0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
49 tayangan22 halaman

LP Anak - GE

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ANAK DENGAN GANSTROENTERITIS

Oleh:

YETTI INDRIANI M
2022207209063

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2023
TINJAUAN TEORITIS

2.1.1 Definisi
Menurut Yuniarti (2015), secara umum dikatakan anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang
lakilaki meskipun tidak melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Fanani
(2018) menyatakan bahwa selama di tubuhnya masih berjalan proses
pertumbuhan dan perkembangan, anak masih dikatakan sebagai anak dan baru
menjadi dewasa ketika proses pertumbuhan dan perkembangan itu selesai jadi
batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa yaitu 18
tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk laki-laki.

2.1.2 Tahap Perkembangan dan Pertumbuhan


Menurut Hurlock dalam Masganti (2015), ada lima tahap perkembangan
yang dialami pada masa anak-anak. Pertama, periode prenatal yaitu periode
konsepsi sampai akhir. kedua, periode bayi mulai dari kelahiran sampai minggu
kedua. Ketiga, akhir minggu kedua masa kelahiran sampai akhir tahun kedua.
Keempat, awal masa kanak-kanak dua sampai enam tahun. Kelima, akhir masa
kanak-kanak, enam, sepuluh atau 12 tahun. Fase perkembangan anak-anak (late
childhood) berlangsung pada usia enam sampai 12 tahun.
Menurut Montessori dalam Masganti (2015), perkembangan anak
berdasarkan kepekaan anak terhadap benda-benda yang ada disekitarnya. Periode
kehidupan manusia terjadi pada usia nol sampai enam tahun. Pada usia nol sampai
tiga tahun anak-anak menunjukkan perkembangan mental yang sulit didekati dan
dipengaruhi orang dewasa. Anak-anak pada usia ini mengalami kepekaan yang
kuat terhadap keteraturan, misalnya jika anak bisa melihat sesuatu diletakkan di
atas meja, maka anak akan menangis atau memindahkan benda tersebut ke tempat
semula, anak-anak pada periode ini juga mengalami kepekaan detail, dimana jika
anak melihat sesuatu anak akan memperhatikan benda tersebut sedetail mungkin,
misalnya memegangnya, menciumnya, atau memasukkannya ke dalam mulut.
Anak-anak pada periode ini juga mengalami kepekaan tangan dan kaki, sehingga
pada masa ini anak sangat suka menggunakan tangannya untuk memegang,
melempar dan sebagainya serta menggunakan kakinya untuk berjalan. Anak-anak
pada usia tiga-enam tahun, sudah mulai bisa didekati dan dipengaruhi pada
situasi-situasi tertentu.
Periode ini ditandai dengan anak-anak menjadi lebih individual dan
memiliki kecerdasan yang cukup untuk memasuki sekolah. Anak- anak pada usia
ini sudah menguasai banyak kosa kata sehingga sudah lancar berbicara. Tahap
perkembangan dan pertumbuhan terdiri dari:
a. Periode prakelahiran (prenatal period)
b. Masa bayi (infancy)
c. Masa awal anak-anak (early childhood)
d. Masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and late childhood)
e. Masa remaja (adolescence)
f. Masa awal dewasa (middle adulthood)
g. Masa akhir dewasa (late adulthood)

2.2 Konsep Gastroenteritis Akut (GEA)


2.2.1 Definisi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI, 2017) mendefinisikan gastroenteritis
sebagai peradangan mukosa lambung dan usus halus dengan gejala buang air
besar encer (diare) lebih dari 3 kali dalam kurun waktu 24 jam. Selain itu,
penyakit ini dapat ditandai dengan gejala penyerta seperti mual, muntah, mulas,
nyeri abdominal, demam, tenesmus, dan gejala- gejala dehidrasi.
Gastroenteritis akut (GEA) merupakan suatu perubahan konsistensi tinja
atau feses yang terjadi secara tiba-tiba akibat kandungan air di dalamnya melebihi
normal (10/ml/KgBB/hari) dengan frekuensi defikasi yang meningkat lebih dari 3
kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto et al., 2018).
Sudoyo et al. (2017) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
gastroenteritis akut adalah diare dengan onset yang mendadak di mana
frekuensinya lebih dari 3 kali dalam sehari yang disertai dengan muntah dan
biasanya berlangsung kurang dari 14 hari.
2.2.2 Etiologi
Etiologi menurut Arda et al (2020) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor
penyebab terjadinya gastroenteritis akut, antara lain:
Faktor infeksi merupakan faktor utama gastroenteritis akut, khususnya
pada anak, adalah infeksi saluran pencernaan oleh beberapa hal, antara lain:
Tabel 2.1 Mikroorganisme Penyebab Diare Akut Karena Infeksi
Virus Bakteri Protozoa
Rotavirus Shigella Giardia Lamblia
Norwalk virus Salmonella Entamoeba
Enteric adenovirus Campylobacter Histolytica
Calicivirus Eschersia Cryptosporidium
Astrovirus Yersinina
Small round viruses Clostridium difficile
Coronavirus Staphylococcus
Cytomegalovirus Aureus
Bacillus cereus
Vibrio cholera

1. Faktor malabsorsi makanan seperti malabsorsi karbohidrat; malabsorsi


lemak; dan malabsorsi protein.
2. Faktor keracunan makanan. Makanan yang dimaksud dalam hal ini adalah
makanan beracun, makanan basi, dan makanan yang bisa menyebabkan alergi
bagi yang mengkonsumsinya.
3. Faktor lainnya di mana bisa berupa obat-obatan (antibiotik), antacid yang
mengandung magnesium, psikologis, laksatif, dan kelainan anatomi.

2.2.3 Klasifikasi
Wong (2009) sebagYETTIna dikutip Kriswantoro (2021)
mengklasifikasikan gastroenteritis sebagai berikut:
1. Gastroenteritis akut, yaitu kondisi peningkatan serta perubahan yang terjadi
secara tiba-tiba pada frekuensi defikasi di mana biasanya disebabkan oleh
agen infeksius dalam traktus GI. Kondisi ini menyertai infeksi saluran nafas
atas atau infeksi saluran kemih. Gastroenteritis akut ini biasanya berlangsung
kurang dari 14 hari danumumnya sembuh dengan sendirinya.
2. Gastroenteritis kronis, yaitu kondisi meningkatnya frekuensi defikassi dan
kandungan air dalam feses dengan durasi sakit lebih dari 14 hari.

2.2.4 Patofisiologi
Hidayat (2014) sebagYETTIna dikutip Mujassaroh (2019) mengatakan
bahwa proses terjadinya gastroenteritis kemungkinan disebabkan oleh sejumlah
faktor: Pertama, faktor infeksi. Proses terjadinya penyakit gastroenteritis melalui
faktor ini berawal dari adanya mikoroorganisme atau kuman yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. Kemudian mikroorganisme tersebut bekembang di
dalam usus serta merusak sel mukosa usus yang pada akhirnya bisa menurunkan
daerah permukaan usus itu sendiri. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus
yang bisa mengakibakan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan
elektrolit. Bisa juga dikatakan bahwa adanya toksin bakteri bisa menyebaban
sistem tansport aktif di dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorsi.
Kegagalan dalam melakukan absorsi mengakibatkan tekanan osmotik meningkat,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus, sehingga terjadilah gastroenteritis. Ketiga, faktor
makanan. Hal ini bisa terjadi jika toksik yang ada tidak bisa atau tidak mampu
disrap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan perisaltik usus yang
mengakibakan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan gastroenteritis.
Selanjutnya, respon patologis yang penting dari kejadian gastroenteritis
dengan gejala diare berat adalah dehidrasi. Lebih lanjut, dehidrasi berat yang
tidak ditangani dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Syok dalam
konteks ini maksudnya kondisi yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi sebagai
akibat dari disparittas atau ketidakseimbangan antara volume darah dan ruang
vaskuar. Disparitas yang terjadi pada gastroenteritis disebabkan oleh volume
darah yang kurang sebagai akibat dari permiabilitas yang bertambah secara
menyeluruh. Maka kemudian darah keluar melalui pembbuluh- pembuluh dan
masuk ke dalam jaringan yang pada akhirnya bisa mengakibatkan pengantalan
darah (Muttaqin, 2017).

Gambar 2.1 WOC Gastroenteritis (Muttaqin, 2017)

2.2.5 Manifestasi Klinis


Infeksi yang terjadi pada usus menyebabkan gejala gastrointestinal serta
gejala lain apabila terjadi komplikasi ekstra-intestinal, termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa gastroenteritis akut, kram perut,
mual dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Penderita gastroenteritis akut cair mengeluarkan feses atau
tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini bisa bertambah apabila ada muntah dan
keilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini menyebabkan dehidrasi,
asidosis metaboli dan hipovolemia (Parera, 2019).
Dehidrasi merupakan kondisi paling berbahaya oleh karena bisa
menyabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kemayian apabila tidak
diobati secara tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma bisa berupa
dehidrasi isotonik, hipertonik atau hipotonik. Derajat dehidrasi bisa berupa
ringan, sedang, bahkan berat (Jufrie et al., 2017)
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2021), tanda dan gejala diare pada
anak adalah sebagai berikut: a. Diare akut 1) Diare dehidrasi berat: letargi/tidak
sadar, mata cekung, tidak bisa minum/malas minum, cubitan kulit perut kembali
sangat lambat.2) Diare dehidrasi ringan/sedang: gelisah, rewel, mudah marah,
mata cekung, cubitan kulit perut kembali lambat, selalu ingin minum/ada rasa
haus. 3) Diare tanpa dehidrasi: keadaan umum baik dan sadar, mata tidak cekung,
tidak ada rasa haus berlebih, turgor kulit normal. b. Diare persisten atau kronis
dengan dehidrasi/tanpa dehidrasi c. Diare disentri: ada darah dalam tinja

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang untuk kasus gastroenteritis akut karena infeksi
diperlukan di dalam penatalaksanaannya, karena dengan tatacara pemeriksaan
yang terarah pada akhirnya akan sampai pada terapi yang definitif (Elsi Evayanti
et al., 2014). Pemeriksaan bisa dilakukan pada dua hal: Pertama, pemeriksaan
darah (darah prefier lengkap; serum elektrolit: Na+, N+, dan C1-; analisa gas
darah jika terdapat gejala ganggguan keseimbangan asam basa [pernfasan
kusmaul]; immonuassay: toksin bakteri [C.difficile], antigen virus [rotavirus], dan
antigen protozoa [Giardia, E. Histlytica]. Kedua, pemeriksaan feses (feses
lengkap [mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory
diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit, hypa pada jamur] dan biakanserta
resistensi feses (colok dubur) (Sudoyo et al., 2017).
2.2.7 Penatalaksanaan
Kemenkes (2011) menyatakan ada program lima langkah untuk
menuntaskan gastroenteritis akut pada anak-balita, antara lain:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolitdalam tubuh yang
terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi,
air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam
oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Sejak tahun 2004,
WHO/UNICEF merekomendasikan oralitdengan osmolaritas rendah.
Berdasarkan penelitian dengan oralit osmolaritas rendah yang diberikan
kepada penderita diare, maka efeknya akan mengurangi volume tinja hingga
25%; mengurangi mual muntah hingga 30%; dan mengurangi secara
bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Aturan
pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi
dapat dibagi berdasarkan: Pertama, tidak ada dehidrasi, bila terjadi
penurunan berat badan 2,5% Umur < 1 tahun: ¼- ½ gelas setiap kali anak
mencret Umur 1 – 4 tahun: ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas
5 Tahun: 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret. Kedua, ehidrasi ringan bia
terjadi penurunan berat badan 2,5%-5%. Dosis oralit yang diberikan dalam 3
jam pertama 75 ml/ kgbb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian
oralit seperti diare tanpa dehidrasi. Ketiga, dehidrasi berat bila terjadi
penurunan berat badan 5-10%. Penderita diare yang tidak dapat minum harus
segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus
diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama
10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah
besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang
selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan
diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi
mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada
dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare.
Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan
zinc
yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetapsehat.
Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar30
detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai
berikut: balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari dan balita umur ≥ 6
bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari.
3. Pemberian Makanan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas)
penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak
diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergiziakan menyebabkan
anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak
terkena diare kembali. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa: Pertama,
bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan
meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masapenyembuhan
(bayi 0 – 24 bulan atau lebih); Kedua, dukung ibu untuk memberikan ASI
eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya sudah diberikan
makanan lain atau susu formulaberikan konseling kepada ibu agar kembali
menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan
karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan
tubuh bayi; Ketiga, anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian
makan. Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24
bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan
keluarga secara bertahap; dan Keempat, setelah diare berhenti pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan anak.
4. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare
karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping dari
penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnyagangguan fungsi
ginjal, hati dan diare yang disebabkan olehantibiotik.
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
oralit, zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya
ke petugas kesehatan jika anak mengalami hal-hal beikut ini: buang air besar
cair lebih sering, muntah berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata,
makan atau minum sedikit, demam, tinjanya berdarah, dan tidak membaik
dalam 3 hari.

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi utama pada gastroenteritis akut, terutama pada anak dan lanjut
usia, kehilangan cairan kelainan elektrolit. Kehilangan cairan bisa terjadi secara
mendadak pada diare akut karena kolera, sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses bisa menyebabkan terjadinya
hipokalemia dan asodosis metabolik (Sari et al., 2021) Ida (2018) sebagYETTIna
dikutip Sagitarisandi (2021) dalam menyatakan bahwa komplikasi yang bisa
muncul pada gastroenteritis akut yang tidak ditangani. Komplikasi yang
dimaksud antara lain: dehidrasi, kejang, malnutrisi dan hipoglikemi. Senada
dengan itu, Lestari (2016) mengatakan bahwa komplikasi yang bisa muncul
akibat gastroenteritis yang tidak diatasi seperti dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan
gejala mekorismus, hiptoni otot, bradikardi, lemah, perubahan pada elektro
kardiagram), hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder, kejang, dan malnurisi
energi, protein (karena selain diare dan muntah, penderitanya juga mengalami
kelaparan).
2.2.9 Masalah Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2016), ada sejumlah masalah yang lazim
muncul ketika seseorang terkena diare, antara lain sebagai berikut:
1. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Pola nafas tidak efektif merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat. Sementara kriteria minornya berupa subjektif
(ortopnea) dan objektifnya (sianosis diaforesis, gelisah napas cuping hidung, pola
napas abnormal, warna kulit abnormal, dan kesadaran menurun) (PPNI, 2017).
2. Diare (D.0020)
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dantidak berbentuk
di mana penyebabnya bisa secara fisiologis (seperti proses infeksi), psikologis
(seperti kecemasan, dan tingkat stress tinggi), situasional (seperti terpapar
kontaminan, terpapar toksin, penyalahgunaan laksatif, penyalahgunaan zat,
program pengobatan [mis: agen tiroid, analgesik, pelunak feses, ferosulfat,
antasida, cimetidine dan antibiotik], perubahan air,makanan dan bakteri pada air).
Diare memiiki kriteria mayor yang subjektif dan objektif (defekasi lebih dari 3
kali dalam 24 jam dan feses lembek atau cair). Sementara kriteria minornya bisa
subjektif (seperi urgensi nyeri/ kram abdomen) dan obektif (seperti frekuensi
peristaltic meningkat dan bising usus hiperaktif) (PPNI, 2017).
3. Hipovolemia (D.0023)
Hipovolemi merupakan penurunan volume cairanintravaskuler, interstisiel
dan /atau intraseluler yang disebabkan oleh kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan. Hipovolemi memiliki kriteria mayor (subjektif dan
objektif berupa frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, dan ematokrit meningkat). Sementara kriteria
minornya bisa subjektif (seperti merasa lemah dan merasa haus) dan bisa uga
objektif (seperti pengisian vena menurun, status mental berubah suhu tubuh
meningkat, konsentrasi urin meningkat, dan berat badan turun tiba-tiba) (PPNI,
2017).
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129)
Gangguan integritas kulit meupakan kerusakan kulit (dermisdan/atau
epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen) yang disebabkan oleh perubahan
sirkulasi, penurunan mobilitas, faktor mekanis (gesekan), dan kurang terpapar
informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas jaringan.
Integritas kulit memiliki kriteria mayor (subjektif dan objektif [seperti kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit). Sementara kriteria minornya (subjektif dan
objektif [seperti nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma) (PPNI, 2017).
5. Defisit Nutrisi (D.0019)
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme di mana penyebabnya adalah karena
kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien dan faktor
psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan). Defisit nutrisi memiliki kriteria
mayor (subjektif dan objektif: Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal). Sementara kriteria minornya (subjektif [seperti cepat kenyang
setelah makan, kram/nyeri abdomen, dan nafsu makan menurun] dan objektif
[seperti bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membrane mukosa pucat, sariawan serum albumin turun rambut rontok
berlebihan, dan diare]) (PPNI, 2017).
6. Risiko Syok (D.0039)
Risiko syok merupakan risiko untuk mengalamiketidakcukupan aliran
darah ke jaringan tubuh, yang dapatmengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa di mana faktor resikonya berupa hipotensi dan kekurangan
volume cairan (PPNI, 2017).
7. Ansietas (D.0080)
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebabnya adalah karena ancaman terhadap kondisi diri, hubungan orangtua-
anak tidak memuaskan, terpapar bahaya lingkungan (mis: toksin, polutan dan
lain- lain), dan kurang terpapar informasi. Ansietas memiliki kriteria mayor
(subjektif seperti halnya merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi] dan objektif [seperti halnya tampak
gelisah, tampak tegang, dan sulit tidur). Sementara kriteria minornya (subjektif
[seperti halnya mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, dan merasa tidak berdaya]
dan objektif [frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesisi, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata
buruk, kering berkemih, dan berorientasi pada masa lalu) (PPNI, 2017).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Gastroenteritis


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Olfah & Ghofur,
2016). Adapun fokus pengkajian pada pasien anak dengan gastroenteritis menurut
Nursalam (2013) adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis. Beberapa hal yang dikaji, antara lain: Pertama, identitas
pasien. Perawat melakukan pengkajian pada identitas pasien atau kilen
meliputi: nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, tempat tinggal, usia,
suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua.
Kedua, Keluhan utama. Biasanya, pasien dengan gastroenteritis akan
mengalami buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari; BAB
kurang dari 4 kali dengan konsentrasi cair (tanpa dehidrasi); BAB 4-10 kali
dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang); BAB lebih dari 10 kali
(dehidrasi berat). Ketiga, riwayat kesehatan berupa riwayat penyait sekarang,
riwayat penakit dahulu, dan iwayat penyakit keluarga.
2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik meliputi bebeapa hal: Pertama, kondisi
umum (baik, sadar (tanpa dehidrasi), gelisah, rewel (dehidasi ringan atau
sedang), lesu, lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat). Kedua, berat badan.
Biasanya berat menurun ketika anak mengalami dehidrasi denga tolak ukur
BB sebagai berikut: dehidrasi ringan: 5% (50ml/Kg), dehidrasi sedang 5-10%
(50-100ml/Kg), dan ehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/Kg). Ketiga, kulit.
apabila turgor kembali lebih cepat kurang dari dua detik, maka berarti diare
tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali lambat bila cubitan kembali dalam
dua detik dan ini, maka berarti diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.
Apabila turgor kembali sangat lambat bila cubitan kembali lebih dai dua
detik, maka ini termasuk diare ringan dengan dehidrasi berat. Keempat,
kepala. Biasanya anak di bawah usia dua tahun yang mengalami dehidrasi
ubun-ubunnya biasanya cekung. Kelima, wajah. Perhatian wajah apakah
simetris, pucat apakahh ada nyeri tekan, apakah ada edema, ada lesi dan luka,
periksa apakah wajah pucat. Keenam, mata. Anak yang mengalami diare
tanpa dehidrasi biasanya bentuk kelopak matanya normal. Tetapi bila
dehidrasi ringan atau sedang, maka kelopak matanya cekung dan apabila
dehidrasi berat, maka kelopak matanya sangat cekung. Ketujuh, telinga.
Periksa penempatan telinga, amati penonjolan atau pendataran telinga, perisa
struktur telinga luar teradap hygiene, amati apabila ada kotoran, masa, tada-
tanda infeksi, apakah ada nyeri tekan. Kedelapan, hidung. Amati ukuran
dan bentuk hidung, adakah penapasan cuping hidung atau tidak, lakukan
palpasi setiap sisi hidung untuk menentukan adakah nyeri tekan atau tidak,
apakah ada pernapasan cuping hidung, apakah ada dospenea, apakahh ada
sekret. Kesembilan, mulut dan lidah. Biasanya orang dengan GEA, maka
mulut dan lidah basah (tannpa dehidrasi); mulut dan lidah kering (dehidrrasi
ringan/sedang); dan mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).
Kesepuluh, leher. Gerakan kepala dan leher anak dengan ROM yang penuh.
Palpasi apakah ada pembengkakan kelenjar getah bening atau pembesaran
kelenjar toroid. Kesebelas, dada. Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi
atau tarikan dinding dada ke daam. Amati jenis penapasan, amati gerak
pernapasan. Amati pergerakan dada palpasi apakah ada nyeri atau tidak,
auskultasi suaa napas tambahan ronkhi atau wheezing. Keduabelas, abdomen.
Kemunginan distensi, kram, bising usus meningkat. Ketigabelas, anus.
Adakah iritasi pada kulitanya. Keempatbelas, periksa kelainan punggung
apakah terdapat skoliosis, lordosis dan kifosis. Kelimabelas, ekstremitas. Kaji
bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari, tonus otot meningkat,
rentang gerak terbatas, kelemahan otot, dan gerak abnormal (PPNI, 2017).
2.3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.Nurarif & Kusuma (2016) dan PPNI (2017)
menyataan bahwa diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus
gastroenteritis adalah sebagai berikut: pola nafas tidak efektif, diare, hipovolemi,
gangguan integritas kulit, defisit nutrisi, risiko syok, dan ansietas.

2.3.3 Perencanaan
Febrina & Muthe (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
perencanaan adalah penyusunan rencana keperawatan yang didasakan pada hasil
diagnosa yang sebelumnya telah dilakukan perawat terhadap pasien tertentu,
dalam hal ini pasien anak dengan gastroenteritis akut. Perencanaan ini memiliki
sejumlah komponen, antara lain: Pertama, prioritas masalah dengan kiteria
(pioritas utama berupa masalah yang mengancam kehidupan; prioritas kedua
berupa masalah yang mengancam kesehatan; dan prioritas ketiga beupa masalah
yang dapat mempengaruhi perilaku); Kedua, tujuan asuhan kepeawatan dengan
kriteria: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan ada batasan waktu;
Ketiga, rencana tindakan.

2.3.4 Intervensi
PPNI (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran(outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi yang sesuai dengan
penyakit diare adalah sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan, maka diharapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil:
pola nafas membaik, warna kulit membaik, sianosis membaik, dan
akikardia membaik.
Intervensi keperawatan pada masalah keperawatan ini, yaitu: Obsevasi
(monitor frekuensi, irama, dan kedalaman upaya nafas; monitor pola nafas,
monitor saturasi oksigen, monitor nilai analisa gas darah), Terapeutik
(dokumentasikan hasil pemantauan), Edukasi (jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan; informasikan hasil pemantauan, jika perlu); Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat).
2. Diare b.d fisiologis (proses infeksi). Setelah dilakukan intervensi
keperawatan diharapkan eliminasi fekal pasien membaik dengan kriteria
hasil: konsistensi feses meningkat; frekuensi defekasi/bab meningkat;
peristaltik usus meningkat; kontrol pengeluaran feses meningkat; dan nyeri
abdomen menurun. Adapun intervensi keperawatan dalam kasus ini adalah
sebagai beikut: Observasi (identifiksi penyebab diare; identifikasi riwayat
pemberian makan; identifikasi gejala invaginasi; monitor warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi tinja; dan monitor jumlah pengeluaran diare),
Terapeutik (berikan asupan cairan oral atau oralit; pasang jalur intravena;
berikan cairan intravena; ambil sample darah untuk pemeriksaan darah
lengkap; ambil sample feses untuk kultur, jik perlu), Edukasi (anjurkan
manghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa;
anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat pengeras feses dan olaborasi pemberian obat
antimotilitas).
3. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan dalam masalah keperawatan ini, diharapka status cairan pasien
membaik dengan kriteria hasil): turgor kulit membaik; frekuensi nadi
membaik; tekanan darah membaik; membran mukosa membaik; intake cairan
membaik dan utput urine meningkat. Intevensi keperawatan dalam masalah
keperawatan ini adalah sebagai beikut: Obsevasi (periksa tanda dan gejala
hypovolemia sepeti halnya nadi teraba lemah, frekuensi nadi meningkat,
tekanan nadi menyempit, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, haus, volume urin menurun, lemah; monitor
intake dan output cairan), Terapeutik (hitung kebutuhan cairan, berikan
asupan cairan oral), Edukasi (anjurkan memperbanyak asupan cairan oral;
dan Anjurkan menghidari posisi mendadak), Kolaborasi (kolaborasi
pemberian cairan isotonis [Nacl.RL], kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 ml/kg bbuntuk anak).
4. Gangguan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering. Setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat
dengan kriteria hasil: kerusakan lapisan kulit menurun, nyeri menurun,
kemerahan menurun, dan tekstur membaik. Intervensi keperawatan dalam
masalah keperawatan ini adalah sebagai berikut: Observasi (identifikasi
penyebab gangguan integritas kulit), Terapeutik (ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring, bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selamaperiode
diare, gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak padakulit kering),
Edukasi (anjurkan menggunakan pelembab, anjurkan minum air yang cukup,
anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur, dan njurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya), Kolaborasi (kolaborasi pemberian obat
topical).
5. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan. Tujuannya setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan
kriteria hasil: porsi makanan yang dihabiskan meningkat, diare menurun,
frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik, bising usus
membaik).
Adapun intervensi keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah
sebagai berikut: Observasi (identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan
intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai, identifikasi
keburuhan kalori dan nutrisi, monitor asupan makanan, monitor berat badan,
monitor hasil pemeriksaan laboratorium), Terapeutik (berikan makanan
secara menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan
protein), Edukasi (anjurkan diet yang diprogramkan), dan Kolaborasi
(kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh kaloridan jenis nutsisi
yang dibutuhkan jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu)
6. Risiko syok. Tujuan setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
tingkat syok pasien menurun dengan kriteria hasil: kekuatan nadi meningkat,
output urine meningkat, frekuensi nafas membaik, tingkat kesadaran
meningkat, tekanan darah sistolik, diastolic membaik). Intervensi yang
dilakukan perawat adalah sebagai berikut: Observasi (monitor status
kardiopulmonal, monitor frekuensi nafas, monitor status oksigenasi, monitor
status cairan, monitor tingkat kesdaran dan respon pupil, monitor
jumlah,warna,dan berat jenis urine), Terapeutik (berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%, pasang jalur IV, jika perlu),
Edukasi (jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jelaskan penyebab/factor
risiko syok, anjurkan memperbanyak asupan cairan oral), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian IV, jika perlu).
7. Ansietas b.d perubahan status kesehatan. Tujuannya setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan tingkat ansietas pasien menurun dengan
kriteria hasil: perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, frekuensi
pernapasan menurun, pucat menurun, kontak mata membaik). Intervensi
keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah sebagai berikut:
Obsevasi (identifikasi saat tingkat ansietas berubah, monitor tanda-tanda
ansietas), Terapeutik (ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi
kecemasan, temani pasien untuk mengurangi kecemasan, gunakan pedekatan
yang tenang dan meyakinkan dan gunakan nada suara lemah lembut dengan
irama lambat), Edukasi (latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan, anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu).

2.3.5 Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan
tindakan, serta menilai data yang baru (PPNI, 2019). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: kemampuan intelektual,
teknikal, dan interpersonal; kemampuan menilai data baru; kreativitas dan inovasi
dalam membuat modifikasi rencana tindakan; penyesuaian selama berinteraksi
dengan klien; kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi
pelaksanaan; kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan (PPNI, 2019).
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakankeperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan
apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang
spesifik (Utami & Luthfiana, 2016)
21

DAFTAR PUSTAKA

Amalia. (2018). Pengaruh Susu Bebas Laktosa Terhadap Masa Perawatan Pasien
Anak dengan Diare Akut Dehidrasi Tidak Berat. Jurnal Kedokteran
Diponegoro 1.1 (2018): 110542.

Arda, D., Hartaty, H., & Hasriani, H. (2020). Studi Kasus Pasien dengan Diare
Rumah Sakit di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
11(1), 461–466. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.324

Ali, Z. (2017). Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan (Edisi Revi). Penerbit


EGC.

BPS Kota Surabaya. (2021). Kota Surabaya dalam Angka 2022. Badan Pusat
StatistikKota Surabaya.

Dinkes Jatim. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Febrina, A., & Muthe, F. (2018). Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

IDI. (2017). Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Tingkat Pertama.


Penerbit EGC.

Kemenkes. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. (2021a). Buku Saku: Hasil Studi Status Gizi Indonesia (Tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021). Balitbang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
22

Kemenkes. (2021b). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

Parera, I. (2019). Asuhan Keperawatan pada An. E. T. A. D. dengan Diagnosa


Medis Gastroenteriis di Ruangan Instalasi gawat Darurat RSUD Prof. Dr.
W. Z Johannes Kupang. Karya Tulis Ilmiah DIII Prodi Kepeerawatan
Politeknik Kesehatan Kupang, 12–
13. http://repository.poltekeskupang.ac.id/1452/

Tuang, A. (2021). Analisis Analisis Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Diare pada Anak. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
10(2), 534–542.https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.643

Anda mungkin juga menyukai