LP Anak - GE
LP Anak - GE
LP Anak - GE
Oleh:
YETTI INDRIANI M
2022207209063
2.1.1 Definisi
Menurut Yuniarti (2015), secara umum dikatakan anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang
lakilaki meskipun tidak melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Fanani
(2018) menyatakan bahwa selama di tubuhnya masih berjalan proses
pertumbuhan dan perkembangan, anak masih dikatakan sebagai anak dan baru
menjadi dewasa ketika proses pertumbuhan dan perkembangan itu selesai jadi
batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa yaitu 18
tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk laki-laki.
2.2.3 Klasifikasi
Wong (2009) sebagYETTIna dikutip Kriswantoro (2021)
mengklasifikasikan gastroenteritis sebagai berikut:
1. Gastroenteritis akut, yaitu kondisi peningkatan serta perubahan yang terjadi
secara tiba-tiba pada frekuensi defikasi di mana biasanya disebabkan oleh
agen infeksius dalam traktus GI. Kondisi ini menyertai infeksi saluran nafas
atas atau infeksi saluran kemih. Gastroenteritis akut ini biasanya berlangsung
kurang dari 14 hari danumumnya sembuh dengan sendirinya.
2. Gastroenteritis kronis, yaitu kondisi meningkatnya frekuensi defikassi dan
kandungan air dalam feses dengan durasi sakit lebih dari 14 hari.
2.2.4 Patofisiologi
Hidayat (2014) sebagYETTIna dikutip Mujassaroh (2019) mengatakan
bahwa proses terjadinya gastroenteritis kemungkinan disebabkan oleh sejumlah
faktor: Pertama, faktor infeksi. Proses terjadinya penyakit gastroenteritis melalui
faktor ini berawal dari adanya mikoroorganisme atau kuman yang masuk ke
dalam saluran pencernaan. Kemudian mikroorganisme tersebut bekembang di
dalam usus serta merusak sel mukosa usus yang pada akhirnya bisa menurunkan
daerah permukaan usus itu sendiri. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus
yang bisa mengakibakan gangguan fungsi usus dalam absorbs cairan dan
elektrolit. Bisa juga dikatakan bahwa adanya toksin bakteri bisa menyebaban
sistem tansport aktif di dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Kedua, faktor malabsorsi.
Kegagalan dalam melakukan absorsi mengakibatkan tekanan osmotik meningkat,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus, sehingga terjadilah gastroenteritis. Ketiga, faktor
makanan. Hal ini bisa terjadi jika toksik yang ada tidak bisa atau tidak mampu
disrap dengan baik, sehingga terjadi peningkatan perisaltik usus yang
mengakibakan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan gastroenteritis.
Selanjutnya, respon patologis yang penting dari kejadian gastroenteritis
dengan gejala diare berat adalah dehidrasi. Lebih lanjut, dehidrasi berat yang
tidak ditangani dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik. Syok dalam
konteks ini maksudnya kondisi yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi sebagai
akibat dari disparittas atau ketidakseimbangan antara volume darah dan ruang
vaskuar. Disparitas yang terjadi pada gastroenteritis disebabkan oleh volume
darah yang kurang sebagai akibat dari permiabilitas yang bertambah secara
menyeluruh. Maka kemudian darah keluar melalui pembbuluh- pembuluh dan
masuk ke dalam jaringan yang pada akhirnya bisa mengakibatkan pengantalan
darah (Muttaqin, 2017).
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi utama pada gastroenteritis akut, terutama pada anak dan lanjut
usia, kehilangan cairan kelainan elektrolit. Kehilangan cairan bisa terjadi secara
mendadak pada diare akut karena kolera, sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses bisa menyebabkan terjadinya
hipokalemia dan asodosis metabolik (Sari et al., 2021) Ida (2018) sebagYETTIna
dikutip Sagitarisandi (2021) dalam menyatakan bahwa komplikasi yang bisa
muncul pada gastroenteritis akut yang tidak ditangani. Komplikasi yang
dimaksud antara lain: dehidrasi, kejang, malnutrisi dan hipoglikemi. Senada
dengan itu, Lestari (2016) mengatakan bahwa komplikasi yang bisa muncul
akibat gastroenteritis yang tidak diatasi seperti dehidrasi (ringan, sedang, berat,
hipotonik, isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan
gejala mekorismus, hiptoni otot, bradikardi, lemah, perubahan pada elektro
kardiagram), hipoglikemia, intoleransi laktosa sekunder, kejang, dan malnurisi
energi, protein (karena selain diare dan muntah, penderitanya juga mengalami
kelaparan).
2.2.9 Masalah Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2016), ada sejumlah masalah yang lazim
muncul ketika seseorang terkena diare, antara lain sebagai berikut:
1. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005)
Pola nafas tidak efektif merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat. Sementara kriteria minornya berupa subjektif
(ortopnea) dan objektifnya (sianosis diaforesis, gelisah napas cuping hidung, pola
napas abnormal, warna kulit abnormal, dan kesadaran menurun) (PPNI, 2017).
2. Diare (D.0020)
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dantidak berbentuk
di mana penyebabnya bisa secara fisiologis (seperti proses infeksi), psikologis
(seperti kecemasan, dan tingkat stress tinggi), situasional (seperti terpapar
kontaminan, terpapar toksin, penyalahgunaan laksatif, penyalahgunaan zat,
program pengobatan [mis: agen tiroid, analgesik, pelunak feses, ferosulfat,
antasida, cimetidine dan antibiotik], perubahan air,makanan dan bakteri pada air).
Diare memiiki kriteria mayor yang subjektif dan objektif (defekasi lebih dari 3
kali dalam 24 jam dan feses lembek atau cair). Sementara kriteria minornya bisa
subjektif (seperi urgensi nyeri/ kram abdomen) dan obektif (seperti frekuensi
peristaltic meningkat dan bising usus hiperaktif) (PPNI, 2017).
3. Hipovolemia (D.0023)
Hipovolemi merupakan penurunan volume cairanintravaskuler, interstisiel
dan /atau intraseluler yang disebabkan oleh kehilangan cairan aktif dan
kekurangan intake cairan. Hipovolemi memiliki kriteria mayor (subjektif dan
objektif berupa frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, dan ematokrit meningkat). Sementara kriteria
minornya bisa subjektif (seperti merasa lemah dan merasa haus) dan bisa uga
objektif (seperti pengisian vena menurun, status mental berubah suhu tubuh
meningkat, konsentrasi urin meningkat, dan berat badan turun tiba-tiba) (PPNI,
2017).
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0129)
Gangguan integritas kulit meupakan kerusakan kulit (dermisdan/atau
epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen) yang disebabkan oleh perubahan
sirkulasi, penurunan mobilitas, faktor mekanis (gesekan), dan kurang terpapar
informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas jaringan.
Integritas kulit memiliki kriteria mayor (subjektif dan objektif [seperti kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit). Sementara kriteria minornya (subjektif dan
objektif [seperti nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma) (PPNI, 2017).
5. Defisit Nutrisi (D.0019)
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme di mana penyebabnya adalah karena
kurangnya asupan makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien dan faktor
psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan). Defisit nutrisi memiliki kriteria
mayor (subjektif dan objektif: Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal). Sementara kriteria minornya (subjektif [seperti cepat kenyang
setelah makan, kram/nyeri abdomen, dan nafsu makan menurun] dan objektif
[seperti bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membrane mukosa pucat, sariawan serum albumin turun rambut rontok
berlebihan, dan diare]) (PPNI, 2017).
6. Risiko Syok (D.0039)
Risiko syok merupakan risiko untuk mengalamiketidakcukupan aliran
darah ke jaringan tubuh, yang dapatmengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa di mana faktor resikonya berupa hipotensi dan kekurangan
volume cairan (PPNI, 2017).
7. Ansietas (D.0080)
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu
terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebabnya adalah karena ancaman terhadap kondisi diri, hubungan orangtua-
anak tidak memuaskan, terpapar bahaya lingkungan (mis: toksin, polutan dan
lain- lain), dan kurang terpapar informasi. Ansietas memiliki kriteria mayor
(subjektif seperti halnya merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi] dan objektif [seperti halnya tampak
gelisah, tampak tegang, dan sulit tidur). Sementara kriteria minornya (subjektif
[seperti halnya mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, dan merasa tidak berdaya]
dan objektif [frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesisi, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata
buruk, kering berkemih, dan berorientasi pada masa lalu) (PPNI, 2017).
2.3.3 Perencanaan
Febrina & Muthe (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
perencanaan adalah penyusunan rencana keperawatan yang didasakan pada hasil
diagnosa yang sebelumnya telah dilakukan perawat terhadap pasien tertentu,
dalam hal ini pasien anak dengan gastroenteritis akut. Perencanaan ini memiliki
sejumlah komponen, antara lain: Pertama, prioritas masalah dengan kiteria
(pioritas utama berupa masalah yang mengancam kehidupan; prioritas kedua
berupa masalah yang mengancam kesehatan; dan prioritas ketiga beupa masalah
yang dapat mempengaruhi perilaku); Kedua, tujuan asuhan kepeawatan dengan
kriteria: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan ada batasan waktu;
Ketiga, rencana tindakan.
2.3.4 Intervensi
PPNI (2018) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran(outcome) yang diharapkan. Adapun intervensi yang sesuai dengan
penyakit diare adalah sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan energi. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan, maka diharapkan pola nafas membaik dengan kriteria hasil:
pola nafas membaik, warna kulit membaik, sianosis membaik, dan
akikardia membaik.
Intervensi keperawatan pada masalah keperawatan ini, yaitu: Obsevasi
(monitor frekuensi, irama, dan kedalaman upaya nafas; monitor pola nafas,
monitor saturasi oksigen, monitor nilai analisa gas darah), Terapeutik
(dokumentasikan hasil pemantauan), Edukasi (jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan; informasikan hasil pemantauan, jika perlu); Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat).
2. Diare b.d fisiologis (proses infeksi). Setelah dilakukan intervensi
keperawatan diharapkan eliminasi fekal pasien membaik dengan kriteria
hasil: konsistensi feses meningkat; frekuensi defekasi/bab meningkat;
peristaltik usus meningkat; kontrol pengeluaran feses meningkat; dan nyeri
abdomen menurun. Adapun intervensi keperawatan dalam kasus ini adalah
sebagai beikut: Observasi (identifiksi penyebab diare; identifikasi riwayat
pemberian makan; identifikasi gejala invaginasi; monitor warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi tinja; dan monitor jumlah pengeluaran diare),
Terapeutik (berikan asupan cairan oral atau oralit; pasang jalur intravena;
berikan cairan intravena; ambil sample darah untuk pemeriksaan darah
lengkap; ambil sample feses untuk kultur, jik perlu), Edukasi (anjurkan
manghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa;
anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat pengeras feses dan olaborasi pemberian obat
antimotilitas).
3. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan dalam masalah keperawatan ini, diharapka status cairan pasien
membaik dengan kriteria hasil): turgor kulit membaik; frekuensi nadi
membaik; tekanan darah membaik; membran mukosa membaik; intake cairan
membaik dan utput urine meningkat. Intevensi keperawatan dalam masalah
keperawatan ini adalah sebagai beikut: Obsevasi (periksa tanda dan gejala
hypovolemia sepeti halnya nadi teraba lemah, frekuensi nadi meningkat,
tekanan nadi menyempit, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, haus, volume urin menurun, lemah; monitor
intake dan output cairan), Terapeutik (hitung kebutuhan cairan, berikan
asupan cairan oral), Edukasi (anjurkan memperbanyak asupan cairan oral;
dan Anjurkan menghidari posisi mendadak), Kolaborasi (kolaborasi
pemberian cairan isotonis [Nacl.RL], kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 ml/kg bbuntuk anak).
4. Gangguan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering. Setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat
dengan kriteria hasil: kerusakan lapisan kulit menurun, nyeri menurun,
kemerahan menurun, dan tekstur membaik. Intervensi keperawatan dalam
masalah keperawatan ini adalah sebagai berikut: Observasi (identifikasi
penyebab gangguan integritas kulit), Terapeutik (ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring, bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selamaperiode
diare, gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak padakulit kering),
Edukasi (anjurkan menggunakan pelembab, anjurkan minum air yang cukup,
anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur, dan njurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya), Kolaborasi (kolaborasi pemberian obat
topical).
5. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan. Tujuannya setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan status nutrisi pasien membaik dengan
kriteria hasil: porsi makanan yang dihabiskan meningkat, diare menurun,
frekuensi makan membaik, nafsu makan membaik, bising usus
membaik).
Adapun intervensi keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah
sebagai berikut: Observasi (identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan
intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai, identifikasi
keburuhan kalori dan nutrisi, monitor asupan makanan, monitor berat badan,
monitor hasil pemeriksaan laboratorium), Terapeutik (berikan makanan
secara menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan
protein), Edukasi (anjurkan diet yang diprogramkan), dan Kolaborasi
(kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh kaloridan jenis nutsisi
yang dibutuhkan jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu)
6. Risiko syok. Tujuan setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
tingkat syok pasien menurun dengan kriteria hasil: kekuatan nadi meningkat,
output urine meningkat, frekuensi nafas membaik, tingkat kesadaran
meningkat, tekanan darah sistolik, diastolic membaik). Intervensi yang
dilakukan perawat adalah sebagai berikut: Observasi (monitor status
kardiopulmonal, monitor frekuensi nafas, monitor status oksigenasi, monitor
status cairan, monitor tingkat kesdaran dan respon pupil, monitor
jumlah,warna,dan berat jenis urine), Terapeutik (berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%, pasang jalur IV, jika perlu),
Edukasi (jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jelaskan penyebab/factor
risiko syok, anjurkan memperbanyak asupan cairan oral), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian IV, jika perlu).
7. Ansietas b.d perubahan status kesehatan. Tujuannya setelah dilakukan
intervensi keperawatan diharapkan tingkat ansietas pasien menurun dengan
kriteria hasil: perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, frekuensi
pernapasan menurun, pucat menurun, kontak mata membaik). Intervensi
keperawatan dalam masalah keperawatan ini adalah sebagai berikut:
Obsevasi (identifikasi saat tingkat ansietas berubah, monitor tanda-tanda
ansietas), Terapeutik (ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi
kecemasan, temani pasien untuk mengurangi kecemasan, gunakan pedekatan
yang tenang dan meyakinkan dan gunakan nada suara lemah lembut dengan
irama lambat), Edukasi (latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan, anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien), Kolaborasi
(kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu).
2.3.5 Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan
tindakan, serta menilai data yang baru (PPNI, 2019). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain: kemampuan intelektual,
teknikal, dan interpersonal; kemampuan menilai data baru; kreativitas dan inovasi
dalam membuat modifikasi rencana tindakan; penyesuaian selama berinteraksi
dengan klien; kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi
pelaksanaan; kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan (PPNI, 2019).
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakankeperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan
apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada
komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang
spesifik (Utami & Luthfiana, 2016)
21
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. (2018). Pengaruh Susu Bebas Laktosa Terhadap Masa Perawatan Pasien
Anak dengan Diare Akut Dehidrasi Tidak Berat. Jurnal Kedokteran
Diponegoro 1.1 (2018): 110542.
Arda, D., Hartaty, H., & Hasriani, H. (2020). Studi Kasus Pasien dengan Diare
Rumah Sakit di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
11(1), 461–466. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.324
BPS Kota Surabaya. (2021). Kota Surabaya dalam Angka 2022. Badan Pusat
StatistikKota Surabaya.
Dinkes Jatim. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020. Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Kemenkes. (2021a). Buku Saku: Hasil Studi Status Gizi Indonesia (Tingkat
Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Tahun 2021). Balitbang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
22