0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan55 halaman

2023 - Buku Praktikum KGD D3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 55

Hana Ariyani & Ida Rosidawati

Program Studi D3 Keperawatan


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TASIKMALAYA

BUKU PANDUAN
PRAKTIKUM
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
MODUL PRAKTIK LABORATORIUM

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DAN

MANAJEMEN BENCANA

Pas Photo

4x6

NAMA : ……………………………………………………………….

NIM : ……………………………………………………………….

Hanya Untuk Lingkungan Sendiri


Tidak Diperbolehkan Memperbanyak atau memfotocopi
VISI, MISI, TUJUAN PRODI D3 KEPERAWATAN
FIKES UMTAS

Visi :
“Menghasilkan lulusan Ahli Madya Keperawatan yang berkepribadian Islami, berpengetahuan holistik
integratif, kompetitif dan dinamis.”

Misi :
1. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan Al-Islam Kemuhammadiyahan
2. Menyelenggarakan pendidikan yang terintegrasi dengan tehnologi informasi
3. Menyelenggarakan penelitian dengan prinsip kebebasan berfikir ilmiah
4. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat berdasarkan nilai - nilai Al Islam, hasil
pengajaran dan penelitian
5. Menyelenggarakan kerjasama dengan pihak lain yang saling menguntungkan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan.

Tujuan
a. Menghasilkan peserta didik menjadi ahli madya muslim yang beriman dan bertakwa, berakhlak
mulia, yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional, dan beramal menuju
terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi oleh Alloh SWT.
b. Meningkatkan kegiatan pengetahuan penelitian kesehatan sebagai landasan penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan.
c. Menghasilkan, mengamankan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan
dalam skala nasional dan internasional.
d. Mewujudkan pengelolaan yang terencana, terorganisir, produktif, efektif, efisien, dan
terpercaya.
e. Menjalin kerjasama dengan pihak lain yang saling menguntungkan dalam lingkup nasional dan
internasional untuk pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas berkat rahmat Allah SWT Modul Praktik Keperawatan Gawat
Darurat dan Manajemen Bencana Laboratorium telah tersusun. Modul ini
diterbitkan untuk melengkapi proses belajar mengajar mahasiswa program studi
Diploma III Keperawatan semester IV FIKES Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
Tahun Ajaran 2022/2023. Modul ini berisi materi praktik laboratorium yang disusun
sedemikian rupa dengan menyesuaikan perkembangan kurikulum yang ada.
Semoga modul praktikum laboratorium ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
program studi Diploma III Keperawatan semester IV FIKES Universitas
Muhammadiyah Tasikmalaya. Kepada berbagai pihak yang telah membantu
terealisasinya buku ini saya ucapkan terimakasih. Tentu saja buku ini banyak
kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan.

Tasikmalaya, Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
Identitas Mahasiswa 2
Visi Misi FIkes dan Prodi 3
Kata Pengantar 5
Daftar Isi 6
A. Deskripsi singkat 7
B. Standar kompetensi 7
C. Tata tertib 7
D. Kriteria penilaian 7
E. TOPIK 1 (PENGKAJIAN ABC) 8
F. TOPIK 2 (MANAJEMEN AB) 13
G. TOPIK 3 BANTUAN HIDUP DASAR 21
H. TOPIK 4 INITIAL ASSESSMENT 35
I. TOPIK 5 PEMBIDAIAN 37
J. TOPIK 6 EVAKUASI KORBAN BENCANA 44
Daftar Pustaka 49
Lampiran
A. Deskripsi Singkat
Mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok yang dibimbing oleh 2 dosen, setiap satu dosen
memegang satu kelompok. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan
tentang pengkajian Airway, Breathing, Circulation; manajemen Airway dan Breathing;
bantuan hidup dasar; evakuasi korban bencana.
B. Standar Kompetisi
Pada akhir perkuliahan, mahasiswa mampu melakukan bantuan hidup dasar pada
keadaan gawat darurat dan bencana.
C. Tata Tertib
1. Praktikan harus sudah datang 10 menit sebelum acara praktikum dimulai
2. Apabila berhalangan hadir, praktikan harus menyerahkan surat izin
3. Sebelum menjalankan praktikum, praktikan harus sudah mempelajari buku panduan
praktikum
4. Selama praktikum, praktikan diwajibkan memakai jas praktikum
5. Selama praktikum, praktikan diwajibkan mengganti alat apabila merusakkan atau
menghilangkan
6. Selama praktikum mahasiswa diwajibkan mencoba 2 kali praktikum
7. Setelah selesai acara praktikum mandiri, diadakan ujian akhir praktikum
8. Setelah selesai praktikum dan ujian, praktikan wajib membersihkan alat praktikum dan
mengecek kelengkapannya.
9. Apabila dinyatakan belum kompeten/lulus, maka wajib melakukan ujian di minggu
berikutnya.
10. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib ini akan diatur kemudian
D. KRITERIA PENILAIAN
1. Kegiatan praktikum : 20%
2. Kegiatan mandiri : 20%
3. Ujian praktik : 50%
4. Sikap : 10%
BATAS LULUS (75).
TOPIK 1
PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING AND CIRCULATION
KEGAWATDARURATAN

Dalam melakukan asuhan keperawatan pada kasus kegawatdaruratan selalu


diawali dengan melakukan pengkajian. Pengkajian kegawatdaruratan pada umumnya
menggunakan pendekatan A-B-C (Airway= JALAN NAFAS, Breathing=PERNAFASAN dan
Circulation = SIRKULASI). Perlu diingat sebelum melakukan pengkajian Anda harus
memperhatikan proteksi diri (keamanan dan keselamatan diri) dan keadaan lingkungan
sekitar.
Proteksi diri sangatlah penting bagi Anda dengan tujuan untuk melindungi dan
mencegah terjadinya penularan dari berbagai penyakit yang dibawa oleh korban. Begitu
juga keadaan lingkungan sekitar haruslah aman,nyaman dan mendukung keselamatan
baik korban maupun penolong. Coba bayangkan bila Anda menolong korban apabila ada
api di dekat Anda, tentu Anda tidak akan aman dan nyaman ketika anda menolong
korban. Oleh sebab sangatlah penting proteksi diri dan lingkungan yang aman dan
nyaman tersebut.

PENTING UNTUK DIINGAT SEBELUM PENGKAJIAN !!

MENGGUNAKAN PROTEKSI DIRI


LINGKUNGAN SEKITAR HARUS AMAN DAN NYAMAN

Tabel Daftar Alat Pelindung Diri dan Pengkajian


Alat proteksi diri Alat alat pengkajian
1. Celemek/apron: 1. Stetoskop

2. Sarung tangan 2. Tensi meter

3. Masker 3. Penlight
4. Kaca mata (goggle) 4. Arloji

5. Sepatu boot 5. Pulpen

6. Tutup kepala 6. Buku Catatan

Setelah Anda menggunakan proteksi diri dan membawa alat - alat pengkajian ke
dekat korban maka Anda berada di dekat/samping korban mengatur posisi korban dengan
posisi terlentang atau sesuai dengan kebutuhan.

1. PENGKAJIAN AIRWAY (JALAN NAFAS)


Pengkajian jalan nafas bertujuan menilai apakah jalan nafas paten (longgar) atau
mengalami obstruksi total atau partial sambil mempertahankan tulang servikal. Sebaiknya
ada teman Anda (perawat) membantu untuk mempertahankan tulang servikal. Pada kasus
non trauma dan korban tidak sadar, buatlah posisi kepala head tilt dan chin lift
(hiperekstensi) sedangkan pada kasus trauma kepala sampai dada harus terkontrol atau
mempertahankan tulang servikal posisi kepala,maka teknik jaw thrust yang dilakukan.
Pengkajian pada jalan nafas dengan cara membuka mulut korban dan lihat: Apakah
ada vokalisasi, muncul suara ngorok; Apakah ada sekret, darah, muntahan; Apakah ada
benda asing seperti gigi yang patah; Apakah ada bunyi gurgling (adanya sekret,darah),
snoring (pangkal lidah jatuh ke belakang), dan crowing (edema laring). Apabila ditemukan
jalan nafas tidak efektif maka lakukan tindakan untuk membebaskan jalan nafas.

2. PENGKAJIAN BREATHING (PERNAFASAN)


Pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila diperlukan auskultasi
dan perkusi. Inspeksi dada korban: Jumlah, ritme dan tipe pernafasan; Kesimetrisan
pengembangan dada; Jejas/kerusakan kulit; Retraksi intercostalis. Palpasi dada korban:
Adakah nyeri tekan; Adakah penurunan ekspansi paru. Auskultasi: Bagaimanakah bunyi
nafas (normal atau vesikuler menurun); Adakah suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing, pleural friksion rub. Perkusi, dilakukan di daerah thorak dengan hati hati,
beberapa hasil yang akan diperoleh adalah sebagai berikut: Sonor (normal); Hipersonor
atau timpani bila ada udara di thorak; Pekak atau dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.
3. PENGKAJIAN CIRCULATION (SIRKULASI)
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan jantung
dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. Pengkajian sirkulasi
meliputi: Tekanan darah; Jumlah nadi; Keadaan akral: dingin atau hangat; Sianosis;
Bendungan vena jugularis

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut!
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan sakit kepala, nyeri
pada pundak, sedikit sesak, TD = 150/100 mmHg, frekuensi nadi = 100 x/m, Suhu =
36 0C, frekuensi nafas = 28x/m. CRT = 8 detik. GCS = 13.
Dari data diatas buatlah data pengkajian pasien ?

Petunjuk Jawaban Latihan


Klasifikasikan data pengkajian pasien berdasarkan data subjektif dan objektif. Serta
berdasarkan pengkajian Airway, Breathing, dan Circulation

RINGKASAN

Selamat Anda telah menyelesaikan materi pengkajian Airway, Breathing dan


Circulation kegawat daruratan. Dengan demikian sekarang Anda memiliki kompetensi
untuk melakukan pengkajian Airway, Breathing dan Circulation kegawatdaruratan. Dari
materi tersebut ada harus mengingat hal hal penting yaitu :
1. Sebelum Anda melakukan pengkajian keperawatan kedaruratan, Anda wajib
menggunakan pelindung diri (universal precaution) serta mempersiapkan alat alat
pengkajian.
2. Pengkajian keperawatan kedaruratan pada umumnya menggunakan urutan Airway
(jalan nafas), Breathing (pernafasan) dan Circulation (sirkulasi).
3. Pengkajian jalan nafas bertujuan untuk mengetahui dan menilai kepatenan jalan nafas.
4. Pengkajian pernafasan (breathing) bertujuan untuk mengetahui dan menilai fungsi
paru dan oksigenisasi.
5. Pengkajian sirkulasi (circulation) bertujuan untuk mengetahui fungsi jantung dan
pembuluh darah memompa darah keseluruh jaringan.

Selanjutnya Anda diharapkan dapat melakukan pengkajian airway (jalan nafas),


breathing (pernafasan) dan sirkulasi (circulation) di laboratorium.

LATIHAN SOAL
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Seorang pria usia 24 tahun, korban tabrak lari dan dibawa ambulan menuju ruang
emergency. Kondisi korban tidak sadar. Anda sedang praktek dan akan melakukan
pengkajian. Untuk melindungi keamanan diri baik korban maupun Anda, alat-alat
proteksi diri yang diperlukan untuk melakukan pengkajian adalah:
a. Celemek, apron,sarung tangan, masker, kaca mata (goggle), sepatu boot, tutup
kepala.
b. Celemek, tensi meter,sarung tangan, masker, kaca mata (goggle), sepatu boot,
tutup kepala
c. Celemek, apron,sarung tangan, masker, stetoskop, sepatu boot, tutup kepala.
d. Celemek, apron,sarung tangan, masker, kaca mata (goggle), penlight, tutup
kepala.
2. Seorang pria, usia 40 tahun, korban tabrak lari, berada di ruang emergency, keadaan
tidak sadar. Anda sebagai perawat jaga akan melakukan pengkajian kedaruratan. Alat
proteksi diri sudah digunakan. Alat alat pengkajian yang perlu Anda siapkan adalah:
a. Stetoskop, masker, penlight, arloji, pulpen, buku catatan.
b. Stetoskop, sarung tangan, penlight, arloji, pulpen, buku catatan,
c. Stetoskop, celemek, penlight, arloji, pulpen, buku catatan,
d. Stetoskop, tensi meter, penlight, arloji, pulpen, buku catatan.
3. Seorang ibu, usia 50 tahun datang ke ruang emergency. Anda sudah memakai proteksi
diri dan alat-alat pengkajian sudah didekatkan. Anda segera melakukan pengkajian
jalan nafas. Hal yang perlu dikaji pada jalan nafas adalah:
a. Vokalisasi, ada sekret, darah, tekanan darah, benda asing, bunyi stridor.
b. Vokalisasi, ada sekret, nadi, muntahan, benda asing, bunyi stridor.
c. Vokalisasi, ada sekret, darah, muntahan, benda asing, bunyi stridor.
d. Vokalisasi, ada sekret, darah, muntahan, benda asing, retraksi dada.
4. Seorang remaja, usia 20 tahun, korban tabrak lari dibawa ke ruang emergency. Anda
sudah memakai proteksi diri dan alat-alat pengkajian sudah didekatkan. Anda segera
melakukan inspeksi pada breathing.
a. Kesimetrisan pengembangan dada
b. Benda asing di mulut
c. Adanya darah di hidung
d. Adanya lidah yang menyumbat.
5. Seorang remaja, usia 20 tahun, korban tabrak lari dibawa ke ruang emergensi. Anda
telah melakukan inspeksi pada breathing, selanjutnya Anda akan melakukan auskultasi
dengan cara memperhatikan
a. Adanya jejas di dada
b. Pola nafas
c. Bentuk dada
d. Bunyi nafas dada.
6. Seorang laki-laki, 35 tahun, pekerjaan sopir truk. Dibawa ke ruang emergency setelah
mengalami kecelakaan, tubuh terhimpit antara kursi dan setir. Pasien mengeluh sesak
nafas, sesak bertambah hebat. Hasil rongent thorak menunjukkan hasil ada
hemothorak (adanya darah di dalam rongga pleura). Hasil pemeriksaan fisik (perkusi)
thorak/dada didapat hasil:
a. Timpani
b. Hipersonor
c. Dullness
d. Hipertipani
7. Seorang ibu usia 42 tahun, pasien rawat inap di ruang bedah thorak. Saat ini mengeluh
nyeri pada dada depan. Tampak memar pada dada kiri sebelah atas mamae. 2 hari yang
lalu kecelakaan lalu lintas, dadanya terbentur stir mobil yang dikendarainya. Apakah
yang harus perawat kaji untuk memastikan ada tidaknya fraktur pada tulang dada atau
kosta?
a. Adanya nyeri dada pada daerah yang memar
b. Adanya edema pada daerah yang memar
c. Adanya krepitasi pada daerah yang memar
d. Adanya hiperemi pada daerah yang memar

TUGAS MANDIRI
Seorang pria, 25 tahun, terjatuh dari sepeda motor, dibawa ambulan ke ruang emergency.
Anda sebagai perawat jaga, coba anda lakukan di depan pantom yang meliputi:
1. Penggunaan proteksi diri
2. Persiapan alat
3. Pemeriksaan airway
4. Pemeriksaan breathing
5. Pemeriksaan sirkulasi.
TOPIK 2
MANAJEMEN AIRWAY BREATHING

A. PEMASANGAN COLLAR NECK


1. Definisi
Collar servikal/Collar Neck adalah suatu alat ortopedi dari peralatan medis digunakan
untuk menopang medulla spinalis dan kepala klien.
2. Tujuan
a. Membantu mengembalikan posisi medula spinalis seseorang
b. Mengurangi nyeri
c. Menopang leher klien selama proses penyembuhan dari cedera yang
mengakibatkan bergesernya disk spinal dari vertebra klien.

Gambar Collar Neck


3. Langkah-langkah
Memperoleh ukuran yang tepat
a. Ukuran yang benar adalah hal kritikal bagi kesembuhan klien. Collar yang terlalu
pendek mungkin tidak akan menopang dengan cukup baik, sementara terlalu
panjang membuat collar menjadi hiperekstensi. Kuncinya adalah pada jarak
berdasarkan imajinasi tarikan garis melintasi atas bahu, diman collar akan
terpasang dan bagian bawah dagu klien
b. Kunci pada collarnya adalah jarak antara sisi pengikat belakang dan bagian
terbawah plastik keras yang melingkar
c. Ketika klien ditempatkan pada posisi netral, gunakan jari-jari anda untuk
mengukur jarak dari bahu ke dagu
d. Anda dapat menggunakan jari-jari untuk menentukan ukuran stifneck extrication
collar yang lebih mendekati dengan dimensi kunci klien
Pemasangan
Masukkan pengencang pada lubangnya
e. Collar disiapkan dengan memindahkan pengencang hitam (sizing post) pada ujung
cincin teratas di sisi dalam collar lalu tarik pengencang hitam ke dalam lubang
terkecil. Tekan dengan lembut
f. Sebelum pemasangan stifneck collar, tahan kemudian fleksikan collar
g. Fleksikan collar sampai ibu jari anda menyentuh jari-jari yang lain. Ini akan
membentuk collar dalam bentu silinder untuk pengaplikasian segera
Aplikasi yang benar
h. Dengan kepala klien bertopang pada alignment netral, posisikan bagian penahan
dagu dengan mendorong collar keatas menyusuri dinding dada. Pastikan dagu
bertopang dengan benar dan bahwa dagu terekstensikan cukup setidaknya
menutupi pengencang sentral. Kesulitan memposisikan penahan dagu mungkin
mengindikasikan kebutuhan akan collar yang lebih pendek
i. Cek ulang posisi kepala klien dan collar pada alignment yang tepat. Pastikan bahwa
dagu klien setidaknya tertutupi oleh pengencang sentral pada penahan dagu. Jika
tidak, kencangkan collar untuk menopang sesuai kebutuhan. Pilih ukuran yang
lebih kecil jika anda pikir pengencangan kembali collar akan menyebabkan klien
menjadi lebih terekstensi
Aplikasi pada posisi supine
j. Jika klien dalam posisi supine, mulai dengan melingkarkan bagian belakang collar
di belakang leher klien. Pastikan untuk melipat loop velcro pada bagian atas
balutan busa untuk mencegah lipatan kulit yang dapat membatasi
kemampuannya. Sekali loop velcro terlihat, pusatkan perhatian anda untuk
memposisikan penahan dagu dan pasang velcro dalam dua tahap
Aplikasi pada posisi alternatif supine
k. Suatu alternatif untuk memulai memberi posisi penahan dagu dan kemudian
lingkarkan bagian belakang collar di belakang leher klien
l. Sekali diposisikan, tahan collar dengan menggunakan pengait. Anda dapat
menghindari menekan leher dengan menggunakan pengait sebagai titik pusat
ketika pertama kali menarik secara lateral untuk mengencangkan dan memasang
loop velcro di depan sehinggan terfiksasi dan juga paralel dengan ujung velcro.
Pastikan untuk mempertahankan posisi aligment netral selama melalui prosedur
ini.

B. JALAN NAPAS BUATAN (Artificial Airways)


Cara lain untuk mempertahankan jalan nafas bebas yaitu dengan cara jalan nafas
buatan (artificial airway) dimana alat dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior
Alat bantu jalan nafas ini digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-
angkat dagu tidak berhasil mempertahankan jalan nafas atas terbuka. Pipa orofaring
digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh
ke belakang yang dapat menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar.
Pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk
pemasangan OPA
Ukuran Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90
mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Gambar Oropharingeal Airway (OPA)


PEMASANGAN

Gambar Cara Pemasangan OPA

1. Nasopharingeal Airway (NPA)


a. Tidak seperti alat bantu jalan nafas orofarings, alat bantu jalan nafas nasofarings
dapat digunakan pada pasien yang sadar atau setengah sadar, jadi yang masih
mempunyai refleks batuk dan muntah.
b. Alat ini berbentuk pipa dari plastik yang lembut dan tidak berbalon yang
berfungsi sebagai jalan aliran udara antara lubang hidung dan farings
c. Indikasi lain penggunaan NPA adalah bila ditemui kesulitan pada penggunaan
OPA seperti adanya trauma di sekitar mulut atau trismus
d. Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke
lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan
adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang
diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan
digunakan pada pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan
melalui hidung (nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus
dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien
dengan anestesi ringan.

Gambar Pemasangan Nasopharingeal Tube


2. Laringeal Mask Airway (LMA)
a. LMA merupakan pipa yang ujungnya berbentuk sungkup dengan balon yang
bisa dikembangkan.
b. LMA dimasukkan ke dalam farings tanpa laringoskop sampai terasa ada
tahanan.
c. Adanya tahanan ini menunjukkan ujung distal pipa sampai pada hipofarings dan
balon segera dikembangkan sehingga mendorong sungkup menutupi
pembukaan trakea dan menjadikan tidak ada kebocoran
d. Pemberian ventilasi terjadi lewat lubang yang ada pada bagian tengah sungkup
LMA

Gambar Laringeal Mask Airway (LMA)

C. PENANGANAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS


1. Pendahuluan
Sumbatan jalan napas merupakan gangguan pada jalan napas yang dapat diatasi
namun jarang terjadi dan berpotensi menimbulkan kematian bila tidak mendapatkan
penatalaksanaan yang benar. Orang yang tidak sadarkan diri mudah mengalami
sumbatan jalan napas, baik yang disebabkan oleh lidah ataupun benda asing.
Penatalaksanaan yang baik merupakan kunci untuk mencegah kematian akibat
sumbatan jalan napas. Kasus sumbatan jalan napas pada dewasa umumnya terjadi
pada saat makan. Sedangkan pada bayi atau anak, keadaan tersebut terjadi pada saat
makan atau sedang bermain walaupun sudah diawasi oleh orang tua atau pengasuh
anak.
2. Pengenalan sumbatan jalan napas oleh benda asing pada dewasa
Karena pengenalan sumbatan jalan napas akibat benda asing merupakan kunci
utama untuk kesuksesan penatalaksanaan, maka penolong harus bisa membedakan
keadaan tersebut dengan pingsan, serangan jantung, kejang atau kondisi lainnya
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan mendadak, sianosis atau penurunan
kesadaran.
Sumbatan yang disebabkan oleh benda asing bisa bersifat ringan atau berat,
bergantung dari seberapa besar sumbatan yang terjadi. Bila penolong menjumpai
penderita memberikan tanda-tanda sumbatan jalan napas yang berat, maka
pertolongan harus segera dilakukan. Tanda-tanda sumbatan jalan napas yang
terganggu antara lain pertukaran udara yang buruk serta diikuti dengan kesulitan
bernapas yang meningkat seperti batuk tanpa suara, sianosis atau tidak bisa bicara.
Kadangkala penderita memperagakan cekikan dilehernya. Apakah dia tersedak? Bila
penderita menjawab dengan anggukan berarti penderita mengalami sumbatan jalan
napas yang berat.
3. Penatalaksanaan sumbatan jalan napas oleh benda asing pada dewasa
Yang harus diutamakan adalah pengenalan terhadap gejala sumbatan berat oleh
benda asing, karena tindakan tersebut memerlukan penatalaksanaan segera untuk
mencegah terjadinya kematian.
a. Penatalaksanaan penderita tidak sadarkan diri
1) Segera aktifkan sistem layanan gawat darurat, panggil bantuan
2) Segera baringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali. Bila mulut penderita
terbuka, segera periksa mulut penderita apakah benda asing sudah bisa
dikeluarkan atau belum. Bila belum bisa dikeluarkan terus lakukan kompresi
jantung. Kompresi ini bertujuan untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat jalan napas dan tujuan sekundernya untuk membantu sirkualsi.
3) Teknik blind finger sweep tidak direkomendasikan lagi untuk mengeluarkan
benda asing pada sumbatan jalan napas. Bila benda asing yang padat sudah
bisa terlihat, maka benda asing boleh dikeluarkan secara manual.
b. Penatalaksanaan penderita sadar
1) Sumbatan ringan atau partial obstruction
Bila penderitan masih bisa berbicara dan hanya mengalami sumbatan ringan,
maka penolong merangsang penderita untuk batuk tanpa melakukan
tindakan dan terus mengobservasi.
2) Sumbatan berat atau total obstruction
Penolong bertanya kepada penderita, apa yang terjadi. Setelah yakin dengan
kondisi penderita selanjutnya penolong melaukan abdominal thrust dengan
cara sebagai berikut:
- Penolong berdiri di belakang penderita, kemudian lingkarkan kedua lengan
pada bagian atas abdomen
- Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan letakkan
diantara umbilikus dan iga
- Raih kepalan tangan tersebut dengan lengan yang lain dan tarik ke dalam
dan atas secara mendadak sebanyak 5 kali. Bila tersebut gagal, lakukan
kembali 5 abdominal thrust berulang-ulang sampai sumbatan berhasil
dikeluarkan atau penderita tidak sadarkan diri.

Gambar Manuver Abdominal Thrust

4. Sumbatan jalan napas oleh benda asing pada bayi dan anak
Panduan terbaru yang dikeluarkan American Heart Association tidak terdapat
perbedaan dengan panduan sebelumnya. Namun, pedoman yang dilakukan untuk
dewasa tidak bisa diterapkan pada bayi dan anak. Umumnya benda asing yang
menyebabkan sumbatan jalan napas pada anak adalah benda cair, diikuti benda asing
yang bersifat padat seperti kancing, mainan atau makanan padat.
Tanda anak bila mengalami sumbatan jalan napas adalah menangis sambil diikuti
refleks batuk untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Batuk merupakan refleks
yang aman untuk mengeluarkan benda asing pada anak dibanding maneuver yang
lain.
5. Penatalaksanaan sumbatan jalan napas oleh benda asing pada bayi dan anak
a. Penatalaksanaan pada penderita sadar
1) Tindakan back blows bisa dilakukan untuk bayi atau anak. Cara melakukannya
sebagai berikut:
- Posisikan bayi atau anak dengan posisi kepala mengarah ke bawah
supaya gaya gravitasi dapat membantu pengeluaran benda asing
- Penolong berlutut atau duduk, dapat menopang bayi di pangkuannya
dengan lebih aman saat melakukan tindakan
- Untuk bayi, topang kepala dengan menggunakan ibu jari di satu sisi
rahang dan rahang yang lain menggunakan satu atau dua jari dari tangan
yang sama. Jangan sampai menekan jaringan lunak dibawah rahang,
karena akan menyebabkan sumbatan jalan napas kembali. Sedangkan
untuk anak berusia diatas 1 tahun, kepala tidak perlu ditopang secara
khsusus.
- Lakukan 5 hentakan back blows secara kuat dengan menggunakan
telapak tangan di tengah punggung. Tujuan tindakan tersebut untuk
mengupayakan sumbatan benda asing terlepas setelah satu hentakan,
bukan karena akumulasi ke-5 hentakan
- Bila gagal, dilakukan tindakan selanjutnya yaitu chest thrust pada bayi
dan abdominal thrust pada anak berusia diatas 1 tahun

Gambar Manuver Back Blows Pada Bayi

2) Tindakan chest thrust


- Tindakan tersebut dilakukan dengan memposisikan bayi dengan kepala di
bawah dan posisi telentang. Tindakan ini akan lebih aman bila penolong
meletakkan punggung bayi di lengan yang bebas serta menopang ubun-
ubun dengan tangan
- Topang peletakkan bayi pada lengan dengan menggunakan bantuan paha
penolong
- Identifikasi daerah yang akan dilakukan tekanan (bagian bawah sternum).
Kemudian lakukan chest thrust. Tindakan ini mirip dengan kompresi dada
pada bantuan hidup dasar, namun lebih lambat dan lebih menghentak
sebanyak 5 kali. Bila benda asing belum keluar tindakan diulang kembali
dari awal

Gambar Manuver Chest Thrust Pada Bayi


3) Abdominal thrust
- Tindakan ini dilakukan hanya untuk anak yang berumur diatas 1 tahun.
Cara melakukannya dengan berdiri atau berlutut di belakang penderita.
Letakkan lengan penolong dibawah lengan penderita serta mengelilingi
pinggangnya
- Kepalkan tangan penolong serta letakkan antara umbilikus dan strenum
- Raih kepalan tersebut dengan tangan yang lain serta hentakkan ke arah
atas dan belakang (arah tubuh penderita)
- Lakukan sebanyak 5 kali, serta pastikan bahwa tindakan yang dilakukan
tidak mengenai prosesus xifoideus atau iga bagian bawah. Bila benda sing
tidak berhasil dikeluarkan maka tindakan tersebut diulang kembali
- Karena risiko trauma yang terjadi, setiap penderita yang dilakukan
abdominal thrust harus diperiksa dokter

Gambar Manuver Abdominal Thrust Pada Anak

b. Penatalaksanaan pada penderita tidak sadarkan diri


Segera aktifkan sistem layanan gawat darurat, berikan kompresi sebanyak 30 kali,
tidak diperlukan untuk memeriksa nadi, dilanjutkan dengan pemberian 2 napas
bantuan. Usahakan untuk memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut
penderita terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan untuk
dikeluarkan sebaiknya dikeluarkan

LATIHAN PRAKTEK
Coba praktekan bersama teman:
1. Pemasangan collar neck
2. Pemasangan OPA
3. Penanganan obstruksi jalan napas

LATIHAN SOAL
1. Seorang laki-laki berusia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas tabrakan motor
dengan motor, korban tidak menggunakan helm dan terlempar beberapa meter.
kemudian dibawa ke UGD oleh keluarganya. Hasil pemeriksaan didapatkan tingkat
kesadaran kompos mentis, ada jejas di atas klavikula, TD 100/80 mmhg, frekuensi nadi
90x/menit, frekuensi napas 28x/menit.
Manakah tindakan yang akan dilakukan pada pasien tersebut?
a. Pasang collar neck
b. Lakukan cross finger
c. Lakukan head tilt chin lift
d. Lakukan tindakan suctioning
e. Pasang mayo/ oro pharingeal airways
2. Seorang perempuan berusia 45 tahun mengalami kecelakaan, kemudian dibawa ke
UGD oleh keluarganya. Hasil pemeriksaan didapatkan tingkat kesadaran somnolen,
suara napas snoring, TD 100/80 mmhg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi napas
28x/menit.
Manakah tindakan yang akan dilakukan pada pasien tersebut?
a. Lakukan cross finger
b. Berikan terapi oksigen
c. Lakukan head tilt chin lift
d. Lakukan tindakan suctioning
e. Pasang mayo/ oro pharingeal airways
3. Seorang bayi perempuan berusia 3 bulan dibawa ibunya ke ruang unit gawat darurat,
pasien mengalami sumbatan jalan napas total. Hasil pengkajian didapatkan warna kulit
mulai terlihat kebiru-biruan, dan kesadaran pasien mulai menurun.
Manakah tindakan selanjutnya yang harus dilakukan?
a. Chest trust
b. Abdominal trust
c. Heimlich manuveur
d. Cek kesadaran pasien
e. Berikan terapi oksigen
4. Seorang perempuan berusia 35 tahun dibawa ke ruang unit gawat darurat, pasien
mengalami sumbatan jalan napas total. Hasil pengkajian didapatkan warna kulit mulai
terlihat kebiru-biruan, dan kesadaran pasien mulai menurun.
Manakah tindakan selanjutnya yang harus dilakukan?
a. Chest trust
b. Abdominal trust
c. Cek kesadaran pasien
d. Berikan terapi oksigen
e. Anjurkan batuk efektif
TOPIK 3
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

A. BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA


1. Definisi
Bantuan hidup dasar pada dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana
yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum diberikan
tindakan pertolongan medis lanjutan.
2. Tujuan
Memberikan bantuan sirkulasi dan pernapasan yang adekuat sampai keadaan henti
jantung teratasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal.
3. Indikasi
a. Henti jantung
b. Henti napas
4. Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar
Urutan pelaksanaan bantuan hidup dasar yang benar akan memperbaiki tingkat
keberhasilan. Berdasarkan panduan hidup dasar yang dikeluarkan oleh American
Heart Association dan European Society of Resuscitation, pelaksanaan bantuan hidup
dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat adrurat dan
dilanjutkan dengan tindakan pertolongan yang diawali denga Circulation-Airway-
Breathing-Defibrilator (CABD).

Gambar Mata Rantai Keberhasilan/The Chain Of Survival

a. Pastikan terbebas dari Danger/Bahaya (Penolong, Lingkungan dan Korban)


Pastikan oleh penolong bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan,
yakni dengan cara memakai Alat Pelindung Diri (APD) misalnya masker dan sarung
tangan. Selain itu pastikan lingkungan sekitar aman. Lingkungan di sini harus
memungkinkan penolong dapat memberikan pertolongan kepada korban. Yang
terakhir yang dipastikan harus aman yakni korban. Korban harus aman dari bahaya
yang ada di lingkungan sekitar tempat kejadian.
b. Penilaian respons
Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman
untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara
menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil
penderita.
Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita, yaitu:
- Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan,
maka usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan
atau diposisikan ke posisi mantap sambil terus melakukan pemantauan
tanda-tanda vital sampai bantuan datang
- Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernapas atau bernapas
tidak normal (gasping), maka penderita dianggap mengalami keadaan henti
jantung. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi
sistem layanan gawat darurat
c. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat
Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan
respons, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon
sistem layanan gawat darurat, bila tidak ada orang maka sebaiknya penolong
menelepon sistem layanan gawat darurat dan menjelaskan lokasi penderita,
kondisi penderita, serta bantuan yang telah diberikan.
d. Kompresi jantung (circulation)
Sebelum melakukan kompresi dada, penolong harus melakukan pemeriksaan
awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan
dilakukan pertolongan. Pemeriksaannya dengan melakukan perabaan denyut
arteri karotis dalam waktu maksimal 10 menit. Pemeriksaan arteri karotis
dilakukan dengan memegang leher penderita dan mencari trakea dengan 2-3 jari.
Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai menemukan batas
trakea dengan otot samping leher (tempat arteri karotis berada).
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada
setengan bawah dinding sternum.
Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan meningkatkan tekanan
intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang
perlu diperhatikan yaitu:
- Penderita dibaringkan ditempat yang datar dan keras
- Tentukan lokasi kompresi di mid sternum dengan cara meletakkan telapak
tangan yang telah saling berkaitan dibagian setengah bawah dinding sternum

Gambar Posisi Penolong dalam Prosedur Kompresi Jantung


- Melakukan kompresi dada pada kecepatan 100-120x/menit
- Kedalaman minimal 5 cm (2 inchi)
- Rekoil penuh setelah setiap kali kompresi dan meminimalkan jeda dalam
kompresi.
- Memberikan ventilasi yang cukup (2 nafas bauatan setelah 30 kompresi,
setiap napas buatan diberikan lebih dari 1 detik, setiap kali diberikan dada
akan terangkat.
- Penolong terlatih tanpa alat bantu napas lanjutan melakukan kompresi dan
ventilasi dengan perbandingan 30 kompresi : 2 Ventilasi.

Gambar BHD Dua Penolong

e. Airway
Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan
melemah termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan lidah dan epiglotis terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan
napas. Jalan napas dapat dibuka oleh penolong dengan metode:
- Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat
dagu). Tindakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami
gangguan/trauma tulang leher.

Gambar Manuver Head Tilt Chin Lift

- Bila penderita dicurigai mengalami trauma leher, maka tindakan untuk


membuka jalan napas dilakukan dengan cara menekan rahang bawah ke arah
belakang (jaw thrust)

Gambar Manuver Jaw Thrust

Setelah dilakukan tindakan membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah


dengan pemberian napas bantuan. Tindakan pembersihan jalan napas, serta
maneuver look, listen and feel tidak dikerjakan lagi kecuali jika tindakan
pemberian napas bantuan tidak menyebabkan paru berkembang secara baik.
f. Breathing (ventilasi)
Tindakan pemberian napas bantuan kepada penderita henti jantung setelah satu
siklus kompresi selesai dilakukan (30 kali kompresi). Pemberian napas bantuan
bisa dilakukan dengan metode:
1) Mulut ke mulut (mouth to mouth)
Metode ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen yang
dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Caranya yaitu:
- Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilajutkan dengan menjepit
hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan
- Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan lambat, setiap
tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat.
- Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut
penderita, lihat apakah dada penderita turun waktu ekshalasi

2) Mulut ke hidung (mouth to nose)


Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan,
misalnya karena trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai
chin lift, kemudian hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke mulut.
Buka mulut penderita waktu ekhalasi.
3) Mulut ke sungkup
Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan di atas dan
melingkupi mulut dan hidung penderita. Sungkup ini terbuat dari plastik
transparan sehingga muntahan dan warna bibir penderita dapat terlihat.
Cara melakukan pemberian napas mulut ke sungkup, yaitu:
- Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu
jari
- Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust, tekan sungkup ke muka penderita,
kemudian hembuskan udara melalui lubang sungkup sampai dada
terangkat
- Hentikan hembusan dan amati turunnya pergerakan dinding dada
4) Dengan kantung pernapasan
Alat ini dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka. Volume kantung napas ini 1600ml. Alat ini
digunakan untuk pemberian napas bantuan dengan disambungkan ke sumber
oksigen. Bila alat tersebut disambungkan ke sumber oksigen maka kecepatan
aliran oksigen bisa sampai 12 L/menit. Penolong hanya memompa sekitar
400-600ml (6-7ml/kg) dalam 1 detik ke penderita. Bila tanpa oksigen
dipompakan 10ml/kg BB penderita dalam 1 detik.
Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan napas dan
meletakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C Clamp (bila seorang
diri), yaitu jari-jari ketiga, ke empat dan kelima membentuk huruf E dan
diletakkan dibawah rahang bawah untuk mengekstensi dagu dan rahang
bawah, ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C untuk mempertahankan
sungkup di muka penderita. Tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang
faring dan membuka jalan napas.
- Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan telunjuk melingkari pinggir sungkup
dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C Clamp), tangan yang
lain memompa kantung napas sambil melihat dada terangkat.
- Bila dengan 2 penolong, 1 penolong pada posisi diatas kepala penderita
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah
agar tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang
lain mengangkat rahang bawah dengan mengeskstensikan sambil melihat
pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan memompa kantung
sampai dada terangkat.

Gambar Posisi Tangan dalam Bantuan Pernafasan dengan Bantuan Kantung Pernafasan

5. Komplikasi
a. Aspirasi regurgitasi
b. Fraktur kosta-sternum
c. Pneumotoraks, hematoraks, kontusio paru
d. Laserasi hati atau limpa
B. BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK DAN BAYI
1. Pendahuluan
Bantuan hidup dasar yang diberikan pada anak dan bayi berbeda dengan yang
dilakukan untuk orang dewasa.
2. Sebab-sebab henti jantung pada anak
a. Kegawatan napas yang tidak dikelola dengan benar
b. Akibat penyakit atau trauma
c. Masalah gangguan irama jantung primer jarang pada anak umur kurang dari 8
tahun
3. Pelaksanaan bantuan hidup dasar
Secara garis besar, prinsip pertolongan bantuan hidup dasar baik dewasa atau anak
harus dikerjakan secara berurutan. Namun yang sangat diperhatikan mengenai cara
pemberian bantuan hidup dasar adalah jumlah penolong dan adanya usaha napas
atau tidak. Untuk anak usia > 8 tahun pertolongan sama dengan dewasa.

Gambar Pediatric Chain of Survival

a. Pastikan terbebas dari Danger/Bahaya (Penolong, Lingkungan dan Korban)


Pastikan oleh penolong bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan
pertolongan, yakni dengan cara memakai Alat Pelindung Diri (APD) misalnya
masker dan sarung tangan. Selain itu pastikan lingkungan sekitar aman.
Lingkungan di sini harus memungkinkan penolong dapat memberikan
pertolongan kepada korban. Yang terakhir yang dipastikan harus aman yakni
korban. Korban harus aman dari bahaya yang ada di lingkungan sekitar tempat
kejadian.
b. Penilaian respons
Penilaian respon pada anak dilakukan setelah penolong yakin bahwa tindakan
yang dilakukan bersifat aman bagi penolong dan anak yang ditolong. Pertama
kali yang diperiksa adalah apakah penderita tersebut memberikan respons
terhadap rangsangan dengan memanggil dan menepuk atau menggoyangkan
penderita sambil memperhatikan apakah ada tanda-tanda trauma pada anak
tersebut.
c. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat
Bila penderita tidak memberikan respons dan penolong lebih dari satu orang,
minta tolong kepada orang terdekat untuk menelepon sistem layanan gawat
darurat dan mengambil AED. Bila penolong seorang diri dan henti jantung
disaksikan/mendadak baru terjadi, segera aktifkan sistem layanan gawat darurat
dan ambil AED bila tersedia. Bila penolong seorang diri dan henti jantung tidak
disaksikan lakukan RJP selama 2 menit lalu aktifkan sistem layanan gawat darurat
dan ambil AED.
d. Kompresi jantung (circulation)
Pemeriksaan denyut nadi pada bayi dan anak sebelum melakukan kompresi tidak
mudah dilakukan. Pemeriksaan arteri besar pada bayi tidak dilakukan pada arteri
karotis melainkan pada arteri brakhialis atau arteri femoralis. Sedangkan untuk
anak dengan usia lebih dari satu tahun dapat dilakukan mirip pada orang dewasa.
Kompresi dilakukan segera pada anak dan bayi yang tidak sadarkan diri, tidak ada
denyut nadi serta tidak bernapas. Yang menjadi perbedaan dalam melaksanakan
kompresi adalah teknik kompresi pada bayi yang menggunakan teknik kompresi
2 jari atau 2 ibu jari sedangkan pada anak yang berumur kurang dari 8 tahun
dengan teknik satu tangan.
1) Kompresi dada pada anak umur 1-8 tahun
- Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan
jari-jari pada tulang iga anak
- Menekan dada minimal dari sepertiga diameter anteroposterior dada
atau sekitar 5 cm dengan kecepatan 100-120 kali per menit
- Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas
bantuan sampai dada terangkat (1 penolong)
- Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15:2 (2 penolong)

2) Kompresi dada pada bayi


- Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum, lebar 1 jari
berada di tengah garis intermamari.
- Menekan dada minimal dari sepertiga diameter anteroposterior dada
atau sekitar 4 cm dengan kecepatan 100-120 kali per menit
- Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas
bantuan sampai dada terangkat (1 penolong)
- Kompresi dan napas bantuan dengan rassio 15:2 (2 penolong)

Gambar Kompresi Jantung dan Bantuan Ventilasi pada Bayi

e. Airway dan Breathing (ventilasi)


Setelah melakukan 30 kompresi (untuk 1 penolong) atau 15 kompresi (untuk 2
penolong), maka diberikan 2 napas bantuan. Teknik pemberian napas bantuan
pada anak serupa dengan teknik pada dewasa. Namun harus diperhatikan
pemberian volume pernapasan tidak berlebihan jika memberikan bantuan napas
dengan kantong pernapasan untuk mencegah pneumotoraks.
f. Posisi mantap pada anak dan bayi
Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan (ROSC : Return of
Spontaneous Circulation), maka bayi atau anak tersebut dibaringkan ke dalam
posisi mantap.
Untuk anak umur 1-8 tahun, posisi mantap yang dilakukan serupa dengan
dewasa. Untuk bayi langkah yang dilakukan adalah :
- Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga perut dan dada bayi
dengan kepala bayi terletak lebih rendah
- Usahakan tidak menutupi mulut dan hidung bayi
- Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan pernapasan
sampai pertolongan medis datang.
C. BANTUAN HIDUP DASAR PADA IBU HAMIL
Resusitasi pada ibu hamil memerlukan penanganan khusus. Selama kehamilan normal
terjadi peningkatan cardiac output sebesar 50%. Denyut jantung ibu, isi sekuncup, dan
kebutuhan oksigen tentu akan naik. Jika korban dalam posisi telentang uterus yang
gravid akan menekan vena kava inferior, vena iliaka, dan aorta abdominalis dan akan
mengakibatkan penurunan cardiac output sebesar 25%. Kasus potensial yang dapat
menyebabkan henti jantung pada kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Cairan emboli dari amnion
2. Eklamspsia
3. Keracunan obat
Henti jantung sendiri mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit yang dialami
oleh penderita tersebut, termasuk kardiomiopati kongestif, diseksi aorta, emboli paru,
perdarahan akibat kehamilan yang berhubungan dengan kondisi patologis. Untuk
mencegah henti jantung pada wanita hamil, jika memungkinkan letakkan penderita
pada posisi lateral kiri. Hal ini akan mengurangi tekanan pada vena kava inferior dan
mungkin menaikkan volume darah yang menuju ke jantung. Kompresi dada lebih efektif
jika penderita dimiringkan ke kiri.

Gambar Posisi Pasien Hamil pada Saat Kompresi Jantung

PENTING UNTUK DIINGAT: KAPAN RJP DIHENTIKAN !!

Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan


Ada penolong yang lebih bertanggung jawab
Penolong lelah atau sudah 30 menit tidak ada respon,
Adanya DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)
Adanya tanda kematian yang irreversibel.

PENTING UNTUK DIINGAT : KAPAN RJP TIDAK DILAKUKAN !!

Tanda kematian : rigormortis


Sebelumnya dengan fungsi vital yang sudah sangat jelek
dengan terapi maksimal
Bila menolong korban akan membahayakan penolong

LATIHAN PRAKTEK
Coba praktekan RJP pada Dewasa, anak dan bayi pada phantom.

LATIHAN SOAL
1. Urutan tindakan dalam melakukan tindakan resusitasi jantung paru pada klien yang
mengalami henti jantung dan henti nafas adalah :
a. D – R – B – A – C
b. D – R – A – B – C
c. D – R – C – A – B
d. R – D – A – B – C
e. R – D – C – A – B
2. Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ke ruang unit gawat darurat, tiba-tiba
pasien mengalami henti napas dan henti jantung. Perawat memakai alat pelindung diri,
kemudian mengecek respon pasien dan mengaktifkan sistem emergency, Manakah
tindakan selanjutnya yang harus dilakukan?
a. Mengecek nadi karotis pasien
b. Mengecek nadi brachialis pasien
c. Memberikan bantuan nafas sebanyak 2 kali
d. Melakukan kompresi jantung sebanyak 30 kali
e. Membuka jalan napas dengan teknik head tilt chin lift
3. Seorang laki-laki berusia 33 tahun dibawa ke ruang unit gawat darurat karena menelan
biji rambutan. Tiba-tiba pasien mengalami penurunan kesadaran. Hasil pemeriksaan
pasien mengalami henti napas dan henti jantung. Perawat langsung melakukan tindakan
resusitasi jantung paru (RJP). Dimanakah posisi tangan perawat tersebut?
a. Mid sternum
b. Seper tiga sternum
c. Bagian atas sternum
d. Intercosta ke empat
e. Procesus xifoideus
4. Seorang laki-laki berusia 39 tahun dibawa ke ruang unit gawat darurat karena serangan
jantung. Tiba-tiba pasien mengalami penurunan kesadaran. Hasil pemeriksaan pasien
mengalami henti napas dan henti jantung. Perawat langsung melakukan tindakan
resusitasi jantung paru (RJP). Berapakah kedalaman pijatan tangan perawat tersebut?
a. 1 cm
b. 2 cm
c. 3 cm
d. 4 cm
e. 5 cm
5. Seorang perempuan berusia 35 tahun dibawa ke ruang unit gawat darurat dalam
keadaan tidak sadarkan diri. Pada saat dikaji pasien mengalami henti napas henti
jantung, perawat melakukan tindakan resusitasi jantung paru. Berapakah kecepatan
minimal melakukan kompresi dalam waktu satu menit?
a. 10-30 x/menit
b. 30-60x/menit
c. 60-100x/menit
d. 100-120x/menit
e. 120-140x/menit
6. Seorang laki-laki berusia 45 tahun dibawa ke ruang unit gawat darurat karena serangan
jantung. Tiba-tiba pasien mengalami penurunan kesadaran. Hasil pemeriksaan pasien
mengalami henti napas dan henti jantung. Dua orang perawat langsung melakukan
tindakan resusitasi jantung paru (RJP). Berapakah rasio kompresi dan ventilasi yang
diberikan?
a. 3 kompresi dan 1 ventilasi
b. 15 kompresi dan 1 ventilasi
c. 15 kompresi dan 2 ventilasi
d. 30 kompresi dan 1 ventilasi
e. 30 kompresi dan 2 ventilasi
TOPIK 4
INITIAL ASSESSMENT
(PENILAIAN DAN PENGELOLAAN AWAL PASIEN TRAUMA)

A. PENGERTIAN
Initial assessment merupakan suatu bentuk penilaian awal kondisi korban/pasien
yang dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga tim medis baik dokter atau perawat
yang melakukan initial assessment harus mempunyai kecakapan dan ketrampilan
khusus dalam menilai kondisi awal pasien tersebut. Inti dari initial assessment ini antara
lain adalah primary survey, secondary survey dan penanganan definitive (menetap).
Primary survey dan secondary survey ini harus selalu dilakukan berulang untuk
menentukan adanya penurunan kondisi pasien, sehingga dapat segera memberikan
resusitasi yang diperlukan.

B. PERSIAPAN
Pada tahap persiapan dibagi menjadi 2 keadaan yaitu: Fase pertama adalah tahap
pra-rumah sakit. Sedangkan fase yang kedua adalah fase rumah sakit.
Dalam setiap tahap tentu berbeda persiapannya.
1. Tahap pra-rumah sakit.
Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat menstabilisaai,
fiksasi, & transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter
maupun perawat di RS yang dituju.
2. Tahap rumah sakit.
Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien sehingga
dapat dilakukan tindakan & sesusitasi dslam waktu yang cepat. Serta data2 dalam
tahap pra-rumah sakit juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian, mekanisme
kejadian, serta riwayat pasien.

C. PRIMARY SURVEY
Sebelum melakukan tindakan ke pasien terlebih dulu pakai APD karena kita harus
tanamkan prinsip 3A yaitu Aman diri, aman lingkungan, & aman pasien.
Setelah memakai APD lalukan cek respon pasien dengan cara memanggil nama,
menepuk bahu, rangsang nyeri. Agar kita dapat mengetahui sejauh mana respon pasien
terhadap rangsang suara & rangsang nyeri, bahkan pasien tidak respon sama sekali.

Tabel Tahapan Initial Assessment


Primary Cara pemeriksaan dan Data Tindakan
Survey Yang ditemukan
Airway & Gurgling Miringkan, suction, finger sweep
Cervical
Control. Snoring Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA
Crowing Airway definitif, intubasi, needle
cricothiroidotomi
Trauma leher Jaw trust dan pasang collar neck
Breathing &  Inspeksi: untuk melihat
Terapi ekspansi pernafasan.
Oksigen  Auskultrasi: untuk
memastikan masuknya
udara kedalam paru.
 Perkusi: untuk menilai
adanya udara/darah di
dalam rongga pleura.
 Palpasi: untuk
mengetahui apakah ada
kelainan pada dinding
dada yang mungkin dapat
mengganggu ventilasi.
Nafas sesak Berikan terapi oksigen
Open pneumotoraks Tutup rapat menggunakan Kassa tiga sisi
kemudian lakukan WSD
Tension Pneumotoraks Needle torakosintesis sela iga 2 dan WSD
Hemotoraks WSD dan infuse 2 liter kemudian siapkan
transfuse darah
Circulation Perdarahan  Meninggikan ekstremitas/daerah yang
& control luka 45 derajat
perdarahan  Cari sumber perdarahan dan hentikan
dengan balut tekan
 Berikan cairan kristaloid RL
 Transfusi darah tipe spesifik
Fraktur Lakukan pembidaian
Disability & Tingkat Kesadaran  Tingkat kesadaran menggunakan AVPU
lateralisasi atau GCS
 Reaksi Pupil
 Motorik dari masing-masing anggota
gerak
Eksposure membuka semua pakaian  dipakaikan selimut yang hangat,
pasien untuk mencari  ruangan yang cukup hangat
apakah ada sumber  serta diberikan cairan vena yang sudah
perdarahan ataukah dihangatkan
terdapat luka yang lain  Lakukan log roll untuk melihat bagian
belakang
D. SECONDARY SURVEY
1. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
2. Pemeriksaan fisik Head to toe
3. Pemeriksaan semua lubang (telinga, hidung, mulut, anus, uretra)
4. Anamnesa KOMPAK (Keluhan, Obat Terakhir yang dikonsumsi, Makanan terakhir
yang di konsumsi, Penyakit sebelumnya yang diderita, Alergi obat atau makanan,
Kejadiannya seperti apa dan bagaimana)
5. Pemeriksaan diagnostik
6. Rujukan ke tempat yang lebih baik
TOPIK 5
PEMBIDAIAN

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan


kepada orang yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa,
menghindari cedera atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan.
Ekstremitas yang mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai(Splint atau
spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan
untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan
mencegah timbulnya rasa nyeri.
Tanda tanda fraktur atau patah tulang :
- Bagian yang patah membengkak (oedema).
- Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).
- Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.
- Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).

A. TUJUAN PEMBIDAIAN
1. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
2. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian
distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
3. Mengurangi nyeri
4. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
5. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

B. MACAM-MACAM
BIDAI
1. Splint
improvisasi
a. Tongkat: payung, kayu, koran, majalah
b. Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah
atau lengan dengan badan.
2. Splint konvensional
a. Universal splint extremitas atas dan bawah
Gambar Splint konvensional

C. PERSIAPAN PEMBIDAIAN
1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status vaskuler dan
neurologis serta jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.

D. ALAT ALAT POKOK YANG DIBUTUHKAN UNTUK PEMBIDAIAN


1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.

E. PRINSIP PEMBIDAIAN
1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di sebelah
proksimal dan distal fraktur.
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa adanya luka
terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler dan
neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan sesudah pembidaian.
4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai patah atau
dislokasi).
6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat
bahaya. Jangan menambahkan gerakan pada area yang sudah dicurigai adanya fraktur ( Do
no harm).
7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.
F. SYARAT-SYARAT PEMBIDAIAN
1. Siapkan alat alat selengkapnya.
2. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada anggota
badan kontralateral korban yang sehat.
4. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Penggunaan bidai , jumlah 2 bidai saja diperbolehkan , tetapi 3 bidai akan lebih baik dan

pergerakan atau nyeri pada pasien

G. PROSEDUR PEMBIDAIAN
1. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.
2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai.
3. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi kontralateral
pasien yang tidak mengalami kelainan.
4. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang yang
patah
7. Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.

H. CONTOH PENATALAKSANAAN KASUS FRAKTUR


1. Fraktur humerus (patah tulang lengan atas).
Pertolongan :
- Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap ke dalam.
- Pasang bidai dari siku sampai ke atas bahu.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan bawah digendong.
- Jika siku juga patah dan tangan tak dapat dilipat, pasang spalk ke lengan bawah dan
biarkan tangan tergantung tidak usah digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur humerus


2. Fraktur Antebrachii (patah tulang lengan bawah).
Pertolongan:
- Letakkan tangan pada dada.
- Pasang bidai dari siku sampai punggung tangan.
- Ikat pada daerah di atas dan di bawah tulang yang patah.
- Lengan digendong.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur antebrachii kondisi pasien datang dalam keadaan sudah elbow flexi, sehingga
tidak boleh meluruskan elbow nya. Cukup dilakukan bidai langsung melewati 2 sendi wrist dan elbow pada kondisi
elbow flexi dan bisa ditambahkan mitella tanpa mengangkat lengan bawahnya
Gambar Pemasangan sling / Mitella untuk menggendong lengan yang cedera, seperti pada kasus fraktur antebrachii
yg telah dipasang bidai pada posisi elbow flexi atau fraktur clavicula yg belum dipasang ransel verban

3. Fraktur clavicula (patah tulang selangka).


a) Tanda-tanda patah tulang selangka :
- Korban tidak dapat mengangkat tangan sampai ke atas bahu.
- Nyeri tekan daerah yang patah.
b) Pertolongan :
- Dipasang ransel verban.
- Bagian yang patah diberi alas lebih dahulu.
- Pembalut dipasang dari pundak kiri disilangkan melalui punggung ke ketiak kanan.
- Dari ketiak kanan ke depan dan atas pundak kanan, dari pundak kanan disilangkan ke
ketiak kiri, lalu ke pundak kanan,akhirnya diberi peniti/ diikat.
- Bawa korban ke rumah sakit.

- Gambar Kanan atau kiri : Ransel Verban

4. Fraktur Femur (patah tulang paha).


Pertolongan :
- Pasang bidai (melewati dua sendi) dari proksimal sendi panggul hingga melalui lutut.
- Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.
- Bila perlu ikat kedua kaki di atas lutut dengan pembalut untuk mengurangi pergerakan.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur femur, (melewati dua sendi) dari proksimal sendi panggul
hingga melalui lutut

5. Fraktur Cruris (patah tulang tungkai bawah).


Pertolongan :
- Pasang bidai sebelah dalam dan sebelah luar tungkai kaki yang patah, kadang
- juga bisa ditambahkan pada sisi posterior dari tungkai ( syarat : do no harm ) .
- Di antara bidai dan tungkai beri kapas atau kain sebagai alas.
- Bidai dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut hingga distal dari pergelangan kaki.
- Bawa korban ke rumah sakit.

Gambar Pemasangan bidai pada fraktur cruris, bidai dipasang mulai dari sisi proximal sendi lutut
hingga distal dari pergelangan kaki
I. OBSERVASI SETELAH TINDAKAN
Tanyakan kepada pasien apakah sudah merasa nyaman dengan bebat dan bidai yang
dipasang, apakah nyeri sudah berkurang, apakah terlalu ketat atau terlalu longgar. Bila pasien
masih merasakan bidai terlalu keras, tambahkan kapas di bawah bidai. Longgarkan bebat jika
dirasakan terlalu kencang. Lakukan re-evaluasi terhadap ekstremitas di sebelah distal segera
setelah memasang bebat dan bidai, meliputi :
- Warna kulit di distal
- Fungsi sensorik dan motorik ekstremitas.
- Pulsasi arteri
- Pengisian kapiler
Perawatan rutin terhadap pasien pasca pemasangan bebat dan bidai adalah elevasi
ekstremitas secara rutin, pemberian obat analgetika dan anti inflamasi, serta anti pruritik untuk
mengurangi rasa gatal dan untuk mengurangi nyeri. Berikan instruksi kepada pasien untuk
menjaga bebatnya dalam keadaan bersih dan kering serta tidak melepasnya lebih awal dari
waktu yang diinstruksikan dokter.

J. KOMPLIKASI PEMASANGAN
Dalam 1-2 hari pasien kemungkinan akan merasakan bebatnya menjadi lebih kencang
karena berkembangnya oedema jaringan. Berikan instruksi secara jelas kepada pasien untuk
datang kembali ke dokter bila muncul gejala atau tanda gangguan neurovaskuler atau
compartment syndrome, seperti bertambahnya pembengkakan atau rasa nyeri, kesulitan
menggerakkan jari, dan gangguan fungsi sensorik.
TOPIK 6
EVAKUASI KORBAN BENCANA

A. TRIASE BENCANA
Traige adalah penilaian, pemilahan dan pengelompokan penderita yang akan
mendapatkan penanganan medis evakuasi pada kondisi kejadian masal atau bencana.
Pada kejadian bencana biasanya banyak korban, sedangkan petugas dan peralatan
pertolongan serba terbatas sehingga perlu melakukan pemilahan untuk menentukan prioritas.
Salah satu metoda triage pada bencana adalah START singkatan dari Simple Triage And
Rapid Treatment. Metode START sangat mudah dilakukan meski oleh orang awam sekalipun.
Hal ini memang karena triage seyogyanya dilakukan oleh siapa saja yang pertama kali kelokasi
kejadian.
Hasil dari proses traiage adalah pengelompokan pederita sesuai berat ringannya
masalah pada penderita tersebut. Agar pengelompokannya mudah dikenali oleh petugas lain
maka dalam triage penting sekali untuk melakukan labeling dengan warna yang sudah diakui
secara international yaitu Merah, Kuning, Hijau, dan Hitam.
1. MERAH --> High Priority --> memerlukan penanganan segera
2. KUNING --> Intermediate Priority --> apabila tidak segera diberi pertolongan akan
memburuk
3. HIJAU --> Low Priority --> Penanganan penderita dapat ditunda
4. HITAM --> Lowest Priority --> penderita yang tidak bisa dipertahankan lagi atau sudah
meninggal

B. Prosedur START :
Langkah 0
- Panggil korban yang masih bisa berjalan untuk mendekat kearah petugas yang berada
dilokasi aman (collecting area). Korban yang bisa berjalan mendekat diberikan label HIJAU
Langkah 1 (Airway + Breathing)
- Cek pernapasan, Apabila tidak bernapas buka jalan napasnya, jika tetap tidak bernapas
berikan label HITAM.
- Pernapasan > 30 kali / menit atau
- Pernapasan 10-30 kali permenit kelangkah berikutnya
Langkah 2 (Circulation)
- Cek CRT (Tekan Kuku tangan penderita) kemudian lepas, apabila kembali merah lebih dari 2
detik (> 2 detik) berikan label MERAH.
- Apabila pencahayaan kurang untuk CRT, lakukan cek nadi radialis, apabila tidak teraba atau
lemah berikan label MERAH.
- Apabila nadi radialis teraba kelangkah berikut.
Langkah 3 (Mental Status)
- Berikan perintah sederhana kepada penderita, Apabila mengikuti berikan label KUNING.
- Apabila tidak dapat mengikuti perintah berikan label MERAH.

Setelah melakukan langkah-langkah triage dan memberikan label/tanda pada penderita, segera
untuk menuju kependerita lain yang belum dilakukan triage. Triage harus selalu dievaluasi untuk
menghindari kemungkinan terjadi kesalahan waktu triage. Atau bisa juga perubahan terjadi ketika
kondisi penderita membaik atau memburuk.
Tabel latihan triage metode START
NO KONDISI KORBAN TRIASE
1. Seorang laki-laki berusia 50 tahun, korban masal bencana gempa bumi di kaki
gunung burangrang, ditemukan bersama korban lainnya. Terdapat luka terbuka
pada pelipis sebelah kanan dan memegangi tangannya sebelah kiri. Saat dipanggil-
panggil korban masih bisa berjalan untuk mendekat kea rah petugas yang berada
dilokasi aman (collecting area). Frekuensi nafas 24x/menit, CRT 2 detik, frekuensi
nadi 72x/menit
2. Seorang wanita diperkirakan berusia 30 tahun, korban kecelakaan lalu lintas
tabrakan beruntun di KM 73 tol padaleunyi Jawa Barat. Terdapat perdarahan pada
hidung dan telinga. Saat dipanggil dengan perintah sederhana korban tidak
berespon, ditemukan kondisi pernapasan tidak ada, (tidak bernapas) setelah
dilakukan tindakan buka jalan napas dengan teknik jaw trust tetap tidak bernapas,
nadi radial tidak teraba, CRT 4-5 detik
3. Seorang laki-laki berusia 40 tahun korban bencana longsor di Pangalengan.
Korban diam saja saat dipanggil dan diperintah dengan perintah sederhana. Saat
diperiksa ditemukan pernapasan tidak ada, (tidak bernapas), terdapat fraktur
terbuka 1/3 distal pada tulang ulna, terdapat perdarahan sekitar tangan dan kaki,
selanjutnya dilakukan tindakan buka jalan napas dengan teknik head tilt chin lift,
korban dapat bernapas 40x/menit, CRT >3-4 kali/menit dan nadi radial tidak
teraba.
4. Seorang laki-laki berusia 19 tahun korban kecelakaan lalu lintas tabrakan
beruntun di KM 73 tol padaleunyi Jawa Barat. Saat diperiksa ditemukan kondisi
korban mengalami luka pada bahu sebelah kanan dan terdapat jejas sekitar
punggung sampai perut. Korban dapat bernapas 28x/menit, nadi radial teraba,
CRT 3-4 detik, korban dapat berespon ketika diminta mengangkat tangannya yang
mengalami perdarahan dan mengangguk ketika diminta untuk tetap tenang.
5. Seorang laki-laki berusia 60 tahun korban kecelakaan lalu lintas tabrakan
beruntun di KM 73 tol padaleunyi Jawa Barat. Tidak berespon ketika diminta untuk
berjalan. Saat diperiksa ditemukan kondisi korban bernapas 20x/menit, nadi
radial teraba, CRT < 2 detik. Saat diminta untuk menggenggam tangannya, korban
tidak dapat melakukannya, kesadaran tidak dapat berespon pada panggilan/
perintah sederhana.

C. TRANSPORTASI PASIEN GAWAT DARURAT

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penanggulangan pasien gawat darurat
adalah faktor Transportasi. Transportasi dalam hal ini tidak hanya sekedar mengangkut
penderita ke suatu rumah sakit saja, tetapi bagaimana kita dapat mengangkut penderita dari
tempat kejadian ke rumah sakit yang sesuai dengan cepat dan aman.
1. Tarikan Lengan
Posisikan diri anda pada sisi kepala. Masukkan lengan kanan anda di bawah ketiak kanan
penderita dan pegang lengan bawah penderita, lakukan hal yang sama dengan lengan kiri.
Silangkan kedua lengan penderita di depan dada, lalu tariklah penderita kebelakang. Tentu
saja kedua kaki penderita akan terbentur karena itu kalau tidak terpaksa jangan lakukan ini.
Gambar Tarikan Lengan

2. Tarikan Bahu
Berlututlah di bagian kepala penderita, masukkan kedua tangan anda di bawah ketiak
penderita, cengkram, lalu tariklah kebelakang sekali lagi cara ini berbahaya.

Gambar Tarikan Bahu

3. Tarikan Baju
Untuk melakukan tehnik ini sebelumnya lakukan hal di bawah ini : Pertama, ikat tangan
penderita atau pergelangan tanggannya dengan longgar pakaikan kain segitiga atau kasa
gulung untuk melindungi selama pemindahan. Kemudian cengkram bahu dari baju
penderita. Tarik baju kebawah kepala penderita untuk membentuk penyokong. Gunakan
ujung baju ini sebagai ganggang untuk menarik penderita ke arah anda. hati –hati jangan
sampai penderita tercekik. Tarikan baju hanya dapat dilakukan pada baju yang kuat
bahannya.

Gambar Tarikan Baju


4. Tarikan selimut
Bila penderita telah berbaring di atas selimut lipatlah bagian selimut yang berada dibagian
kepala penderita, lalu tariklah penderita ke belakang. Jangan lupa untuk menyimpul selimut
pada bagian kaki agar penderita tidak tergeser.

Gambar Tarikan Selimut

5. Menjulang
Gendong penderita di belakang punggung penolong dengan satu penolong dengan cara
mengangkat lalu membopongnya cara ini lazim dipakai oleh pemadam kebakaran.

Gambar Evakuasi Menjulang (Fireman Rescue)

6. Teknik angkatan langsung


Teknik ini biasanya memerlukan 3 penolong. Teknik ini bermanfaat jika tandu tidak dapat
dibawa kependerita atau pada saat akan memindahkan penderita keatas tandu. Cara ini
akan terasa berat bila bobot penderita lebih dari 70-80 kg, penderita sadar yang tidak mau
bekerja sama. Beritahukan penderita apa yang akan anda kerjakan, dan minta penderita
untuk tetap tenang demi keseimbangan penolong. Letakkan lengan penderita di atas dada
jika mungkin.
Untuk pengangkatan langsung ikuti langkah berikut :
a. Ketiga penolong berlutut pada salah satu penderita, jika memungkinkan beradalah pada
sisi yang paling sedikit cedera.
b. Penolong pertama menyisipkan satu lengan di bawah leher dan bahu lengan dan lengan
yang satu disisipkan di bawah punggung penderita.
c. penolong kedua menyisipkan tangan di bawah punggung dan bokong penderita.
d. Penolong ketiga menyisikan satu lengan di bawah bokong penderita dan lengan yang
satunya di bawah lutut penderita.
e. Penderita siap diangkat dengan satu perintah
f. Angkat penderita keatas lutut ketiga penolong secara bersamaan.
g. Sisipkan tandu yang akan digunakan di bawah penderita dan atur letaknya oleh penolong
yang lain.
h. Letakkan kembali di atas tandu dengan satu perintah yang baik.
i. Jika akan berjalan tanpa memakai tandu, dari langkah no.6 teruskan denga memiringkan
penderita ke dada penolong.
j. Berdiri secara bersamaan dengan satu perintah
k. Berjalanlah kerarah yang anda kehendaki dengan melangkah bertahap.

Gambar Tehnik Angkatan Langsung

7. Teknik mengangkat tandu


a. Dalam keadaan berjongkok dan akan mengangkat tandu:
b. Tempatkan kaki anda pada jarak yang tepat.
c. Punggung harus tetap lurus
d. Kencangkan otot perut dan otot punggung anda. kepala tetap menghadap kedepan posisi
netral.
e. Tempatkan tangan anda pada jarak yang cukup untuk memberikan keseimbangan pada
saat mengangkat beban.
f. Genggamlah pegangan tandu dengan baik
g. Selama anda mulai mengangkat, punggung harus tetap terkunci sebagai poros dan
kekuatan kontraksi otot seluruhnya pada otot tungkai.
h. Saat menurunkan tandu lakukan langkah diatas pada urutan selajutnya.
DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2015). Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 untuk CPR dan
ECC.

Curley, M. and M. Harmon (2001). Critical Care Nursing of Infants and Children. Saunders Company.

Jevon, P. and B. Ewens (2008). Pemantauan Pasien Kritis. Jakarta, Erlangga Medical Series.

Kozier & Erb. (2009). Buku ajar praktik keperawatan klinis edisi -5. EGC. Jakarta

Krisanty, P., S. Manurung, et al. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta, CV. Trans Info
Media.

Marianne C & Suzanne M. (2005). AACN essentials of critical care nursing

Pro Emergency (2011). Basic Trauma Life Support (BTLS). Jakarta

Pusdik SDM Kesehatan. (2016). Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Subagjo A dkk. (2012). Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta. PERKI


LAMPIRAN

PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN AVPU

A = Alert (sadar). Pasien dapat dikatakan sadar apabila pasien mampu berorientasi
terhadap tempat, waktu, & orang. Penderita benar-benar
mengetahui apa yang terjadi disekitarnya, dimana ia berada, waktu
itu, bahkan siapa anda. Hal ini digambarkan sebagai Alert (sadar).
V = Verbal (Respon Pasien ini dalam keadaan disorientasi tetapi masih bisa diajak bicara.
terhadap suara). Bayangkan ketika ada pasien tidak bergerak maupun membuka
mata, lalu anda berkata "selamat pagi, nama bapak siapa?". Ketika
itu juga pasien akan membuka mata / hanya berkata "Huuuhh??!".

P = Pain (Respon Dalam keadaan ini, pasien hanya berespon terhadap rangsang nyeri.
terhadap rangsang Ketika anda menekan ujung kaki/kuku pasien, pasien akan
nyeri). merespon dengan menjauh/menarik jarinya dari cubitan anda.

U = Unresponsive/Tidak Pasien tidak memberikan respon apa2, baik diberi rangsang suara
Sadar. maupun rangsang nyeri.
FORMAT PENILAIAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) PADA DEWASA

Nama Mahasiswa :............................................................


No Aspek yang Dinilai Dilakukan
Ya Tidak
1. Amankan lokasi kejadian : Memakai alat pelindung diri dan memastikan
keamanan penolong, korban dan lingkungan
2. Menilai respon korban dengan cara:
a. Memanggil korban, seperti “bangun, pak” atau “buka mata, pak”
b. Menepuk bahu korban
3. Meminta pertolongan (call for help) atau mengaktifkan EMS
CIRCULATION
4. Memeriksa apakah napas terhenti atau tersengal dan memeriksa nadi
secara bersamaan dengan mempalpasi arteri karotis (< 10 detik)
5.  Apabila bernapas normal dan ada denyut maka pantau hingga
tenaga medis terlatih tiba
 Apabila bernapas tidak normal, ada denyut nadi maka berikan napas
buatan (1 napas buatan setiap 5-6 detik atau sekitar 10-12 napas
buatan per menit, lakukan selama 2 menit
 Apabila napas terhenti dan tidak ada denyut nadi maka lakukan RJP
(30 kompresi dan 2 ventilasi)
6. Memberikan kompresi 30 kali
a. Meletakkan tumit telapak tangan menumpuk di atas telapak tangan
yang lain, tegak lurus pada mid sternum, menghindari jari-jari
menyentuh dinding dada korban
b. Kedalaman tekanan minimal 5 cm dengan kecepatan 100-
120x/menit
AIRWAY
7. Membuka jalan napas dengan head tilt – chin lift atau jaw thrust (jika
curiga cedera servikal)
BREATHING
8. Memberikan bantuan napas sebanyak 2 kali
9. Melakukan kompresi dan ventilasi dengan kombinasi 30:2 selama 2
menit
10. Melakukan evaluasi setelah sekitar 2 menit :
a. Jika nadi dan napas belum ada, teknik kombinasi diulangi kembali
dimulai dengan kompresi
b. Jika nadi ada tapi napas belum ada, berikan bantuan napas (1 napas
buatan setiap 5-6 detik atau sekitar 10-12 napas buatan per menit,
lakukan selama 2 menit kemudian lakukan evaluasi kembali
c. Jika nadi dan napas ada tapi belum sadar, posisikan korban pada
recovery position (posisi miring mantap)
TOTAL

Skore : Jumlah yang dilakukan X 100%


Jumlah aspek yg dinilai
FORMAT PENILAIAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) PADA PEDIATRIK UNTUK SATU
PENOLONG
Nama Mahasiswa :............................................................

No Aspek yang Dinilai Dilakukan


Ya Tidak
1. Amankan lokasi kejadian : Memakai alat pelindung diri dan memastikan
keamanan penolong, korban dan lingkungan
2. Menilai respon korban dengan cara:
a. Memanggil korban, seperti “bangun, de” atau “buka mata, de”
b. Menepuk bahu korban
3. Teriak meminta pertolongan (call for help) atau mengaktifkan EMS
CIRCULATION
4. Memeriksa apakah napas terhenti atau tersengal dan memeriksa nadi
secara bersamaan dengan mempalpasi arteri karotis (< 10 detik)
5.  Apabila bernapas normal dan ada denyut maka pantau hingga tenaga
medis terlatih tiba
 Apabila bernapas tidak normal, ada denyut nadi maka berikan napas
buatan (1 napas buatan setiap 3-5 detik atau sekitar 12-20 napas
buatan per menit, lakukan selama 2 menit)
 Apabila napas terhenti dan tidak ada denyut nadi maka lakukan RJP
(30 kompresi dan 2 ventilasi)
6. Memberikan kompresi 30 kali
a. Meletakkan satu tumit telapak tangan tegak lurus pada mid sternum,
menghindari jari-jari menyentuh dinding dada korban
b. Menekan dada minimal dari sepertiga diameter anteroposterior dada
atau sekitar 5 cm (anak), pada bayi sekiatr 4 cm dengan kecepatan
100-120 kali per menit
AIRWAY
7. Membuka jalan napas dengan head tilt – chin lift atau jaw thrust (jika
curiga cedera servikal)
BREATHING
8. Memberikan bantuan napas sebanyak 2 kali
9. Melakukan kompresi dan ventilasi dengan kombinasi 30:2
10. Melakukan evaluasi setelah sekitar 2 menit :
a. Jika nadi dan napas belum ada, teknik kombinasi diulangi kembali
dimulai dengan kompresi
b. Jika nadi ada tapi napas belum ada, berikan bantuan napas (1 napas
buatan setiap 3-5 detik atau sekitar 12-20 napas buatan per menit,
lakukan selama 2 menit kemudian lakukan evaluasi kembali
c. Jika nadi dan napas ada tapi belum sadar, posisikan korban pada
recovery position (posisi miring mantap)
TOTAL

Skore : Jumlah yang dilakukan X 100%


Jumlah aspek yg dinilai
FORMAT PENILAIAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) PADA PEDIATRIK UNTUK DUA PENOLONG

Nama Mahasiswa :............................................................

No Aspek yang Dinilai Dilakukan


Ya Tidak
1. Amankan lokasi kejadian : Memakai alat pelindung diri dan
memastikan keamanan penolong, korban dan lingkungan
2. Menilai respon korban dengan cara:
Menyentil telapak kaki bayi
3.  Penolong pertama tetap mendampingi korban
 Penolong kedua Teriak meminta pertolongan (call for help) atau
mengaktifkan EMS
CIRCULATION
4. Memeriksa apakah napas terhenti atau tersengal dan memeriksa nadi
secara bersamaan dengan mempalpasi arteri brachialis (< 10 detik)
5.  Apabila bernapas normal dan ada denyut maka pantau hingga
tenaga medis terlatih tiba
 Apabila bernapas tidak normal, ada denyut nadi maka berikan
napas buatan (1 napas buatan setiap 3-5 detik atau sekitar 12-20
napas buatan per menit, lakukan selama 2 menit)
 Apabila napas terhenti dan tidak ada denyut nadi maka lakukan
RJP (15 kompresi dan 2 ventilasi)
6. Memberikan kompresi 30 kali
a. Meletakkan dua jari tangan tegak lurus/ kedua ibu jari tangan pada
mid sternum, menghindari jari-jari menyentuh dinding dada korban
b. Menekan dada minimal dari sepertiga diameter anteroposterior
dada atau sekitar 5 cm (anak), pada bayi sekiatr 4 cm dengan
kecepatan 100-120 kali per menit
AIRWAY
7. Membuka jalan napas dengan head tilt – chin lift atau jaw thrust (jika
curiga cedera servikal)
BREATHING
8. Memberikan bantuan napas sebanyak 2 kali
9. Melakukan kompresi dan ventilasi dengan kombinasi 15:2
10. Melakukan evaluasi setelah sekitar 2 menit :
a. Jika nadi dan napas belum ada, teknik kombinasi diulangi kembali
dimulai dengan kompresi
d. Jika nadi ada tapi napas belum ada, berikan bantuan napas (1
napas buatan setiap 3-5 detik atau sekitar 12-20 napas buatan per
menit, lakukan selama 2 menit kemudian lakukan evaluasi kembali
b. Jika nadi dan napas ada tapi belum sadar, posisikan korban pada
recovery position (posisi miring mantap)
TOTAL

Skore : Jumlah yang dilakukan X 100%


Jumlah aspek yg dinilai
Daftar Kelompok Praktikum Laboratorium
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
TA 2022/2023

Kelas : 2A
No NIM Nama Kelompok 23 Mei '23 30 Mei '23

1 E2014401025 MUHAMMAD ZAID


2 E2114401001 RHISNA DINDA SEPTIANI
3 E2114401002 TEGUH BUDIMAN
4 E2114401004 DINNA DELLIANI
5 E2114401005 DEDE RIDWAN SYAM
6 E2114401006 NUR AFNI YULIANI
7 E2114401007 TITA FARIDA
8 E2114401008 RISMA HERAWATI
9 E2114401009 SANDA PATRA RAHAYU
10 E2114401010 ANANDA NUR RIZQI 1 HA IR
11 E2114401011 NUR AISYAH CARLYANI
12 E2114401012 MOCHAMMAD RAHMAT ROCHYATULHIKMAH
13 E2114401013 DITA PUSPITASARI
14 E2114401015 INRA IRAWAN
15 E2114401016 ALVIRA NURLAELA
16 E2114401019 MELA SETIAWATI
17 E2114401021 NAZWA NURUL FAUZIAH
18 E2114401024 KAILA BINA ENJELINA
19 E2114401025 MOHAMAD SALIK SUKMAYADI
20 E2114401029 FADILA SRI RAMADHANI
21 E2114401030 RIDA ANDINI PUTRI
22 E2114401032 FITRI RAMADANI
23 E2114401036 WIRDA WULANDARI
24 E2114401039 ELDA NURFADILAH
25 E2114401041 FAJAR RAMADHAN
26 E2114401042 LILIS SUSILAWATI
27 E2114401045 MAYA NURULHIDAYAH MANGGALA PUTRI
28 E2114401046 DUDUNG RUSDIAR AS SIDIK
2 IR HA
29 E2114401047 SYIFA ANGGARI KUSUMA NINGTIAS
30 E2114401048 ADI MULYADI
31 E2114401049 TUTI SELVIAWATI
32 E2114401050 NOVI MULYANI
33 E2114401064 KHALDA RAHADATUL AISY
34 E2114401073 RIYAN RIYANTO
35 E2114401077 SYIFA GANA CAHYANI
36 E2114401078 KHAERUL CIKAL TAWADHO
37 E2114401080 FANNY FARLYASHA
Daftar Kelompok Praktikum Laboratorium
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
TA 2022/2023

Kelas : 2B
No NIM Nama Kelompok 25 Mei '23 29 Mei '23

1 E2014401012 FAISAL RIDWAN


2 E2114401003 AGI GINANJAR
3 E2114401014 CICI PUTRI HISWARA
4 E2114401017 LYZA NURSYAWALI
5 E2114401018 ROSA AYU YULIANI
6 E2114401020 RIFDAH KUSUMAH PUTRI
7 E2114401022 MASAYU NURWAHIDA PEBRIYANI
8 E2114401023 SHASYA ADZRIYANI
9 E2114401026 MUHAMAD DANDA
1 HA IR
10 E2114401027 FAUZIAH FUJIASTUTI
11 E2114401028 SONI HERMAWAN
12 E2114401031 MIFTAH ALI
13 E2114401033 NAUFAL MUHAMMAD LUBIS
14 E2114401034 FEBI FEBRIYANA
15 E2114401035 AI PITRIANI
16 E2114401037 FAIZAL FADILAH
17 E2114401038 ANIS INNAYATUNNISA
18 E2114401043 GUNAWAN SASTRAWIDJAYA
19 E2114401044 DIVANA SALVA MIRANTI
20 E2114401052 FAHMA MAULANA
21 E2114401053 DEDE RETNA
22 E2114401054 NOVANDA AGUSTI NOVIANSYAH
23 E2114401055 NIDA AJIJAH
24 E2114401056 DANI SETIAWAN
25 E2114401058 SILVI OKTAVIANI
26 E2114401060 OCTIARA EKA CINTYA UTAMA
27 E2114401061 AZMI ALDO FAUZAN 2 IR HA
28 E2114401062 DIFFA OKTAVIANA
29 E2114401063 SABILA SYIFAURRAHMAH
30 E2114401066 FARADITA SANDRA ANJANI
31 E2114401067 SITI NUR RAHMAH
32 E2114401074 LALA FATMALASARI
33 E2114401075 AHMAD RAPI RAMADHAN
34 E2114401076 SUMIYATI
35 E2114401079 GITA PATIA RAHMAH

Anda mungkin juga menyukai