BAB IV Baru 1212
BAB IV Baru 1212
BAB IV Baru 1212
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
menghindari timbulnya jamur dan mikroba yang tidak diinginkan sehingga dapat
disimpan lebih lama. Daun cocor bebek yang sudah kering disortasi kering yaitu
untuk memisahkan simplisia dari zat-zat pengotor yang mungkin masuk pada saat
proses pengeringan, sehingga diperoleh simplisia daun cocor bebek sebanyak 200
gram dari simplisia daun cocor bebek sebanyak 2kg segar. Proses pembuatan
simplisia dapat dilihat pada lampiran I.
.
D. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek
Simplisia daun cocor bebek sebanyak 200gr dimaserasi dengan pelarut etanol
70% sampai simplisia terendam sempurna. Penggunaan pelarut 70% ini
dilakukan karena etanol 70% memiliki kandungan air 30% yang berfungsi untuk
membasahi sampel sehingga sel-sel simplisia mengembang dan pori-pori
membuka yang memudahkan zat aktif tertarik oleh etanol sehingga terpisahkan.
Proses maserasi pada penelitian ini dilakukan selama 8 hari, proses maserasi
selesai setelah dilakukan pemanasan tidak terdapat bercak atau endapan di
cawan porselin. Maserat yang diperoleh sebanyak 8,5liter. Maserat yang
dihasilkan kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dengan
suhu 60ºC yang bertujuan untuk memisahkan pelarut dari ekstrak sehingga
pelarut akan menguap dibawah titik didihnya dan meminimalisir kerusakan zat
aktif karena proses pemanasan. Dari 200gr simplisia kering dihasilkan ekstrak
cair sebanyak 200ml. Ekstrak daun cocor bebek yang diperoleh berwarna hitam
coklat dengan bau yang menyengat. Proses pembuatan ekstrak daun cocor bebek
dapat dilihat pada lampiran J.
Fraksinasi pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, karena pada
ulangan kedua warna pelarut sudah terlihat jernih. Langkah pertama yang
dilakukan adalah ambil ekstrak cair daun cocor bebek sebanyak 50ml, pelarut
etanol (polar) sebanyak 50ml dan pelarut n-heksan(nonpolar) sebanyak 100ml
lalu masukan kedalam corong pisah, kemudian di kocok dan didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan yaitu fraksi etanol dan fraksi n-heksan. Setelah itu
tampung fraksi etanol dan fraksi n-heksan kedalam erlenmeyer. Fraksi etanol
ditaruh kembali kedalam corong pisah dan di fraksinasi menggunakan pelarut
kloroform (non polar) sebanyak 100ml, kemudian dikocok dan didiamkan
hingga terbentuk dua lapisan yaitu fraksi etanol dan fraksi kloroform.
Fraksi yang diperoleh dari proses fraksinasi yaitu fraksi etanol sebanyak 40ml
berwarna cokelat kekuningan, fraksi n-heksan sebanyak 60ml tidak berwarna
dan fraksi kloroform sebanyak 115ml berwarna kuning muda. Kemudian fraksi
etanol diuapkan menggunakan hotplate dengan suhu 60ºC sampai diperoleh
fraksi etanol 30 ml. Proses fraksinasi dapat diliat pada lampiran K.
F. Pengujian Fitokimia
Pengujian fitokimia fraksi etanol daun cocor bebek digunakan untuk
mendeteksi awal senyawa yang terkandung dalam fraksi daun cocor bebek. Ada
tiga pengujian yang dilakukan antara lain saponin, alkaloid dan flavonoid. Hasil
uji skrining fitokimia fraksi daun cocor bebek dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
Hasil gambar ujinFitokimia dapat diliat pada lampiran L.
Tabel 4.1 Hasil uji fitokimia
No Senyawa Cara identifikasi Hasil Keterangaan
1 Saponin Fraksi etanol daun cocor Terbentuk buih
bebek 2ml +10 ml aquades + yang stabil dan
dikocok kuat 10 menit + 1 tidak hilng selama
tetes HCL
10 menit
2 Alkoloid Sebanyak 3 ml larutan uji Terbentuk endapan
ditambah dengan H2SO4 berwarna coklat
pekat 2 N, kemudian uji +
dengan pereaksi Wegner.
3 Flavonoid Fraksi etanol cocor bebek 3 Timbul warna
ml diteteskan diatas kertas + kuning
27
Alkaloid : Iodine bereaksi ion I- dari kalium iodide menghasilkan ion I3- yang
berwarna coklat. Pada uji wegner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan nitrogen pada alkoloid membentuk kompleks kalium-alkoloid
yang mengendap (12). Reaksi kimia senyawa alkaloid dapat dilihat pada gambar
4.2.
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat nilai Rata-rata pada 7 hari pengamatan
semua perlakuan memberikan efek penyembuhan luka sayat pada punggung
mencit jantan, pada kontrol negative nilai rata-rata panjang luka 2,8 mm lebih
kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan pada kontrol positif
mencapai nilai rata-rata panjang luka 1 mm lebih besar di bandingkan dengan
kontrol negatif. Perlakuan P1 dengan konsentrasi 20 % dengan rata-rata
panjang luka 1,9 mm. Perlakuan P2 dengan konsentrasi 30% dengan rata-rata
panjang luka 1,6 mm. Sedangan P3 dengan konsentrasi 40% memiliki rata-
32
rata panjang luka lebih baik dari P1,P2, KN dan tidak jauh dri KP dengan
rata-rata panjang luka 0,8 mm.
Hasil data pengujian efek penyembuhan luka sayat fraksi etanol daun cocor
bebek dengan menggunakan uji statistika ANOVA bertujuan untuk
menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan. Hasil analisis data pada tes
uji homogenitas diperoleh nilai p-value sebesar 0,104, karena nilai p-value
lebih besar dari nilai α = 0,05 maka dinyatakan data tersebut homogen.
Selanjutnya dilakukan analisis uji One way ANOVA dari hasil analisis data
menggunakan uji one way ANOVA diperoleh p-value sebesar 0,000. Oleh
karena nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 0,05 terdapat perbedaan signifikan
dibandingkan dengan kontrol negatif.
Untuk menentukan uji lanjut yang dipakai maka tahap selanjutnya adalah
menghitung nilai koefisien keseragaman (KK) dengan menggunakan rumus:
KK ¿
√ mean square within grup x 100 %
mean total
KK ¿
√0,018 x 100 %
1 ,62
KK ¿ √ 0,011 x 100 %
KK ¿ 0,1048 x 100 %
KK ¿ 10,48%
Hasil uji lanjut pengukuran panjang luka pada mencit dengan
menggunakan uji lanjut Ducan karena nilai KK 10%-20%. Besar hasil uji
Ducan diperoleh bahwa kontrol negatif menunjukan perbedaan nyata dengan
kontrol positif.
33
Perlakuan N 1 2 3 4 5
P3 5 0.80
K+ 5 1.00
P2 5 1.60
P1 5 1.90
K- 5 2.80
Sig 1.00 1.000 1.000 1.000 1.000
0