Manajemen Kepemimpinan Konsep Teori Dan Ab360504
Manajemen Kepemimpinan Konsep Teori Dan Ab360504
Manajemen Kepemimpinan Konsep Teori Dan Ab360504
i
MANAJEMEN KEPEMIMPINAN
KONSEP, TEORI, DAN APLIKASI
ii
KATA PENGANTAR EDITOR
Suwandi
iii
PRAKATA
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 6 FUNGSI KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN .... 47
A. Kepemimpinan dan Manajemen .................................... 47
B. Fungsi-fungsi Kepemimpinan dalam Manajemen ....... 49
C. Membedakan Kepemimpinan dan Kekuasaan ............. 51
Referensi ................................................................................ 57
BAB 7 POTENSI KEPEMIMPINAN ............................................. 58
A. Konsep Potensi Kepemimpinan ..................................... 58
B. Strategi Pengembangan Kepemimpinan ....................... 61
C. Pengembangan Potensi Sifat Kepemimpinan ............... 65
Referensi ................................................................................ 69
BAB 8 KOMPETENSI KEPEMIMPINAN .................................... 70
A. Konsep Kompetensi Kepemimpinan ............................. 70
B. Tingkatan, Tipe, dan Karakteristik Kompetensi ........... 74
C. Kompetensi Manajerial dan Profesionalisme ............... 76
Referensi ................................................................................ 80
BAB 9 KREATIVITAS KEPEMIMPINAN ................................... 81
A. Konsep Kreativitas Kepemimpinan ............................... 81
B. Dampak Kreativitas Kepemimpinan bagi Organisasi . 83
C. Tantangan Pemimpin di Era Globalisasi dan
Teknologi.......................................................................... 85
Referensi ................................................................................ 89
BAB 10 KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF .................................. 92
A. Konsep Kepemimpinan Efektif ...................................... 92
B. Ciri Kepemimpinan Efektif ............................................ 95
C. Pengembangan Sifat Kepemimpinan yang Efektif ....... 96
Referensi ................................................................................ 99
BAB 11 KEPEMIMPINAN DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ..................................................................... 100
A. Kriteria Pengambilan Keputusan Berkualitas............. 100
B. Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan
Keputusan ...................................................................... 107
C. Kepemimpinan dan Efektivitas Pengambilan
Keputusan ...................................................................... 108
Referensi .............................................................................. 110
BAB 12 KEPEMIMPINAN VISIONER ......................................... 111
A. Konsep dan Peran Kepemimpinan Visioner ............... 111
vi
B. Karakteristik, Kompetensi dan Komitmen Pemimpin
Visioner .......................................................................... 115
C. Strategi Menjadi Pemimpin Visioner .......................... 119
Referensi .............................................................................. 121
BAB 13 KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ................ 122
A. Konsep Kepemimpinan Transformasional ................. 122
B. Prinsip-prinsip Kepemimpinan Transformasional .... 127
C. Karakteristik dan Dimensi Kepemimpinan
Transformasional .......................................................... 128
Referensi .............................................................................. 131
BAB 14 KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF ................................. 135
A. Konsep dan Manfaat Kepemimpinan Partisipatif ..... 135
B. Kepemimpinan Partisipatif Modern ........................... 140
C. Kepemimpinan Partisipatif dan Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia (SDM) ................................................... 142
Referensi .............................................................................. 146
BAB 15 HUBUNGAN ORGANISASI, MANAJEMEN,
DAN KEPEMIMPINAN ................................................... 148
A. Konsep Hubungan Organisasi, Manajemen, dan
Kepemimpinan .............................................................. 148
B. Hubungan Gaya Kepemimpinan, Manajemen, dan
Organisasi ...................................................................... 152
C. Dampak Budaya Organisasi dan Kinerja
Kepemimpinan pada Kepuasan Kerja ........................ 154
Referensi .............................................................................. 157
TENTANG PENULIS ..................................................................... 160
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB TINJAUAN UMUM
MANAJEMEN
1 KEPEMIMPINAN
1
perhatikan perilakunya; (6) pahami diri sendiri dan selalu
melakukan peningkatan mutu (kaizen); (7) buat keputusan yang
jelas dan permanen; (8) mencari jalan untuk membimbing
perusahaan ke level yang baru; (9) berikan contoh kepada
bawahan; (10) berlatih sebagai anggota tim; (11) gunakan
kemampuan penuh dari perusahaan.
Di samping itu, George Robert Terry, mengungkapkan
bahwa manajemen diartikan sebagai proses khas dari beberapa
tindakan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengawasan. Seluruh tindakan tersebut bertujuan untuk
mencapai target atau tujuan dengan memanfaatkan semua
sumber daya yang tersedia. Oleh sebab itu, ilmu manajemen
diperlukan dalam semua jenis perusahaan, apakah mereka
membuat komputer atau barang kerajinan tangan,
memperdagangkan barang-barang konsumen atau
menyediakan pelayanan dan bahkan dalam perusahaan non-
bisnis sekalipun. Atas dasar hal tersebut maka konsep
manajemen sangat diperlukan, meliputi berikut ini.
1. Manajemen Sebagai Ilmu. Suatu bidang ilmu
pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk
memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja
bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem
kerjasama ini bermanfaat bagi kemanusiaan.
2. Manajemen Sebagai Seni. Manajemen adalah seni untuk
mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal,
demikian pula mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan
maksimal bagi pimpinan maupun pekerja serta memberikan
pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat.
3. Manajemen Sebagai Profesi. Manajemen sebagai profesi
merupakan suatu bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki keahlian dan keterampilan
sebagai pemimpin atau manajer pada suatu organisasi atau
perusahaan tertentu.
4. Manajemen Sebagai Proses. Manajemen sebagai proses yang
khas terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian dimana dalam masing-
2
masing bidang tersebut digunakan ilmu pengetahuan dan
keahlian yang diikuti secara berurutan dalam usaha
mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
3
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain:
1. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan
bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan
penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang
bersangkutan.
2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya
untuk tumbuh dan berkembang.
3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk
´PHPEDFDµ VLWXDVL
4. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan
melalui pertumbuhan dan perkembangan.
5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat
tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir
dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.
4
keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan karakter
bagi seorang pemimpin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui baik
tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dinilai dari
konsekuensi yang ditimbulkannya, melainkan melalui berbagai
pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan
keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan,
sehingga:
1. Teori keputusan merupakan metodologi untuk
menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti
atau berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat
perspektif daripada deskriptif
2. Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana
seorang manajer memperoleh dan menggunakan data
dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk
menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data;
manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan
mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya
3. Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara
alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.
5
ambiguitas; dan kebutuhan yang rendah untuk menstruktur
informasi, sehingga dapat memproses banyak pemikiran
pada saat yang sama.
6
interaksi sosial yang memuaskan; mengadakan pertemuan-
pertemuan membangun tim; dan menggunakan jasa konsultan
bila diperlukan.
Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap
orang bersedia untuk bekerja dan memberikan yang terbaik.
Adapun kriteria anggota tim yang baik harus: mengerti tujuan
yang baik; memiliki rasa saling ketergantungan dan saling
memiliki; menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk
sasaran tim; dapat bekerja secara terbuka; dapat
mengekspresikan gagasan, opini, dan ketidaksepakatan;
mengerti sudut pandang satu dengan yang lain;
mengembangkan keterampilan dan menerapkanya pada
pekerjaan; mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal;
dan berpartisipasi dalam keputusan tim.
Peranan Dalam Tim Kepemimpinan. Peranan
kepemimpinan dalam tim kepemimpinan sesungguhnya
didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan
dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas
kelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan
sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya
untuk mencapai tujuan akhir yang sama.
Peran Pembangkit Semangat. Salah satu peran
kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin
adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat
dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan.
Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif.
Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk uang,
sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau
benda yang dapat kuantifikasi. Peran membangkitkan
semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa
dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak
langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif.
Peran Menyampaikan Informasi. Informasi merupakan
jantung kualitas perusahaan atau organisasi oleh karena itu
seorang pemimpin harus cerdas dan terampil dalam
7
menyampaikan informasi baik dengan tim yang ada di dalam
perusahaan tersebut maupun dengan pihak eksternal.
Fungsi kepemimpinan dalam manajemen adalah suatu
cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin agar dapat
menambah nilai pada suatu kelompok. Suatu kepemimpinan
akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik, jika
pemimpin di dalamnya memiliki dominasi yang kuat terhadap
kelompok sosial lainnya. Lebih lanjut ada 15 fungsi
kepemimpinan yang perlu perlu dipahami oleh seorang
pemimpin: menyusun strategi yang tepat; merancang taktik;
penyelesaian masalah (problem solving); pengambilan keputusan
yang tepat; melakukan pengorganisasian dengan teratur;
manajemen yang baik; memfasilitasi dengan para pemangku
kepentingan (stakeholder); membangun relasi yang luas;
memberikan pengaruh & motivasi yang kuat; manajemen
waktu yang baik; membantu mengembangkan orang lain;
beradaptasi dengan perubahan yang ada; memimpin dengan
memberi contoh yang baik; membentuk dan menerapkan
budaya yang positif; dan membentuk ketangguhan.
Sesungguhnya masih banyak lagi fungsi seorang
pemimpin tetapi pada tulisan ini cukup dirangkum menjadi
sepuluh fungsi ini yang menjadi pokok dari seorang pemimpin.
8
Tabel 1. Sistem Kepemimpinan
Masukan Proses Keluaran
Pemimpin Interaksi antara Pengikut terpengaruh
pemimpin dan pengikut
Pengikut Pemimpin dan pengikut Pengaruh tidak
saling mempengaruhi terpengaruh
Visi Pemimpin dan pengikut Visi/tujuan tercapai
berupaya merealisasi
visi
Kekuasaan Proses pemberdayaan Visi/tujuan tidak
pengikut tercapai
Teknik Mempengaruhi Proses perubahan Perubahan terjadi
Sumber Proses manajemen Tidak terjadi perubahan
konflik, dan sebagainya
9
seseorang untuk menjadi pemimpin yang baik yang dibuat
dalam bentuk model di atas (Model Leadership 3.0):
Referensi
Alwi, S. 2015. Resolusi Konflik Dan Negosiasi Bisnis. BPFE.
Yogyakarta.
Kanaka. 2022. Konsep Dasar Manajemen Dan Leadership Yang
Penting Diketahui. Lembaga Training, Consulting Dan
Outbound. 22 Juli 2022. https://www.pelatihan-
sdm.net/konsep-dasar-manajemen-dan-leadership-yang-
penting-diketahui/
Maxwell, J. 2013. The 360 Leader. Mengembangkan Pengaruh
anda Dari Posisi Manapun Dalam Organisasi. Pt. Bhuana
Ilmu Populer. Jakarta.
Nurdin, 2020. Peran dan Fungsi Kepemimpinan. Universitas
Gorontalo. Gorontalo.
Pamungkas, G. 2011. Tip Dan Trik Dahsyat Menjadi Pemimpin
Hebat. Araska. Yogyakarta.
Quamila, A. 2022. 20 Fungsi Kepemimpinan yang Penting dalam
Suatu Organisasi. Majalah online Gline.19 Agustus 2022.
https://glints.com/id/lowongan/fungsi-kepemimpinan /
#.Y6hGaHZBzIU
Ridwansyah, A. 2012. Leadership 3.0. Seni Kepemimpinan
Horizontal Untuk Semua Orang. Pt. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
10
Rivai, V dan Mulyadi, D. 2012. Kepemimpinan Dan Perilaku
Organisasi. Rajawali Press. Jakarta.
Sampson, S.J. 2011. Leaders Without Titles :The Six Powerful
Attributes of Those Who Influence Without Autority Aherst,
MA. HRD Press.
Sunyoto, D. 2013. Sumberdaya manusia (Praktik Penelitian).
Center For Academic Publishing Service, Yogyakarta.
Studi Ilmu. 2022. Pengertian Fungsi Kepemimpinan dan 15 Fungsi
Kepemimpinan. Majalah online Even, Karir dan Bisnis.
Desember 2022. https://www.studilmu.com/blogs/
details/pengertian-fungsi-kepemimpinan-dan-15-fungsi-
kepemimpinan
11
BAB
PEMIMPIN DAN
2 KEPEMIMPINAN
12
kepemimpinan sebuah faktor yang sangat penting untuk
mempengaruhi dan memberikan arahan kepada para
bawahannya, apalagi saat ini sistemnya sudah beranjak serba
terbuka maka sosok kepemimpinan yang menguatkan para
bawahannya (Jaya et al., 2020).
Kepemimpinan yang bisa membawa kemajuan dan
keberhasilan suatu organisasi yaitu mempunyai pemimpin
yang bertanggung jawab. Namun, tanggung jawab ini tidak
hanya kepada organisasi atau perusahaan saja melainkan
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga para
anggota ataupun kelompoknya. Selain itu, lingkungan
organisasi menjadi sehat dan terasa nyaman (Sahadi et al.,
2020). Anggota dalam suatu organisasi harus saling kerja sama,
agar segala macam kegiatan lebih mudah, sehingga tujuan
cepat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Jadi kerja sama
sangatlah penting dan sangat dibutuhkan dalam manajemen
kepemimpinan. Jika tidak ada kerja sama, maka tujuan
organisasi terhambat bahkan tidak tercapai sesuai yang
diharapkan.
Keberhasilan sebuah organisasi atau perusahaan dalam
mencapai tujuan sangat diperlukan adanya pemimpin.
Pemimpin (leader) adalah seorang pemimpin yang mempunyai
sifat-sifat kepemimpinan personality atau authority (berwibawa).
Pemimpin disegani dan berwibawa terhadap bawahan atau
pengikutnya karena kecakapan dan kemampuannya serta
didukung perilakunya yang baik (Jatmiko, 2013). Pemimpin
(leader) dapat memimpin organisasi formal maupun informal,
dan menjadi panutan bagi bawahan dan pengikutnya.
Manajer juga merupakan seorang pemimpin, yang dalam
praktek kepemimpinannya hanya berdasarkan kekuasaan atau
authority formalnya saja. Bawahan atau karyawan bahkan staf
menuruti perintah-perintahnya karena takut dikenakan
hukuman oleh manajer. Manajer biasanya hanya dapat
memimpin organisasi formal saja. Seorang manajer harus
mampu mengatasi masalah dan mampu meramalkan kejadian
yang terjadi dalam mengambil keputusan. Sekali lagi, hal ini
13
tentunya tidak mudah. Seringkali dalam organisasi ditemukan
manajer yang hanya bisa memerintah dan tidak mau dikoreksi,
padahal pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau
mendengarkan keluhan dan kritik dari bawahannya. Peranan
seorang manajer dalam suatu organisasi, penting karena
keberadaan seorang manajer menjadi motivator bagi karyawan-
karyawannya dan salah satu ujung tombak dari keberhasilan
suatu organisasi (Muizu & Sule, 2017).
Perbedaan mendasar antara pemimpin dan manajer
adalah cara mereka memotivasi orang-orang yang bekerja atau
pengikut mereka, dan aspek-aspek lain sebagian besar dari apa
yang mereka lakukan. Lebih spesifik, perbedaan pemimpin
(leader) dan manajer dapat dilihat dari tiga hal yang selalu
berkaitan dengannya, yaitu: sumber kekuasaan yang diperoleh,
bawahan, dan lingkungan kerja.
Berdasarkan sumber kekuasaan yang diperoleh, seorang
manajer dipilih melalui jalur formal (seperti dipilih oleh
komisaris atau direktur) dengan dasar yuridis yang dimiliki.
Artinya seseorang dapat menjadi manajer jika mempunyai
dasar yuridis yaitu adanya surat keputusan atau surat
pengangkatan. Sedangkan pemimpin (leader) kekuasaan yang
dimiliki berdasarkan kontrak sosial dengan anggota atau
bawahan. Kebanyakan pada keadaannya memiliki keduanya
pekerjaan, terutama pada keadaan yang sulit bertindak sebagai
pemimpin. Menurut Warren Bennis (1990) dalam bukunya
EHUMXGXO ´2Q %HFRPLQJ /HDGHUµ PHQMHODVNDQ SHUEHGDDQ SHUDQ
antara Pemimpin dan Manajer sebagai berikut:
14
Pemimpin Manajer
8. Menatap masa depan Melihat hasil pokok
9. Melahirkan Meniru
10. Menantang Status quo
11. Dirinya sendiri Prajurit yang baik
12. Melakukan hal-hal benar Melakukan hal-hal benar
15
mengelola sumber daya tertentu demi mencapai tujuan yang
diberikan kepadanya. Disisi lain dalam operasional manajemen
terdapat pemimpin relasional, yaitu orang yang aktif terlibat
dalam timnya, memiliki ide-ide inovatif dan memiliki inisiatif
untuk membuat perubahan kearah positif (Jatmiko, 2013).
Dalam kepemimpinan memiliki beberapa teori sebagai suatu
pola dari hubungan antara individu, dengan menggunakan
wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok.
Teori-teori Kepemimpinan menurut Fred Luthan
(1998:273) mengemukakan ada 4 teori mengenai kepemimpinan
(Mulyono, 2018) yaitu:
1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori Sifat (Trait Theory) Teori ini lebih menekankan
pada aspek kepribadian seperti intelektualisasi, emosi,
keadaan fisik (usia, tinggi dan berat badan) dan sifat-sifat
pribadi lainnya. Teori memusatkan perhatiannya pada dua
aspek perilaku kepemimpinan dan gaya-gaya
kepemimpinan. Aspek pertama menekankan pada fungsi-
fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya.
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus
melaksanakan dua fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task
related), atau pemecahan masalah, yang menyangkut
pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat.
b. Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok atau sosial,
mencakup segala sesuatu yang dapat membantu
kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan
kelompok lain, penengahan perbedaan pendapat dan
sebagainya.
Aspek kedua pendekatan perilaku kepemimpinan
memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya
dengan bawahan.
2. Teori Perilaku
Menggambarkan perilaku spesifik membedakan
pemimpin dan yang bukan pemimpin. Studi dari Ohio State
16
University penelitian yang dipimpin oleh Fleishman dan
rekan-rekannya. Program ini menghasilkan perkembangan
teori dua faktor dari kepemimpinan. Suatu seri penelitian
mengisolasikan dua faktor kepemimpinan, disebut sebagai
membentuk struktur dan konsiderasi (Syarifudin, 2004).
a. Membentuk struktur, melibatkan perilaku di mana
pemimpin mengorganisasikan clan mendefinisikan
hubungan-hubungan di clalam kelompok, cenderung
membangun pola clan saluran komunikasi yang jelas,
clan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang
benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan
membentuk struktur yang tinggi, akan memfokuskan
pada tujuan dan hasil.
b. Konsiderasi, melibatkan perilaku yang menunjukkan
persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan,
clan komunikasi antara pemimpin clan pengikutnya.
Pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi menekankan
pentingnya komunikasi yang terbuka dan partisipasi.
3. Teori Situasional (Contingency Theory)
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya,
sifat-sifat bawahannya, clan situasi sebelum menggunakan
suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan
diagnostik dalam perilaku manusia.
4. Teori Transformasional
Teori kepemimpinan berkembang menuju ke banyak
arah seperti kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional adalah gaya yang
digunakan bergantung pada faktor-faktor seperti situasi,
karyawan, tugas, organisasi dan variabel-variabel
lingkungan lainnya. Ada 4 (empat) unsur yang mendasari
kepemimpinan transformasional yaitu: Charisma; Inspiration;
Intellectual Stimulation; dan Individualized Consideration.
17
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada
dasarnya dapat diterangkan sebagai tiga aliran teori (Mulyasa,
2004) yaitu:
1. Teori Genetis (Keturunan), Inti dari teori menyatakan
EDKZD ´leader are born and nor madeµ SHPLPSLQ LWX
dilahirkan bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran
teori ini menengahkan pendapatnya bahwa seorang
pemimpin akan menjadi pemimpin karena telah dilahirkan
dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan
bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah
ditakdirkan menjadi pemimpin, kelak ia akan muncul
sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara
filosofis, pandangan inti tergolong pada pandangan fasilitas
atau deterministik.
2. Teori Sosial, Jika teori pertama di atas adalah teori yang
ekstrim pada satu sisi, teori ini pun ekstrim pada sisi
lainnya. Inti aliran teori sosial ini adalah EDKZD ´ leader are
made and not bornµ SHPLPSLQ LWX GLEXDW GLGLGLN EXNDQ
kodrat). Jadi teori ini kebalikan inti teori genetika. Para
penganut teori ini menengahkan pendapat yang
mengatakan bahwa setiap orang bisa jadi pemimpin apabila
diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis, Kedua teori yang ekstrim di atas tidak
mengandung kebenaran. Oleh karena itu, sebagai reaksi
kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang
disebut teori ekologis ini pada intinya menekankan bahwa
seseorang hanya berhasil menjadi pemimpin yang baik
apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat
tersebut kemudian dikemabangkan melalui pendidikan
yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-
segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga, dapat
dikatakan teori yang paling mendekati kebenaran. Sehingga
demikian, penelitian yang jauh lebih dalam masih
diperlukan untuk mengatakan secara pasti apa saja faktor
yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
18
C. Fungsi Pemimpin dan Kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses yang
kompleks dimana seorang pemimpin mempengaruhi
bawahannya dalam melaksanakan dan mencapai visi dan misi
serta tugas dengan menjadi organisasi atau perusahaan lebih
maju dan bersatu. Seorang pemimpin mengaplikasikan sifat-
sifat kepemimpinan dirinya yaitu kepercayaan, nilai, etika,
perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran-kemahiran yang
dimilikinya. Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam
diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk
bekerja secara sadar dalam tugas agar mencapai tujuan yang
diinginkan (Sulthon Syahril, 2019).
Upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka
kepemimpinan harus dijalankan sesuai dengan fungsinya.
Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan organisasi atau perusahaan
masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada di dalam dan bukan di luar situasi sosial organisasi atau
perusahaan. Menurut Veithzal Rivai Fungsi (2005:55)
Kepemimpinan Secara operasional dapat dibedakan dalam
lima fungsi pokok kepemimpinan (Farid Riadi, 2019) yaitu:
1. Fungsi instruksi
Fungsi instruksi bersifat komunikasi satu arah.
Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang
menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana
perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan
secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan
kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang
lain agar mau melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap
pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin
kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang
mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan
19
informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-
orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan
ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan
balik (feed back)untuk memperbaiki dan menyempurnakan
keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat
diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan
mendapat dukungan dan lebih mudah
menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung
efektif.
3. Fungsi partisipatif
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha
mengaktifkan orang orang yang dipimpinnya, baik dalam
keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau
mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan
pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan
bukan pelaksana.
4. Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan
pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan
keputusan,baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya
berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu
harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang
memiliki kesamaan prinsip,persepsi dan aspirasi.
5. Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa
kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur
aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
20
bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat
diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi dan pengawasan.
Referensi
Farid Riadi. (2019). ANALISIS FUNGSI KEPEMIMPINAN
ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal
Kota Cimahi). Ekonomi Dan Bisnis, 6(1), 62²72.
Jatmiko. (2013). Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi.
Forum Ilmiah, 10(2), 209²219.
https://doi.org/10.1016/j.eururo.2010.11.021
Jaya, N., Mukhtar, A., & UA, A. N. A. (2020). Gaya Kepemimpinan
Dan Motivasi, Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pegawai.
BALANCAß: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(1), 35²43.
https://doi.org/10.35905/balanca.v2i1.1393
Mulyasa, E. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muizu, W. O. Z., & Sule, E. T. (2017). MANAJER DAN
PERANGKAT MANAJEMEN BARU. Pekbis, 9(2), 151²160.
Mulyono, H. (2018). Kepemimpinan (Leadership) Berbasis
Karakter Dalam Peningkatan Kualitas Pengelolaan
Perguruan Tinggi. Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial
Humaniora, 3(1), 290²297.
Sahadi, Taufiq, O. H., & Wardani, A. K. (2020). Karakter
Kepemimpinan Ideal Dalam Organisasi. Jurnal Moderat, 6(3),
519.
Sulthon Syahril. (2019). Teori-Teori Kepemimpinan. 5L·D\DK, 4(2),
208²215.
Syarifudin, E. (2004). Teori Kepemimpinan. Alqalam, 21(102), 459.
https://doi.org/10.32678/alqalam.v21i102.1644
21
BAB
AKTIVITAS
3
KEPEMIMPINAN
DALAM ORGANISASI
22
yang baik di antara anggotanya dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi (Werdhiastutie, Suhariadi, & Partiwi, 2020).
Kepemimpinan menjadi orang yang berpengaruh karena
merupakan inti dari perubahan organisasi yang signifikan.
Lebih jauh, kepemimpinan adalah seni yang menciptakan
kecocokan dan stabilitas organisasi.
Dalam suatu organisasi, fungsi pemimpin seringkali
memiliki karakteristik yang berbeda dengan area kerja atau
organisasi lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai
sumber, seperti jenis organisasi, kondisi sosial dalam
organisasi, dan jumlah anggota kelompok organisasi. Seorang
pemimpin yang sukses adalah seseorang yang memiliki
kemampuan untuk memimpin atau mengarahkan organisasi
secara efektif (Haryati et al., 2023). Hal ini juga dapat
menunjukkan kepemimpinan yang efektif. Untuk melakukan
ini, pemimpin harus benar-benar mampu melakukan tugas
kepemimpinannya.
Fungsi manajer dalam suatu organisasi dapat dibagi
menjadi empat kelompok, yaitu: merencanakan, mengatur,
mengelola, dan mengendalikan organisasi. Lebih lanjut,
pemimpin memiliki tugas-tugas tertentu dalam menjalankan
fungsinya tersebut. Hal ini dicontohkan, seperti mengupayakan
agar anggota kelompok mencapai tujuan melalui kolaborasi
yang produktif, meski dalam situasi apa pun di mana
kelompok itu berada. Tugas utama pemimpin ini adalah
memberikan struktur yang jelas untuk: (1) situasi kompleks
yang dihadapi oleh anggota kelompok organisasi; dan (2)
berusaha memenuhi kebutuhan anggota kelompok terkait
kebutuhan dunia luarnya (Cortellazzo, Bruni, & Zampieri,
2019).
Terdapat beberapa peran seorang pemimpin dalam
sebuah organisasi diuraikan berikut ini.
Peran pemimpin bersifat interpersonal. Saat ini, secara
umum diterima bahwa salah satu syarat seorang pemimpin
adalah keterampilan yang dimilikinya. Keterampilan ini mutlak
diperlukan dalam praktik membimbing kelompok organisasi.
23
Pemimpin pada dasarnya berinteraksi dengan orang lain,
artinya pemimpin tidak hanya berinteraksi dengan
bawahannya, melainkan juga kepada berbagai pemangku
kepentingan, baik di dalam maupun di luar organisasi.
Seorang pemimpin yang bersifat interpersonal dapat
dilihat dari berbagai hal, di antaranya:
1. Sebagai simbol eksistensi organisasi. Peran ini dimainkan
dalam berbagai kegiatan formal dan seremonial.
Berpartisipasi dalam berbagai upacara resmi dan menerima
undangan dari atasan, kolega, bawahan, dan mitra bisnis.
2. Sebagai pemimpin yang menggerakkan dan mengarahkan
bawahan.
3. Pemimpin sebagai penghubung yang harus mampu
membangun jaringan yang luas. Jalannya adalah dengan
memberikan perhatian khusus kepada orang-orang diluar
organisasi yang dapat melakukan sesuatu untuk organisasi
yang dipimpin.
24
mengkomunikasikan informasi dengan benar, khususnya
terkait dengan informasi tentang rencana, kebijakan, tindakan
dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi.
Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan. Secara
umum, peran ini membentuk tiga keputusan. Keputusan
pertama, pemimpin sebagai seorang wirausahawan, di mana
pemimpin diharapkan mampu meninjau secara terus menerus
situasi yang dihadapi organisasinya. Pemimpin berupaya
mencari dan menemukan peluang yang ada. Keputusan kedua,
pemimpin sebagai penghalau gangguan, di mana pemimpin
bersedia mengambil tanggung jawab untuk membuat
keputusan pencegahan korektif. Artinya, ketika organisasi
menghadapi situasi yang rumit, yang jika tidak segera
ditangani akan dapat merugikan organisasi. Keputusan ketiga,
pemimpin sebagai pengatur sumber dana dan alokasi sumber
daya. Sering dikatakan bahwa semakin tinggi kedudukan
seorang pemimpin, semakin besar pula tugas dan tanggung
jawabnya. Otoritas atau kekuasaan ini paling sering dinyatakan
sebagai kekuatan yang mampu mengalokasikan dana dan
daya, termasuk kekuatan untuk menunjuk individu ke posisi
tertentu. Tidak hanya itu, pemimpin juga dapat menurunkan
pangkat dan jabatan setiap individu. Otoritas inilah yang
membuat bawahannya bergantung pada kepemimpinan
seseorang.
25
bersama. Singkatnya, kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi orang lain untuk memajukan aspirasi mereka
untuk tujuan organisasi.
Dalam bab ini, pendekatan kepemimpinan dikategorikan
ke dalam pendekatan sifat dan pendekatan perilaku (Juhji,
2020).
Pendekatan sifat. Pendekatan ini menciptakan gagasan
bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat. Pemikiran seperti
itu disebut pemikiran turun-temurun (hereditary). Pendekatan
hereditary ini dimaknai bahwa tidak ada pemimpin yang
dilahirkan, melainkan dihasilkan dari warisan. Pemimpin tidak
dapat memperoleh keterampilan melalui pembelajaran dan
pelatihan, tetapi mereka dapat memperoleh keterampilan
melalui warisan. Dalam hal ini, kepemimpinan berada di garis
keluarga. Dengan pendekatan ini, kekuasaan diteruskan ke
generasi berikutnya dan garis keturunan pemimpin saat ini.
Pendekatan perilaku. Pendekatan perilaku sangat
penting untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang
efektif. Pendekatan ini muncul setelah pendekatan berbasis
sifat menekankan karakteristik kepemimpinan seperti
kepribadian, motivasi nilai, dan kemampuan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahan. Dalam
pendekatan perilaku ini, pemimpin menggunakan pola waktu
dan aktivitas, tanggung jawab dan karakteristik kepemimpinan
kerja, dan bagaimana pemimpin menangani tuntutan, batasan,
dan konflik peran di tempat kerja untuk mengubahnya menjadi
tindakan korektif.
Pendekatan perilaku menyatakan bahwa keberhasilan
atau kegagalan seorang pemimpin tergantung pada sikap dan
gaya perilaku pemimpin tersebut. Sikap dan perilaku tercermin
dalam cara seorang pemimpin memberi perintah, cara
menugaskan pekerjaan, cara berkomunikasi, cara membuat
keputusan, cara memotivasi bawahan, serta cara menjalankan
aktivitas yang disiplin. Jika dalam hal melakukan tindakan-
tindakan lugas dan keras, dilakukan secara sepihak, serta
menghukum bagi pelanggarnya, maka gaya kepemimpinan ini
26
cenderung otoriter. Sebaliknya, jika pemimpin memiliki nuansa
empatik dalam melakukan kegiatan tersebut, saling
berinteraksi, menghargai pendapat, gaya kepemimpinan ini
adalah demokratis.
Dalam pandangan klasik, sikap karyawan dipandang
pasif dalam arti keengganan bekerja, malas, takut bertanggung
jawab, dan patuh pada perintah. Sebaliknya, citra karyawan
modern adalah emosi, perasaan, kemauan, dan tanggung jawab
yang positif. Pandangan klasik mengarah pada gaya
kepemimpinan otoriter, sedangkan pandangan modern
mengarah pada gaya kepemimpinan demokratis. Dua
pandangannya di atas menghasilkan gaya kepemimpinan yang
berbeda.
27
Pendengar yang baik. Sesederhana kedengarannya,
namun ini adalah sifat yang jarang terlihat pada pemimpin.
Apa karakteristiknya? Pemimpin yang baik adalah seorang
pendengar yang tidak langsung mengambil tindakan atas
kehendaknya sendiri. Dia terlebih dahulu mendengarkan
pendapat kelompok-kelompok organisasi sebelum mengangkat
suatu topik permasalahan (Mayes, Finneran, & Black, 2019).
Selain itu, kemampuan mendengarkannya yang luar biasa
memungkinkannya mengembangkan timnya menjadi
kelompok yang penting dan menghasilkan diskusi yang baik.
Membangun kepercayaan. Untuk mengembangkan
keterampilan kepemimpinan yang baik, tentu harus menjadi
orang yang dapat dipercaya, konsisten dan bertanggung jawab
(Fernandez & Shaw, 2020). Seorang pemimpin tidak boleh
pendendam, melainkan harus memiliki integritas yang tinggi,
tahu apa yang harus dilakukan, banyak gagasan/ide, dan
memiliki etos kerja yang baik.
Tegas. Di era yang sangat dinamis ini, pemimpin perlu
mengekspresikan diri secara tegas dalam kepemimpinannya
(James & Bennett, 2022). Mengapa ketegasan diperlukan?
Strategi dapat berubah setiap saat; dan bahkan anggota tim
berisiko kebingungan dan mendapat masalah; situasi ini
membutuhkan pemimpin yang tegas. Ketegasan dalam konteks
ini, juga berarti mengambil keputusan tanpa kebimbangan.
Sikap ini memberi anggota kekuatan besar dan memperkuat
organisasi.
Tekun. Ketekunan yang dibutuhkan kepemimpinan
adalah sikap tangguh untuk menghadapi tantangan. Pemimpin
harus lebih tangguh dan lebih proaktif dalam memecahkan
persoalan (Klocko, Justis, & Kirby, 2019). Pemimpin harus lebih
proaktif untuk menganalisis berbagai hal dalam organisasi, dan
semua itu membutuhkan ketekunan.
Referensi
Bafadal, I. I., Bafadal, I., Sobri, A. Y., Nurabadi, A., & Gunawan, I.
(2019, December). Standards of competency of head of
school beginners as leaders in learning innovation. In 5th
28
International Conference on Education and Technology (ICET
2019) (pp. 13-18). Atlantis Press.
Cardona, P., Rey, C., & Craig, N. (2019). Purpose-driven
leadership. Purpose-driven organizations: Management ideas for
a better world, 57-71.
Cortellazzo, L., Bruni, E., & Zampieri, R. (2019). The role of
leadership in a digitalized world: A review. Frontiers in
psychology, 10, 1938.
Fernandez, A. A., & Shaw, G. P. (2020). Academic leadership in a
time of crisis: The Coronavirus and COVID(19. Journal of
leadership Studies, 14(1), 39-45.
Haryati, T., Melinda, M., Santoso, R., Dahliana, A. B., & Suwandi,
S. (2023). POTRET KOMPETENSI INTELEKTUAL PELAKU
UKM DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA
USAHA. Komitmen: Jurnal Ilmiah Manajemen, 4(1), 73-80.
Hofmeyer, A., & Taylor, R. (2021). Strategies and resources for
nurse leaders to use to lead with empathy and prudence so
they understand and address sources of anxiety among
nurses practising in the era of COVID(19. Journal of clinical
nursing, 30(1-2), 298-305.
James, A. H., & Bennett, C. L. (2022). Effective nurse leadership in
times of crisis. Nursing Management, 29(4).
Juhji, J. (2020). Kepemimpinan: Sebuah Kajian Literatur. At-
Tarbiyat: Jurnal Pendidikan Islam, 3(2), 172-186.
Klocko, B. A., Justis, R. J., & Kirby, E. A. (2019). Leadership
Tenacity and Public-School Superintendents. Journal of
Leadership Education, 18(1).
Mayes, E., Finneran, R., & Black, R. (2019). The challenges of
VWXGHQW YRLFH LQ SULPDU\ VFKRROV 6WXGHQWV ¶KDYLQJ D
YRLFH·DQG ¶VSHDNLQJ IRU·RWKHUV Australian Journal of
Education, 63(2), 157-172.
Werdhiastutie, A., Suhariadi, F., & Partiwi, S. G. (2020).
Achievement motivation as antecedents of quality
improvement of organizational human resources. Budapest
International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-
Journal) Volume, 3, 747-752.
29
BAB
PRINSIP
4 FUNDAMENTAL
KEPEMIMPINAN
A. Karakteristik Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu kunci paling
penting dalam mencapai sebuah keberhasilan dalam berbagai
macam hal. Dalam dunia kuliner, bisnis, konstruksi, dan
berbagai bidang lainnya kepemimpinan adalah hal yang sangat
berpengaruh dalam keberhasilan dari bidang-bidang tersebut.
Tanpa adanya sebuah kepemimpinan yang baik maka sebuah
usaha atau perusahaan bahkan sebuah toko akan hancur
karena tanpa adanya kepemimpinan yang baik sebuah
perusahaan tidak akan dapat bergerak dan beradaptasi dengan
lingkungan mereka. Selain tidak dapat beradaptasi perusahaan
juga tidak akan dapat berkembang karena tanpa
kepemimpinan sebuah perusahaan akan bergerak tanpa arah
yang jelas sehingga hal tersebut akan menghambat terjadinya
perkembangan dalam perusahaan.
Selain kepemimpinan, seorang pemimpin juga sangat
berpengaruh dalam keberhasilan sebuah organisasi atau
perusahaan. Akan tetapi perlu diketahui juga bahwa dengan
adanya pemimpin belum tentu pemimpin tersebut dapat
menerapkan kepemimpinan yang baik. Hal ini dapat terjadi
mungkin karena adanya perbedaan pandangan dari pimpinan
dengan anggotanya atau bahkan bisa karena lack of skill dari
sang pemimpin. Karena itu sebagai seorang pemimpin kita
30
tidak dapat hanya memerintah dengan semau kita. Perlu
adanya sebuah dasar mengenai bagaimana cara untuk menjadi
pemimpin yang baik dan memiliki sikap kepemimpinan yang
dapat membawa perusahaan menuju tujuan utama yang ingin
dicapai. Sebagai seorang pemimpin kita perlu mengetahui
bahwa ada hal-hal yang perlu kita miliki sebagai seorang
pemimpin agar kita dapat menjadi seseorang dengan skill
kepemimpinan yang baik.
Kepemimpinan sendiri bukan lagi hal yang asing untuk
kita dengar. Setiap perusahaan, organisasi,bahkan sebuah tim
kerja pasti membutuhkan yang Namanya kepemimpinan. Lalu
apa itu kepemimpinan? Kepemimpinan adalah sebuah proses
dimana seseorang atau sebuah tim menginspirasi, memotivasi
dan mengarahkan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan
mereka. Kepemimpinan juga kegiatan mempengaruhi orang
agar mereka suka dan mau untuk berusaha untuk mencapai
tujuan bersama dalam kelompok, yang merupakan suatu
kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok orang untuk
mencapai serangkaian tujuan.
Ada berbagai pandangan para ahli mengenai apa itu
kepemimpinan. Kepemimpinan bisa dimaknai juga sebagai
proses untuk mempengaruhi akan tetapi bukan hanya dari
pemimpin ke anggotanya akan tetapi juga bisa dilakukan
dengan arah sebaliknya. Yang dimaksud adalah pengaruh dari
anggota tersebut dapat membuat sang pemimpin untuk
semakin aktif dan semakin memotivasi para anggotanya untuk
melaksanakan tugas-tugasnya. Selain untuk mempengaruhi
anggota untuk dapat bekerja ada pandangan lain yang
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses untuk
mempengaruhi seseorang untuk menyetujui apa yang harus ia
lakukan dan bagaimana ia harus melakukannya.
Kepemimpinan adalah sebuah skill atau kemampuan seorang
pemimpin untuk dapat menggerakan anggota-anggotanya
untuk dapat bekerja sesuai dengan tugas mereka serta untuk
mencapai suatu tujuan bersama.
31
B. Unsur-unsur Kepemimpinan
Kepemimpinan penting untuk keberhasilan suatu
organisasi karena memberikan panduan, tujuan, dan
membantu orang lain memahami strategi dan tujuan bisnis
jangka panjang. Berikut unsur-unsur kepemimpinan yang
efektif:
1. Visi
Kepemimpinan yang sukses menciptakan visi yang
jelas tentang apa yang dapat dicapai organisasi. Pemimpin
memberikan peta jalan yang menguraikan langkah-langkah
dan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan mereka
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Komunikasi
Pemimpin membantu mengkomunikasikan visi dan
misi perusahaan kepada karyawan. Ini memberikan arahan
dan membantu semua orang mengidentifikasi peran yang
paling sesuai dengan keterampilan dan pengalaman.
Melalui komunikasi yang jelas, pemimpin mendorong
bawahannya untuk bertindak demi terwujudnya tujuan.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah salah satu
keterampilan kepemimpinan teratas. Kepemimpinan yang
sukses mengambil keputusan yang terbaik bagi organisasi
dalam segala situasi. Pemimpin ahli dalam mengambil
keputusan yang tepat berdasarkan keadaan yang berlaku.
Mereka menimbang kekuatan dan kelemahan organisasi
mereka untuk memastikan pilihan mereka menempatkan
mereka pada keuntungan sekarang dan di masa depan.
4. Gairah
Pemimpin bersemangat dengan visi mereka dan
menulari orang lain dengan energi mereka untuk
mencapainya. Kepemimpinan yang efektif menginspirasi
orang lain untuk menyetujui tujuan perusahaan dan
32
memberikan alasan yang kuat bagi setiap orang untuk tetap
berdedikasi pada tugas mereka.
5. Bimbingan
Begitu karyawan tahu apa yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan proyek, pemimpin yang efektif
mengawasi pekerjaan mereka untuk memastikan mereka
menjalankan peran mereka secara efektif. Pemimpin
memastikan upaya karyawan selaras dengan tujuan
organisasi untuk meningkatkan efisiensi.
6. Komitmen
Pemimpin yang efektif berkomitmen untuk
keberhasilan organisasi mereka dan karyawannya. Mereka
tetap fokus pada tujuan jangka panjang perusahaan dan
tidak membiarkan kemunduran sementara meredam
semangat mereka. Saat mereka menghadapi kemunduran,
pemimpin yang baik memotivasi tim mereka dan
membantu mereka melihat melampaui masalah yang
mencegah mereka mencapai tujuan bersama.
7. Integritas
Kepemimpinan yang sukses mengajarkan nilai-nilai
etika organisasi. Terlepas dari masalah mereka, pemimpin
yang sukses melakukan hal yang benar untuk mencapai
tujuan mereka. Bagi mereka, integritas, kejujuran, dan
keadilan adalah atribut inti yang ingin mereka lihat di
perusahaan mereka dan hubungannya dengan kontraktor
dan klien.
8. Keyakinan
Pemimpin membantu bawahan untuk unggul dalam
pekerjaan mereka dan setiap aspek kehidupan dengan
mengungkapkan keyakinan pada kemampuan mereka.
Mereka mendengarkan kekhawatiran karyawan tentang
pekerjaan mereka, memberikan umpan balik positif, dan
memastikan lingkungan kantor menghasilkan yang terbaik
dari diri mereka.
33
9. Moral
Kepemimpinan meningkatkan moral staf dengan
memenangkan kepercayaan mereka. Ini meyakinkan
karyawan akan kepercayaan pemimpin pada kemampuan
mereka untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Moral
yang tinggi di antara karyawan mengurangi gangguan dan
memotivasi mereka untuk mencurahkan energi mereka
untuk mencapai tujuan organisasi.
10. Pertumbuhan
Pemimpin terbaik menciptakan lingkungan di mana
orang lain dapat tumbuh. Mereka terbuka terhadap ide dan
metode baru untuk mencapai hasil dan cukup fleksibel
untuk mengakui kesalahan mereka. Pemimpin yang berhasil
mendorong bawahan untuk memberikan masukan tentang
bagaimana memperbaiki proses kerja dan memberikan
penghargaan yang unggul untuk meningkatkan kreativitas
dan loyalitas.
34
customer karena di tegur secara baik oleh pemimpin
tersebut dan akan mendatangkan hal yang positif lainnya.
2. Selalu mau mendengarkan pendapat dari orang lain
Sebagai pemimpin kita harus bisa menjadi teman bagi
bawahan dan anggota oleh karena itulah kita harus
menerapkan prinsip ini bila ingin menjadi seorang
pemimpin karena setiap manusia ingin di dengarkan,
namun apabila di cuekin dan diabaikan maka orang tersebut
akan mencap jelek diri kita oleh karena itulah sikap yang
mau mendengarkan pendapat orang lain sangat diperlukan
karena pastinya akan membawa dampak yang positif
karena pastinya dengan kita mau mendengar kita
mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh anggota kita dan
juga sebuah tim maka akan menciptakan lingkungan yang
nyaman dan tentram dan kesalahpahaman pun dapat
diminimalisir.
3. Menggunakan teknologi dan inovasi
Di era globalisasi pada saat ini tentunya sangat
penting untuk mengembangkan softskill mengenai
teknologi dan inovasi maka dari itu seorang pemimpin
sangat wajib untuk melakukan pembelajaran mengenai
teknologi karena dengan begitu seorang pemimpin akan
dapat terus berkembang dan tidak ketinggalan zaman
sehingga produk maupun gagasan yang dihasilkan pun
selalu update dan tidak ketinggalan jaman.
4. Mau mengakui kesalahan
Pada saat ini banyak sekali pemimpin yang gengsi
untuk meminta maaf karena merasa bahwa jabatan nya
lebih tinggi namun seorang pemimpin perlu sesekali untuk
merendahkan diri dan meminta maaf atas kesalahan yang
telah mereka perbuat karena hal tersebut tentunya akan
menciptakan rasa nyaman antar anggota dan para anggota
dapat merasa bahwa keberadaanya di hargai karena
pemimpin tersebut mau meminta maaf apabila berbuat
kesalahan hal tersebut tentunya juga akan membuat para
35
anggota meniru attitude yang baik tersebut sehingga dapat
memberikan dampak yang positif.
5. Memiliki visi dan misi yang jelas
Dalam memimpin sebuah tim baik organisasi
maupun perusahaan tentunya harus memiliki visi dan misi
yang jelas karena dengan begitu organisasi atau perusahaan
tersebut dapat mengetahui dengan jelas apa yang menjadi
misi dan juga visi sehingga dibutuhkan seorang pemimpin
yang memiliki visi dan misi agar dapat mencapai tujuan
bersama dan dapat mencapai goal dengan lebih mudah
karena adanya visi dan misi tersebut.
36
Referensi
Erry, Reyana, Esensi Kepemimpinan Mewujudkan Visi Menjadi
Aksi, Jakarta, PT Alex Media Komputindo, 2000
Gordon Thomas, Kepemimpinan yang Efektif, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 1997
Matondang, 2008, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan
Manajemen Stratejik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Moeljono Djokosantoso, Beyond Leadership, Jakarta, PT Elex
Media Komputindo Kolompok Gramedia, 2003
Nawawi, Hadari, 2006, Kepemimpinan Mengefektifkan
Organisasi. Yogyakarta: BPFE.
Northouse, G. Peter. Kepemimpinan: Teori dan Praktek. Cet. VI;
Jakarta: Penerbit Indeks, 2013.
Putong, Iskandar dan Hidayat, Cecep, 2010, Teori Kepemimpinan.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A. (2012).
Organizational Behaviour.
Sony Tambunan, Toman. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cet I;
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
37
BAB
PERILAKU
5
KEPEMIMPINAN
DALAM ORGANISASI
38
Perilaku organisasi berfokus bagaimana karyawan
berpikir, merasakan, dan berperilaku baik pada level individu,
kelompok dan organisasi., perilaku organisasi berupaya
memahami bagaimana sebuah organisasi berjalan efektif, dapat
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan dapat membina
kerjasama antar karyawan. Untuk tercapainya tujuan organisasi
ada lima perilaku yang dapat diidentiikasi, dikembangkan dan
dicegah oleh manajer, yaitu task performance, organizational
citizenship behavior, counterproductive behavior dan perilaku
bergabungnya karyawan di organisasi (Amir, 2019).
Teori perilaku kepemimpinan menurut Robbins &
Coulter (2012); Northouse (2016), antara lain:
1. Universitas IOWA
Studi Universitas of Iowa mengeksplorasi tiga gaya
kepemimpinan untuk menemukan mana yang paling
efektif. Gaya otokratis menggambarkan seorang pemimpin
yang mendikte metode kerja, membuat keputusan sepihak,
dan membatasi partisipasi karyawan. Gaya demokratis
menggambarkan seorang pemimpin yang melibatkan
karyawan dalam pengambilan keputusan, pendelegasian
wewenang, dan menggunakan umpan balik sebagai
kesempatan untuk melatih karyawan.
Pemimpin gaya laissez-faire memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa pun yang
menurutnya sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
gaya demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang
berkontribusi pada kuantitas dan kualitas pekerjaan yang
baik, tetapi penelitian lebih lanjut tentang gaya otokratis dan
demokratis menunjukkan hasil yang beragam. Contohnya,
gaya demokratis terkadang menghasilkan tingkat kinerja
yang lebih tinggi daripada gaya gaya otokratis, tetapi di lain
waktu, belum tentu sama, dalam hal kepuasan karyawan
lebih efektif dibawah pemimpin demokratis daripada di
bawah otokratis.
2. Studi Negara OHIO
39
Studi negara Ohio mengidentifikasi dua dimensi
penting dari perilaku pemimpin. lebih dari 1.000 dimensi
perilaku yang identifikasi, peneliti akhirnya membagi
menjadi dua kategori yang sebagian besar menjelaskan
perilaku kepemimpinan. Yang pertama disebut struktur
prakarsa (initiating structure) yang mengacu pada sejauh
mana seorang pemimpin mendefinisikan perannya dan
peran anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Ini
termasuk perilaku yang melibatkan upaya untuk mengatur
pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan. Yang kedua disebut
pertimbangan (consideration), yang didefinisikan sebagai
sejauh mana seorang pemimpin memiliki hubungan kerja
yang ditandai dengan saling percaya dan menghormati
untuk ide dan perasaan anggota kelompok. Seorang
pemimpin yang memiliki pertimbangan tinggi dalam
membantu anggota kelompok dengan masalah pribadi,
ramah dan mudah didekati, dan memperlakukan semua
anggota kelompok secara sama. pemimpin menunjukkan
kepedulian atau mempertimbangkan kenyamanan,
kesejahteraan, status, dan kepuasan para pengikutnya.
Penelitian menemukan bahwa seorang pemimpin
yang baik dalam struktur inisiasi dan pertimbangan
(consideration), terkadang dapat mencapai kinerja tugas
kelompok yang tinggi dan kepuasan anggota kelompok
yang tinggi.
3. Studi Universitas MICHIGAN
Studi kepemimpinan yang dilakukan di Universitas
Michigan pada waktu yang hampir bersamaan dengan yang
dilakukan di negara Ohio juga mengidentifikasi
karakteristik perilaku pemimpin yang terkait dengan
efektivitas kinerja. Kelompok Michigan juga
mengemukakan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu
berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. Pemimpin
yang berorientasi karyawan digambarkan sebagai
penekanan pada hubungan interpersonal. Sebaliknya,
pemimpin yang berorientasi pada produksi, cenderung
40
menekankan pada aspek tugas pekerjaan. Berbeda dengan
studi lainnya, para peneliti Michigan menyimpulkan bahwa
pemimpin yang berorientasi karyawan lebih mampu
mendapatkan produktivitas kelompok yang tinggi dan
kepuasan anggota kelompok yang tinggi dibandingkan
dengan pemimpin yang berorientasi produksi.
4. Grid Manajerial
Blake dan Mouton mengemukakan tingkatan
manajerial berdasarkan atas tingkat kepedulian pemimpin
terhadap produksi dan kepedulian pada karyawan. Model
perilaku manajerial ini telah digunakan secara luas dalam
pelatihan dan pengembangan organisasi. Grid manajerial
menjelaskan bagaimana pemimpin dalam mencapai tujuan
organisasi melalui dua faktor yaitu kepedulian pemimpin
terhadap produksi dan kepedulian pada karyawan, faktor
ini ini digambarkan sebagai orientasi model kepemimpinan.
Kepedulian terhadap produksi mengacu pada bagaimana
seorang pemimpin memperhatikan pencapaian tugas-tugas
organisasi, seperti keputusan kebijakan, pengembangan
produk baru, proses, beban kerja. Kepedulian terhadap
produksi juga mengacu pada apapun yang ingin dicapai
oleh organisasi.
Kepedulian terhadap karyawan mengacu pada
bagaimana seorang pemimpin memperhatikan
karyawannya dalam organisasi yang berusaha mencapai
tujuannya, seperti membangun komitmen dan kepercayaan
organisasi, meningkatkan harga diri bawahan, menyediakan
lingkungan kerja yang baik, dan meningkatkan hubungan
sosial yang baik. Tingkatan manajerial dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
41
Gambar 2. Grid Manajerial
Sumber: The Leadership Grid© figure, Paternalism figure, and Opportunism
figure fromLeadership Dilemmas³Grid Solutions, by Robert R. Blake and
Anne Adams McCanse. (Formerly the Managerial Grid by Robert R. Blake
and Jane S. Mouton.) Houston: Gulf Publishing Company (Grid figure: p. 29,
Paternalism figure: p. 30, Opportunism figure: p. 31). Copyright 1991 by
Scientific Methods, Inc. Reproduced by permission of the owners
42
kepemimpinan klasik yang digunakan oleh pemimpin di ranah
organisasi yaitu berorientasi pada tugas dan berorientasi
interpersonal.
Orientasi pada tugas, menjelaskan tentang kepedulian
untuk menyelesaikan kegiatan yang ditunjuk dengan
menyusun perencanaan yang berorientasi pada tugas. Di dalam
ruang lingkup ini karyawan dituntut untuk mengikuti
prosedur, mempertahankan standar kinerja yang tinggi, dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Orientasi interpersonal adalah terkait dengan perhatian
untuk membangun positif hubungan interpersonal, yang
cenderung membuat karyawan merasa dihargai atas pekerjaan
yang mereka lakukan. pemimpin membantu dan melakukan
kebaikan untuk bawahan, memberikan dukungan, dan
mengurus kesejahteraan para karyawan (Sacavém et al., 2019).
43
Pemimpin transformasional mengembangkan rasa percaya diri
pada bawahan mereka (Kark et al., 2018).
Bawahan yang terinspirasi oleh pemimpin
transformasional, mereka mengenali dengan tepat apa yang
diantisipasi dari mereka untuk dicapai dan mereka bersedia
mengerahkan upaya apa pun untuk berkontribusi pada
pencapaian tujuan organisasi, karenanya mereka berada dalam
pencarian akhir untuk solusi inovatif dalam mendekati tugas
mereka, yang tercermin pada perilaku inovatif mereka.
Inspiratif motivasi, komponen kepemimpinan
transformasional, dianggap sebagai faktor kunci dalam
merangsang kerja inovatif perilaku karyawan melalui visi masa
depan yang positif, sementara stimulasi intelektual
menciptakan motivasi untuk menantang, asumsi dan
memandang suatu masalah dari perspektif yang berbeda guna
meningkatkan peluang potensial untuk menghasilkan solusi
kreatif dari masalah tersebut. Oleh karena itu, motivasi
inspiratif dari para pemimpin ini akan mengaktifkan bawahan
mereka untuk melakukan pekerjaan mereka pada tingkat yang
luar biasa yang melebihi harapan dan meningkatkan
kemampuan karyawan tersebut untuk menghasilkan ide-ide
baru dan menjadi lebih inovatif, Selain itu, bawahan juga
merespons terhadap pertimbangan individu dengan membalas
perhatian pemimpin mereka dengan memberikan kontribusi
positif untuk organisasi mereka melalui usaha inovatif dan
hubungan positif antara kepemimpinan transformasional.
Inovasi yang berasal dari pemimpin memegang kapasitas
untuk merangsang motivasi intrinsik bawahan untuk memulai
hasil yang kreatif dan inovatif (Zhang, Penambang, Boutros,
Rogulja & Crickmore, 2018).
Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan untuk
mengendalikan bawahan dengan cara menggunakan
kekuasaan untuk mencapai hasil. Hubungan negatif antara
gaya kepemimpinan transaksional dan perilaku kerja inovatif
karyawan didasarkan pada konsepsi gaya mereka yang
diarahkan pada kinerja pekerjaan dan bukan inovasi berasal
44
dari hubungan timbal balik antara pemimpin dan bawahan
mereka dalam hal imbalan kontingen untuk kinerja yang
memuaskan atau hukuman dalam kasus kinerja mereka berada
di bawah tingkat yang telah ditetapkan atau mencakup
kekurangan. Menurut gaya transaksional, pemimpin
mengidentifikasi keinginannya untuk menyelesaikan tugas
pekerjaan dan bagaimana melakukannya melalui catatan
permanen yang pada akhirnya akan menghambat perilaku
kerja inovatif karyawan.
Kepemimpinan transaksional memiliki dampak negatif
yang berakibat pada perilaku kerja inovatif karyawan karena
gaya kepemimpinan ini lebih berorientasi pada kinerja
karyawan daripada memotivasi kegiatan baru. Sebaliknya, satu
studi menemukan bahwa pemimpin transaksional juga
mendorong karyawan untuk memiliki perilaku kerja yang
inovatif pada tingkat yang hampir sama yang dipraktikkan
oleh kepemimpinan transformasional (Alheet et al., 2021).
Kepemimpinan Laisser-Faire. Kepemimpinan Laisser-
Faire berfokus pada pengembangan karyawan yang tidak
memperhatikan gaya kepemimpinan, berdasarkan keyakinan
bahwa bawahan bisa melakukannya sendiri. Fokus model
kepemimpinan bukan pada kinerja atau karyawan. Pemimpin
tidak mengendalikan serta menghindari kontak dengan
bawahan.
Model kepemimpinan Laisser-Faire menghindari segala
bentuk interaksi dengan bawahan, tidak ada saat dibutuhkan,
memberi tanggung jawab dan menghindari pengambilan
keputusan. Model kepemimpinan ini hanya mengintervensi
untuk melakukan koreksi saat ada yang salah, dan tidak
menggali pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan, oleh
karena itu kepemimpinan ini tidak mendukung kreativitas dan
tidak memotivasi bawahan untuk mempraktikkan perilaku
kerja inovatif (Alheet et al., 2021).
45
Referensi
Alheet, A. F. et al. (2021). The effect of leadership styles on
HPSOR\HHV· LQQRYDWLYH ZRUN EHKDYLRU· Management Science
Letters, 11, pp. 239²246. doi: 10.5267/j.msl.2020.8.010.
Amir, M.T., (2019) Perilaku Organisasi. Jakarta : Prenada Media
Group.
Kark, R., Van Dijk, D. & Vashdi, D. (2018). Motivated or
demotivated to be creative: The role of self(regulatory focus
in transformational and transactional leadership processes.
Applied Psychology, 67(1), 186-224.
Mullins, Laurle J. (2019) Organizational behavior in the workplace, 12
th ed. New York: Pearson
Northouse, Peter Guy. (2016). Leadership : theory and practice, 7 th ed.
USA: SAGE Publications, Inc.
Robbins, S, P., & Coulter, M. (2012) Management, 11 th ed. New
Jersey; Prentice Hall.
Sacavém, A. et al. ¶$Q ,QWHJUDWLYH /LWHUDWXUH 5HYLHZ RQ
/HDGHUVKLS 0RGHOV IRU ,QQRYDWLYH 2UJDQL]DWLRQV· Journal of
Reviews on Global Economics, 8, pp. 1741²1751.
Zhang, S., Miner, L., Boutros, C., Rogulja, D. & Crickmore, M.
(2018). Motivation, perception, and chance converge to
Make a binary decision, Neuron, 99(2), 376²388.
46
BAB FUNGSI
6
KEPEMIMPINAN
DALAM MANAJEMEN
47
kesatuan yang saling melengkapi satu sama lain. Adapun
perbandingan antara kepemimpinan dan manajemen berikut.
Arah dan Tujuan. Kepemimpinan dan manajemen
mempunyai focus yang sama, yaitu memberikan arah dan
tujuan pada organisasi, tetapi penekanannya berbeda.
Kepemimpinan lebih berfokus pada mewujudkan visi ke depan
bagi organisasi, mengembnagkan strategi ke depan, dan
menekankan pada hasil jangka panjang. Manajemen berfokus
pada menciptakan rencana, jadwal, tujuan yang khusus serta
mengalokasikan sumber daya dan mengarahkan fokus pada
hasil jangka pendek.
Kewajiban. Kepemimpinan lebih menekankan bagaimana
mengkomunikasikan visi dan mengembangkan budaya yang
dimiliki bersama, lalu mengelompokkan dan memisahkan
orang dengan kemampuan khususnya melalui spesialisasi.
Manajemen sendiri mengorganisasikan sebuah struktur untuk
mencapai rencana kerja, mengisi struktur dengan orang yang
cakap, mengembangkan kebijakan dan sistem untuk
mengarahkan karyawan dan memonitor proses penerapan
rencana.
Tugas. Kepemimpinan menghilangkan sekat, sehingga
setiap orang memahami apa yang dikerjakan orang lain.
Pemimpin berfokus pada bagaimana mengembangkan dan
memberdayakan orang-orang, sehingga mereka benar optimal
dalam bekerja. Manajemen lebih banyak mengontrol dan
mengarahkan.
Hubungan dan Interaksi. Kepemimpinan berfokus pada
bagaimana memotivasi dan memberikan inspirasi pada orang-
orang. Kepemimpinan mendasarkan diri pada pengaruh.
Manajemen berfokus pada objek, mesin dan laporan yang
digunakan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Manajemen mendasarkan diri pada wewenang formal dan
kekuasaan yang lebih banyak menggunakan paksaan dan
hukuman.
Kualitas Personal Pemimpin. Kepemimpinan mempunyai
kualitas personal halus yang agak sulit dilihat, tetapi sangat
48
berpengaruh. Kualitas ini termasuk antusiasme, integritas,
keberanian, dan kemanusian. Manajemen menciptakan jarak
emosional, menuntut pemenuhan kebutuhan sepihak dan
mendasarkan pada kekuasaan jabatan.
Hasil yang diinginkan. Kepemimpinan menekankan pada
perubahan, dan memikirkan kesejahteraan anggota organisasi.
Manajemen mempertahankan status quo (keadaan tetap
sebagaimana sekarang atau keadaan sebelumnya), stabilitas,
keturunan, dan efisiensi.
49
pengetahuan tentang berbagai kegiatan yang berlangsung
dalam organisasi sebagai pelaksanaan dari berbagai
keputusan yang telah diambil.
3. Pemimpin selaku komunikator yang efektif
Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke
dalam dilakukan melalui proses komunikasi. Interaksi yang
terjadi antara sesama anggota dalam suatu organisasi
dimungkinkan karena komunikasi yang efektif. Komunikasi
sangat diperlukan pemimpin dalam menyampaikan suatu
keputusan dalam rangka pengendalian dan pengawasan,
pengarahan ke bawah dan menyampaikan informasi kepada
pihak lain.
4. Pemimpin sebagai Mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu ada saja
situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke
luar maupun dalam hubungan ke dalam organisasi. Fungsi
pimpinan sebagai mediator dalam hal ini difokuskan pada
penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam
organisasi. Timbulnya situasi konflik dalam organisasi
merupakan tantangan yang harus dihadapi pimpinan.
Untuk mengatasinya secara rasional, objektif, efektif dan
tuntas, dituntut kemampuannya berperan sebagai seorang
mediator yang handal.
5. Pemimpin selaku integrator yang efektif, rasional, objektif
dan netral.
Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana
dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan
dan keterampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan
tindakan yang berkotak-kotak. Oleh karena itu diperlukan
integrator terutama pada hirarki puncak, yaitu pimpinan.
+DQ\D SLPSLQDQODK \DQJ EHUDGD ´GL DWDV VHPXD RUDQJ GDQ
semua satuan kerja yang memungkinkannya menjalankan
peranan integrative yang didasarkan pada pendekatan yang
holistik.
50
Tabel 3. Perbandingan Mendasar antara Kepemimpinan
Manajemen
Dasar
Kepemimpinan Manajemen
Perbandingan
Makna Mampu mempengaruhi Ilmu dan seni
orang lain berdasarkan mengorganisasi serta
keadaan mengkoordinasikan
sesuatu secara efisien
dan efektif
Basis / dasar Kepercayaan Pengawasan
Intinya Menginspirasi orang Mengelola kegiatan/
pekerjaan
Power Mempengaruhi Peraturan dan UU
Fokus Mengharapkan Menciptakan keteraturan
terjadinya perubahan kerja
Strategi Proaktif Reaktif
Formulasi Kebijakan dan petunjuk Prinsip dan prosedur
kerja
Perspektif Leadership Mewakili wawasan
membutuhkan wawasan jangka pendek yang
jauh ke depan yang baik tajam
dan menguntungkan
51
Tabel 4. Sumber Kekuasaan
Sumber Kekuasaan
No Sumber Kekuasaan
1 Militer, Polisi, Kriminal Pengendalian kekerasan
2 Ekonomi Mengendalikan tanah, buruh,
kekayaan material, produksi
3 Politik Pengambilan keputusan
4 Hukum Mempertahankan mengubah,
melancarkan interaksi
5 Tradisi Sistem kepercayaan, nilai-nilai
6 Ideologi Pandangan hidup, integrasi
7 Diversionary power Kepentingan rekreatif
Sumber: Soekanto (2006)
52
6. Saluran lainnya berupa pers, kebudayaan, keagamaan dan
sebagainya.
53
yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan
WXMXDQ EHUVDPDµ
Keberhasilan pemimpin terletak pada seberapa banyak
seorang pemimpin mengetahui dan menguasai teori tentang
kepemimpinan. Dengan maksud untuk mencegah tindakan-
tindakan yang salah dalam memimpin. Teori merupakan
penggabungan antara konsep yang satu ke konsep yang lain
sehingga dapat membentuk suatu sistem. Atau dengan kata
lain teori adalah benar secara logika dan empiris.
Kepemimpinan merupakan bagian integral dari administrasi,
di mana inti dari administrasi adalah manajemen. Inti dari
manajemen adalah kepemimpinan, inti dari kepemimpinan
adalah pengambilan keputusan (making decision), inti dari
making decision adalah human relations atau hubungan manusia.
Karena kepemimpinan erat hubungannya dengan
pengambilan-keputusan dan hubungan terhadap sesama, maka
pemimpin perlu memahami pendekatan-pendekatan dalam
kepemimpinan. Berikut ini beberapa pendekatan dalam teori
kepemimpinan di antaranya:
1. Pendekatan trait (Sifat)
Teori ini menyatakan gagasan bahwa beberapa
pribadi dilahirkan memiliki sifat-sifat tertentu yang secara
alamiah menjadikan mereka seorang pemimpin. Teori ini
mencoba membandingkan sifat-sifat yang dimiliki oleh
seorang pemimpin dengan pribadi yang bukan seorang
pemimpin.
2. Pendekatan keperilakuan (Behavioral Approach)
Pendekatan keperilakuan memandang
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan
bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi
perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya
untuk mempengaruhi anggota-anggota kelompok atau
pengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat berorientasi pada
tugas keorganisasian ataupun hubungan dengan anggota
kelompok.
54
3. Pendekatan situasional
Pendekatan situasional disebut juga dengan
pendekatan contingency yang didasarkan pada pendapat
bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung sejumlah
faktor. Tidak ada kepemimpinan yang efektif untuk semua
situasi atau keadaan. Menurut teori Fiedler terdapat 3
kriteria situasi yaitu hubungan antara pemimpin dan
bawahan, tugas kelompok dan kekuasaan. Fiedler percaya
bahwa kunci kesuksesan seorang pemimpin terletak pada
gaya kepemimpinannya.
4. Pendekatan transaksional
Pendekatan kepemimpinan transaksional merupakan
gaya kepemimpinan yang banyak digunakan pada
organisasi modern. Gaya kepemimpinan ini didasarkan
pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak
sosial antara pemimpin dan pengikut. Kedua pihak saling
bebas (independent) dan memiliki tujuan, kebutuhan serta
kepentingan sendiri. Seringkali tujuan dan kebutuhan kedua
pihak saling bertentangan sehingga mengarah ke situasi
konflik antara pemimpin (manajemen perusahaan) dengan
bawahan.
5. Pendekatan transformasional
Pemimpin dengan pendekatan kepemimpinan
transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi
ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan
lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan
tersebut ke dalam organisasi.
6. Pendekatan kepemimpinan karismatik
Kepemimpinan karismatik memiliki kapasitas untuk
mengubah sistem sosial yang ada, berdasarkan persepsi
pengikut yang percaya bahwa pemimpin ditakdirkan
memiliki kemampuan istimewa (Max Weber dalam Jeffe,
2001). Gaya kepemimpinan karismatik memiliki daya tarik
dan pembawaan yang luar biasa, sehingga ia mempunyai
pengikut dan jumlahnya yang sangat luar biasa.
55
7. Pendekatan teori kepemimpinan X dan Y
Teori X dan teori Y dikembangkan oleh Douglas
McGregor, pada teori X diasumsikan bahwa:
a. Manusia pada dasarnya tidak suka bekerja, dan bila
mungkin akan menghindari pekerjaan.
b. Karena sifat manusia tidak suka bekerja, maka
kebanyakan manusia harus dipaksa, dikontrol,
diancam dengan hukuman agar mereka mau
berusaha mencapai sasaran organisasi.
c. Umumnya manusia lebih suka diarahkan, ingin
menghindari tanggung jawab, memiliki sedikit
ambisi, dan menginginkan keamanan yang lebih dari
segalanya.
56
perusahaan dan tujuan karyawan paralel. Pemimpin
percaya atas pengalaman dan kemampuan bawahannya,
sehingga pemimpin berani mendelegasikan pengambilan
keputusan pada bawahannya.
Seorang pemimpin yang diangkat oleh suatu
organisasi mendapat kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan
yang disebut oleh (French dan Reven, 1974) sebagai
kekuasaan yang sah (legitimate power). Pada saat yang
bersamaan pemimpin memiliki wewenang, danpada
wewenang telah melekat kekuasaan sehingga tepatlah yang
dikatakan oleh (Fayol, 1994) bahwa wewenang adalah hak
untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk menuntut
ketaatan.
Ditinjau dari sudut kepemimpinan yang berkualitas,
(Spice and Gillburg, 1992) menegaskan bahwa kuasa itu
dipakai tidak untuk berbuat dan bertindak, tetapi untuk
mendorong dan merangsang kinerja orang lain. Untuk itu
mereka perlu dibenahi dengan suatu visi organisasi dan
tempat kerja yang didesain sebagai tempat usaha bersama
dalam menikmati hasil yang inovatif.
Referensi
Daft, Richard L. (1980). Manajemen. Chicago: The Dryden Press.
Fayol. Henry. (1949). General and Industrial Management. London:
Sir Isaac Pitmen & Sons.
Jaffe David. (2001). Organization Theory. Singapura: McGraw-Hill
International Edition.
Konentjaraningrat. (1967). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Cet. I,
Dian Rakyat. 181.
Max Weber, Essay in Sociology, Oxford Univercity Press, 1946,
yang diterjemahkan oleh Noorkholis dan Tim Penerjemah
Promothea, Sosiologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.
57
BAB
POTENSI
7 KEPEMIMPINAN
58
sifat kepemimpinan menekankan keberlanjutan potensi dari
sifat yang dimiliki seseorang sejak usia dini dan terus berlanjut
ketika memulai karier kerjanya sampai dengan jenjang
pimpinan yang diraihnya. Usaha-usaha pengembangan potensi
sifat kepemimpinan ditunjukkan dengan hasilnya berupa
peningkatan kualitas memimpin antara lain dengan capaian-
capaian yang dilakukan pemimpin menurut kurun waktu
sebelum dan sesudah seseorang melakukan tugas
kepemimpinannya.
Konsep potensi kepemimpinan sejalan dengan teori
pengembangan pemimpin. Pengembangan pemimpin
didefinisikan sebagai perluasan kapasitas individu agar efektif
dalam peran dan proses kepemimpinan (Day & Dragoni, 2015).
Sudut pandang konseptual ini menegaskan bahwa potensi
kepemimpinan selalu memasukkan unsur pertumbuhan dalam
kriterianya. Adanya pertumbuhan mempunyai makna
perubahan menjadi lebih baik sesuai kriteria yang dipilih.
Selanjutnya, ukuran kriteria perubahan tersebut ditunjukkan
dengan kinerja organisasi yang terus meningkat.
Potensi kepemimpinan umumnya menggunakan ukuran
yang menandakan kemungkinan peningkatan kinerja pada t1
(sesudah) dibanding t0 (sebelum). Ukuran yang dipakai
misalnya perilaku pemimpin dan hasil yang dicapai organisasi.
Perilaku pemimpin dapat diukur antara lain dengan potensi
kepemimpinan seperti kemampuan belajar dari pengalaman,
keterampilan dalam memecahkan masalah, kepribadian, dan
kapasitas pengembangan diri. Jadi kecerdasan, kepribadian,
dan kelincahan belajar adalah unsur-unsur utama dalam
potensi kepemimpinan selain motivasi pengembangan
pemimpin dan efektivitas kepemimpinan juga menjadi ukuran
yang penting.
Kemampuan berjejaring dan berkolaborasi,
mengarahkan dan mengelola proses internal, memfasilitasi
perubahan, hingga menginspirasi dan menciptakan komitmen
di antara karyawan juga dikenal sebagai potensi
kepemimpinan (Bryson, 2017). Karakter relasional
59
kepemimpinan ditujukan untuk pencapaian tujuan bersama,
oleh sebab itu pemimpin perlu bekerja dengan berbagai
pemangku kepentingan internal dan eksternal, lintas sektor,
organisasi, dan profesi, serta di seluruh hierarki, dari karyawan
hingga manajemen puncak dari suatu organisasi (Gerson, 2020).
Untuk memperluas pemahaman kita tentang
kepemimpinan dan hubungannya dengan organisasi, kita bisa
mendapatkannya dengan mengamati unsur perilaku. Perilaku
kepemimpinan dapat digambarkan sebagai satu set pilihan
strategi pemimpin untuk mengatasi berbagai masalah dengan
cara yang sesuai (Kramer et. al. 2019). Para pemimpin sering
kali harus menggabungkan berbagai jenis tindakan karena
mereka dihadapkan pada banyak tugas dan tujuan, dan mereka
perlu menyeimbangkan tuntutan persaingan akan sumber daya
yang langka. Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan
bergantung pada keragaman perilaku kepemimpinan (Baron,
et. al. 2006).
Dalam literatur kepemimpinan yang ditujukan bagi
profesional-manajerial, kecerdasan dipandang sebagai salah
satu alat terbaik pengukur kinerja pekerjaan, selain kepribadian
serta latar belakang pendidikan. Kemudian berkembang
ukuran lainnya seperti kecakapan belajar menjadi kunci
prediksi potensi kepemimpinan. Para pemimpin membutuhkan
berbagai kompetensi untuk mengatasi tantangan kompleks
yang harus dihadapi tiap-tiap organisasi.
Dalam ranah sektor publik misalnya, perilaku
kepemimpinan sangat penting dalam menghadapi ambiguitas
(keberagaman). Ambiguitas menciptakan kebutuhan akan
kepemimpinan, namun menimbulkan tantangan bagi banyak
pemimpin publik. Ini berarti bahwa para pemimpin ditantang
untuk mengadopsi strategi perilaku agar sesuai dalam
menghadapi keberagaman. Organisasi publik seringkali
berhadapan dengan keberagaman dan pertentangan mencakup
perbedaan nilai, pertentangan arah dan tujuan, dan persaingan
kepentingan dari berbagai pemangku kepentingan yang
dipertaruhkan dalam organisasi publik (Svara, 2008). Hal ini
60
menempatkan pemimpin pada posisi pengambilan keputusan
yang cukup sulit. Selain itu, para pemimpin dalam organisasi
publik beroperasi dalam lingkungan dengan struktur
organisasi yang semakin kompleks dan hubungan otoritas yang
tumpang-tindih. Otoritas formal sering terfragmentasi dan
terdistribusi di antara beberapa anggota organisasi, yang
berarti bahwa pemimpin seringkali tidak sepenuhnya
¶GLL]LQNDQ· XQWXN PHQJDPELO NHSXWXVDQ VHQGLUL $NLEDWQ\D
kekuasaan yang tersebar ini menciptakan saling
ketergantungan kepemimpinan dan mengharuskan para
pemimpin melibatkan berbagai pemangku kepentingan lainnya
untuk mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu para pemimpin
perlu menggabungkan banyak perilaku kepemimpinan yang
berbeda dan menyelaraskannya untuk merangsang kolaborasi
antara lain dengan mempengaruhi dan memfasilitasi bawahan,
rekan kerja, atasan, dan pemangku kepentingan eksternal dari
waktu ke waktu.
61
perkembangan. Berbagai indikator meliputi kesadaran diri,
refleksi, identitas pemimpin, kepemimpinan self-efficacy
(seberapa jauh seseorang mampu melakukan suatu perilaku
dalam situasi tertentu), motivasi untuk mengembangkan
keterampilan kepemimpinan, perhatian diri, dan motivasi
untuk memimpin sebagai bagian dari strategi yang
memfasilitasi perkembangan seseorang (Baron, et al., 2006).
Namun, pengaruh konsep motivasi yang lebih luas seperti
pengembangan yang sistematis, motivasi untuk berinvestasi,
dan minat tampak menjadi kebutuhan dalam memprediksi
efektivitas kepemimpinan di masa depan.
Dalam prakteknya, berbagai langkah pengembangan
kepemimpinan dimaksud setidaknya mencakup antara lain
penilaian individu, rencana pengembangan individu,
penugasan pekerjaan, penugasan inisiatif, pembelajaran inti
dan pilihan, pembelajaran dalam tim, proses-on-boarding,
coaching dan mentoring, rapat pimpinan, pengembangan bakat,
dan keterlibatan karyawan diperlukan sebagai strategi
pengembangan kepemimpinan (Gerson, 2020; Svara, 2008;
Zaini, 2017).
Pertama, Penilaian Individu dalam Organisasi
digunakan untuk membantu individu mendapatkan penilaian
diri, tetapi juga untuk memberikan informasi yang
memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi bakat yang
sesuai dengan posisi yang tersedia. Pada tingkat organisasi,
penilaian menentukan kinerja organisasi dan pemimpinnya,
serta dampak kegiatan pengembangan terhadap hasil bisnisnya
dan/ atau pengelolaan unit organisasinya. Kedua, Rencana
Pengembangan Individu. Ini adalah rencana yang dibuat
individu para pemimpin untuk pengembangan mereka selama
periode waktu tertentu. Rencana terbaik bersifat komprehensif,
mencakup pekerjaan serta aktivitas program, dan didiskusikan
oleh pemimpin organisasi dengan perwakilan dari manajer
atau bagian pengelola Sumber Daya Manusia. Ketiga,
Penugasan pekerjaan. Penugasan pekerjaan sering diabaikan
sebagai kesempatan untuk membantu para pemimpin
62
mengembangkan kompetensi tertentu atau mempraktikkan
perilaku penting/ kunci. Untuk meningkatkan fokus pada
belajar dari penugasan, penting untuk memiliki tujuan yang
terarah/tertentu, kesempatan untuk menerima umpan balik
tentang kemajuan dari pelatih atau mentor yang dapat diajak
berdiskusi tentang strategi pembelajaran.
Keempat, Penugasan Khusus. Ada banyak keuntungan
untuk mengaitkan pembelajaran dengan penugasan khusus
seperti proyek. Jika penugasan dalam proyek melibatkan
pekerjaan khusus, belajar dari proyek mengambil relevansi
yang mungkin tidak ada di lingkungan lainnya. Anggota tim
dapat memberikan umpan balik yang bermanfaat, dan
hubungan yang dikembangkan dalam proyek dengan anggota
tim dapat memfasilitasi kerja kolaboratif di masa mendatang.
Manajer yang mengawasi proyek mendapatkan pandangan
yang luas tentang orang-orang yang bekerja bersama mereka
saat mengatasi tekanan dan dalam kerja sama tim. Dukungan
untuk pembelajaran selama proyek juga dapat meningkatkan
kualitas pekerjaan yang dilakukan. Ketika eksekutif mengambil
peran aktif dalam proyek terkait inisiatif strategis, ada
kesempatan yang lebih kuat untuk mendukung pembelajaran
dan pengembangan dari atas ke bawah dalam suatu organisasi.
Mereka memiliki potensi untuk mengembangkan pemimpin
dan kemampuan organisasi pada saat yang bersamaan. Jika
difasilitasi dengan benar, proyek pengembangan tindakan
memegang kunci untuk 1) menciptakan budaya kepemimpinan
yang memungkinkan kemampuan beradaptasi dan 2) kesiapan
kepemimpinan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
yang sedang berlangsung dari tantangan yang tidak terduga.
Kelima, Pengalaman Pembelajaran Spesifik/Tertentu dan
Pilihan. Pengalaman belajar spesifik/tertentu diperlukan untuk
memegang posisi atau menerima peran kepemimpinan pada
tingkat tertentu dalam organisasi. Kesempatan Belajar Pilihan
adalah kursus atau pengalaman internal atau eksternal yang
tersedia bagi para pemimpin atas dasar sukarela. Kompensasi
penggantian uang kuliah untuk kursus sering disediakan oleh
63
organisasi untuk mendorong para pemimpin memanfaatkan
kesempatan belajar pilihan. Keenam, Pembelajaran Berbasis
Tim dan Lintas Fungsional. Banyak organisasi menghadapi
ketidakmampuan eksekutif mereka untuk bekerja sama dalam
tim dan lintas batas sebagai hambatan utama untuk sukses.
Masuk akal bahwa cara untuk mempelajari hal-hal ini adalah
dengan melakukannya, tetapi bukan tanpa dukungan yang
membuat pembelajaran menjadi baik dengan memahami
tujuan pembelajaran, konten, penilaian, observasi, dan umpan
balik. Ketujuh, Proses on-boarding, pemimpin baru dalam
berbagai situasi harus disosialisasikan ke dalam organisasi/
perusahaan serta mengenal budaya kepemimpinan dan harus
diinformasikan akan harapan dan kebutuhan pengembangan
yang menyertai setiap promosi.
Kedelapan, Coaching dan Mentoring/Umpan Balik.
Coaching dan mentoring diapresiasi secara luas, meskipun dalam
prakteknya mereka yang melakukan coaching atau mentoring
tidak memiliki keterampilan atau dedikasi yang memadai.
Meskipun pembinaan dan pendampingan adalah alat yang
ampuh, penting untuk dipersiapkan sepenuhnya sebelum
diterapkan. Pembinaan atau pendampingan yang tidak
disiapkan dengan baik membuat frustasi dan bahkan dapat
merusak hubungan yang sangat penting untuk pengembangan
karier. Kesembilan, Rapat Pimpinan dan Acara Pertemuan
terkadang diabaikan sebagai kesempatan bagi orang untuk
belajar, serta menerima informasi. Mengingat tingginya biaya
untuk mengumpulkan orang, setiap upaya harus dilakukan
untuk memanfaatkan pertemuan dan acara ini untuk berbagai
tujuan, termasuk pembelajaran. Kesepuluh, Keterlibatan
Eksekutif di Pengembangan Bakat. Banyak manfaat yang
diinginkan dari pengembangan eksekutif tidak akan terjadi
kecuali jika eksekutif senior menyetujui proses tersebut,
mendukung investasi yang dilakukan, dan mencontohkan
perilaku yang diinginkan. Penciptaan budaya kepemimpinan
yang berbeda dimulai dengan orang-orang di atas melangkah
maju dan melangkah maju untuk menunjukkan keterlibatan
64
dan dukungan pribadi mereka untuk perubahan. Kesebelas,
Aktivitas Keterlibatan Karyawan. Setelah pemimpin
bergabung, Anda dapat melibatkan karyawan dengan cara
yang berarti. Banyak karyawan adalah pemimpin informal,
yang bantuannya sangat diperlukan dalam mencapai tujuan
organisasi. Melibatkan mereka juga membantu para pemimpin
terus berkembang, karena mereka menerima umpan balik
tentang apa yang berhasil atau tidak berhasil saat mereka
berupaya menciptakan arah, keselarasan, dan komitmen.
Strategi pengembangan kepemimpinan tersebut harus
juga mempertimbangkan persyaratan menurut tingkat, fungsi,
dan lokasi. Oleh sebab itu perlu perhatian pada kebutuhan
NKXVXV ¶SHVHUWD GLGLN· GL EHUEDJDL IXQJVL GDQ ORNDVL 6WUDWHJL
pengembangan kepemimpinan harus melihat dalam rentang
tiga sampai lima tahun, baik dari perspektif organisasi maupun
eksekutif individu. Dengan mencocokkan perubahan organisasi
yang menyertai pelaksanaan strategi dengan apa yang akan
terjadi pada seorang eksekutif.
Jadi, strategi pengembangan kepemimpinan
membutuhkan perspektif yang lebih holistik mencakup
kegiatan kerja, proyek pengembangan tindakan, konferensi,
pertemuan dan acara kepemimpinan, pengabdian masyarakat,
penugasan kerja, keanggotaan asosiasi, hubungan
pendampingan dan kesempatan belajar lainnya. Dengan
perspektif yang lebih holistik ini, waktu, energi, dan sumber
daya untuk pengembangan dapat mulai bergeser ke tempat
potensi terbesar untuk pembelajaran yang relevan dan penting
yaitu untuk mendukung pembelajaran melalui kerja, melalui
implementasi strategi dan melalui upaya untuk beradaptasi
dengan lingkungan perubahan yang tidak direncanakan.
65
ketahui tentang pengembangan potensi sifat kepemimpinan?
Bolden et.al (2003) kemudian Hoek et.el. (2021), memberikan
tuntunan serangkaian arahan pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut. Siapa yang menjadi pemimpin? Meskipun pemimpin
datang dalam berbagai bentuk, beberapa karakteristik dan sifat
kepribadian secara konsisten dapat memprediksi apakah
seseorang akan muncul sebagai seorang pemimpin. Ciri-cirinya
antara lain orang yang lebih cepat beradaptasi dan
menyesuaikan diri, mudah bergaul, ambisius, dan ingin tahu
lebih mungkin menjadi pemimpin. Sifat-sifat kepemimpinan
dijelaskan oleh faktor-faktor kepribadian. Tidak
mengherankan, tingkat kemampuan kognitif (Intelligence
Quotient-IQ) yang lebih tinggi juga meningkatkan
kemungkinan individu untuk muncul sebagai pemimpin.
Tentu saja, kemunculan tidak menyatakan keefektifan, tetapi
seorang pemimpin harus muncul agar menjadi efektif.
Apa kualitas kunci dari pemimpin yang efektif? Ukuran
akhir dari keefektifan pemimpin adalah kinerja tim atau
organisasi, terutama jika berhadapan dengan pesaing.
Kepemimpinan adalah sumber daya bagi kelompok, dan
pemimpin yang efektif memungkinkan suatu kelompok
mengungguli kelompok lain. Sementara ciri-ciri kepribadian
dan kemampuan yang sama yang dijelaskan di atas membantu
para pemimpin menjadi lebih efektif. Para pemimpin terbaik
juga menunjukkan tingkat integritas yang lebih tinggi, yang
memungkinkan mereka menciptakan budaya yang adil dan
berlaku adil dalam tim dan organisasi mereka. Selain itu,
pemimpin yang efektif umumnya lebih cerdas secara
emosional, yang memungkinkan mereka untuk tetap tenang di
bawah tekanan dan memiliki kemampuan bersosialisasi yang
lebih baik. Sebaliknya, pemimpin narcissistic (fokus hanya pada
diri sendiri) lebih cenderung berperilaku tidak etis, yang
cenderung merugikan tim mereka.
Bagaimana orang itu akan memimpin? Tidak semua
orang memimpin dengan cara yang sama. Gaya kepemimpinan
sangat tergantung pada kepribadian. Pemimpin yang ambisius
66
GDQ ¶EHUNXOLW WHEDO· FHQGHUXQJ OHELK FRFRN EHUZLUDXVDKD
sehingga mereka fokus pada pertumbuhan dan inovasi.
Pemimpin yang ingin tahu, mudah bergaul, dan sensitif
cenderung lebih karismatik, meskipun karisma sering kali
mencerminkan sifat narsistic. Perbedaan gender ada dalam gaya
kepemimpinan, laki-laki lebih transaksional sementara
perempuan lebih transformasional.
Apakah pemimpin dilahirkan atau dibuat? Setiap pola
perilaku manusia yang dapat diamati adalah produk
sampingan dari pengaruh genetik dan lingkungan, jadi
MDZDEDQ DWDV SHUWDQ\DDQ LQL DGDODK ´NHGXD-GXDQ\Dµ %DQ\DN
pendapat bahwa kepemimpinan itu diwariskan, terutama
karena ciri-ciri karakter yang membentuk kepemimpinan,
kepribadian dan kecerdasan, dapat diwariskan. Sifat lain yang
lebih diwariskan, seperti berat badan dan tinggi badan,
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Meskipun tidak ada resep
yang jelas untuk memanipulasi lingkungan guna
meningkatkan potensi kepemimpinan, intervensi pembinaan
yang disusun dengan baik meningkatkan kompetensi
kepemimpinan kritis seseorang.
Apa peran budaya dalam memupuk sifat
kepemimpinan? Budaya adalah kunci karena mendorong
keterlibatan dan kinerja karyawan. Namun, budaya bukanlah
penyebab kepemimpinan, melainkan hasil darinya. Dengan
demikian, para pemimpin menciptakan aturan interaksi yang
eksplisit dan implisit untuk anggota organisasi, dan aturan ini
mempengaruhi moral dan tingkat produktivitas. Ketika nilai-
nilai orang selaras dengan nilai-nilai organisasi (dan
kepemimpinan), mereka akan bersinergi karena ada kecocokan
dan dapat mencapai tujuan-tujuan organisasi yang lebih tinggi.
Seberapa dini kita dapat memprediksi potensi? Prediksi
apapun adalah ukuran potensi atau kemungkinan sesuatu
terjadi. Karena kepemimpinan sebagian tergantung pada
genetik dan pengalaman anak usia dini, memprediksinya sejak
usia dini tentu saja mungkin dilakukan. Apakah melakukannya
etis atau legal adalah pertanyaan yang perlu mendapatkan
67
perhatian. Namun, sebagian besar indikator yang umum
digunakan untuk mengukur potensi kepemimpinan seperti
pencapaian pendidikan, kecerdasan emosional, ambisi, dan IQ
dapat diprediksi sejak usia sangat dini. Mungkin di masa
depan, potensi kepemimpinan akan dinilai pada usia yang
sangat dini dengan mengamati melalui penelusuran DNA-nya.
Apakah faktor gender penting? Fakta menyatakan,
banyak pemimpin adalah laki-laki lebih berkaitan dengan
faktor sosial (harapan orang, norma budaya, dan peluang)
daripada perbedaan gender yang sebenarnya dalam
pengembangan potensi sifat kepemimpinan. Faktanya,
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan
sedikit lebih efektif sebagai pemimpin dalam pekerjaan, tetapi
ini mungkin karena standar untuk menunjuk perempuan ke
posisi kepemimpinan lebih tinggi daripada laki-laki, yang
menciptakan kelebihan laki-laki yang tidak kompeten dalam
posisi kepemimpinan. Solusinya bukanlah membuat
perempuan bertindak lebih seperti laki-laki, tetapi memilih
pemimpin berdasarkan kompetensi aktual mereka.
Pandangan konseptual tentang pengembangan potensi
sifat kepemimpinan memerlukan transformasi yang terus
menerus dari yang ada saat ini. Penilaian potensi sifat
kepemimpinan dalam pekerjaan perlu terus dilengkapi dengan
menelusuri proses perkembangan seseorang. Potensi berarti
bahwa seseorang memiliki kecenderungan khusus yang
meningkatkan peluang untuk menunjukkan perilaku dan sifat
pemimpin yang efektif di masa depan. Konsep seperti
pengembangan pemimpin dan kemunculan pemimpin
berhubungan erat dengan potensi. Pengembangan pemimpin
adalah proses mewujudkan potensi, atau pengaruh
kecenderungan sifat-sifat tertentu pada pengembangan
perilaku pemimpin yang mengarah pada efektivitas
kepemimpinan di masa depan. Munculnya pemimpin adalah
sebagai bukti perkembangan dari perilaku dan sifat-sifat
pemimpin tertentu.
68
Referensi
Baron. RA, Byrne, D., Branscombe, N.R., (2006) Social Psychology
(11th.ed.). Pearson Education.
Bolden, Richard. Gosling, Jonathan. Marturano. et.al. A Review of
Leadership Theory and Competency Frameworks. Center for
Leadership Studies, University of Exeter.
http://www.leadership-studies.com
Bryson, John M. (2017). Strategic Planning for Public and Non-Profit
Organizations: A Guide to Strengthening and Sustaining
Organizational Achievement. Wiley.
Day, D. V., & Dragoni, L. (2015). Leadership development: An
outcome-oriented review based on time and levels of
analyses. Annual Review of Organizational Psychology and
Organizational Behavior, 2(1), 133²156.
Gerson, D. (2020). Leadership for a High Performing Civil Service:
Towards Senior Civil Service Systems in OECD Countries.
OECD Working Papers on Public Governance No. 40. Paris:
OECD.
Hoek, Marieke, Sandra Groenveld, Maarja Beerkens (2021).
Leadership Behavior Repertoire: An Exploratory Study of
the Concept and Its Potential for Understanding Leadership
in Public Organization. Perspective on Public Management and
Governance, Vol. 4. Issue 4. 363-378.
Kramer, M. W., E. A. Day, C. Nguyen, C. S. Hoelscher, and O. D.
Cooper. 2019. Leadership in an interorganizational
collaboration: A qualitative study of a statewide interagency
taskforce. Human Relations 72(2): 397²419.
Silzer, R., Church, A. H., Rotolo, C. T., & Scott, J. C. (2016). I-O
practice in action: Solving the leadership potential
identification challenge in organizations. Industrial and
Organizational Psychology: Perspectives on Science and Practice,
9(4), 814²830.
Svara, James. (2008). Facilitative Leader in City Hall: Re-examining the
Scope and Contributions. Josey-Bass.
Zaini, Zulkifli. (2017). Execution Matters! Leadership Series.
Gramedia.
69
BAB
KOMPETENSI
8 KEPEMIMPINAN
70
mereka. Menjadi pemimpin, artinya mempunyai tanggung
jawab untuk mengendalikan, mengontrol, menjadi problem
solver handal di masa krisis sekalipun. Bahkan menjadi citra
organisasi yang dipimpinnya.
Bagaimana seorang pemimpin mampu melakukan itu
semua dengan baik? Maka pemimpin dituntut untuk memiliki
multi kecakapan dan multi kompetensi, baik secara intelektual,
emosional dan tentu saja spiritual. Ketiga komponen ini, bila
bisa dioptimalkan dengan baik, akan menjadikan Anda
pemimpin yang didambakan.
Keberhasilan sebuah perusahaan/organisasi tentu tidak
terlepas dari gaya kepemimpinan seorang leader. Bagaimana ia
mampu mengelola potensi dirinya, para karyawan dan
menerapkan langkah-langkah strategis secara tepat. Pemimpin
harus memiliki kemampuan untuk memimpin perubahan
dalam organisasi agar timnya memiliki Learning Agility dan
dapat beradaptasi dalam menghadapi era yang semakin cepat
berubah. Demi memenuhi kebutuhan tersebut, hal paling
mendasar yang harus dilakukan bagian Personalia (Human
Capital) adalah memahami apa saja kompetensi yang harus ada
di dalam sebuah kepemimpinan.
71
Dalam menghadapi era yang terus berubah dengan
cepat, penuh ketidakpastian, dan kompleksitas permasalahan
dan tantangan bisnis, maka organisasi perlu pemimpin dan
termasuk karyawan yang tidak hanya punya kompetensi,
namun juga agility dan capacity.
Agility yang super akan menjadikan setiap karyawan
lebih luwes, adaptif, dalam merespons perubahan, sedangkan
dengan capacity akan membuat hati dan pikirannya lebih luas
dan lapang sehingga dengan demikian perpaduan agility dan
capacity akan meningkatkan level energi, lalu dikuatkan dengan
kompetensi yang mumpuni akan menciptakan kinerja yang
tinggi.
Kompetensi pemimpin sangat penting namun
kompetensi tanpa energi tidak akan banyak berguna. Energi
dihasilkan dari ability dan capacity diatas.
72
dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil
\DQJ GLLQJLQNDQµ 6HFDUD KLVtoris perkembangan kompetensi
dapat dilihat dari beberapa definisi kompetensi terpilih dari
waktu ke waktu yang dikembangkan oleh Burgoyne (1988),
Woodruffe (1990), Spencer dan kawan-kawan (1990), Furnham
(1990) dan Murphy (1993).
Konsep kompetensi sebenarnya bukan merupakan
sesuatu yang baru. Mitrani, Palziel dan Fitt (Dharma, 2002:18)
menjelaskan bahwa gerakan tentang kompetensi telah dimulai
pada tahun 1960 dan awal tahun 1970. Siswanto (2003)
mengartikan kompetensi sebagai kemampuan manusia (yang
dapat ditunjukkan dengan karya, pengetahuan, keterampilan,
perilaku, sikap, motif dan/atau bakatnya) ditemukan secara
nyata dapat membedakan antara mereka yang sukses dan
biasa-biasa saja di tempat kerja.
Menurut Rotwell, kompetensi adalah an area of knowledge
or skill that is critical for production ke outputs. Lebih lanjut
Rotwell menuliskan bahwa competencies area internal capabilities
that people brings to their job; capabilities which may be expressed in
a broad, even infinite array of on the job behavior. Spencer (1993)
EHUSHQGDSDW NRPSHWHQVL DGDODK ´« an underlying characteristics
of an individual that is causally related to criterion referenced effective
and/or superior performance in a job or situationµ 6HQDGD GHQJDQ
itu Zwell (2000) berpendaSDW ´Competencies can be defined as the
enduring traits and characteristics that determine performance.
Examples of competencies are initiative, influence, teamwork,
innovation, and strategic thinkingµ
Menurut Maarif (2003: 16), penetapan standar
kompetensi dapat diorientasikan pada pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, baik yang bersifat hard competencies
maupun soft competencies. Soft/ generic competencies menurut
Spencer (1993) meliputi enam (6) kelompok kompetensi, yaitu:
1. Kemampuan merencanakan dan mengimplementasikan
(motivasi untuk berprestasi, perhatian terhadap kejelasan
tugas, ketelitian, dan kualitas kerja, proaktif, dan
kemampuan mencari dan menggunakan informasi).
73
2. Kemampuan melayani (empati, berorientasi pada
pelanggan).
3. Kemampuan memimpin (kemampuan mempengaruhi,
kesadaran berorganisasi, kemampuan membangun
hubungan).
4. Kemampuan mengelola (kemampuan mengembangkan
orang lain, kemampuan mengarahkan, kemampuan
kerjasama kelompok, kemampuan memimpin kelompok)
5. Kemampuan berpikir (berpikir analitis, berpikir konseptual,
keahlian teknis/profesional/manajerial).
6. Kemampuan bersikap dewasa (kemampuan mengendalikan
diri, fleksibilitas, komitmen terhadap organisasi).
74
bisnis yang ada. Berikut adalah keuntungan yang didapat
organisasi dengan memperhatikan kompetensi kepemimpinan
yaitu: efisiensi dan produktivitas dalam bisnis meningkat;
menurunkan tingkat turnover; terciptanya hubungan kerja dan
lingkungan yang baik; komunikasi tim membaik; dan
mengurangi risiko burnout pada pemimpin. Maka, dalam
memilih, membentuk, dan mengembangkan kepemimpinan
yang dapat berkontribusi terhadap organisasi, manajemen
harus melakukannya berdasarkan pendekatan berbasis
kompetensi kepemimpinan yang sesuai.
Terdapat tiga (3) tipe kompetensi kepemimpinan yang
harus dipahami sebelum mengetahui apa saja kompetensi
kepemimpinan yang paling relevan saat ini, yaitu:
1. Kompetensi Kepemimpinan untuk DIRI SENDIRI:
menunjukkan etika dan integritas; menunjukkan motivasi
dan tujuan; menunjukkan sikap kepemimpinan;
meningkatkan kapasitas diri untuk belajar; mengelola diri
sendiri; dan mengembangkan kemampuan beradaptasi.
2. Kompetensi Kepemimpinan untuk Memimpin Organisasi:
resolusi konflik dan manajemen krisis; manajemen
perubahan; penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan; berani mengambil risiko dan berinovasi;
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan bisnis; dan
memahami dan menavigasi organisasi
3. Kompetensi Kepemimpinan untuk Memimpin Orang Lain:
komunikasi interpersonal dan secara efektif; emotional
intelligence; mampu menanamkan rasa percaya;
kemampuan mengembangkan orang lain; kemampuan
membangun dan menjaga hubungan; dan mengelola orang
lain (tim atau kelompok kerja) dengan efektif.
75
Misalnya seseorang yang memiliki motivasi berprestasi
secara konsisten mengembangkan tujuan ² tujuan yang
memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan
bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut
VHUWD PHQJKDUDSNDQ VHPDFDP ´IHHGEDFN´ XQWXN
memperbaiki dirinya.
2. Traits. Adalah watak yang membuat orang untuk
berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu
dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri,
kontrol diri, ketabahan atau daya tahan.
3. Self Concept. Adalah sikap dan nilai ² nilai yang dimiliki
seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada
responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang
dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan
sesuatu.
4. Knowledge. Adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang
kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta
untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bisa
melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
5. Skills. Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas
tertentu baik secara fisik maupun mental.
76
sosial kultural akan menjadi faktor penentu keberhasilan
organisasi.
Sebagai pemimpin harus membuktikan secara nyata
kompetensi manajerial untuk mengelola unit organisasi yang
dipimpinnya. Kompetensi teknis digabungkan dengan
kompetensi manajerial serta kompetensi sosial kultural menjadi
modal penting untuk keberhasilan pelaksanaan tugas sehari-
hari. Seluruh anggota tim dapat merasakan kompetensi
manajerial pemimpinnya, komunikasi menjadi lancar,
koordinasi menjadi lebih mudah, terjadi keterbukaan antar
anggota, anggota merasa dihargai, keterikatan anggota dengan
tim semakin kuat dan seterusnya.
Menurut Kouzes dan Posner (1995) bahwa suatu kinerja
yang memiliki kualitas unggul berupa barang ataupun jasa,
hanya dapat dihasilkan oleh para pemimpin yang memiliki
kualitas prima. Dikemukakan, kualitas kepemimpinan
manajerial adalah suatu cara hidup yang dihasilkan dari "mutu
pribadi total" ditambah "kendali mutu total" ditambah "mutu
kepemimpinan". Berdasarkan penelitiannya, ditemukan bahwa
terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki
kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang
menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama,
(3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan
berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5)
memotivasi bawahan.
Kompetensi Manajerial dan Profesional merupakan
Kompetensi dan gaya kepemimpinan yang pada umumnya
merupakan perpaduan antara cara seorang manajer atau
pemimpin dalam mengaplikasikan kepribadiannya kepada tim
dibawahnya dan keputusan bisnis yang diambilnya.
Seringkali kita terjebak dalam upaya untuk menjadi
seorang pemimpin dengan kinerja yang baik, tetapi
mengesampingkan karyawan sehingga menciptakan kesan
sebagai manajer yang kaku dan kurang disenangi bawahan.
Padahal sebagai pemimpin, sangat butuh dukungan bawahan
untuk mencapai target yang sudah dicanangkan organisasi.
77
Beberapa hal berikut ini merupakan kiat menjadi
pemimpin dengan Kompetensi Manajerial dan Profesionalisme,
antara lain:
1. Menciptakan Hubungan Kuat dengan Tim (Alignment) .
Sebuah kesalahan yang paling banyak dilakukan seorang
pemimpin adalah kegagalan membangun hubungan kerja
yang baik dengan timnya. Pemimpin seringkali hanya fokus
pada sisi performa dan produktivitas tim dan membangun
personal image karena ingin dipandang sebagai bos.
mengabaikan sisi hubungan emosional.
2. Menginspirasi Karyawan untuk Berkontribusi. Manajer
yang baik tidak hanya mampu mendukung karyawan untuk
menjadi lebih baik lagi, tetapi mereka bisa memberikan
inspirasi dan menciptakan suasana di mana karyawan
sukarela berkontribusi dan tidak takut untuk memberikan
saran atau rekomendasi yang akan membuat bisnis menjadi
lebih maju.
3. Hadapi, Jangan Hindari Konflik. Konflik bisa dicegah, tetapi
tidak boleh dibiarkan dan harus dihadapi secara langsung.
Masalah pribadi, pengakuan, dan kompensasi adalah
beberapa isu yang dapat menciptakan konflik. Menghindari
konflik mungkin adalah jalan keluar yang mudah, tetapi ada
baiknya sebagai pemimpin untuk menghadapi dan
menyelesaikannya sebaik dan secepat mungkin. Karyawan
adalah pengamat yang baik, dan mereka akan
memperhatikan siapa yang mengambil tindakan sepatutnya
dan siapa yang mengambil tindakan yang tidak perlu.
Semua orang menghargai pemimpin yang mampu
menghadapi konflik di masa sulit dengan baik, dan mereka
yang memilih menghindarinya, akan kehilangan respek dari
bawahannya.
4. Memimpin Dengan Memberi Contoh. Seorang pemimpin
yang baik adalah sosok yang bisa dijadikan teladan dan
panutan. Manajer terbaik selalu tampil memberikan contoh,
karena hal yang terpenting bukanlah yang kamu katakan,
tetapi yang kamu lakukan.
78
5. Memberikan Penghargaan. Jika anda seorang pemimpin,
maka anda harus membangun budaya kerja yang
menyenangkan dan dinamis, bahkan penting untuk selalu
memberikan apresiasi yang selayaknya didapatkan oleh
karyawan. Hal seperti ini perlu diciptakan dan dijadikan
budaya dalam tim. Penghargaan atas kerja keras karyawan
akan menumbuhkan rasa positif, kebersamaan, dan rasa
terima kasih diantara karyawan.
79
Referensi
'·DXULD * 6PHW $ 'H .HSHPLPSLQDQ GL 0DVD .ULVLV
Menghadapi Wabah Virus Corona dan Tantangan di Masa
Depan. Mckinsey.Com, 34(1), 4²10.
https://www.mckinsey.com/id/~/media/mckinsey/locations/a
sia/indonesia/our insights/leadership in a crisis
responding to the coronavirus outbreak and future
challenges/leadership-in-acrisis-responding-to-the-
coronavirusoutbreak.pdf
Ginanjar, Ary Agustian. ESQ Emotional Spiritual Quotient, Jakarta:
PT. Arga Tilanta. 2018.
http://zhalabe.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-aspek-
kompetensi.html#.YDHdMugzbDc
https://esqtraining.com/training-leaders-as-coach-for-managers-
di-pt-adhi-karya-batch-1-agustus-2019/
Ma·DULI 0 6 GDQ 7DQMXQJ + 0DQDMHPHQ 2SHUDVL (GLVL
Penerbit PT. Grasindo. Jakarta.
Spencer, Lyle M. and Signe M. Spencer. (1993). Competence at
Work: Models for Superior Performance. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
80
BAB
KREATIVITAS
9 KEPEMIMPINAN
81
mewujudkan solusi yang inovatif terutama dalam menghadapi
situasi yang kompleks atau seringkali berubah. Istilah ini
merujuk pada seseorang yang, ketika perubahan dan cara
pendekatan baru belum diketahui, dia dapat menetapkan
tujuan yang jelas bagi timnya. Istilah kreativitas kepemimpinan
menunjukkan kepemimpinan dalam fase awal upaya kreatif
dan kepemimpinan inovatif untuk merujuk pada tahap
selanjutnya, fase inovasi di mana ide diimplementasikan ke
dalam proses, layanan, atau produk (West dalam Antes &
Schuelke, 2011).
Terdapat berbagai definisi mengenai kreativitas
kepemimpinan, yaitu:
82
Karakteristik kreativitas kepemimpinan adalah: (1) sadar
akan karakteristik pribadinya dan pengaruhnya terhadap orang
lain; (2) tidak mendistorsi informasi yang telah dikumpulkan,
melainkan memperhatikan interpretasi positif dan negatif
tentang diri mereka sendiri dan kepemimpinan mereka; (3)
menyelaraskan nilai-nilainya dengan tindakannya; dan (4)
berbagi informasi secara terbuka.
Kesuksesan seorang pemimpin yang kreatif dipengaruhi
oleh lingkungan organisasi seperti anggota yang terbuka dan
termotivasi untuk kreatif. Kreativitas kepemimpinan juga
bergantung pada kecerdasan kreatif yang dimilikinya, yang
memungkinkan para pemimpin untuk mengembangkan visi
dan memutuskan kemana mereka ingin memimpin orang lain.
Tujuan kecerdasan kreatif adalah meyakinkan orang lain untuk
mendukung ide-ide Anda yang tidak populer. Dapat dikatakan
bahwa kreativitas adalah aspek penting dari kompetensi
kepemimpinan, dimana kompetensi kreatif dapat dibangun
dengan menunjukkan rasa percaya diri untuk menjalankan
perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja tertentu, dan
membimbing orang melalui berbagai langkah (Mumford et al.,
2000).
83
karyawan yang merasakan dukungan pemimpin dalam upaya
inovasi berperilaku lebih ekspresif dan memiliki kinerja yang
lebih tinggi dalam praktik inovasi. Dengan pimpinan yang
mendukung inovasi, memberdayakan dan menantang
karyawan, dapat menginspirasi kreativitas dan mengeksplorasi
pemikiran karyawan ditempat kerja. Pada level kelompok,
ditemukan bahwa iklim pemberdayaan tim berkorelasi positif
dengan kinerja inovasi karyawan, dan hal ini dikarenakan
kepemimpinan yang mendukung inovasi dan kinerja inovasi
karyawan. Pada level organisasi, organisasi pembelajar dan
budaya inovatif mendukung kreativitas karyawan yang tentu
saja kreativitas kepemimpinan memiliki peran yang besar. Dari
ketiga level menunjukkan bahwa kreativitas kepemimpinan
memiliki peran besar dalam meningkatkan kinerja organisasi
(Liu et al., 2020).
Kreativitas kepemimpinan juga berpengaruh terhadap
pemberdayaan sumberdaya manusia. Sumber daya manusia
adalah sumber daya penting. Organisasi dalam melangsungkan
aktivitasnya sangat bergantung pada kemampuan dan
keterampilan sumber daya manusia di dalamnya, untuk
mencapai tujuan nya. Secara umum kreativitas kepemimpinan
dilihat dari dimensi kepekaan terhadap masalah, orisinalitas,
kelancaran, fleksibilitas, ketekunan dan risiko. Sementara
pemberdayaan sumberdaya manusia dilihat dari berbagi
informasi, kepemilikan pengetahuan, kebebasan dan
kemerdekaan (Fendi & Abdullah, 2022).
Dampak kreativitas kepemimpinan pada anggota
kelompok dan organisasi. Dampak pada anggota kelompok
yaitu mendorong anggotanya untuk kreatif dan inovatif baik
dalam berpikir maupun bertindak, (Mainemelis et al., 2015),
selain itu anggota kelompok lebih terbuka dan dengan senang
hati menerima kritikan, anggota kelompok juga mampu
membunuh ego mereka, seorang pemimpin yang kreatif harus
mampu menjadi panutan atau role model bagi anggotanya
(Amer dalam Nwachukwu & Hieu, 2020).
84
Pemimpin kreatif secara positif mempengaruhi tempat
kerja, masyarakat, sekolah, dan keluarga. Pemimpin kreatif
secara proaktif mengeksplorasi dan mengeksploitasi peluang
dalam perubahan, mampu menyelesaikan masalah yang
ambigu (Mumford et al., 2000).
Kreativitas kepemimpinan juga berdampak pada
penyelesaian masalah kreatif, dimana kreativitas merupakan
faktor kunci yang perlu diperhatikan (Carmeli et al., 2013).
Pengaruh kreativitas kepemimpinan juga berdampak pada
kinerja kreatif dan inovatif (Lee et al., 2020), adaptasi
organisasional dan kinerja adaptif (Riza et al., 2020).
Dampak kreativitas kepemimpinan pada kinerja
strategik. Perusahaan dalam mencapai tujuannya melalui
strategi yang telah ditetapkan, oleh karena itu, para pemimpin
inovatif menggunakan berbagai strategi untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Keampuhan strategi organisasi adalah
tantangan utamanya sebagai pemimpin kreatif. Elemen kunci
untuk kesuksesan pemimpin dalam mengelola organisasi
adalah kecerdasan, otoritas, kepercayaan diri, energi, dan
pengetahuan yang merupakan korelasi langsung antara
pertumbuhan dan kesuksesan dari setiap organisasi serta gaya
kepemimpinan yang digunakannya. (Salman & Auso, 2022)
85
merasa memiliki organisasi. Ketiga, kompetisi menuju
kolaborasi, persaingan diantara individu yang berdampak
negatif sudah perlu diganti dengan kerja tim. Kempat,
pandangan holistic terhadap organisasi dan kelima adalah
keberagaman yang berdampak pada fleksibilitas dan adaptif
dalam menghadapi perubahan. Adanya perubahan ini
membutuhkan kreativitas kepemimpinan sehingga organisasi
dapat meningkatkan kinerja organisasi dan mampu bersaing
dengan yang lain. (Hasanati, 2012).
Adanya globalisasi telah terjadi pertukaran barang dan
jasa lintas batas internasional dan ini berkembang pesat berkat
teknologi. Akibatnya, adanya globalisasi menuntut organisasi
terus berkembang seiring dengan itu tantangan yang muncul
dari interaksi dengan budaya yang berbeda. Faktor politik,
sosial, dan ekonomi juga telah dipengaruhi oleh globalisasi.
Adanya globalisasi menjadikan pemimpin organisasi di semua
tingkatan perlu merangkul keragaman budaya dan berpikir
secara global jika ingin efektif. Meskipun ada kelebihan dan
kekurangan globalisasi, faktanya bahwa pemimpin global perlu
mengembangkan pola pikir global untuk memimpin organisasi
mereka secara efektif.
Adanya globalisasi juga menghapus batas-batas
organisasi, tersedianya alat digital memudahkan para
pemimpin untuk menumbuhkan pertukaran pengetahuan, arus
informasi, dan kolaborasi anggota, sehingga kreativitas
organisasi berjalan lebih lancar, namun demikian perlu disadari
bahwa kepemimpinan kreatif yang tidak terbatas dalam ruang
dan waktu, penggunaan alat digital yang tidak tepat juga dapat
menghambat merusak kreativitas organisasi (Wang & Wang,
2022).
Kepemimpinan kreatif adalah faktor pasti dan
menentukan yang memimpin organisasi keluar dari kesulitan
dan menciptakan kembali kecemerlangan di era digital
ekonomi dan ekonomi inovasi (Banerjee et al., 2016).
Perubahan teknologi yang cepat menjadikan organisasi
juga berubah salah satunya adalah dalam hal komunikasi baik
86
dengan pihak internal maupun eksternal organisasi,
komunikasi dengan bantuan teknologi mampu menembus
batas batas negara di dunia ini. Perubahan teknologi tidak saja
terjadi pada perusahaan kecil, menengah terlebih perusahaan
besar, manufaktur ataupun jasa. Perusahaan yang gagap
dengan teknologi akan tertinggal dengan perusahaan lain,
sehingga faktor teknologi saat ini menjadi faktor yang harus
diperhatikan.
Teknologi dapat digunakan untuk upaya pembangunan
karena dua alasan utama. Pertama, aplikasi teknologi
memungkinkan desain alat yang dinamis dan realistis yang
memfasilitasi pembelajaran. Kedua, aplikasi teknologi
memperbaiki beberapa masalah umum terkait dengan
perkembangan pendekatan tradisional, seperti kerangka waktu
pengembangan yang panjang, tantangan yang melekat dalam
upaya mengumpulkan orang untuk interaksi tatap muka, dan
kurangnya penyesuaian untuk bertemu spesifik sesuai
kebutuhan individu. Oleh karena itu, dieksplorasi beberapa
pendekatan perkembangan seperti (a) simulasi, (b) e-
mentoring, (c) umpan balik multi sumber, (d) media sosial, dan
(e)perangkat lunak perencanaan suksesi dengan memanfaatkan
teknologi untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan
kreatif/inovatif dalam organisasi.(Antes & Schuelke, 2011).
Simulasi memungkinkan pemaparan banyak peristiwa
yang dialami individu dan pembuatan skenario untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Teknologi
memungkinkan simulasi situasi dan tugas yang kompleks,
menantang, dapat diadaptasi dan dirancang khusus untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan yang unik dari setiap
individu atau tim. Simulasi dapat menggunakan platform
video game multi pengguna yang kompleks hingga tertulis,
sketsa audio, atau video untuk tugas terkomputerisasi yang
mensimulasikan aktivitas dunia nyata, seperti seperti mengirim
komunikasi email, menulis laporan, atau terlibat dalam
konferensi video, dengan interaksi seperti aslinya. Karena
simulasi memungkinkan orang untuk mengalami peristiwa
87
yang sangat mirip dengan situasi dunia nyata, seringkali
dengan biaya yang lebih murah baik dari segi waktu maupun
uang,penggunaan simulasi memberikan solusi yang layak
untuk pengembangan kreativitas kepemimpinan .
Mentoring terjadi ketika individu yang berpengalaman
dan berpengetahuan, seorang mentor akan mendukung
perkembangan individu yang kurang berpengetahuan
Mentoring yang difasilitasi oleh teknologi disebut e-mentoring
(disebut juga online mentoring, telemonitoring, virtual
mentoring, dan cyber mentoring) dan seringkali dapat
menghindari masalah yang melekat pada mentoring
tradisional, seperti kesulitan yang dihadapi ketika
mengidentifikasi pasangan mentor- yang dimentori yang tepat.
Kepemimpinan kreatif dan inovatif bergantung pada jenis
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan dalam
mentoring dan e-mentoring dapat mengatasi hambatan
mentoring tradisional, e-mentoring adalah alat yang
menjanjikan untuk mengembangkan keduanya secara kreatif
dan potensi kepemimpinan yang inovatif (Houghton &
DiLiello, 2010).
Tujuan dari umpan balik multi sumber adalah
mengukur kinerja individu melalui pengumpulan dan
perbandingan dari beberapa sudut pandang konstituensi, yang
mungkin dari bawahan, teman, atasan, diri sendiri, atau
bahkan orang lain yang diinginkan dan sesuai. Teknologi dapat
dimanfaatkan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
menganalisis informasi yang diperlukan, diikuti dengan
penyajian umpan balik. Pengumpulan dan penyajian umpan
balik multi sumber dapat menggunakan teknologi saat ini dan
fokus pada pengembangan kapasitas kepemimpinan yang
kreatif dan inovatif.
Salah satu teknologi yang digunakan adalah dengan
media sosial yang dapat dimanfaatkan untuk membantu
mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang kreatif dan
inovatif dari suatu organisasi yang karyawannya terbuka dan
mau menggunakan teknologi tersebut. Bentuk media sosial saat
88
ini sangatlah beragam. Terdapat enam jenis media sosial:
proyek kolaboratif (misalnya, Wikipedia), blog dan mikroblog
(mis., Twitter), komunitas konten (mis., YouTube), situs jejaring
sosial (mis., Facebook), dunia game virtual (mis., World of
Warcraft), dan dunia sosial virtual (misalnya, Second Life) .
Karena setiap media menawarkan kemampuan unik dan
pembatasan, masing-masing media akan memberikan
kontribusi yang berbeda untuk setiap upaya peningkatan
kapasitas kepemimpinan yang kreatif atau inovatif dari suatu
organisasi. Penggunaan media social, bila diterima oleh
anggota organisasi dan dilaksanakan dengan baik, dapat
digunakan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan
kreatif di antara anggota organisasi (Antes & Schuelke, 2011).
Perencanaan suksesi dulunya hanya praktis untuk
organisasi besar, tetapi dengan munculnya perangkat lunak
yang dirancang untuk membantu bisnis terlibat dalam kegiatan
ini, organisasi sekarang dapat lebih mudah menghindari
hambatan tradisional, seperti sumber daya yang terbatas, dan
terlibat dalam program perencanaan suksesi Secara ringkas
organisasi berusaha untuk tetap kompetitif dengan
mengembangkan kreativitas dan kapasitas kepemimpinan yang
inovatif. Fokus pimpinan seringkali pada menemukan dan
merekrut karyawan secara eksternal tetapi terkadang fokus
internal mungkin lebih menguntungkan. Perencanaan suksesi
adalah pendekatan umum untuk mengembangkan kreativitas
kepemimpinan, dan perangkat lunak yang dirancang untuk
membuat tugas ini lebih mudah dan lebih efektif (Rothwell,
2011).
Referensi
A B R A H A M C A R M E L I , R O Y G E L B A R D, A. N. D., &
REITER-PALMON, R. (2013). LEADERSHIP, CREATIVE
PROBLEM-SOLVING CAPACITY, AND CREATIVE
PERFORMANCE: THE IMPORTANCE OF KNOWLEDGE
SHARIN. Human Resource Management, 52(1), 95²122.
https://doi.org/10.1002/hrm
89
Antes, A. L., & Schuelke, M. J. (2011). Leveraging technology to
develop creative leadership capacity. Advances in
Developing Human Resources, 13(3), 318²365.
https://doi.org/10.1177/1523422311424710
Fendi, D. A. H., & Abdullah, I. N. (2022). the Impact of Creative
Leadership on Empowering Human Resources: Analytical
Research in Some College of University of Baghdad.
International Journal of Research in Social Sciences &
Humanities, 12(03), 611²633.
https://doi.org/10.37648/ijrssh.v12i03.034
Guo, J., Gonzales, R., & Dilley, A. E. (2016). Creativity and
Leadership in Organizations: A Literature Review.
Creativity. Theories ² Research - Applications, 3(1), 127²151.
https://doi.org/10.1515/ctra-2016-0010
Hasanati, N. (2012). Alternatif Model Kepemimpinan Pada Era
Globalisasi. Psikologika×: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian
Psikologi, 17(1), 61²68.
https://doi.org/10.20885/psikologika.vol17.iss1.art7
Houghton, J. D., & DiLiello, T. C. (2010). Leadership development:
The key to unlocking individual creativity in organizations.
Leadership and Organization Development Journal, 31(3),
230²245. https://doi.org/10.1108/01437731011039343
Lee, A., Legood, A., Hughes, D., Tian, A. W., Newman, A., &
Knight, C. (2020). Leadership, creativity and innovation: a
meta-analytic review. European Journal of Work and
Organizational Psychology, 29(1), 1²35.
https://doi.org/10.1080/1359432X.2019.1661837
Liu, X., Li, X., Chen, W., Yu, Q., & Lai, S. (2020). The Multilevel
Effects of Creative Leadership on EmployeeV· :RUNSODFH
Innovative Behavior: An Integrated Analysis Framework.
Open Journal of Social Sciences, 08(12), 295²307.
https://doi.org/10.4236/jss.2020.812024
Mainemelis, C., Kark, R., & Epitropaki, O. (2015). Creative
Leadership: A Multi-Context Conceptualization. Academy
of Management Annals, 9(1), 393²482.
https://doi.org/10.1080/19416520.2015.1024502
Mumford*, M. D., Oklahoma, U. of, Marks, M. A., University, F. I.,
Institute, M. R., Connelly, M. S., Research, A. I. for, Institute,
M. R., Zaccaro, S. J., University, G. M., Institute, M. R.,
Reiter-Palmon, R., Omaha, U. of N. at, & Institute, M. R.
90
(2000). DEVELOPMENT OF LEADERSHIP SKILLS:
EXPERIENCE AND TIMING. Leadership Quarterly, 11(1),
87²114. https://doi.org/10.1002/jgt.3190080308
Mumford, M. D., Scott, G. M., Gaddis, B., & Strange, J. M. (2002).
Leading creative people: Orchestrating expertise and
relationships. Leadership Quarterly, 13(6), 705²750.
https://doi.org/10.1016/S1048-9843(02)00158-3
Nwachukwu, C. E., & Hieu, V. M. (2020). Creative Leadership and
Creativity: An Overview. The 36th International Business
Information Management Association Conference (IBIMA),
November, 2.
https://www.researchgate.net/publication/346644414_Cre
ative_Leadership_and_Creativity_An_Overview
Riza, M. F., Nimran, U., Musadieq, M. Al, & Utami, H. N. (2020).
The Effect of Innovative Leadership and Creative
Leadership to Organizational Learning, Organizational
Adaptation and Adaptive Performance. Journal of Public
Administration Studies, 005(02), 51²55.
https://doi.org/10.21776/ub.jpas.2020.005.02.2
Rothwell, W. J. (2011). Replacement planning: A starting point for
succession planning and talent management. International
Journal of Training and Development, 15(1), 87²99.
https://doi.org/10.1111/j.1468-2419.2010.00370.x
Salman, D. A., & Auso, K. A. (2022). The Sequential Influence of
Creative Leadership and Organizational Environment on
Strategic Performance. Journal of Environmental and Public
Health, 2022, 1²8. https://doi.org/10.1155/2022/5948806
Wang, Y., & Wang, Y. (2022). Developing Creative Leadership in
the Use of Digital Communication Tools: A Psychological
Perspective. Sustainability (Switzerland), 14(19).
https://doi.org/10.3390/su141911796
91
BAB
KEPEMIMPINAN
10 YANG EFEKTIF
92
apabila ia pada waktu Lahirnya telah memiliki bakat-bakat
kepemimpinan, bakat-bakat itu kemudian dikembangkan
melalui pendidikan, pelatihan yang teratur dan
pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk bisa
mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat tersebut.
93
1. Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, adalah
kepemimpinan yang hanya menekankan penyelesaian
tugas²tugas kepada para anggotanya dengan tidak
mempedulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi,
minat, komunikasi dan kesejahteraan anggotanya. Para
personalia akan bekerja secara rutin, rajin, taat dan tunduk
dalam penampilannya. Pemimpin ini tidak mengikuti
perkembangan dan kemajuan lingkungan sehingga
organisasi menjadi asing dan ketinggalan jaman.
2. Kepemimpinan yang berorientasi kepada antara hubungan
manusia. Kepemimpinan ini hanya menekankan
perkembangan para personalianya, kepuasan mereka,
motivasi, kerjasama, pergaulan dan kesejahteraan mereka.
Pemimpin ini berasumsi bila para personalia diperlakukan
dengan baik, maka tujuan organisasi kependidikan akan
tercapai. Tetapi pada kenyataannya adalah manusia tidak
selalu mempunyai itikad baik, walaupun ia diperlakukan
dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan kemunduran
suatu organisasi. Oleh sebab itu kepemimpinan yang baik
adalah kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi
antar hubungan manusia.
94
pendelegasian dan pemecahan masalah yang semuanya itu
tujuan untuk memajukan organisasi atau perusahaan.
Kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan yang
memungkinkan orang lain untuk berkarya seperti kemampuan
yang dimiliki pemimpin dan sekaligus menganggap bahwa
dengan cara beginilah mereka untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Jadi maksudnya adalah bahwa kepemimpinan efektif
ini tidak berarti tidak berhasil tetapi keberhasilan itu adalah
karena adanya kerja sama semua pihak baik pemimpin
maupun yang dipimpin atau bawahan. Pemikiran
kepemimpinan efektif ini berkembang sesuai dengan
munculnya teori organisasi Neo Klasik yang dipelopori oleh
´+XPDQ 5HODWLRQV 0RYHPHQWµ tahun 1930. Dasarnya eksistensi
atau keberadaan orang dalam organisasi dianggap sama dan
manusia dihargai sebagai manusia. Artinya setiap orang
dianggap teman sekerja dan mampu mengambil risiko dalam
berprestasi melahirkan inovasi baru. Akibatnya kepemimpinan
efektif ini menimbulkan kepuasan kerja dan perasaan untuk
memiliki organisasi (a sense of belongingness), dengan adanya itu
maka semua pihak akan terlibat dalam menjalankan tugas
organisasi. Dalam suatu organisasi Negara dan Niaga,
kepemimpinan yang efektif ini adalah kepemimpinan yang
berhasil menjalankan peranannya sebagai pemimpin yang
ditandai dengan kepuasan kerja meningkat dalam arti
tidak./turunnya tingkat terjadinya keluhan, sabotase, stress,
perpindahan karyawan (turnover), atau pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa meningkat.
95
2. Emotional Stability (Stabilitas Emosi), Seorang pemimpin
tidak boleh berprasangka jelek terhadap anggotanya, tidak
boleh cepat marah dan percaya pada diri sendiri harus
cukup besar.
3. Human Relationship (hubungan manusia), Adalah seorang
pemimpin mempunyai pengetahuan tentang hubungan
dengan manusia.
4. Personal Motivation (motivasi pribadi) yaitu Keinginan untuk
menjadi pemimpin harus besar, dan dapat memotivasi diri
sendiri.
5. Communication Skill (kemampuan berkomunikasi) yaitu
seorang pemimpin harus mempunyai kecakapan untuk
berkomunikasi.
6. Teaching Skill (keterampilan mengajar) adalah seorang
pemimpin harus mempunyai kecakapan atau keterampilan
untuk mengajarkan, menjelaskan dan mengembangkan
bawahannya.
7. Social Skill (keterampilan sosial ) yaitu seorang pemimpin
yang mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin
kepercayaan dan kesetiaan anggota organisasi.
8. Technical Competence (kompetensi teknis), adalah pemimpin
yang mempunyai kecakapan untuk menganalisis,
merencanakan, mengorganisasikan, mendelegasikan
wewenang, mengambil keputusan dan mampu menyusun
konsep.
96
2. Kematangan jiwa sosial (Social Maturity and Breadth), adalah
seorang pemimpin biasanya memiliki perasaan atau jiwa
yang cukup dewasa dalam cara berpikir dan bertindak, dan
mempunyai kepentingan serta perhatian yang cukup besar
terhadap bawahannya.
3. Motivasi terhadap diri dan hasil (Inner Motivation and
Achievement Drives), para pemimpin senantiasa ingin
membereskan segala sesuatu yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya.
4. Menjalin hubungan kerja manusiawi (Human Relation
Attitudes), pemimpin harus dapat bekerja secara efektif
dengan orang lain atau dengan bawahannya.
97
memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya
saat ini. Dengan demikian semboyan ini dapat diwujudkan
yaitu dengan cara dibuat diskusi, namun syarat yang harus
dipenuhi adalah semua bawahan harus paham atau
menguasai materi diskusinya. Jika bawahan tidak
menguasai atau belum menguasai maka diskusi tidak akan
bisa berlangsung, tapi hanya akan berlaku pada semboyan
pertama yaitu ing ngarso sung tuladha,yang di depan
memberi contoh.
3. Tut Wuri Handayani (pemimpin mengikuti mendorong dari
belakang), yang artinya adalah, apabila bawahan sudah
paham dengan materi, maka bawahan akan sudah pandai
atau mengerti dalam banyak hal tentang pekerjaan yang
harus diselesaikan maka pemimpin harus menghargai
bawahannya tersebut. Seorang pemimpin diharapkan mau
memberikan kepercayaan pada bawahannya untuk dapat
menyelesaikan tugas atau pekerjaannya sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Semboyan ini diwujudkan
dengan pemberian tugas atau pekerjaan secara mandiri
tanpa harus selalu dituntun atau diawasi terus menerus.
98
sama, pemimpin harus bisa menempatkan diri di mana mereka
berada, baik pada saat dengan para pemimpin, dengan
pimpinannya maupun hubungan pada saat dengan
bawahannya atau anggota yang dipimpinnya, dan harus
mempunyai kelebihan atau keunggulan di atas bawahannya.
Referensi
Alrowwad, A. A., Abualoush, S. H., & Masa'deh, R. E. (2020).
Innovation and intellectual capital as intermediary variables
among transformational leadership, transactional
leadership, and organizational performance. Journal of
Management Development, 39(2), 196-222.
Benmira, S., & Agboola, M. (2021). Evolution of leadership theory.
BMJ Leader, leader-2020.
Daniëls, E., Hondeghem, A., & Dochy, F. (2019). A review on
leadership and leadership development in educational
settings. Educational research review, 27, 110-125.
Guzmán, V. E., Muschard, B., Gerolamo, M., Kohl, H., &
Rozenfeld, H. (2020). Characteristics and Skills of
Leadership in the Context of Industry 4.0. Procedia
Manufacturing, 43, 543-550.
Kaso, N., Aswar, N., Firman, F., & Ilham, D. (2019). The
Relationship between Principal Leadership and Teacher
Performance with Student Characteristics Based on Local
Culture in Senior High Schools. Kontigensi: Jurnal Ilmiah
Manajemen, 7(2), 87-98.
Ospina, S. M., Foldy, E. G., Fairhurst, G. T., & Jackson, B. (2020).
Collective dimensions of leadership: Connecting theory and
method. Human Relations, 73(4), 441-463.
Uslu, O. (2019). A general overview to leadership theories from a
critical perspective.
Van Vugt, M., & von Rueden, C. R. (2020). From genes to minds to
cultures: Evolutionary approaches to leadership. The
Leadership Quarterly, 31(2), 101404.
99
BAB
KEPEMIMPINAN
11
DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
100
1. Nilai-nilai politik. Aspek politik dapat memperluas
organisasi dan menjadi sarana mencapai tujuan organisasi.
2. Nilai-nilai organisasi. Struktur organisasi merupakan sistem
kontrol yang dapat memaksa anggota atau organisasi di
bawahnya untuk patuh terhadap perintah atasannya. Nilai
ini dapat membantu organisasi untuk tetap eksis,
meningkatkan dan memperlancar program-program
organisasi, dan mempertahankan hak-hak istimewa atau
kekuasaan.
3. Nilai-nilai pribadi. Setiap orang memiliki dorongan
memenuhi kebutuhan mengaktualisasikan dirinya.
Kepentingan tersebut dapat mempengaruhinya dalam
pengambilan keputusan.
4. Nilai-nilai ideologis. Ideologi menjadi pedoman bertindak
bagi masyarakat yang menyukainya, maka pengambilan
keputusan memiliki kriteria logis dan saling berkaitan
dengan apa yang diyakini masyarakat.
5. Nilai-nilai moral. Pengambilan keputusan perlu didasarkan
pada nilai-nilai moral yang menjunjung tinggi kepentingan
umum atau kepentingan masyarakat.
101
4. Lingkungan. Lingkungan dapat memberi informasi masalah
melalui berbagai cara.
102
2. Model Pengambilan Keputusan Intuitif
Model ini pada dasarnya memungkinkan
pengambilan keputusan secara intuitif atau naluriah, atau
pengambilan keputusan secara instan. Hal ini dapat terjadi
karena karena otak melakukan pengenalan pola
permasalahan dengan cepat ketika meninjau semua situasi
yang telah dipelajari merupakan situasi serupa yang
sebelumnya pernah dihadapi sehingga membantu
pengambilan keputusan dalam situasi saat ini. Cara yang
digunakan dalam pengambilan keputusan secara intuitif
adalah kemampuan mendeteksi potensi masalah tersebut
dan menyelidiki pola dengan melihat pada berbagi
pengalaman, keahlian, latar belakang, dan informasi
lainnya. Kemudian mengintegrasikan data dan fakta ke
dalam gambaran lengkap dari seluruh masalah sehingga
manajer atau pemimpin dapat memahami masalah dan
solusi tepat yang harus diambil. Model pengambilan
keputusan ini memberikan hasil terbaik ketika manajer atau
pemimpin melakukannya saat berhadapan dengan masalah
di bidang yang sesuai dengan keahlian atau pengalaman. Itu
sebabnya model ini kurang efektif dan efisien bila
digunakan untuk menghadapi situasi atau masalah yang
baru karena kamu belum memiliki cukup pengalaman
untuk melihat pola masalah yang ada.
3. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengenalan
Model ini mencoba menggabungkan penilaian
kontekstual dan evaluasi guna menghasilkan reaksi terbaik
terhadap suatu masalah. Secara sederhana proses
pengambilan keputusan menggunakan model ini dilakukan
dengan melihat isyarat dan indikator yang memungkinkan
manajer atau pemimpin mengenali pola masalah yang ada.
Berdasarkan pola tersebut manajer atau pemimpin harus
mengambil keputusan dengan memilih satu tindakan yang
diasumsikan akan berhasil.
Bagaimana memperkirakan tindakan yang dipilih ini
akan berhasil? Caranya adalah dengan melakukan simulasi
103
mental dengan membayangkan skenario penyelesaian
masalah tersebut dan membandingkannya dengan
pengetahuan yang dimiliki untuk melihat kemungkinan
suatu solusi itu akan berhasil dijalankan atau tidak. Jika
skenario tadi dianggap akan berhasil, maka manajer atau
pemimpin tinggal melanjutkan dengan pengambilan
keputusan. Namun jika dianggap tindakan itu mungkin
tidak berhasil karena potensi masalah lain, manajer atau
pemimpin dapat mengubah skenario tersebut dengan
beberapa cara. Ketika dalam bayangan suatu skenario masih
belum berhasil, maka manajer atau pemimpin harus
membuang opsi tersebut dan memilih skenario lainnya. Dari
sini manajer atau pemimpin bisa melihat bahwa dalam
model ini manajer atau pemimpin tidak membandingkan
beberapa alternatif solusi terhadap sebuah masalah
sekaligus. Model ini cocok digunakan ketika manajer atau
pemimpin berada di bawah tekanan waktu. Namun
keberhasilannya akan bergantung pada keahlian dan
pengalaman yang manajer atau pemimpin miliki pada
bidang masalah yang dihadapi tersebut.
4. Model Pengambilan Keputusan TDODAR
Beberapa orang mungkin bisa mengambil keputusan
dengan tenang meskipun berada pada situasi penuh
tekanan, namun tidak jarang orang-orang tersebut merasa
mendadak buntu hingga akhirnya mengambil keputusan
dengan cenderung terburu-buru. Hal ini perlu diantisipasi
agar tidak sering terjadi. Model pengambilan keputusan
TDODAR dapat menjadi salah satu alternatif antisipasi.
Model pengambilan keputusan ini meungkinkan orang-
orang tetap tenang saat mengambil keputusan tanpa
terburu-buru dan panik meskipun menghadapi situasi
darurat dan tidak pasti. TDODAR populer digunakan di
industri penerbangan untuk membantu pilot memecahkan
masalah di tengah penerbangan. Namun, model
pengambilan keputusan ini juga bisa diterapkan pada
berbagai situasi lain di pekerjaan. TDODAR merupakan
104
singkatan dari Time, Diagnosis, Options, Decied, Act or
Assign, dan Review. Model ini menggunakan beberapa
tahapan sebagai berikut:
Time. Manajer atau pemimpin perlu mengetahui
berapa waktu yang dimiliki untuk pengambilan keputusan.
Manajer atau pemimpin harus memiliki informasi yang jelas
tentang sisa waktu akan mempengaruhi cara untuk
melakukan langkah selanjutnya. Dengan cara ini manajer
atau pemimpin bisa lebih terbantu membuat prioritas.
Diagnosis. Manajer atau pemimpin segera mencari
tahu masalah dan penyebab. Ara yang bisa dilakukan
adalah dengan mengumpulkan orang yang dapat
membantu, data yang dibutuhkan atau tools yang
menunjang. Setelah itu manajer atau pemimpin dapat
menggunakan teknik 5 Whys atau sebab akibat untuk
mengetahui akar masalah. Diagnosis menyeluruh sangat
penting agar manajer atau pemimpin dapat menghindari
bias konfirmasi saat membuat keputusan.
Option. Setelah manajer atau pemimpin mengetahui
penyebab masalah dan sifatnya, selanjutnya manajer atau
pemimpin perlu memikirkan opsi apa yang terbuka dengan
terstruktur. Pertimbangkan sebanyak mungkin opsi dan
lakukan brainstorming bia butuh.
Decide. Manajer atau pemimpin perlu
mempertimbang masing-masing opsi, memilih yang terbaik
dan masuk akal lalu melakukan kesepakatan dengan
berbagai pihak untuk melanjutkannya. Dalam situasi penuh
tekanan, Manajer atau pemimpin dapat berkonsultasi atau
berdiskusi dengan orang lain untuk menghindari risiko
terlalu percaya diri atau terlalu terburu-buru.
Act or Assign. Setelah manajer atau pemimpin
mengambil keputusan, selanjutnya terapkan keputusan itu.
Manajer atau pemimpin perlu merinci keputusan tersebut
menjadi tugas dan delegasikan pada orang yang paling
memenuhi syarat untuk melakukannya. Misalnya memilih
dan menentukan siapa yang akan memimpin proyek
105
perbaikan, siapa yang bisa menangani siaran pers, siapa
yang bisa memotivasi orang, dan sebagainya.
Review. Manajer atau pemimpin perlu menilai
kembali semuanya untuk memastikan apakah sudah sesuai
dengan rencana dan hasil yang dibutuhkan
atau diharapkan. Jika sudah, maka keputusan yang telah
dibuat dan implementasikan berarti telah menyelesaikan
masalah yang ada. Jika masalah masih belum diperbaiki
atau semakin buruk, manajer atau pemimpin perlu
menjalankan siklus TDODAR yang lain dengan
mempertimbangkan opsi yang tadinya dibuang
5. Model Pengambilan Keputusan The Kepner-Tregoe
Model pengambilan keputusan ini didasarkan pada
premis bahwa tujuan akhir pengambilan keputusan adalah
untuk menghasilkan pilihan sebaik mungkin dengan
mengevaluasi dan meminimalisir risiko yang
ada. Penerapan model pengambilan keputusan ini
menggunakan 4 langkah dasar, yaitu: 1) Penilaian situasi.
Manajer atau pemimpin melakukan pengidentifikasian
masalah dan menguraikan prioritas, 2) Analisis masalah.
Manajer atau pemimpin menggambarkan masalah dengan
mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab, 3) Analisis
keputusan. Manajer atau pemimpin mengidentifikasi dan
mengevaluasi alternatif dengan melakukan analisis risiko
untuk masing-masing alternatif dan kemudian membuat
putusan akhir, dan 4) Analisis masalah potensial. Manajer
atau pemimpin mengevaluasi keputusan akhir
untuk menilai kemungkinan risiko dan tindakan
pencegahan yang diperlukan untuk meminimalkan risiko
itu. Semua tahapan ini akan membantu Manajer atau
pemimpin menghasilkan pilihan terbaik akan solusi dari
masalah yang ada.
106
keputusan yang diambil memiliki risiko masing-masing, yang
terpenting tidak melakukan pengambilan keputusan secara asal
107
kedudukan ataupun gaya kepemimpinan mengambil andil
yang cukup besar dalam pengambilan keputusan dimana orang
yang berkedudukan lebih tinggi lah yang akan menentukan
suatu putusan dan juga gaya kepemimpinan harus
diperhatikan karena gaya kepemimpinan beraneka ragam tiap
pemimpin sehingga tidak bisa disamakan antara pemimpin
yang satu dengan yang lain. Faktor internal meliputi
kepribadian dan juga ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi akan
berhati-hati dan mempertimbangkan serta memikirkan segala
hal yang akan terjadi setelah memutuskan sesuatu dan benar-
benar mengkaji apakah suatu keputusan ini pantas untuk
dipilih atau tidak.
108
perlu dikembangkan cara-cara untuk meningkatkan efektivitas
kualitas keputusan.
Irving L. Janis an Leonn Mann dalam Mamduh (2021)
mengemukakan empat faktor tingkat individual yang
diidentifikasi menghalangi keputusan yang efektif, yaitu:
1. Relaxed Avoidance. Manajer atau pemimpin tidak mau
bertindak setelah mengetahui konsekuensi bila tidak
bertindak tidak terlalu besar.
2. Relaxed Change. Manajer atau pemimpin baru bertindak
setelah memahami bahwa konsekuensi bila tidak bertindak
cukup serius. Manajer atau pemimpin cenderung akan
memilih alternatif yang pertama kali ditemukan dan tidak
bersedia mencari alternatif yang paling optimal.
3. Defensive Avoidance. Manajer atau pemimpin berdasarkan
pengalaman masa lalu tidak menemukan pemecahan yang
baik, maka manajer atau pemimpin membiarkan orang lain
melakukan pengambilan keputusan dan menanggung
konsekuensi dari keputusan tersebut. Kemungkinan
manajer atau pemimpin akan memilih alternatif yang paling
aman dengan risiko yang paling kecil.
4. Panik. Manajer atau pemimpin mengalami stres yang cukup
besar dan tekanan waktu sehingga manajer atau pemimpin
menjadi tidak rasional. Manajer atau pemimpin kemudian
memilih keputusan secara tidak rasional dan tidak realistis.
109
kelompok, manajer atau pemimpin harus memperhatikan
keuntungan atau kerugian sebagai berikut:
Referensi
Handayani, Maria Tri. 2021. 5 Model Pengambilan Keputusan.
https://www.ekrut.com/media/model-pengambilan-
keputusan#1_1_model_pengambilan_keputusan_rasional.
Diunduh tanggal 8 Desember 2022
Mamduh., Hanafi M. 2021. Manajemen. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka.
Mulyono. 2009. Kriteria/Nilai-nilai dalam Mengambil Keputusan
(Criteria/Values in Taking Decision).
https://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/06/17/kriteria-nilai-
nilai-dalam-mengambil-keputusan-criteria-values-in-taking-
decision/. Diakses tanggal 10 Desember 2022
Rahmawati, Helmi. 2020. Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Keputusan.
file:///C:/Users/user/Downloads/artikel%20pengambilan
%20keputusan.pdf. Diakses tanggal 10 Desember 2022
110
BAB
KEPEMIMPINAN
12 VISIONER
111
berada dalam suatu misi akan bersama-sama dengan timnya
untuk berjuang sekuat tenaga dalam mencapai tujuan
organisasinya. Seorang pemimpin haruslah memiliki karakter
yang kuat dalam dirinya. Karena kepemimpinan, pada
hakikatnya adalah sebuah proses yang akan membentuk
seorang pemimpin dengan karakter dan watak yang jujur
terhadap diri sendiri, bertanggung jawab, memiliki
pengetahuan, keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan,
kepercayaan pada diri sendiri dengan orang lain, dan
NHPDPSXDQ XQWXN PH\DNLQNDQ RUDQJ ODLQ ´.HSHPLPSLQDQ
itu juga sebuah proses yang dapat membentuk pengikut yang
didalamnya untuk patuh kepada pemimpin. Selain itu seorang
pemimpin juga harus memiliki pemikiran kritis, inovatif, dan
jiwa independen.
Dalam sebuah organisasi yang formal sudah merupakan
keharusan bahwa harus memiliki seorang pimpinan, dimana
pimpinan tersebut mempunyai tugas dan tanggung jawab
terhadap keberlangsungan suatu organisasi tersebut. Visioner
mengarah pada gaya kepemimpinan yang melihat visi ke
depan dan mengambil langkah untuk mewujudkannya.
Kepemimpinan visioner artinya kemampuan pemimpin dalam
menciptakan, merumuskan, mengomunikasikan,
mensosialisasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial di antara anggota organisasi lainnya.
Orang dengan gaya kepemimpinan ini akan selalu
melihat apa saja potensi perusahaan atau organisasi yang tidak
dilihat oleh orang lain. Setelah melihat potensi tersebut, ia akan
menciptakan ide-ide yang memungkinkan perusahaan dapat
bersaing dengan kompetitor. Seorang pemimpin yang visioner
harus mampu menciptakan visi dan tujuan yang jelas
berkenaan dengan pemahaman meraih peluang di masa depan.
Selain itu, pemimpin tersebut harus mahir dalam
merealisasikan berbagai upaya meningkatkan mutu dan
kualitas yang lebih terarah Kepemimpinan Visioner adalah
suatu model kepemimpinan yang tertuju pada sikap kerja dan
112
usaha para anggota organisasi melalui pembinaan dan pola
pergerakan berlandaskan pada kejelasan visi yang yang telah
ditetapkan sebelumnya (Kertanegara dalam Sedarmayanti,
2013). Kepemimpinan Visioner, yaitu pola kepemimpinan yang
ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu
dilakukan bersama-sama oleh para anggota organisasi dengan
cara memberikan arahan dan makna pada kerja, dan usaha
yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Sanusi (Erie
Hidayat Sukriadi, 2018) Kepemimpinan visioner adalah
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasikan,
mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal
dari dalam dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara
anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-
cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau
diwujudkan melalui komitmen semua personil Satori dan
Komariah (Yasir, 2020).
Kepemimpinan yang didambakan bagi setiap organisasi
berupa kepemimpinan yang memiliki visi atau visionary
leadership, yaitu kepemimpinan yang difokuskan pada
rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Visionary
leadership pada penelitian ini, disebut dengan kepemimpinan
visioner. Secara konseptual kepemimpinan visioner merupakan
kemampuan pemimpin mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan dan mengimplementasikan pemikiran-
pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil
interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders
yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang
harus diraih dan diwujudkan melalui komitmen semua
personel. Pemimpin visioner merupakan pemimpin yang selalu
berorientasi ke depan, apa yang ingin diwujudkan di masa
depan dari realitas yang sedang dihadapi.Seorang pemimpin
yang visioner itu penting dan akan menentukan hidup matinya
organisasi Ada empat peran yang harus dimainkan oleh
seorang pemimpin yang visioner yaitu, peran sebagai penentu
arah, agen perubahan, juru bicara dan pelatih (Pulungan, 2020).
113
1. Sebagai penentu arah
Seorang pemimpin menetapkan visi, misi, tujuan dan
strategi untuk mencapai sasaran yang menjadi tujuan
organisasi di masa depan.Artinya sang pemimpin
berkomitmen kepada visi besar organisasi dan bersama
dengan seluruh anggota berusaha untuk mewujudkan visi
tersebut melalui misi, tujuan dan strategi pencapaiannya
(Dudung Juhana, 2015; Pulungan, 2020).
2. Sebagai agen perubahan
Seorang pemimpin dituntut untuk mampu
memposisikan diri dengan lingkungannya baik secara
internal maupun eksternal. Bahkan ukuran kapasitas
kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah
kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan
ini penting sebab pada masa kini pemimpin akan selalu
dihadapkan pada perubahan-perubahan, sehingga
pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan
perubahan lingkungan. Dengan demikian secara eksternal
seorang pemimpin sebagai agen perubahan berusaha untuk
mengikuti perkembangan teknologi, membuat kebijakan
baru yang berkaitan dengan tuntutan stakeholder seperti
memfasilitasi dosen untuk mengembangkan diri, membuka
program studi baru, dan secara internal mengadakan
pergantian jabatan, mengadakan rotasi pegawai dan
sebagainya.
3. Sebagai juru bicara
Seorang pemimpin yang bervisi adalah juga
seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk
komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun
dukungan untuk suatu visi masa depan. Visi tersebut
kemudian ditindaklanjuti ke dalam misi, tujuan serta
strategi yang kemudian dijabarkan dalam bentuk kebijakan.
Kebijakan tersebut kemudian disosialisasikan secara internal
maupun eksternal, ketika seorang pemimpin menjadi juru
bicara, sang pemimpin juga harus mampu bertindak sebagai
114
negosiator dalam berhubungan dengan pihak lain,
membangun komunikasi yang baik serta membangun kerja
sama dalam membentuk jaringan eksternal.
4. Sebagai pelatih
Seorang pemimpin menjaga pegawai untuk
memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan,
memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara
orang-orang yang penting bagi organisasi dan visinya untuk
masa depan. Artinya seorang pemimpin yang visioner sikap
dan perilakunya akan menjadi teladan bagi orang-orang di
sekitarnya, ide-ide atau gagasannya menjadi inspirasi para
bawahannya, keberadaan pemimpin dapat memberikan
semangat bekerja, keberadaan pemimpin dapat memberikan
semangat untuk tumbuh, sikap dan perilaku pemimpin
membangun percaya diri, memberi penghargaan atau
promosi ketika bawahannya berprestasi dan selalu memberi
masukan sehingga para bawahannya dapat meningkatkan
diri.
115
pemahaman kita. Karakteristik kepemimpinan visioner ini
mengundang perhatian para ahli untuk merumuskannya.
Karakteristik yang dimiliki oleh seorang yang
berkepemimpinan visioner yang menunjukkan segala sikap
dan perilaku yang menggambarkan kepemimpinannya yang
berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang ke
depan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan resiko.
Karakteristik utama kepemimpinan visioner (Pulungan, 2020),
di antaranya:
1. Berwawasan ke masa depan: Pemimpin visioner memiliki
pandangan yang jelas terhadap suatu visi yang ingin
dicapai, agar organisasinya dapat berkembang. sesuai
dengan visi yang ingin dicapai.
2. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri,
tidak ragu dan selalu siap menghadapi resiko. Pada saat
yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan
perhitungan yang cermat, teliti dan akurat.
3. Mampu mempengaruhi orang lain untuk kerja keras dan
kerjasama dalam menggapai tujuan. Pemimpin visioner
adalah sosok pemimpin yang patut dicontoh, dia mau
membuat contoh agar masyarakat sekitar mencontoh dia.
4. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan
menggugah, mHQJHOROD ´PLPSLµ PHQMDGL NHQ\DWDDQ
pemimpin visioner sangatlah orang yang mempunyai
komitmen yang kuat terhadap visi diembannya, dia ingin
mewujudkan visinya ke dalam suatu organisasi yang dia
masuki.
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi : dia dapat
merumuskan visi ke dalam misinya yang selanjutnya dapat
diserap anggota organisasi. Yang dapat menjadikan bahan
acuan dalam setiap melangkah kedepan.
6. Berpegang erat kepada nilai-nilai spiritual yang diyakininya
: pemimpin visioner sangatlah profesionalitas terhadap apa
yang diyakini, seperti nilai ² nilai luhur yang ada di bangsa
ini. Dia sosok pemimpin yang bisa dijadikan contoh.
116
7. Membangun hubungan (relationship) secara efektif :
pemimpin visioner sangatlah pandai dalam membangun
hubungan antar anggota, dalam hal memotivasi, memberi,
membuat anggotanya lebih maju dan mandiri. Secara tidak
langsung hubungan itu akan terjalin dengan sendirinya. Dia
juga tidak malu²malu dalam member reward dan
punishment terhadap anggotanya, tingkat integritasnya
sangatlah tinggi.
8. Inovatif dan proaktif : dalam berpikir pemimpin visioner
sangatlah kreatif dia mengubah berfikir konvensional
menjadi paradigma baru, dia sangatlah sosok pemimpin
yang kreatif dan aktif. Dia selalu mengamati langkah²
langkah kedepan dan isu²isu terbaru tentang
organisasi/instansi
117
memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa
yang akan datang.
3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana
yang tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin
dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur,
organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi rencana.
4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran
dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut.
Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau
mempertimbangkan rintangan potensial dan
mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi
rintangan tersebut.
5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin
visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru
dengan memperhatikan isu, peluang, dan masalah.
6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko
dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan
kemunduran.
7. Process Alignment. Pemimpin visioner mengetahui
bagaimana cara menghubungkan dirinya dengan sasaran
organisasi. Ia dapat segera menyelesaikan tugas dan
pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
8. Coalition Building. Pemimpin visioner menyadari bahwa
dalam rangka mencapai sasaran, dirinya harus menciptakan
hubungan yang harmoni, baik ke dalam maupun ke luar
organisasi. Ia aktif mencari peluang untuk bekerjasama
dengan berbagai macam individu, departemen, dan
golongan tertentu.
9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu
dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan
berbagai jenis pengemban lainnya, baik di dalam maupun di
luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap
interaksi negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari
situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk
bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang
118
dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan
berpikir dan mengembangkan imajinasi.
10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa
perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi
pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan
perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi,
pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang
dapat memberi.
119
Pemimpin sebagai pencipta visi berarti mampu memikirkan
secara kreatif masa depan organisasi.
2. Merumuskan: Kepemimpinan visioner dalam tugas
perumusan visi adalah kesadaran akan pentingnya visi
dirumuskan dalam statement atau pernyataan yang jelas
dan tegas agar dapat menjadi komitmen semua personil.
Visi harus dikembangkan dengan memperhatikan
kebutuhan dan harapan stakeholder potensial dan kegiatan
utama lembaga. Visi dirumuskan dengan kalimat-kalimat
yang mudah dipahami dan menunjukkan suatu keadaan
sekolah/madrasah dalam jangka panjang (5-10 tahun).
3. Mensosialisasikan: Visi harus disosialisasikan dan
komunikasikan agar seluruh civitas akademik lembaga
dapat menjalankannya dengan baik. Sosialisasi visi
merupakan kemampuan membangun kepercayaan melalui
komunikasi intensif dan efektif sebagai upaya shared vision
pada stakeholders, sehingga diperoleh sense of belonging
dan sense of ownership. Visi perlu sosialisasikan dengan
melakukan upaya berbagi visi dan diharapkan terjadi difusi
visi dan menimbulkan komitmen seluruh personil.
4. Mentransformasikan: Transformasi visi dilakukan dengan
cara mencoba mengadakan penyesuaian, lalu meluruskan,
menjernihakan dan mengembangakan visi melalui Misi
diharapkan dapat digunakan untuk mencapai tujuan dan
sasaran. Kepala madrasah harus dapat mentransformasikan
visi dengan baik, karena visi merupakan komponen sentral
dari semua great leadership. Terminologi great leadership
merujuk pada orang-orang yang duduk pada posisi
pimpinan yang benar-benar piawai dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya untuk mencapai tujuan
organisasi secara efektif, efisien dan dengan akuntabilitas
tertentu.
5. Implementasi VISI. Implementasi visi merupakan
kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan
menerjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan
atribut kepemimpinan dan pembuatan keputusan yang
120
strategik, efektif dan efisien dan dengan akuntabilitas
tertentu. Dalam mengimplementasikan visi diperlukan
strategi dan taktik. Setelah visi teridentifikasi dan
ditentukan, maka pemimpin harus mampu menjelaskan dan
memperagakan visi agar dapat diterima oleh anggota dan
dapat dilaksanakan. Sehingga disinilah letak kemampuan
atau keterampilan seorang pemimpin untuk memberikan
keyakinan menyeluruh kepada komponen organisasinya
tentang apa yang ingin dicapai dalam perjalanan organisasi
yang dipimpinnya. Peran kepemimpinan visioner adalah
untuk memberikan contoh atau cara kerja strategis dalam
mengimplementasikan visi
Referensi
Erie Hidayat Sukriadi. (2018). Pengaruh Kepemimpinan dan
Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja. The Journalß:
Tourism and Hospitality Essentials, 8(2), 700.
https://doi.org/10.24912/jmk.v2i3.9582
Komariah, A. & Triatna, C. (2010). Visionary Leadership: Menuju
Sekolah Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Lifornita, V., & Sholeh, M. (2021). Penerapan Kepemimpinan
Visioner Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar di Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan.
Pulungan, Li. H. (2020). Pengaruh Peran Kepemimpinan Visioner,
Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi Dan Kinerja Dosen
Terhadap Mutu Perguruan Tinggi Swasta Di Kota Medan. 2012.
Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia :
Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Bandung. PT Refika Aditama.
Yasir, M. (2020). Pengaruh Kepemimpinan Visioner Dan Motivasi
Kerja Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru.
121
BAB
KEPEMIMPINAN
13 TRANSFORMASIONAL
122
antara lain gaya kepemimpinan berorientasi keputusan, gaya
kepemimpinan berorientasi tugas, dan gaya kepemimpinan
berorientasi hubungan dengan bawahan atau karyawan. Gaya
kepemimpinan yang berfokus pada pengambilan keputusan
memiliki dua jenis gaya kepemimpinan diantaranya gaya
kepemimpinan demokratis dan gaya kepemimpinan otokratis.
Selain itu, pemimpin yang berorientasi pada tugas
memperkenalkan dua gaya, termasuk pemimpin yang
berorientasi pada tugas dan pemimpin yang berorientasi pada
hubungan (Zhao et al., 2016). Jenis kepemimpinan lain yang
berfokus pada hubungan dengan bawahan atau karyawan
termasuk hubungan transaksional dan transformasional (Hill &
Bartol, 2016).
Kepemimpinan transformasional pertama kali
diperkenalkan oleh James MacGregor Burns dalam literasi yang
berjudul Leadership. Kepemimpinan transformasional
diperkenalkan dengan perilaku kepemimpinan yang
menginspirasi karyawannya dan berfokus pada kebutuhan di
mana semua sumber daya dapat dibangun (Puni et al., 2021). Di
zaman sekarang ini, kepemimpinan transformasional telah
berkembang melalui pendekatan holistik terhadap efektivitas,
di mana para pemimpin akan bertindak demi kebaikan
bersama untuk mencapai tujuan bersama (Dartey-Baah, 2015).
Kepemimpinan transformasional dipandang mampu
mengubah nilai, kebutuhan bawahan, aspirasi dan prioritas
serta motivasi karyawan untuk mencapai tujuan yang mereka
inginkan. Selanjutnya, gaya kepemimpinan transformasional
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bawahan atau
bawahan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
hasil kerja, mengutamakan tim, dan meningkatkan kebutuhan
bawahan untuk kualitas hidup yang lebih baik (Robbins &
Judge, 2013). Sebuah studi oleh Insan & Yuniawan (2016)
menunjukkan bahwa ketika karyawan merasa memiliki
kebebasan untuk menunjukkan kemandiriannya sebagai bagian
dari organisasi dan mempengaruhi masa depan, mereka
memberdayakan karyawan. Oleh karena itu, manajer dapat
123
menentukan strategi jangka pendek dan jangka panjang dengan
gaya kepemimpinannya dengan melibatkan karyawan (Gani,
2020).
Dalam situasi mendesak, manajer dapat melibatkan
karyawan dalam pengambilan keputusan bersama. Pernyataan
informan juga sejalan dengan penelitian Setiawan & Pratama,
(2019) yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang
dipadukan dengan komunikasi efektif antara manajer dan
karyawan menghasilkan keputusan bersama yang
mempengaruhi kinerja karyawan.
Gaya kepemimpinan transformasional ternyata
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan
(Siswanto & Hamid, 2017). Kinerja yang sejalan dengan disiplin
karyawan yang baik tentunya menjadi keunggulan bagi
perusahaan yang menjalankan usahanya (Sunarsi, 2018).
Menyikapi kondisi pandemi Covid-19, gaya manajer berdampak
signifikan terhadap kelangsungan usaha. Pandemi Covid-19
membutuhkan kontribusi seorang pemimpin yang dapat
menjaga efektivitas sumber daya manusianya (Wati et al.,
2021). Studi yang dilakukan oleh Akbar & Imaniyatin (2019)
menunjukkan bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan
transformasional termasuk dalam kategori berkinerja tinggi.
Indikator kinerja yang baik dengan gaya kepemimpinan ini
adalah adanya fungsi evaluasi.
Gaya kepemimpinan pada pelayanan publik dirasakan
berperan penting dalam implementasinya. Gaya
kepemimpinan yang diterapkan pada sektor publik serta
didukung efektivitas organizational citizenship behavior sumber
daya manusia didalamnya akan membuat pelayanan yang
outstanding (Atlantika et al., 2022). Selain pada sektor publik,
gaya kepemimpinan dalam hal ini adalah gaya kepemimpinan
transformasional juga dirasakan oleh sektor bisnis bahkan saat
pandemi Covid-19 terjadi. Pandemi Covid-19 telah menguji
kemampuan kepemimpinan dan komunikasi para pemimpin
global. Pandemi ini menyebabkan kerusakan ekonomi dan
sosial karena tingkat infeksi dan kematian yang tinggi. Tidak
124
dapat dipungkiri bahwa dalam menghadapi pandemi,
diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam penerapan
manajemen risiko oleh pihak pengelola. Namun keterampilan
manajemen risiko krisis tidak harus dikuasai, tetapi pemimpin
bisnis harus mampu menerapkan model manajemen
transformasional dan kecerdasan emosional dalam manajemen
risiko krisis (Wahyu et al., 2020).
Dalam lingkungan bisnis dewasa ini yang semakin
kompleks dan selalu berubah, belajar kepemimpinan tidak
sesederhana menggunakan dua jenis kepemimpinan itu saja.
Dalam perkembangannya banyak alternatif gaya
kepemimpinan selain gaya kepemimpinan transformasional
yang seringkali diimplementasikan dalam lingkungan
strategisnya. Alternatif gaya kepemimpinan yang seringkali
juga diterapkan, di antaranya:
1. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Fenomena implementasi gaya kepemimpinan
demokratis dibuktikan melalui penelitian Yugusna et al
(2016), bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh
terhadap prestasi kerja pegawai SPBU. Dampak terhadap
kinerja karyawan terjadi ketika pengambilan keputusan
didasarkan pada dorongan karyawan dan dukungan
kepemimpinan, kegiatan didiskusikan terlebih dahulu,
karyawan bertanggung jawab atas kebebasan dalam
mengalokasikan tugas pelayanan, lebih memperhatikan
karyawan, dan karena pemimpin menampilkan perilaku
objektif terhadap pujian, penghargaan, dan kritik.
Gaya kepemimpinan demokratis sering tercermin
dalam kenyataan bahwa pemimpin selalu membiarkan
karyawan membuat keputusan sendiri. Kekuatan
pengambilan keputusan yang diberikan oleh kepemimpinan
demokratis merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja
karyawan melalui kesempatan umpan balik atas arah kerja
yang diprioritaskan (Robbins & Judge, 2013).
125
2. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis adalah perilaku seorang
pemimpin yang cenderung membatasi inisiatif karyawan
dan motivasi kerja serta keterlibatan dalam pengambilan
keputusan. Pemimpin otokratis cenderung komunikasi satu
arah, tidak memperhatikan kebutuhan karyawannya saat
menjalankan tugasnya (Purwanto et al., 2020).
3. Gaya Kepemimpinan Berorientasi Tugas
Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
terbukti lebih efektif dalam organisasi dengan budaya yang
sangat birokratis, di mana pemimpin dapat
mengintegrasikan gaya kepemimpinan, struktur organisasi,
dan kebutuhan karyawan (Hejres et al., 2017). Gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah seorang
manajer yang memusatkan perhatian pada tugas masing-
masing karyawan tanpa mempertimbangkan potensi
karyawan untuk dikembangkan di masa depan. Hal ini
dapat terjadi karena pemimpin cenderung
menyalahgunakan kekuasaannya (Taribuka & Sunaryo,
2015).
4. Gaya Kepemimpinan Berorientasi Interpersonal
Gaya kepemimpinan relasional lebih memperhatikan
karyawan, yang mendorong karyawan untuk memahami
dan menangani masalah yang muncul dalam pekerjaannya
(Wirawan, 2013). Sebagai bagian dari orientasi kerja
manajemen, diperkenalkan juga gaya kepemimpinan
berdasarkan hubungan interpersonal. Hubungan manusia
antara manajemen dan karyawan pertama kali tercipta
melalui pemahaman yang harmonis melalui komunikasi
sebagai proses psikologis antara manajemen dan karyawan
(Afriyadi, 2015).
Efektifitas gaya kepemimpinan yang berorientasi
interpersonal tercermin dari keikutsertaan karyawan dalam
proses pengambilan keputusan, dimana proses pengambilan
keputusan akan membuat karyawan merasa didengarkan
126
sehingga karyawan dapat lebih disiplin dalam
melaksanakan semua tanggung jawabnya dalam
pekerjaannya (Taribuka & Sunaryo, 2015).
Jenis-jenis gaya kepemimpinan ini diimplementasikan
tentu dengan pertimbangan pengambilan keputusan
strategis ataupun menjadi bagian dari ciri dari suatu
organisasi.
127
4. Principle of Innovation, kemampuan untuk dengan berani
memulai perubahan melalui kepercayaan (doa) saat
dibutuhkan. Organisasi yang efektif dan produktif
menuntut anggotanya untuk mengantisipasi perubahan dan
tidak takut terhadapnya. Pemimpin harus memulai dan
menanggapi perubahan dengan cepat. Anggota tim berhasil
saling mempengaruhi untuk merangkul perubahan karena
pemimpin transformasional membangun kepercayaan dan
mendorong kerja sama tim.
5. Principle of Mobilization, pengerahan semua sumber daya
yang ada untuk melengkapi dan memperkuat semua yang
terlibat dalam perwujudan visi dan tujuan. Pemimpin
perubahan selalu mencari pengikut yang bertanggung
jawab.
6. Principle of Preparation, kemampuan untuk selalu siap belajar
dari diri sendiri dan merangkul perubahan dengan
paradigma baru yang positif.
7. Principle of Determination, yaitu keputusan untuk selalu
menyelesaikan, keputusan untuk menyelesaikan sesuatu
dengan baik dan tuntas. Tentunya hal ini juga harus
didukung dengan pengembangan disiplin dan komitmen
mental, emosional dan fisik.
128
antara karyawan dan bisnis ataupun kepentingan publik yang
dilaksanakan. Dalam penelitian yang sama, juga menjelaskan
tiga ciri gaya kepemimpinan transaksional, antara lain:
1. Contingent reward leadership. Pemimpin yang fokus pada
kejelasan arah pekerjaan sampai dengan jenis penghargaan
yang diterima jika pekerjaan mengikuti kesepakatan.
2. Management by exception active. gaya kepemimpinan yang
mengedepankan kewaspadaan untuk memastikan pekerjaan
dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
3. Management by exception passive. Perilaku yang dikemukakan
oleh manajer ketika mengintervensi karyawan tentang
terjadinya ketidaksesuaian atau kesalahan yang dibuat oleh
karyawan.
129
Gaya kepemimpinan transformasional memiliki
kemampuan untuk memahami secara mendalam seluruh
pengikutnya, dalam dunia usaha adalah karyawan. Pemimpin
transformasional memahami setiap kebutuhan dan
kemampuan dari setiap karyawan yang mampu mendukung
pengambilan keputusan. Seringkali pemimpin transformasional
juga menginspirasi karyawan untuk dapat melibatkan diri
dalam pengambilan keputusan. Hal ini bertujuan untuk
menumbuhkan komitmen, mendorong inovasi, mempercepat
pemecahan permasalahan organisasi, hingga memberikan
tambahan kompetensi kepemimpinan melalui proses
pembinaan dan pendampingan (Decker, 2018).
Menurut Bass (1985) menjelaskan empat dimensi dalam
kepemimpinan transformasional, antara lain:
1. Motivasi untuk menginspirasi. Pemimpin transformasional
memiliki visi yang jelas. Mereka dapat mengartikulasikan
visi mereka kepada anggota tim.
2. Stimulasi intelektual. Pemimpin transformasional tidak
hanya menantang status quo; mereka juga mendorong
kreativitas di antara anggota tim. Pemimpin mendorong
anggota tim untuk mengeksplorasi cara kerja baru dan
peluang baru untuk belajar.
3. Pertimbangan pribadi. Kepemimpinan transformasional
juga melibatkan dukungan dan dorongan anggota tim
individu. Mereka juga menjaga jalur komunikasi tetap
terbuka sehingga anggota tim merasa bebas untuk berbagi
ide dan langsung mengenali kontribusi unik dari setiap
anggota tim.
4. Pengaruh idealisasi. Pemimpin transformasional berfungsi
sebagai panutan bagi pengikut mereka. Mereka tidak hanya
memimpin, tetapi memberikan contoh yang realistis.
130
3. mendapatkan rasa hormat dan kehormatan,
4. menumbuhkan kepercayaan di antara bawahan,
5. mengkomunikasikan harapan tertinggi,
6. menggunakan simbol untuk menonjolkan usaha,
7. mengungkapkan tujuan penting dengan cara yang
sederhana,
8. menumbuhkan dan meningkatkan kecerdasan, rasionalitas
dan rajin memecahkan masalah bawahan,
9. memberikan perhatian pribadi,
10. mengarahkan dan melayani setiap bawahan secara
individual,
11. melatih dan membuat saran, dan
12. gunakan dialog dan diskusi untuk mengembangkan potensi
dan efektivitas bawahan.
Referensi
Afriyadi, F. (2015). Efektivitas komunikasi interpersonal antara
atasan dan bawahan karyawan PT . Borneo Enterprsindo
Samarinda. Manajemen Komunikasi, 3(1), 362²376.
Akbar, L., & Imaniyati, N. (2019). Gaya Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru.
Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 4(2), 176.
https://doi.org/10.17509/jpm.v4i2.18012
Atlantika, Y. N., Manggu, B., Beni, S., & Sadewo, Y. D. (2022).
Analisis Efektivitas Organizational Citizenship Behavior
(Studi Kasus Kepolisian Negara Republik Indonesia Di
Polres Mempawah). Inovasi Pembangunanß: Jurnal Kelitbangan,
10(02), 123. https://doi.org/10.35450/jip.v10i02.295
Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectations.
Free Press. https://books.google.co.id/books?id=NCd-
QgAACAAJ
Bodla, M. A., & Nawaz, M. M. (2010). Comparative Study of Full
Range Leadership Model among Faculty Members in Public
and Private Sector Higher Education Institutes and
Universities. International Journal of Business and Management,
5(4), 208²214. https://doi.org/10.5539/ijbm.v5n4p208
Dartey-Baah, K. (2015). Resilient leadership: a transformational-
131
transactional leadership mix. Journal of Global Responsibility,
6(1), 99²112. https://doi.org/10.1108/JGR-07-2014-0026
Decker, J. P. (2018). A study of transformational leadership
SUDFWLFHV WR SROLFH RIILFHUV· MRE VDWLVIDFWLRQ DQG
organizational commitment. Seton Hall University
Dissertations and Theses (ETDs), 2505.
https://scholarship.shu.edu/dissertations/2505
Gani, A. A. (2020). Kepemimpinan Transformasional Dan Disiplin
Kerja Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal EQUILIBRUM,
1(April), 12²22. https://doi.org/10.23969/jrbm.v13i1.3940
Hejres, S., Braganza, A., & Aldabi, T. (2017). Investigating the
Effectiveness of Leadership Styles on Instructional
Leadership and Teachers Job Expectancy in Kingdom of
Bahrain. American Journal of Educational Research, 5(7), 694²
709. https://doi.org/10.12691/education-5-7-2
Hill, N. S., & Bartol, K. M. (2016). Empowering Leadership and
Effective Collaboration in Geographically Dispersed Teams.
Personnel Psychology, 69(1), 159²198.
https://doi.org/https://doi.org/10.1111/peps.12108
Insan, P. darmawan, & Yuniawan, A. (2016). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Partisipatif, Lingkungan Kerja, Kompensasi
dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (Studi
pada Bagian Keperawatan RSUD Tugurejo Semarang).
Diponegoro Journal of Management, 5(1), 1²13.
Megheirkouni, M., & Mejheirkouni, A. (2020). Leadership
development trends and challenges in the twenty-first
century: rethinking the priorities. Journal of Management
Development, 39(1), 97²124. https://doi.org/10.1108/JMD-
04-2019-0114
Pless, N. M., Murphy, M., Maak, T., & Sengupta, A. (2021). Societal
challenges and business leadership for social innovation.
Society and Business Review, 16(4), 535²561.
https://doi.org/10.1108/SBR-10-2020-0129
Puni, A., Hilton, S. K., & Quao, B. (2021). The interaction effect of
transactional-transformational leadership on employee
commitment in a developing country. Management Research
Review, 44(3), 399²417. https://doi.org/10.1108/MRR-03-
2020-0153
Purwanto, A., Asbari, M., Santoso, P. B., Wijayanti, L. M., Hyun, C.
C., Sihite, O. B., & Saifuddin, M. P. (2020). Pengaruh Gaya
132
Kepemimpinan Partisipatif dan Otokratis Terhadap Kinerja
Sistem Jaminan Halal HAS 23000 Pada Industri Makanan
Kemasan. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 4(1), 156²179.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v4i1.345
Rees, B. E. (2010). Seven Principles of Transformational Leadership --
Creating A Synergy of Energy TM. 2²4.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior (15th
ed.). Prentice Hall.
Setiawan, A., & Pratama, S. (2019). Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Komunikasi Efektif Dan Pengambilan Keputusan Terhadap
Kinerja Karyawan Pada Cv. Bintang Anugerah Sejahtera.
Jurnal Manajemen Tools, 11(1), 19²33.
Siswanto, R. D., & Hamid, D. (2017). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada
karyawan divisi Human Resources Management Comp.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 42(1), 189²198.
Sunarsi, D. (2018). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Disiplin
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Usaha Mandiri
Jakarta. JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen Sumber Daya
Manusia), 1(2), 1²24.
https://doi.org/10.32493/jjsdm.v1i2.919
Taribuka, A., & Sunaryo, J. (2015). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Berorientasi Tugas Dan Berorientasi Bawahan Terhadap
Kedisiplinan Pegawai Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan Provinsi Maluku. -XUQDO $G·PLQLVWUDUH -XUQDO
$G·PLQLVWUDUH -XUQDO 3HPLNLULDQ ,OPLDK 'DQ 3HQGLGLNDQ
Administrasi Perkantoran, 2(1), 36²45.
Wahyu, E. E., Widodo, T. W., & Kurniawan, C. N. (2020). Urgensi
Kepemimpinan Transformasional dan Kecerdasan
Emosional Pada Perusahaan Dalam Merespons Pandemi
Covid-19. Seminar Nasional Gabungan Bidang Sosial (SNGBS),
267²277.
https://prosiding.polinema.ac.id/sngbs/index.php/sngbs/
article/view/285
Wati, N. M. N., Jayanti, D. M. A. D., Dewi, N. L. P. T., Sudarma, I.
N., & Lestari, N. K. Y. (2021). Optimalisasi Gaya
Kepemimpinan Caring Leadership Di Masa Pandemi Covid-
19. JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 5(4), 1894²1902.
Wirawan. (2013). Kepemimpinan:Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi,
Aplikasi dan Penelitian (1st ed.). Grafndo Persada.
133
Yugusna, I., & Dkk. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Demokratis Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Dan
Kedisiplinan Karyawan. Journal Of Management, 2(2), 23.
Zhao, X., Hwang, B.-G., & Lee, H. N. (2016). Identifying critical
leadership styles of project managers for green building
projects. International Journal of Construction Management,
16(2), 150²160.
https://doi.org/10.1080/15623599.2015.1130602
134
BAB
KEPEMIMPINAN
14 PARTISIPATIF
135
Dari teori ini, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
partisipatif memusatkan kekuasaan secara merata dan
mengembangkan pemecahan masalah dengan bawahan,
berkonsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan
Partisipasi mengacu pada upaya manajer agar dapat
mendorong dan memfasilitasi partisipasi karyawan lain dalam
proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan oleh
manajer secara terpisah (Yukl, 1998).
Kepemimpinan partisipatif berkaitan dengan
penggunaan mekanisme dalam pengambilan keputusan yang
berbeda untuk mempengaruhi keputusan pemimpin (Yukl,
1998). Arti yang lain yang difungsikan untuk merujuk pada
aspek kepemimpinan partisipatif meliputi konsultasi,
pengambilan keputusan bersama, pembagian kekuasaan,
desentralisasi, dan pemerintahan yang demokratis. Pada
hakekatnya, kepemimpinan partisipatif adalah kepemimpinan
yang melibatkan seluruh elemen organisasi dalam pembuatan
kebijakannya.
Fokusnya hanya menggunakan partisipasi mereka,
pemimpin hanya akan menjadi orang yang melegitimasi
keputusan semua pihak mencoba untuk memungkinkan orang-
orang yang dipimpinnya untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dan mewujudkannya (Yukl, 1998). (1)
kualitas keputusan yang diambil seringkali lebih baik, jika
peserta memiliki ruang lingkup dan pengetahuan yang tidak
dimiliki oleh pemimpin, (2) bersedia bekerja sama untuk
mencari solusi solusi yang baik untuk kasus keputusan, (3)
keputusan bersifat sering dibuat lebih sering daripada yang
mungkin diterima peserta, (4) kesempatan untuk
mempengaruhi keputusan, yang seringkali akan meningkatkan
komitmen terhadap pengambilan keputusan, (5) kepuasan
dengan proses pengambilan keputusan, seringkali lebih tinggi,
(6) pengembangan dan peningkatan keahlian dalam
pengambilan keputusan.
Perilaku partisipatif sangat fleksibel dan dapat berubah
dari waktu ke waktu. Misalnya, perilaku yang mendahului
136
konsultasi dapat diterjemahkan ke dalam keputusan dan ketika
bawahan membuat keputusan dengan suara bulat berdasarkan
pilihan atasan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari kepemimpinan
partisipatif adalah: (1) kualitas keputusan yang diambil
seringkali lebih baik ketika peserta memiliki informasi dan
pengetahuan yang tidak dimiliki pemimpin; (2) kesediaan
untuk bekerja sama untuk menemukan solusi yang baik untuk
berbagai masalah; (3) keputusan yang dibuat umumnya lebih
dapat diterima oleh para peserta; (4) kesempatan untuk
mempengaruhi suatu keputusan umumnya akan
meningkatkan partisipasi dalam bidang tersebut; (5) kepuasan
terhadap proses pengambilan keputusan juga umumnya lebih
tinggi; dan (6) bangun dan kembangkan keterampilan
membuat keputusan (Habi, Alam, & Asi, 2022).
137
yang efektif untuk masalah pribadi atau antar pribadi, (4)
menghadapi lingkungan yang sulit, dan (5) menghadapi
emosi pribadi yang negatif. Untuk dapat menjadi konselor
yang baik, seorang pemimpin organisasi harus memiliki
kompetensi meliputi: (1) mendengarkan yang baik, (2)
memahami masalah yang disampaikan oleh bawahan, (3)
mencari tahu inti permasalahan, (4) bersikap empati
terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan, dan (5)
memberikan arah jalan keluar.
2. Pendelegasian Wewenang
Menurut (Hasibuan, 2000), pendelegasian adalah
tindakan memberikan (mendefinisikan dengan jelas) tugas,
wewenang, wewenang, tanggung jawab, kewajiban dan
tanggung jawab kepada setiap bawahan dalam setiap
jabatan. Pendelegasian dilakukan dengan pembagian tugas,
masalah, tanggung jawab, tugas dan tanggung jawab
sebagaimana ditentukan dalam uraian/uraian formal dalam
organisasi. Delegasi adalah tindakan mempercayakan suatu
tugas, wewenang, wewenang, tanggung jawab, tugas dan
tanggung jawab kepada bawahan atau orang lain. Atasan
harus memberdayakan mereka untuk melakukan tugas-
tugas manajemen. Tujuan pendelegasian, yaitu: (1)
pendelegasian memungkinkan manajer mencapai hasil yang
lebih baik daripada semua aktivitas yang dikelola sendiri,
(2) membuat organisasi lebih efisien, (3) pendelegasian
memungkinkan manajer untuk fokus pada hal yang lebih
penting , memprioritaskan tugas, (4) dengan
mendelegasikan, membiarkan bawahan menjadi dewasa
dan berkembang, bahkan dapat dijadikan landasan
keyakinan untuk belajar dari kesalahan atau
keberhasilannya.
3. Model Evaluasi Program
Menurut Arikunto & Jabar (2014), evaluasi model
mungkin terlihat berbeda dari model ke model, tetapi
maksud dan tujuannya sama, yaitu untuk mengumpulkan
138
data atau informasi yang berkaitan dengan objek citra yang
dievaluasi. Selain itu, informasi yang dikumpulkan dapat
tersedia bagi para pengambil keputusan sehingga mereka
dapat menentukan tindakan yang tepat untuk diambil
sehubungan dengan program yang sedang dievaluasi.
4. Evaluasi Program CIPP
Wirawan (2015) mendefinisikan penilaian menjadi
proses menggambarkan, mengumpulkan & menyediakan
kabar yg bermanfaat buat mengevaluasi cara lain
pengambilan keputusan. Mendeskripsikan berarti
menspesifikasikan, mendefinisikan, & menyebutkan buat
menyasar kabar yg diharapkan sang pengambil keputusan.
Masuk logika menggunakan memakai nomor & statistik
buat mengumpulkan, mengatur, & menganalisis kabar.
Penyediaan berarti menggabungkan kabar menggunakan
cara yg memenuhi kebutuhan evaluasi pemangku
kepentingan evaluasi. Model CIPP mencakup empat jenis
evaluasi yaitu:
a. Penilaian konteks adalah yang paling mendasar dan
dimaksudkan untuk memberikan dasar pemikiran atau
landasan bagi suatu program.
b. Penilaian input atau masukan adalah untuk membantu
mengelola keputusan, mengidentifikasi sumber yang
akan diadakan, alternatif yang akan dibuat, dan rencana
yang akan dibuat untuk mencapai tujuan.
c. Dibandingkan Process Assessment dalam model CIPP
menunjukkan ´DSDµ (what) kegiatan yang dilakukan
dalam program, ´ZKRµ (siapa) penanggung jawab
program, ´ZKHQµ (kapan) kegiatan dilakukan. lengkap.
Model Penilaian Proses CIPP dimaksudkan untuk
menentukan seberapa baik kegiatan program
dilaksanakan sesuai rencana. Penilaian proses
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan
program telah dilaksanakan sesuai rencana.
d. Mengevaluasi keluaran atau hasil terhadap hal-hal yang
menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan
139
mentah. Mengevaluasi hasil adalah langkah terakhir dan
digunakan untuk membantu manajer program membuat
keputusan. Evaluasi program mengukur dan
menginterpretasikan capaian program selama
pelaksanaan program.
140
Fletcher (2001) berpendapat bahwa prinsip
kepemimpinan telah berubah dan memimpin. Pola berkisar
dari individu ke kolektif, dari kontrol ke pembelajaran, dari diri
ke diri sendiri dalam hubungan, dan dari kekuasaan ke
otoritas. Hay Group (2013) memprediksi bahwa, karena dilihat
sebagai bisa berubah, "pemimpin masa depan organisasi yang
sukses perlu fokus pada pengembangan lingkungan untuk
pengambilan keputusan partisipatif." keluarga".
141
Gambar 6. Kepemimpinan Partisipatif Tradisional dan
Modern
Sumber: Schmitt (2009)
142
jadi karyawan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
(Kim & Schachter, 2015). Salah satu hal yang paling penting
bagi kepemimpinan ini dimana karyawan dilibatkan dalam
pengambilan keputusan. Kepemimpinan partisipatif memiliki
sebuah fungsi penting bagi karyawan untuk mengambil peran
aktif dan tanggung jawab dalam organisasi dan untuk
mengungkapkan pikiran dan pendapatnya (Rana et al., 2019).
Pemimpin partisipatif berusaha untuk menyiapkan lingkungan
yang diperlukan untuk memastikan karyawan dapat aktif
(Yukl, 2019). Hal ini merupakan suatu fakta bahwa dimana
karyawan dalam organisasi beradaptasi satu sama lain dengan
cara pemahaman mengurangi konflik yang mungkin terjadi.
Selain itu, kepemimpinan partisipatif memiliki efek pada
kinerja, motivasi, komitmen, dan kepuasan kerja karyawan,
yang sangat penting untuk struktur organisasi, dan juga
memiliki efek lain, seperti menghilangkan niat karyawan untuk
meninggalkan pekerjaannya (Huang et al., 2017).
Pemimpin tipe ini juga mencoba untuk lebih fokus pada
nilai-nilai karyawan dan keterlibatan mereka dalam setiap
keputusan. (Sarwar, 2015) mengemukakan keterlibatan tingkat
tinggi dalam tugas ketika semua karyawan terlibat dalam
proses perencanaan, evaluasi, menghasilkan hasil menciptakan
kepuasan terbesar. Salah satu perusahaan yang menerapkan
kepemimpinan partisipatif adalah perusahaan Apple.
Apple Kemampuan kepemimpinan situasional dari Steve
Jobs, seorang CEO resmi Apple, telah menjadikannya sebagai
salah satu pengusaha paling sukses saat ini. Pendekatan
manajemen pertamanya adalah gaya otokratis seperti Larry
Ellison, Ketua Oracle. Jika kepemimpinan otokratis
disalahgunakan di tempat kerja justru menurunkan kreativitas
karyawan. Ketika pemimpin memiliki visi yang jelas dan
cemerlang serta banyak pengetahuan, pencapaian tujuan
perusahaan lebih mengkristal di kalangan karyawan di bawah
kepemimpinan otokratis (Bashir, 2020). Begitulah cara Steve
Jobs membimbing karyawannya dengan benar. Dia segera
mengubah gaya kepemimpinan partisipatif yang memotivasi
143
dan menginspirasi karyawan untuk menghasilkan ide-ide baru.
Steve Jobs berhasil mengubah ide-ide inovatif tersebut menjadi
bentuk teknologi yang kita gunakan sekarang.
Teknologi revolusioner seperti iPad atau iPhone muncul
dari wawasannya yang jelas tentang penerapan gaya
kepemimpinan situasional. Apple kini telah menjadi salah satu
perusahaan paling makmur dan merek teknologi No.1 di dunia.
Kesuksesan besar ini bergantung pada kemampuan
kepemimpinan Steve Jobs yang dapat memvariasikan
manajemennya berdasarkan komitmen karyawan dan keadaan
yang berbeda untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Bashir,
2020).
Pemimpin yang partisipatif biasanya selalu melakukan
pemberdayaan pada karyawannya. Dalam hal ini adalah
wewenang untuk membuat keputusan dalam kegiatan
operasional individual tanpa harus memperoleh persetujuan
dari siapapun. Pemberdayaan dianggap sebagai motif sentral
pemikiran manajemen pada 1990-an (Collins & Montgomery,
1998). Pemberdayaan telah disamakan dengan delegasi dan
desentralisasi, lingkaran kualitas, SDM lunak, manajemen
kualitas total (TQM), pengambilan keputusan partisipatif,
keterlibatan karyawan, berbagi informasi, dan self-managed
team. (Koh & Lee, 2004) mencatat bahwa fitur umum ini
Berbagai konsepsi tentang pemberdayaan adalah bahwa
pemberdayaan diperlakukan sebagai seperangkat praktik
manajemen dan perilaku manajer. Melepaskan diri dari
pendekatan konseptualisasi pemberdayaan. Pemberdayaan
sebagai fenomena motivasi. Bagi mereka, pemberdayaan
adalah sebuah proses meningkatkan perasaan efikasi diri.
(Thomas, 1990) pergi selanjutnya mendefinisikan
pemberdayaan sebagai bentuk motivasi intrinsik untuk
melakukan tugas, diwujudkan dalam empat dimensi kognitif:
kebermaknaan, kompetensi, pilihan, dan dampak. Berpijak
pada konsep pemberdayaan ini, (Spreitzer, 2019)
mengembangkan sebuah skala untuk mengukur keadaan
pemberdayaan psikologis (psychological empowerment) atau
144
perasaan pemberdayaan dalam empat dimensi: kompetensi,
penentuan nasib sendiri, dan dampak.
Koh & Lee (2004) berpendapat bahwa praktik
pemberdayaan dan pemberdayaan psikologis dapat dipahami
sebagai sebab dan akibat dari maju atau tidaknya organisasi
dalam suatu perusahaan. Mengadopsi pendekatan
kepemimpinan partisipatif melibatkan karyawan dalam proses
pengambilan keputusan dengan memberi mereka perasaan
bahwa mereka memiliki peran untuk dimainkan dalam
organisasi. Pemberdayaan psikologis dikonseptualisasikan
sebagai bentuk motivasi intrinsik untuk melakukan tugas.
Pemberdayaan psikologis adalah proses mengaktifkan rasa self-
efficacy pada karyawan, di mana aktivitas organisasi formal
dan teknik komunikasi informal yang efektif menghilangkan
semua faktor gangguan meningkatkan impotensi. Psikologi
pemberdayaan akan melibatkan sikap karyawan terhadap
kebutuhan karyawan yang semakin berdaya. Ini cenderung
mempromosikan pemberdayaan psikologis menuju keadilan,
kesetaraan dan akuntabilitas. Dengan kata lain, karyawan yang
merasa diberdayakan di tempat kerja mengembangkan
orientasi positif daripada pasif terhadap peran profesional
mereka. Kemudian Koh & Lee (2004) juga menjelaskan bahwa
adapun manfaat dengan melakukan pemberdayaan pada SDM
adalah:
1. Pemberdayaan dapat memicu dan memotivasi bawahan
yang kuat, karena hal itu berkaitan langsung dengan
pemenuhan kebutuhan bawahan yang lebih tinggi seperti
kesadaran diri, harga diri, dan kebutuhan pertumbuhan.
2. Pemberdayaan sebenarnya dapat meningkatkan jumlah
total kekuatan yang ada dalam suatu organisasi untuk
membuatnya lebih kuat.
3. Pemimpin yang bisa mendapatkan keuntungan dari
keterlibatan tambahan bawahan bisa mendapatkan dari
organisasi, seperti pemimpin yang bisa fokus untuk
mencapai visi organisasi, pemimpin Pemimpin tidak selalu
perlu mengawasi).
145
Salah satu kebijakan dalam pemberdayaan SDM yang
diambil oleh perusahaan dimana dalam hal ini. Pemimpin
sebagai agen perubahan dapat mengimplementasikan
kebijakan pemberdayaan dalam tiga arah (Spreitzer, 2019):
1. Enabling, yaitu menciptakan suasana atau lingkungan yang
memungkinkan karyawan mengeluarkan potensinya.
2. Empowering, membangun kekuatan/potensi dengan
melakukan langkah-langkah konkret berupa penyediaan
sarana dan prasarana yang diperlukan.
3. Protecting, artinya melindungi dan membela kepentingan
pekerja.
Referensi
Arikunto & Jabar. (2014). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Bashir. (2020). Impact of inclusive leadership on adaptive
performance with the mediation of vigor at work and
moderation of internal locus of control. Journal of Public
Affairs, 3(2).
Collins & Montgomery. (1998). Corporate Strategyß: A Research Based
Approach. Singapore: Mcgraw- Hill, inc.
Fletcher. (2001). Performance Appraisal and Management×: The
Developing Research Agenda. Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 74(4), 473²487.
Habi, R. A. S., Alam, H. V., & Asi, L. L. (2022). Pengaruh
Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Perilaku Kerja Pegawai Pada
Dinas Penanaman Modal ESDM Dan Transmigrasi Provinsi
Gorontalo. 5(2), 498²503.
Handoko. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hasibuan. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hay Group. (2013). EngageEmployee and Boost Performance. Boston:
HayGroup.
Huang et al. (2017). The Effects of Users Organizational
Citizenship Behaviors on Information System Performance.
International Conference on Systems and Informatics (ICSAI
146
2017), 3(4).
Kim & Schachter. (2015). Citizen Participation in The Budget
Process and Local Government Accountability. Case Studies
of Organizational Learning from the United States and
South Korea. Public Performance and Management Review,
36(3).
Koh & Lee. (2004). The Effect of Transformational Leadership on
Teacher Attitudes and Student Performance in Singapore.
Journal of Organizational Behavior, 25(8).
Miao. (2014). The relationship between entrepreneurship education
and entrepreneurial intentions: A meta²analytic review.
Entrepreneurship: Theory and Practice, 38(2).
Minor. (2010). Consumer Behavior. New York: Prentice Hall.
Nawawi. (1992). Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Rana et al. (2019). Influence of supportive and participative path-
goal leadership styles and the moderating role of task
structure on employee performance. International Journal of
Development Research, 8(5).
Sarwar. (2015). Impact of Leadership Styles on Job Satisfaction and
Organizational Commitment. Jurnal Manajemen & Bisnis
Madani, 3(2).
Schmitt. (2009). Handbook on Brand and Experience Management.
United Kingdom: Edward Elgar Publishing Limited.
Spreitzer. (2019). Psychological empowerment in the workplace:
Dimensions, measurement, and validation. Academy of
Management Journal, 5(3).
Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Thomas. (1990). Cognitive elements of empowerment: An
"interpretiveÆ model of intrinsic task motivation. Academy of
Management Review, 15(2).
Trevino et al. (1999). Managing ethics and legal compliance: what
works and what hurts. California Management Review, 41(2).
Wirawan. (2015). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia (Teori,
Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Empat.
Yukl. (1998). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo.
Yukl. (2019). Leadership In Organizations. Jakarta: Indeks.
147
BAB
HUBUNGAN ORGANISASI,
15
MANAJEMEN,
DAN KEPEMIMPINAN
148
dapat menyimpulkan betapa pentingnya peran pemimpin
dalam memimpin dan mengontrol jalannya organisasi atau
perusahaan. Hal ini terutama sangat terasa saat krisis pandemic
COVID-19 yang masih berjalan hingga sekarang. Dalam krisis
ini, kemampuan pemimpin dalam memimpin dan mengatur
organisasi yang dipimpinnya telah diuji dan akan terlihat dari
sustainability-nya di saat krisis.
Melihat penting untuk membuat harmoni yang baik
antara kepemimpinan, manajemen, dan organisasi, maka bab
ini akan membahas hubungan antara ketiga variabel tersebut.
Fokus bab ini adalah membahas mengenai Manajemen
Kepemimpinan agar dapat membantu pimpinan juga
perusahaan dalam menghadapi krisis atau prosedur lainnya
dalam berorganisasi. Pada bab ini, pembaca diharapkan dapat
memiliki gambaran dan pedoman agar dapat membangun
hubungan yang baik antara kepemimpinan dan manajemen
dalam menjalankan aktivitas di organisasi atau perusahaan
yang ada.
Sebelum membahas mengenai hubungan antara ketiga
variabel di atas, ada baiknya kita menyamakan persepsi
mengenai definisi dari organisasi, manajemen, dan
kepemimpinan. Yang pertama adalah mengenai
kepemimpinan. Dalam fungsi manajemen menurut Carpenter
& Sanders (2014), ada empat fungsi utama yaitu Planning,
Leading, Organizing, dan Controlling. Dari fakta ini maka kita
dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan memiliki peran
yang penting dalam melakukan manajemen dalam organisasi.
Kepemimpinan sendiri adalah serangkaian kegiatan
yang mempengaruhi atau mendorong anggota organisasi
untuk bekerja sama demi kepentingan organisasi. Tujuan
utama kepemimpinan adalah menciptakan sikap positif
terhadap pekerjaan dan tujuan di antara anggota organisasi.
Hal ini diperlukan karena membantu untuk mencapai tujuan
perusahaan secara efektif dan efisien dengan mengubah
perilaku karyawan. Kepemimpinan melibatkan beberapa
proses penundaan dan pengaktifan. Fungsi pengarahan,
149
motivasi, komunikasi, dan koordinasi juga dianggap sebagai
bagian dari Leading yang tujuan akhirnya untuk
mengembangkan karyawan secara individu dan membawa
perusahaan kepada kesuksesan (Zaleznik, 2004).
Yang kedua adalah mengenai manajemen. Tidak ada
definisi manajemen yang diterima secara universal. Peter
Drucker, Bapak Manajemen Organisasi , mendefinisikan
manajemen sebagai organ masyarakat yang secara khusus
ditugaskan untuk membuat sumber daya menjadi produktif,
yaitu dengan tanggung jawab untuk kemajuan ekonomi yang
terorganisir (Drucker, 2010). Henry Fayol juga mendefinisikan
manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian,
memimpin dan mengendalikan gerak seluruh pegawai/staf
dan menggunakan semua sumber daya organisasi lainnya
untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah dinyatakan
(Rahman, 2012).
Oleh karena itu, berangkat dari beberapa teori, maka
manajemen dapat didefinisikan sebagai penerapan fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan
pengendalian untuk mencapai tujuan organisasi yang berarti
dan berusaha untuk dilakukan dengan efisien. Berdasarkan
definisi ini, maka kita bisa menyimpulkan bahwa di dalam
manajemen terdapat beberapa proses setiap prosesnya harus
berjalan seefisien mungkin. Proses-proses tersebut akan
dijelaskan pada bagian lain dalam bab ini.
Yang ketiga adalah mengenai organisasi. Jika dilihat dari
perspektif kehidupan bermasyarakat, organisasi mewujudkan
cara yang ampuh untuk mengkoordinasikan perilaku yang
kompleks (Sitkin & Bies, 1993). Berbagai model organisasi
dapat ditemukan di masyarakat, dari sistem birokrasi
berdasarkan norma hingga sistem persaingan berdasarkan
pasar. Organisasi adalah sekelompok orang yang berkumpul
secara formal dengan satu atau lebih tujuan bersama. Yang
dimaksud secara formal adalah adanya perjanjian dan sifatnya
valid atau sudah diakhir. Dilihat dari sisi sosiologi, 'organisasi'
dipahami sebagai tindakan manusia yang terencana,
150
terkoordinasi dan bertujuan untuk membangun atau menyusun
produk atau layanan baik yang berwujud atau tidak berwujud
(Boella & van der Torre, 2006).
Melihat dari definisi organisasi di atas, maka kita
menyimpulkan dua hal yaitu: (1) organisasi terdiri dari
berbagai macam individu yang memiliki satu tujuan tertentu
untuk dicapai; dan (2) organisasi harus bersifat formal atau
resmi, yang artinya harus ada pengakuan yang valid dari
masyarakat.
Hubungan antara kepemimpinan dan organisasi terletak
SDGD DUHD ¶NHNXDWDQ· DWDX ¶power· 3HPLPSLQ GDQ
kepemimpinan dalam organisasi sering memiliki hubungan
¶NHNXDVDDQ· DWDX ¶NHNXDWDQ· GDODP Rrganisasi, sehingga sudah
selayaknya kita memberikan perhatian khusus pada hubungan
antara kepemimpinan dan kekuasaan dalam organisasi. Selain
itu, alasan lain mengapa perlu memperhatikan hubungan
antara kepemimpinan dan organisasi adalah karena adanya
konflik dan perubahan. Kedua hal ini tidak dapat dihindari
ketika melakukan aktivitas dalam organisasi. Tampaknya, juga
ada perbedaan yang signifikan dalam cara manajer menangani
konflik dan perubahan dibandingkan dengan cara pemimpin
mempengaruhi dan menangani konflik dan perubahan
(Bertocci, 2009).
Perbedaan antara manajer dan pemimpin pada akhirnya
membawa kita kepada hubungan antara kepemimpinan dan
manajemen. Strukan et al., (2017) menyatakan bahwa
kepemimpinan berbeda dengan manajemen. Kepemimpinan
adalah bagian dari manajemen dan manajer harus mengetahui
perbedaan antara keduanya, serta bagaimana menggabungkan
kedua peran tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajer melakukan perannya dalam aktivitas bisnis dengan
fokus untuk menyelesaikan, di sisi lain, seorang pemimpin
mengarahkan perhatian mereka kepada orang-orang yang
melakukan pekerjaan/bisnis itu. Ini artinya pemimpin yang
baik harus dapat membangun jembatan yang harmonis antara
kedua hal ini (kepemimpinan dan manajemen). Beberapa
151
penelitian pun mendukung fakta ini dengan menyatakan
bahwa pemimpin yang baik adalah manajer yang baik (control
and management (the essence of managership) are included in the
characteristics of Good Leaders) (Kozielski, 2017; Kucharska, 2021;
Mansoor et al., 2021).
Dari pemaparan di atas, maka kita bisa menyimpulkan
bahwa kepemimpinan dan manajemen memiliki peran yang
sangat penting dalam organisasi.
152
4. Democratic Leadership. Kepemimpinan ini juga disebut
kepemimpinan partisipatif karena para pemimpin ini
melibatkan suara semua orang. Tim yang dipimpin oleh
pemimpin demokratis sering mendiskusikan ide dan sama-
sama berkontribusi pada keputusan. Pemimpin yang
demokratis sering membuat anggota tim mereka merasa
dihargai.
5. Autocratic Leadership. Gaya ini merupakan kebalikan dari
democratic leadership. Autocratic Leadership membuat
keputusan atas nama tim mereka. Para pemimpin jenis ini
memberitahu karyawan apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya. Sifatnya lebih kaku daripada
gaya lain. Kepemimpinan ini memiliki keuntungan dalam
pengambilan keputusan yang lebih cepat dan rantai
perintah yang jelas.
6. Bureaucratic Leadership. Gaya ini dapat disebut sebagai
"kepemimpinan berdasarkan buku aturan (by the book)".
Kekuatan jenis ini datang berdasarkan jabatan formal
daripada sifat personal. Misalnya, pemimpin yang dipilih
karena senioritas. Perusahaan yang memiliki gaya
kepemimpinan seperti ini umumnya juga memiliki proses
manajemen yang jelas.
7. Charismatic Leadership. Pemimpin karismatik adalah
visioner, dan mereka dikenal karena pendekatan yang
inspirasional untuk membuat tim bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama. Pemimpin karismatik juga sering
menjadi pemimpin yang transformatif. Para pemimpin ini
memiliki kepribadian yang besar dan semangat yang
menular.
8. Laissez-Faire Leadership. Tipe pemimpin ini akan
memberikan apa yang dibutuhkan oleh anggota tim untuk
mencapai keberhasilan, tetapi kemudian akan mempercayai
atau melepaskan mereka dalam tahap pencapaiannya.
Walaupun pemimpin-pemimpin jenis ini menempatkan
sebagian besar pekerjaan sehari-hari di tangan karyawan,
mereka tetap bertanggung jawab penuh atas tim mereka.
153
Perlu diingat bahwa salah satu kualitas pemimpin yang
baik adalah memiliki kemampuan adaptasi yang efektif karena
keunikan yang dimiliki oleh karyawannya. Ini menunjukkan
bahwa tidak ada jenis kepemimpinan yang buruk diantara
delapan poin di atas. Semuanya tergantung pada situasi
perusahaan dan karakter karyawan yang dipimpin. Ada
kalanya pemimpin harus menggunakan servant leadership, ada
waktunya dia harus menjadi pemimpin yang Laissez-Faire.
154
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi,
organisasi pun juga berubah mengikuti tantangan yang ada.
Akan tetapi tantangan tersebut tidak dapat diprediksi dan
dapat muncul karena karyawan unit kerja tertentu harus
menangani tugas baru dan sering berkomunikasi serta
berkolaborasi dengan karyawan dari departemen lain. Oleh
karena itu, karyawan membutuhkan keterampilan baru untuk
pekerjaan dan peran yang juga baru. Ketidakpastian pekerjaan
dan ambiguitas peran ini dapat menyebabkan perasaan tidak
nyaman dan karyawan dapat mempertimbangkan untuk
meninggalkan perusahaan (turnover), dan tidak
mempertahankan komitmen dalam melakukan pekerjaan
mereka. Organisasi dengan budaya learning organizations
memiliki kapasitas untuk membantu karyawan dalam
menghadapi tantangan ini. Ini karena organisasi mendorong
karyawan untuk terus belajar dan berkembang sehingga
perasaan aman dalam menghadapi tantangan juga dapat
dibangun.
Selain budaya organisasi, kita tidak boleh lupa bahwa
Kinerja Kepemimpinan juga memiliki peran yang besar dalam
meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Banyak penelitian
aplikatif yang sudah membuktikan bahwa kinerja
kepemimpinan dapat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Penelitian dari Meng & Berger (2019) dengan sangat
komprehensif membuktikan bahwa Kinerja Kepemimpinan
secara signifikan mempengaruhi tingkat keterlibatan,
kepercayaan pada organisasi, dan kepuasan kerja pada
karyawan. Ini karena pemimpin yang baik akan memiliki
kemampuan komunikasi yang efektif dan akan mempengaruhi
kesejahteraan karyawan yang meliputi empat dimensi yaitu:
1. Afektif yang meliputi sisi emosi karyawan.
2. Kognitif yang adalah sisi logic atau cara berpikir karyawan.
3. Konatif atau behavioral yang berhubungan dengan perilaku
atau sikap karyawan.
4. Sosial yang merujuk pada area hubungan yang dibangun
oleh karyawan.
155
Tentu saja kinerja pemimpin tidak semata-mata langsung
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Artinya, walaupun
pemimpin sudah berusaha memenuhi keempat dimensi di atas,
kepuasan kerja akan tercapai jika ada rasa percaya dan
keterlibatan yang terbangun di hati karyawan terhadap
pemimpinnya. Rasa percaya atau trust adalah faktor yang
penting dalam terbentuknya kepuasan kerja. Keterlibatan atau
engagement juga memiliki peran yang penting dalam
terbentuknya kepuasan kerja.
Keterlibatan dan rasa percaya adalah bukti adanya
komunikasi yang efektif yang sudah dilakukan oleh pemimpin
sehingga dapat mempengaruhi karyawannya. Penelitian Meng
dan Berger, juga kembali menekankan bahwa budaya yang
suportif juga memiliki peran yang besar dalam meningkatkan
kepuasan karyawan. Adapun beberapa kualitas kepemimpinan
yang harus diperhatikan agar dapat membangun kepuasan
kerja dalam perusahaan yaitu (Meng & Berger, 2019):
1. Dinamika diri atau self dynamic mengacu pada kemampuan
atau modal yang dimiliki oleh pemimpin seperti
kepribadian, keterampilan, nilai, dan kemampuan untuk
melihat ke depan.
2. Orientasi pada etika (ethical orientation) mengacu pada
sejauh mana para pemimpin percaya dan memberlakukan
nilai-nilai dan standar profesional ketika dilema etika dan
hukum muncul dan tanggung jawab serta konflik loyalitas.
3. Kolaborasi tim mengacu pada kemampuan pemimpin untuk
mendukung tim dan organisasi untuk menjalankan strategi
dan untuk mencapai keunggulan dalam manajemen.
4. Keterampilan dalam membangun hubungan, mengacu pada
sejauh mana berbagi sumber daya jaringan (networking) dan
membangun hubungan dianggap penting bagi para
pemimpin untuk memfasilitasi hubungan yang saling
menguntungkan antara organisasi dan orang-orang yang
terlibat di dalamnya.
5. Pengambilan keputusan strategis mengacu pada sejauh
mana para pemimpin memahami lingkungan sosial politik
156
eksternal dan struktur organisasi internal, proses dan
praktik. Selain itu kualitas ini juga menunjukkan apakah
pemimpin mampu menerjemahkan pengetahuan yang
relevan menjadi sebuah kebijakan yang efektif dan terlibat
dalam proses pengambilan keputusan strategis dalam
organisasi.
6. Manajemen pengetahuan komunikasi mengacu pada sejauh
mana para pemimpin memiliki, menerapkan, dan
mengubah pengetahuan dan keahlian komunikasinya
menjadi taktik dan strategi yang efektif.
Referensi
Bertocci, D. I. (2009). Leadership in Organizations. In University
Press of America. University Press of America.
157
Bligh, M. C., Kohles, J. C., & Yan, Q. (2018). Leading and Learning
to Change: The Role of Leadership Style and Mindset in
Error Learning and Organizational Change. In Journal of
Change Management (Vol. 18, Issue 2, pp. 116²141).
https://doi.org/10.1080/14697017.2018.1446693
Boella, G., & van der Torre, L. (2006). Coordination and
Organization. Definitions, Examples and Future Research
Directions. Electronic Notes in Theoretical Computer Science,
150(3 SPEC. ISS.), 3²20.
https://doi.org/10.1016/j.entcs.2006.03.002
Carpenter, M., & Sanders, G. (2014). Strategic Management: Concepts
and Cases. Pearson Education.
Cucina, J. M., Byle, K. A., Martin, N. R., Peyton, S. T., & Gast, I. F.
(2018). Generational differences in workplace attitudes and
job satisfaction: Lack of sizable differences across cohorts.
Journal of Managerial Psychology, 33(3), 246²264.
https://doi.org/10.1108/JMP-03-2017-0115
Drucker, P. F. (2010). The Practice of Management (p. 257).
https://books.google.com.ec/books/about/La_gerencia_ef
ectiva.html?hl=es&id=JaCaAgAAQBAJ&redir_esc=y
Faiz Rasool, H., Ullah Arfeen, I., Mothi, W., & Aslam, U. (2015).
/HDGHUVKLS 6W\OHV DQG ,WV ,PSDFW RQ (PSOR\HH·6
Performance in Health Sector of Pakistan. C 2015 CURJ
CUSIT City University Research Journal, 05(01), 97²109.
Kozielski, R. (2017). Organizational Culture and Leader. In
Understanding the New Business Paradigm in Eastern Europe
(pp. 133²169). https://doi.org/10.1108/978-1-78714-120-
620171005
Kristof, K. (2010). Chilean Miners: Leadership Lessons from Luis Urzua.
https://www.cbsnews.com/news/chilean-miners-
leadership-lessons-from-luis-urzua/
Kucharska, W. (2021). Leadership, culture, intellectual capital and
knowledge processes for organizational innovativeness
across industries: the case of Poland. Journal of Intellectual
Capital, 22(7), 121²141. https://doi.org/10.1108/JIC-02-2021-
0047
Management 101: Understanding Organizational Leadership. (2017).
National University.
https://www.nu.edu/resources/management-101-
understanding-organizational-leadership/
158
Mansoor, A., Farrukh, M., Lee, J. K., & Jahan, S. (2021). Stimulation
RI HPSOR\HHV· JUHHQ FUHDWLYLW\ WKURXJK JUHHQ
transformational leadership and management initiatives. In
Sustainability (Switzerland) (Vol. 13, Issue 14).
https://doi.org/10.3390/su13147844
Meng, J., & Berger, B. K. (2019). The impact of organizational
FXOWXUH DQG OHDGHUVKLS SHUIRUPDQFH RQ 35 SURIHVVLRQDOV· MRE
satisfaction: Testing the joint mediating effects of
engagement and trust. Public Relations Review, 45(1), 64²75.
https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.11.002
Rahman, M. H. (2012). Henry Fayol and Frederick Winslow
7D\ORU·V &RQWULEXWLRQ WR 0DQDJHPHQW 7KRXJKW $Q
Overview. ABC Journal of Advanced Research, 1(2), 94²103.
https://doi.org/10.18034/abcjar.v1i2.10
Saha, S., & Kumar, S. P. (2018). Organizational culture as a
moderator between affective commitment and job
satisfaction. International Journal of Public Sector Management,
31(2), 184²206. https://doi.org/10.1108/IJPSM-03-2017-0078
Sitkin, S. B., & Bies, R. J. (1993). The Legalistic Organization:
Definitions, Dimensions, and Dilemmas. Organization
Science, 4(3), 345²351. https://doi.org/10.1287/orsc.4.3.345
Smith, C., Babich, C., & Lubrick, M. (2019). Leadership and
Management in Learning Organizations. University of
Windsor Office of Open Learning.
https://ecampusontario.pressbooks.pub/educationleadersh
ipmanagement/open/download?type=pdf
6WUXNDQ ( 1LNROLþ 0 6HILþ 6 ,PSDFW RI
transformational leadership on business performance.
Tehnicki Vjesnik - Technical Gazette, 24(Supplement 2).
https://doi.org/10.17559/TV-20150624082830
Zaleznik, A. (2004). Managers and Leaders: Are They Different?
Harvard Business Review.
https://hbr.org/2004/01/managers-and-leaders-are-they-
different
159
TENTANG PENULIS
160
Lembaga Keuangan Syariah Non Bank, dan Penyelesaian Sengketa
Non Litigasi. Penulis merupakan lulusan S1 Ekonomi Islam dan S2
Ekonomi Syariah UIN Alauddin Makassar. Selain menjadi
seorang dosen penulis juga melakukan penelitian yang diterbitkan
di jurnal nasional dan penulis juga merupakan penulis artikel di
Koran harian.
Email: amirnhani27@gmail.com
161
pernah menjabat sebagai Koordinator Forum Komunikasi
Lembaga Kemahasiswaan Perguruan Tinggi Kristen Indonesia.
Pengalaman kepemimpinannya menjadi semakin terampil ketika
mengabdi sebagai Ketua Pengurus Daerah Departemen Pemuda
dan Anak Kota Surabaya periode 2009 ² 2017 di salah satu
organisasi non profit. Pendidikan Magister (S2) diselesaikan di
Universitas Airlangga pada Program Magister Sains Manajemen
(M.SM.), dan lulus cumlaude pada saat menempuh Pendidikan
Doktor (S3) di Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas
Airlangga Surabaya tahun 2021 dengan Beasiswa Pascasarjana
Dalam Negeri (BPPDN) dari Kementerian Ristekdikti Republik
Indonesia. Selain pendidikan formal, juga berhasil menyelesaikan
sertifikasi di bidang Human Resources and Behavior yaitu
Certified Professional Human Resources (CPHR), Certified
Behavioral Analyst (CBA), Certified Behavior Consultant (CBC),
dan Certified International Trainer (CIT). Tulisan-tulisannya
banyak dimuat di jurnal internasional bereputasi mulai dari jurnal
terindeks Scopus Q1 hingga Web of Science (Wos) dengan topik-
topik seputar manajemen, kepemimpinan, perilaku
keorganisasian, dan teknologi, selain juga menjadi reviewer pada
jurnal-jurnal Scopus. Saat ini mengabdi sebagai dosen tetap di
Program Business Management, School of Business and
Management, Universitas Kristen Petra Surabaya, juga mengajar di
Program Studi Magister Manajemen, serta pernah menjabat
sebagai Ketua Program Business Management serta Kepala
Laboratorium Leadership. Saat ini terdaftar sebagai anggota Insan
Doktor Ekonomi Indonesia (IDEI) dan Forum Akuntansi,
Manajemen, dan Ekonomi (FAME).
Email: roy@petra.ac.id
162
sampai 2019 menjadi Tenaga Pengajar di Poltekkes Langsa. Tahun
2020 menjadi dosen Tetap di STIKes Jabal Ghafur dan
dipercayakan mengemban tugas tambahan Sebagai Kaprodi, dan
pada tahun 2021 sampai saat ini dipercayakan sebagai Ketua
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
Email: hijrianaisni@gmail.com
163
Abdul Haris Muchtar, S.Ag., M.M., CT., C.PEC.
merupakan Dosen Manajemen dengan kekhususan
mata kuliah Pengembangan dan Manajemen Diri,
Kepemimpinan Berbasis Karakter, Kepemimpinan
Perubahan dan Kepemimpinan Lintas Budaya
pada Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen & Ilmu Komputer ESQ (ESQ Business School)
sejak tahun 2019. Sebagai seorang yang sepenuhnya mengabdikan
dirinya sebagai dosen, selain pendidikan formal yang telah
ditempuhnya penulis juga mengikuti berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kinerja dosen, khususnya di bidang pengajaran,
penelitian dan pengabdian. Penulis juga merupakan
pembicara/trainer bersertifikasi BNSP di lembaga training ESQ
Leadership Center pimpinan Dr (HC) Ary Ginanjar Agustian.
Selain itu, penulis juga mulai aktif melakukan penelitian yang
diterbitkan di berbagai jurnal nasional maupun internasional.
Dalam bidang pengabdian masyarakat, penulis adalah Ketua
DKM Masjid Ar-Rohim Gedung Menara 165, Pembina program
CEO Hafidz serta Pendiri Majelis Taklim Ar-Royyan dan Pembina
Komunitas An-Nisa Learning Caring Sharing. Penulis juga aktif
menjadi narasumber pada workshop/seminar tertentu termasuk
mengisi kajian keislaman.
Email: abdulharis.muchtar@esqbs.ac.id
164
Alam Kabupaten Semarang Hadapi Pandemi dan Upaya Bertahan
dan Beradaptasi UMKM Bahan Alam Kreatif di Wilayah
Magelang. Penulis juga aktif menjadi pemakalah di berbagai
kegiatan Forum Manajemen Indonesia.
Email: irmawati_b@unika.ac.id
165
juga aktif melakukan penelitian yang diterbitkan di berbagai jurnal
nasional maupun internasional. Penulis juga aktif menjadi
pemakalah di berbagai kegiatan.
Email: marganingsihanna111@gmail.com
166
menjabat sebagai Kepala Pusat Pengembangan Dosen Institut
Shanti Bhuana Bengkayang, Kalimantan Barat.
Email: yeremia@shantibhuana.ac.id
167
lainnya. Daniel memiliki Hasrat yang sangat kuat untuk
meningkatkan kualitas manajemen dan aktivitas bisnis dalam
perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu, dia sangat aktif dalam
penelitian dan aktivitas yang berkaitan dengan Bisnis Keluarga
dan Manajemen Bisnis. Dia memilih untuk fokus pada Bisnis
Keluarga karena kondisi di Indonesia di mana bisnis keluarga
memiliki pengaruh yang besar terhadap ekonomi Indonesia.
Email: daniel.kurniawan@ciputra.ac.id
168