LP CRK
LP CRK
LP CRK
Disusun Oleh :
Rika Zulianti
120085
LAPORAN PENDAHULUAN
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma
akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera
perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatife
tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadibila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa Dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang Menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba Dan batang
otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam Cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan Dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bias Kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang Sedang
sakit bias mengalami proses penyembuhan yang optimal.Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena Memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera Robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan Trauma saat lahir yang bias mengakibatkan terjadinya gangguan
Pada seluruh system dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder Merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau Berkaitan dengan cedera primer
dan lebih merupakan fenomena Metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai Kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
Cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila Trauma
ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada Kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai Pembuluh darah. Karena perdarahan
yang terjadi terus- menerusdapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah Pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasidilatasi
Arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan Akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, Hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan Menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala Intracranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan Kerusakan jaringan otak bahkan bias terjadi kerusakan susunan
Syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya Gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009).
5. Pathway
Sumber : (PPNI,2018)
6. Manifestasi Klinis
Menurut Reisner (2009), gejala klinis cedera kepala yang dapat membantu
mendiagnosis adalah battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di
atas os mastoid), hemotipanum (perdarahan di daerah membrantimpani telinga),
periorbital ekhimosis (mata warna hitam tanpa trauma Langsung), rhinorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari hidung), ootorrho (cairan serebrospinal keluar
dari telinga).
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera kepala ringan adalah Pasien
tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian Sembuh,
sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual dan atau Muntah, gangguan
tidur dan nafsu makan yang menurun, perubahan Kepribadian diri, letargik.
Tanda–tanda atau gejala klinis untuk yang cedera Kepala berat adalah perubahan
ukuran pupil (anisocoria), trias Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
depresi pernafasan) apabila Meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat
pergerakan atau posisi abnormal Ekstremitas (Reisner, 2009).
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami
gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah cedera, adanya tanda fisik
eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis, atau tanda
neurologis fokal lainnya. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien
yang tidak sadar menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang
disebabkan oleh robekan arteri meningea media (Ginsberg, 2007).
2. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak
lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan
hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).
8. Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala:
1. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala berat
dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi
saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian).
Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status vegetatif.
2. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan
telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan
tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan
bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten.
3. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang
awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama,
fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.
4. Hematom subdural kronik.
5. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat
menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera
vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Tarwoto., et al (2007) pada cedera kepala sebagai
berikut :
1. Penatalaksanaan Umum. Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris badan dengan memasang
kolar servikal, monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan ventilasi,
pemeriksaan analisa gas darah (AGD), oksigen bila perlu, monitor tekanan
intrakranial, atasi syok bila ada, kontrol tanda-tanda vital, keseimbangan cairan
elektrolit.
2. Operasi Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen
luka, kraniotomi.
3. Menilai sirkulasi
4. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
5. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
6. Pemberian analgetik.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
5. Pemeriksaan persistem
a. System persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indra, penglihatan,
pendengaran. penciuman, pengecap, dan perasa)
b. System persarafan (tingkat kesadaran nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi, irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum,peristaltik, eliminasi)
f. Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
i. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan.
2) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4) Pola eliminasi
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Persepsi diri dan konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stres
9) Pola seksual dan reproduksi
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan
Diagnosa Keperawatan
INTERVENSI
Diagnosa
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Edukasi
Kalaborasi
Intervensi pendukung :
Terapi Relaksasi
Edukasi
Edukasi
Kalaborasi
DAFTAR PUSTAKA
Zuhroidah, I., Toha, M., Sujarwadi, M., & Huda, N. (2021). Hubungan Skor Awal GCS
dengan Outcome pada Pasien Cedera Kepala. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 5(1), 51–56.
https://doi.org/10.33006/ji-kes.v5i1.247
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnose Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indicator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Tindakan Diagnostik Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Ppni
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia