah suatu bentuk asuhan yang harus diberikan kepada klien, baik klien

31
tahu ataupun tidak tahu. Kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah
kebidanan yaitu :
 Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan.
 Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
 Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi,
dan rujukan (Handayani, 2017).
Diagnosa Aktual :
Diagnosa kebidanan adalah diagnosis yang ditegakkan dalam lingkup
praktik kebidanan yang di kemukakan dari hasil pengkajian atau yang
menyertai diagnosis dengan tujuan sebagai indikator di berikannya intervensi
(Varney, 2008).
Contoh penulisan diagnosis : Remaja awal/madya/akhir usia ... tahun dengan

Contoh masalah : Keluhan yang klien anggap sebagai masalah dan
kekhawatirannya, seperti mudah lelah, khawatir dengan keadaan dirinya,
pusing, lemas dan nyeri perut bawah.
Contoh kebutuhan : Kebutuhan klien diberikan untuk mengurangi masalah
yang dirasakan seperti KIE penatalaksanaan keluhan (Arief et al., 2009).
3.3 Identifikasi Diagnosis Dan Masalah Potensial
Antisipasi masalah potensial adalah hal yang penting pada
pengembangan asuhan kebidanan yang komprehensif. Identifikasi diagnosa
atau masalah potensial dibuat setelah mengidentifikasi diagnosa atau masalah
kebidanan dari data subjektif dan data objektif yang diperoleh. Bidan perlu
untuk membedakan antara ketidaknyamanan yang umum dialami pada remaja
dan komplikasi yang mungkin terjadi, mengidentifikasi tanda gejala
penyimpangan yang mungkin dari kondisi normal atau komplikasi, serta
mengidentifikasi area tertentu yang perlu dipelajari. Langkah ini
membutuhkan antisipasi dan bila mungkin dilakukan pencegahan (Varney,
2004).
32
3.4 Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Evaluasi terhadap kebutuhan akan intervensi yang segera oleh bidan
atau dokter untuk konsultasi atau penatalaksanaan kolaboratif dengan tim
perawat kesehatan penting untuk dilakukan jika terdapat penyimpangan dari
nilai normal, dengan atau tanpa situasi kedaruratan. Pada tahap ini bidan
mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan konsultasi,
kolaborasi dengan dokter atau rujukan berdasarkan kondisi klien (Varney,
2004).

3.5 Rencana Asuhan


Tahap ini meliputi perencanaan asuhan yang menyeluruh, ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Rencana asuhan yg menyeluruh meliputi
apa yang sudah diidentifikasi dari klien dan dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap remaja tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak
sehingga asuhan yang diberikan dapat efektif karena sebagian dari asuhan
akan dilaksanakan oleh klien. Kriteria perencanaan menurut Handayani
(2017) diantaranya:
1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien,
tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara komprehensif.
2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.
3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga.
4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien
berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan
bermanfaat untuk klien.
5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya
serta fasilitas yang ada.

33
3.6 Implementasi
Tahap ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan yang telah
dibuat sebelumnya secara menyeluruh dengan efisien dan aman. Jika bidan
tidak melakukannya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksananya. Kriteria implementasi menurut Handayani
(2017) yaitu :
1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-
spiritual-kultural.
2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan
atau keluarganya (inform consent).
3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
5) Menjaga privacy klien/pasien.
6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
9) Melakukan tindakan sesuai standar.
10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.

3.1 Evaluasi
Pada tahap ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
didalam masalah dan diagnosa. Tahap ini meliputi evaluasi tindakan yang
dilakukan segera dan evaluasi asuhan kebidanan yang meliputi catatan
perkembangan. Kriteria evaluasi menurut Handayani (2017) yaitu :
1) Penilaian dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan sesuai kondisi
klien.

34
2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan atau
keluarga.
3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien.

35
BAB 4
TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan pada Remaja Nn. “V” Usia 18 tahun dengan Anemia
Ringan di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek

Tanggal pengkajian : 31 Oktober 2022


Jam pengkajian : 09.00 WIB
Tempat pengkajian : Puskesmas Suruh

4.1 Pengkajian
4.1.1 Data Subjektif
1) Identitas pasien
Nama : Nn. “V”
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMK

Nama ayah : Tn. S Nama ibu : Ny. M


Usia : 52 tahun Usia : 44 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Alamat : RT/RW 10/02 Dusun Gempolan, Desa Gamping, Kec.
Suruh, Kab. Trenggalek

36
2) Keluhan utama : Merasa lemas, sering capek, dan pusing sudah
hampir 1 minggu
3) Riwayat menstruasi
a. Usia menarche : 12 tahun
b. HPHT : 20-10-2022
c. Siklus : 28 hari, teratur
d. Lama haid : 7 hari
e. Banyak darah : 3-4 pembalut tiap hari
f. Keluhan haid : Tidak ada keluhan
g. Flour Albus : Sebelum haid tidak bau, tidak gatal.
4) Riwayat kesehatan pasien:
Klien tidak memiliki riwayat penyakit kronis atau penyakit menurun.
Klien tidak pernah opname di rumah sakit. Klien sakit batuk pilek panas
dan biasanya berobat rawat jalan di Puskesmas. Klien tidak pernah
meminum tablet tambah darah. Klien memiliki riwayat penyakit lambung
tetapi tidak sampai dirawat di RS.
5) Riwayat kesehatan keluarga:
Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes,
asma, jantung, kanker/tumor, ataupun penyakit penular.
6) Pola kebiasaan sehari-hari :
Nutrisi dan Makan 2-3 kali/hari porsi cukup, nasi lauk pauk, tidak suka
cairan sayu-sayuran, disertai makanan selingan berupa
snack/camilan, minum susu tidak setiap hari, minum air
putih >1 liter/hari
Eliminasi BAB 1 kali/hari, BAK > 4 kali/hari, tidak ada keluhan
Istirahat Tidur malam 7-8 jam, klien jarang tidur siang karena
sekolah, saat libur disempatkan tidur siang 1-2 jam
Personal Mandi 2 kali/hari, keramas tiap 2-3/minggu, gosok gigi 2
hygiene kali/hari, ganti celana dalam 2 kali/hari
37
Aktivitas Sehari-hari klien sekolah full day hari Senin-Jumat jam
06.30 sampai 16.00. Jika ada kegiatan ekskul pulang jam
17.00.
Kebiasaan Klien tidak merokok minum jamu dan minum-minuman
sehari-hari keras. Klien belum menikah dan belum pernah melakukan
hubungan seksual.

7) Riwayat psikososial dan spiritual :


Klien merasa cemas dengan keadaannya sekarang, karena mudah lelah dan
pusing. Hubungan dengan tetangga baik dan klien taat beribadah.

4.1.2 Data Objektif


1) Pemeriksaan umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 °C
2) Pemeriksaan antropometri
Berat badan : 42 kg
Tinggi badan : 150 cm
LILA : 23,5 cm
Lingkar Perut : 70 cm
IMT : 18,67 kg/m2

3) Pemeriksaan fisik
a. Wajah : pucat, tidak oedem
b. Mata : konjungtiva pucat, sklera putih, tidak ada sekret
c. Hidung : pernapasan melalui hidung, tidak ada sekret
38
d. Mulut : bibir lembab, mukosa merah muda, tidak ada karies,
tidak ada gigi berlubang
e. Telinga : simetris, tidak ada sekret di kedua telinga
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar
tiroid, tidak ada bendungan ena jugularis
g. Dada : payudara simetris, papila mammae masih tenggelam,
tidak teraba benjolan/massa abnormal. tidak ada nyeri tekan
h. Abdomen : tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, tidak ada
benjolan/massa abnormal
i. Ekstremitas : tidak sianosis kuku, tidak ada varises
j. Postur : tegak
4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (Hb 10 gr/dl)

4.2 Interpretasi Data Dasar


Tanggal : 31 Oktober 2022
Jam : 09.20 WIB
a) Diagnosis
Nn. “V” usia 18 tahun dengan anemia ringan
DS:
1. Klien merasa lemas, sering capek, dan pusing sudah hampir 1 minggu
2. Tidak ada riwayat penyakit menular (TBC, Hepatitis) dan penyakit
menurun (DM, Asma, Jantung) dan tidak pernah dirawat dirumah
sakit.
3. Klien tidak suka mengkonsumsi sayur-sayuran.
DO:
1) Keadaan umum : cukup
Tensi : 90/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
39
Suhu : 20 x/menit
BB : 42 kg
TB : 150 cm
IMT : 18,67 kg/m2
2) Pemeriksaan fisik
Muka : Pucat
Mata : Simetris, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterus Payudara :
simetris tidak terdapat benjolan abnormal
Perut : tidak ada benjolan abnormal dan tidak ada nyeri tekan.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium : HB (10 gr/dl)
b) Masalah
-
c) Kebutuhan
-
4.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Potensi terjadi anemia berat

4.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


a) Pemberiaan tablet Fe

b) Konseling Gizi

4.5 Rencana Asuhan


1) Jelaskan kondisi klien berdasarkan hasil pemeriksaan kepada klien.
R/ Penjelasan yang baik akan membuat klien memahami kondisi dirinya,
merasa nyaman dan percaya untuk menyerahkan asuhan pada tenaga
kesehatan, serta memahami tujuan asuhan yang diberikan dan membuat
lebih tenang dan waspada jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
2) Berikan KIE tentang anemia dan penyebabnya.
40
R/ Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau
hemoglobin. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup
oksigen dan tidak berfungsi secara normal.
3) Anjurkan klien untuk konsumsi gizi seimbang terutama sayur dan
makanan yang mengandung zat besi.
R/ Nutrisi yang cukup dan seimbang dapat mengkompensasi kebutuhan
untuk perkembangan dan pertumbuhan.
4) Berikan tablet tambah dara (Fe).
R/ Minum tablet tambah darah dapat meningkatkan HB.
5) Anjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi.
R/ Pada saat kunjungan ulang dilakukan pengecekan HB lagi serta
bertujuan untuk mengetahui kondisi klien.

4.6 Implementasi
1) Menginformasikan hasil pemeriksaan, bahwa Hb (10 gr/dl), klien
mengalami anemia ringan, pasien memahami hasil pemeriksaan.
2) Menjelaskan tentang anemia (anemia adalah kondisi dengan kadar Hb
dalam darah dibawah normal dan penyebab anemia adalah kekurangan zat
bezi) klien menerima dan memahami penjelasan petugas kesehatan.
3) Menganjurkan klien mengkonsumsi sayur-sayuran yang berwarna hijau
dan makanan yang mengandung zat besi seperti ( hati ayam, telur, ikan),
pasien mengerti dan akan melakukannya dirumah.
4) Memberikan tablet Fe dengan dosis 1X1 tablet sebanyak 20 tablet, pasien
bersedia meminumnya dirumah.
5) Menganjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi ,pasien bersedia
control ulang..
4.7 Evaluasi
Tanggal : 31 Oktober 2022
Jam : 09.30 WIB
41
Tempat : Puskesmas Suruh
S : Pasien memahami penjelasan yang telah diberikan petugas
O : Tablet tambah darah sudah diberikan
A : Nn “V” usia 18 tahun dengan anemia ringan
P : Anjurkan kunjungan ulang 2 ninggu lagi

BAB 5
PENUTUP

42
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus asuhan kebidanan pada remaja Nn. “V” Usia 13
Tahun di Puskesmas Suruh Kecamatan Suruh Kabupaten Trenggalek maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Pengkajian data dasar dilakukan pada Nn. “V”, saat pengamatan pertama
kali yaitu ketika kunjungan pertama kali. Anamnesa dilakukan secara
menyeluruh dan terfokus terutama terhadap keluhan yang dialami klien,
riwayat menstruasi termasuk keluhan selama menstruasi, dan pola
kebiasaan sehari-hari klien. Pada pengkajian data obyektif yang dilakukan
pada kasus Nn. “V” dilakukan secara menyeluruh mulai dari pemeriksaan
umum, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengidentifikasi tanda gejala anemia.
2. Penentuan diagnosa pada kasus Nn. “V” usia 18 tahun sudah disesuaikan
dengan temuan anamnesa dan pemeriksaan klinis. Dalam kasus ini
ditemukan adanya masalah yaitu merasa lemas, sering capek, dan pusing
sudah hampir 1 minggu.
3. Pada kasus teridentifikasi ada masalah potensialyaitu potensial terjadinya
anemia berat.
4. Pada kasus ini diperlukan pemberian tablrt Fe dan KIE tentang nutrisi
seimbang.
5. Pada kasus, perencanaan yang dilakukan adalah penatalaksanaan sesuai
dengan rencana asuhan pada teori.
6. Pada penatalaksaan kasus dapat diidentifikasi bahwa seluruh rencana
asuhan dapat dilaksanakan seluruhnya.
7. Pada evaluasi kasus dapat diidentifikasi bahwa tidak ada data yang
menyimpang dari tinjauan pustaka dan tujuan tindakan sudah tercapai
seluruhnya sesuai dengan implementasi.

5.2 Saran
43
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan
klinis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada remaja dan permasalahannya
sesuai dengan evidence base terkini terkait penatalaksanaan dari permasalahan
yang muncul
5.2.2 Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
dan meningkatkan keterbukaan terhadap pola asuh anak dan remaja untuk
meningkatkan kualitas generasi penerus.
5.2.3 Bagi Institusi Kesehatan
Institusi kesehatan diharapkan dapat menjadikan laporan ini sebagai
referensi studi kasus permasalahan kesehatan remaja dengan standar operasional
yang berlaku dan berdasarkan evidence base terkini.
5.2.4 Bagi Profesi kesehatan Khususnya Kebidanan
Bagi profesi kebidanan diharapkan dapat menjadi referensi sebagai upaya
mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan terutama kesehatan remaja.

44
DAFTAR PUSTAKA

De Sanctis V., Soliman A., et al., 2015. Primary Dysmenorrhea in Adolescents:


Prevalence, Impact and Recent Knowledge. Pediatric Endrocinology
Review. 13(2): 465-475.
Handayani S.R. 2017. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Hidayangsih P.S. 2014. Reproductive Health Problems And Risk Behavior Among
Adolescence
Hurlock E.B. 2010. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Ed 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
IAFM. 2010. Buku Pedoman Lapangan Antar-lembaga Kesehatan Reproduksi
dalam Situasi Darurat Bencana. Inter-agency Working Group on
Reproductive Health in Crises.
Kemenkes RI. 2011. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Remaja (PKPR).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2018. Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Remaja
(PKPR). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Misaroh. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Murtiningsih et al. 2018. TEHNIK MENGURANGI DISMENORE PRIMER
DENGAN OLAH RAGA. Jurnal Ilmu Keperawatan Maternitas. 1(2): 22-
29.

45

Anda mungkin juga menyukai