BAB IV Baru 1212

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

24

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengambilan Tanaman Uji


Pengambilan bahan uji yang berupa tanaman cocor bebek, diambil dari
daerah Desa Sidowaluyo dan Desa Bali Nuraga, Kecamatan Sidomulyo,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

B. Determinasi Tanaman Cocor Bebek


Determinasi tumbuhan merupakan proses dalam menentukan nama atau jenis
tumbuhan secara spesifik. Determinasi bertujuan untuk mendapatkan suatu
spesies yang spesifik mungkin dan tepat sasaran karena tumbuhan memiliki
berbagai jenis varietas. Hasil determinasi yang telah dilakukan di Laboratorium
Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung menunjukan bahwa benar
tanaman yang digunakan pada penelitian ini merupakan Tanaman Cocor Bebek
(Kalanchoe Pinnata [Lam] Pers.). Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran
H.

C. Pembuatan Simplisia Daun Cocor Bebek


Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa daun cocor bebek, yang
masih segar. Daun cocor bebek yang telah dikumpulkan dicuci dengan air yang
mengalir yang bertujuan untuk membersihkan atau menghilangkan kotoran yang
menempel pada daun cocor bebek, lalu tiriskan dengan tujuan untuk mengurangi
air yang menempel pada daun cocor bebek, selanjutnya daun cocor bebek
ditimbang sebanyak 2kg, setelah itu daun cocor bebek dirajang untuk
mempermudah pada saat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dibawah
sinar matahari yang ditutup dengan kain berwarna gelap yang bertujuan untuk
menghindari terjadi kerusakan senyawa yang terkandung dalam simplisia akibat
sinar ultra violet dan menghindari masuknya kotoran pada saat proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
25

menghindari timbulnya jamur dan mikroba yang tidak diinginkan sehingga dapat
disimpan lebih lama. Daun cocor bebek yang sudah kering disortasi kering yaitu
untuk memisahkan simplisia dari zat-zat pengotor yang mungkin masuk pada saat
proses pengeringan, sehingga diperoleh simplisia daun cocor bebek sebanyak 200
gram dari simplisia daun cocor bebek sebanyak 2kg segar. Proses pembuatan
simplisia dapat dilihat pada lampiran I.
.
D. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek
Simplisia daun cocor bebek sebanyak 200gr dimaserasi dengan pelarut etanol
70% sampai simplisia terendam sempurna. Penggunaan pelarut 70% ini
dilakukan karena etanol 70% memiliki kandungan air 30% yang berfungsi untuk
membasahi sampel sehingga sel-sel simplisia mengembang dan pori-pori
membuka yang memudahkan zat aktif tertarik oleh etanol sehingga terpisahkan.
Proses maserasi pada penelitian ini dilakukan selama 8 hari, proses maserasi
selesai setelah dilakukan pemanasan tidak terdapat bercak atau endapan di
cawan porselin. Maserat yang diperoleh sebanyak 8,5liter. Maserat yang
dihasilkan kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dengan
suhu 60ºC yang bertujuan untuk memisahkan pelarut dari ekstrak sehingga
pelarut akan menguap dibawah titik didihnya dan meminimalisir kerusakan zat
aktif karena proses pemanasan. Dari 200gr simplisia kering dihasilkan ekstrak
cair sebanyak 200ml. Ekstrak daun cocor bebek yang diperoleh berwarna hitam
coklat dengan bau yang menyengat. Proses pembuatan ekstrak daun cocor bebek
dapat dilihat pada lampiran J.

E. Pembuatan Fraksi Etanol Daun Cocor Bebek


Fraksinasi dilakukan bertujuan untuk memisahkan senyawa yang bersifat
polar, non polar, dan semi polar. Pada penelitian ini digunakan metode fraksinasi
cair-cair, keuntungan menggunakan metode cair-cair yaitu alat yang digunakan
sederhana yakni corong pisah, cara pengerjaanya mudah dan waktu yang
dibutuhkan cepat. Pada penelitian ini digunakan ketiga pelarut yang dimulai dari
pelarut etanol (polar), n-heksan (non polar) dan kloroform (semi polar).
26

Fraksinasi pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, karena pada
ulangan kedua warna pelarut sudah terlihat jernih. Langkah pertama yang
dilakukan adalah ambil ekstrak cair daun cocor bebek sebanyak 50ml, pelarut
etanol (polar) sebanyak 50ml dan pelarut n-heksan(nonpolar) sebanyak 100ml
lalu masukan kedalam corong pisah, kemudian di kocok dan didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan yaitu fraksi etanol dan fraksi n-heksan. Setelah itu
tampung fraksi etanol dan fraksi n-heksan kedalam erlenmeyer. Fraksi etanol
ditaruh kembali kedalam corong pisah dan di fraksinasi menggunakan pelarut
kloroform (non polar) sebanyak 100ml, kemudian dikocok dan didiamkan
hingga terbentuk dua lapisan yaitu fraksi etanol dan fraksi kloroform.
Fraksi yang diperoleh dari proses fraksinasi yaitu fraksi etanol sebanyak 40ml
berwarna cokelat kekuningan, fraksi n-heksan sebanyak 60ml tidak berwarna
dan fraksi kloroform sebanyak 115ml berwarna kuning muda. Kemudian fraksi
etanol diuapkan menggunakan hotplate dengan suhu 60ºC sampai diperoleh
fraksi etanol 30 ml. Proses fraksinasi dapat diliat pada lampiran K.

F. Pengujian Fitokimia
Pengujian fitokimia fraksi etanol daun cocor bebek digunakan untuk
mendeteksi awal senyawa yang terkandung dalam fraksi daun cocor bebek. Ada
tiga pengujian yang dilakukan antara lain saponin, alkaloid dan flavonoid. Hasil
uji skrining fitokimia fraksi daun cocor bebek dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
Hasil gambar ujinFitokimia dapat diliat pada lampiran L.
Tabel 4.1 Hasil uji fitokimia
No Senyawa Cara identifikasi Hasil Keterangaan
1 Saponin Fraksi etanol daun cocor Terbentuk buih
bebek 2ml +10 ml aquades + yang stabil dan
dikocok kuat 10 menit + 1 tidak hilng selama
tetes HCL
10 menit
2 Alkoloid Sebanyak 3 ml larutan uji Terbentuk endapan
ditambah dengan H2SO4 berwarna coklat
pekat 2 N, kemudian uji +
dengan pereaksi Wegner.
3 Flavonoid Fraksi etanol cocor bebek 3 Timbul warna
ml diteteskan diatas kertas + kuning
27

saring lalu diuapkan dengan


amoniak

Fraksi etanol daun cocor bebek terdapat kandungan senyawa flavonoid,


alkaloid dan saponin yang bersifat antibakterial. Mekanisme alkaloid yaitu dengan
cara menggunakan komponen penyusun peptidoglika pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut. Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai penyembuh luka dengan
caramenghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri.
Selain itu saponin juga berperan untuk membantu menyembuhkan luka yaitu
dengan cara menginduksi sel mesenkin menghasilkan fibroblast yang akan
menghasilkan serat kalogen yang berfungsi untuk memperkuat tepi luka
Saponin : Timbulnya buih menunjukan adanya glikosida yang mempunyai
kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan
senyawa lain (13). Reaksi kimia senyawa saponin dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Reaksi kimia senyawa saponin (13).

Alkaloid : Iodine bereaksi ion I- dari kalium iodide menghasilkan ion I3- yang
berwarna coklat. Pada uji wegner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkoloid membentuk kompleks kalium-alkoloid
yang mengendap (12). Reaksi kimia senyawa alkaloid dapat dilihat pada gambar
4.2.

Gambar 4.2. Reaksi kimia alkoloid (11).


Flavonoid : Berubah warna kuning karena senyawa fenol yang terdapat pada
flavonoid akan bereaksi berubah menjadi warna kuning ketika diuapkan dengan
amoniak (17). Reaksi kimia senyawa flavonoid dapat dilihat pada gambar 4.3.
28

Gambar 4.3. Reaksi kimia senyawa flavonoid (12).

G. Uji Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit


Selanjutnya mencit diberi perlakuan dengan dicukur bulunya dan dibersihkan.
Sebelum disayat mencit diolesi alkohol 96% agar tidak terjadi pendarahan yang
banyak. Kemudian disayat menggunakan pisau steril atau bisturi dengan panjang
luka 1,5cm. Kelompok kontrol negatif diberikan aquadest pada luka, pada kontol
positif diberikan povidone iodine, karena mekanisme povidone iodine mencegah
terjadinya infeksi, membekukan darah, mempercepat regenerasi sel dan mencegah
inflamasi. Perlakuan 1 diberikan fraksi daun cocor bebek dengan konsentrasi
20%, perlakuan 2 diberi fraksi daun cocor bebek dengan konsentrasi 30% dan
perlakuan 3 diberi fraksi daun cocor bebek dengan konsentrasi 40%. Kemudian
kontrol negatif, kontrol positif dan perlakuan 1, 2 dan 3 diberi perlakuan 1 kali
sehari pada luka dari hari pertama hingga ke 7. Kemudian amati waktu
penyembuhan luka sayat dan panjang luka sayat pada mencit.

Gambar 4.4. Pengukuran panjang luka mencit yang telah dicukur.

1. Pengamatan Fase Penyembuhan


a. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan
retraksi disertai reaksi hemostatis karena agregasi trombosit yang bersama
29

jala fibrin membekukan darah. Komponen hemostatis ini akan melepaskan


dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF),
Insulin-like Growh Factor (IGF), Plateled- derived Growth Factor (PDGF)
dan Transforming Grow Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk
terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan
fibrobroblas. Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian
terjadi vasodilatasi dan akumulasi leokosit polymorphonuclear (PMN).
Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Tranforming
Growth Factor beta 1 (TGF β 1) yang juga dikeluarkan oleh magrofag.
Adanya TGF β 1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen(8).

Gambar 4.5. Fase inflamasi pada luka.

b. Fase proliferasi atau fibroplasi


Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroplas sangat
menonjol peranannya. Fibroplas mengalami proliferasi dan mensintesis
kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk
bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan
epitelisasi (8).

Gambar 4.6. Fase propoliferasi pada luka.


30

c. Fase remodeling atau maturasi


Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodeling
kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degrasi
kolagen berada dalam keseimbangan. Akhir dari penyembuhan ini didapat
parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit
normal(8).

Gambar 4.7. Fase remodeling pada luka

Proses penyembuhan pada kelompok kontrol negatif mengalami infeksi dan


berlangsung secara alami. Sedangakan pada kelompok perlakuan proses
penyembuhan terjadi lebih cepat dikarenakan bahan-bahan alami yang
terkandung didalam fraksi daun cocor bebek. Bahan-bahan tersebut
diantaranya mengandung saponin, alkoloid dan flavonoid.
Kandungan saponin dalam daun cocor bebek membantu dalam mekanisme
penyembuhan luka dengan memacu pembentukan kolagen. Kolagen adalah
struktur protein yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Flavonoid
merupakan antimikroba yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan
protein ekstrakuler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavanoid bersifat
antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta mengurangi rasa
sakit, bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka. Selain itu
flavanoid bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja
sistem imun karena leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat dihasilkan
dan sistem limfoid lebih cepat diaktifkan (8). Alkoloid yang ada dalam fraksi
daun cocor bebek dapat terserap masuk kedalam aliran darah, membantu
menurunkan kadar glukosa. Dalam penurunan kadar glukosa alkoloid berkerja
dengan menstimulasi hipotalamus untuk meningkatkan sekresi growth
31

releasing hormone yang tinggi akan menstimulasi hati untuk mensekresi


insulin like growth factor-1. insulin like growth factor-1 mempunyai efek
dalam menginduksi hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesi sehingga
kadar glukosa darah dan kebutuhan insulin menurun (6).

2. Pengamatan Panjang Luka Sayat Pada Mencit


Uji penyembuhan luka sayat pada mencit jantan menggunakan fraksi etanol
daun cocor bebek dilakukan selama 7 hari. Pengamatan panjang luka dan
pengambilan data dilakukan setelah perlakuan selama 7 hari dengan mengukur
panjang luka pada hari terakhir.. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu kontrol
negatif menggunakan aquadest, kontrol positif menggunakan (povidon iodine)
dan p1, p2, dan p3 menggunakan fraksi etanol ekstrak daun cocor bebek
konsentrasi 20%, konsentrasi 30% dan konsentrasi 40%. Hasil data pengujian
penyembuhan luka sayat pada punggung mencit jantan dapat dilihat dari tabel
dan diagram berikut:

Perlakuan 1 2 3 4 5 Total Rata-rata


K– 2,6 2,9 2,8 2,9 2,8 14 2,8
K+ 1,1 0,9 1,1 0,9 1 5 1
P1 2,1 1,9 2 1,7 1,8 9,5 1,9
P2 1,5 1,4 1,6 1,8 1,7 8 1,6
P3 0,8 0,7 0,9 0,8 0,8 4 0,8
Tabel 4.2 Hasil pengukuran panjang luka.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat nilai Rata-rata pada 7 hari pengamatan
semua perlakuan memberikan efek penyembuhan luka sayat pada punggung
mencit jantan, pada kontrol negative nilai rata-rata panjang luka 2,8 mm lebih
kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada kontrol positif
mencapai nilai rata-rata panjang luka 1 mm lebih besar di bandingkan dengan
kontrol negatif. Perlakuan P1 dengan konsentrasi 20 % dengan rata-rata
panjang luka 1,9 mm. Perlakuan P2 dengan konsentrasi 30% dengan rata-rata
panjang luka 1,6 mm. Sedangan P3 dengan konsentrasi 40% memiliki rata-
32

rata panjang luka lebih baik dari P1,P2, KN dan tidak jauh dri KP dengan
rata-rata panjang luka 0,8 mm.
Hasil data pengujian efek penyembuhan luka sayat fraksi etanol daun cocor
bebek dengan menggunakan uji statistika ANOVA bertujuan untuk
menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan. Hasil analisis data pada tes
uji homogenitas diperoleh nilai p-value sebesar 0,104, karena nilai p-value
lebih besar dari nilai α = 0,05 maka dinyatakan data tersebut homogen.
Selanjutnya dilakukan analisis uji One way ANOVA dari hasil analisis data
menggunakan uji one way ANOVA diperoleh p-value sebesar 0,000. Oleh
karena nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 0,05 terdapat perbedaan signifikan
dibandingkan dengan kontrol negatif.
Untuk menentukan uji lanjut yang dipakai maka tahap selanjutnya adalah
menghitung nilai koefisien keseragaman (KK) dengan menggunakan rumus:

KK ¿
√ mean square within grup x 100 %
mean total

KK ¿
√0,018 x 100 %
1 ,62
KK ¿ √ 0,011 x 100 %
KK ¿ 0,1048 x 100 %
KK ¿ 10,48%
Hasil uji lanjut pengukuran panjang luka pada mencit dengan
menggunakan uji lanjut Ducan karena nilai KK 10%-20%. Besar hasil uji
Ducan diperoleh bahwa kontrol negatif menunjukan perbedaan nyata dengan
kontrol positif.
33

Perlakuan N 1 2 3 4 5
P3 5 0.80
K+ 5 1.00
P2 5 1.60
P1 5 1.90
K- 5 2.80
Sig 1.00 1.000 1.000 1.000 1.000
0

Tabel 4.3 Hasil Subsets homogenitas panjang luka


Berdasarkan tabel 4.3 hasil subsets homogenitas diatas menunjukkan
kelompok kontrol negatif memiliki jumlah nilai rata-rata panjang penutupan luka
terkecil dibandingkan dengan KP, P1, P2, dan P3. Hal ini dikarnakan pada
perlakuan kontrol negatif diberikan aquadest yang tidak memiliki senyawa
sebagai penyembuhan luka, penyembuhan luka pada kontrol negatif hanya
dibantu oleh mikanisme tubuh saja, karena tubuh yang sehat mempunyai
kemampuan alami untuk memulihkan diri. Kontrol positif memiliki nilai rata-
rata panjang penutupan luka lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif
karena povidone iodine selain sebagai antiseptik juga sebagai antimikroba yang
dapat mempercepat proses penyembuhan luka, sedangkan pada perlakuan P1,
P2, dan P3 memiliki nilai rata-rata panjang penutupan luka lebih tinggi dari KN,
dan KP dikarnakan fraksi etanol daun cocor bebek terdapat kandungan senyawa
flavonoid, alkaloid dan saponin, yang bersifat antibacterial.
mekanisme alkaloid yaitu dengan cara menggunakan komponen
penyusun peptidoglika pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Mekanisme
kerja dari flavonoid sebagai penyembuh luka dengan caramenghambat
pertumbuhan bakteri dengan jalan merusak dinding sel bakteri. Selain itu
saponin juga berperan untuk membantu menyembuhkan luka yaitu dengan
cara menginduksi sel mesenkin menghasilkan fibroblast yang akan
menghasilkan serat kalogen yang berfungsi untuk memperkuat tepi luka.
Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa fraksi daun cocor
bebek memiliki kandungan senyawa alkaloid, saponin dan flavanoid
34

berpengaruh terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit, sehingga fraksi


daun cocor bebek dapat digunakan sebagai obat tradisional penyembuhan
luka sayat. Dari senyawa tersebut yang sangat berbengaruh ialah senyawa
flavanoid, karena Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai penyembuh luka
dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan merusak dinding
sel bakteri

Anda mungkin juga menyukai