0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
0 tayangan4 halaman

A2 GIZI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 4

NAMA : DARIN FAIZAH QALBUN ZAKIRA

NIM : 2311222030
KELAS : A2 GIZI

MEWABAHNYA KASUS KERACUNAN MAKANAN PADA ANAK


SEKOLAH

Mengkonsumsi makanan yang mengandung racun, seperti jamur, dapat menyebabkan


keracunan makanan. Kerang, pestisida, susu, dan zat beracun yang disebabkan oleh bakteri dan
bakteri yang membusuk Kurang lebih 70% kasus diare di negara berkembang disebabkan oleh
makanan yang tercemar, sebagian besar disebabkan oleh makanan yang dijual di restoran dan
rumah makan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di Amerika Serikat, tingkat
keracunan rumah makan 20% dan industri pangan 3%. Faktor mikroba, pejamu, dan diet
meningkatkan risiko keracunan di Eropa; sumber kontaminasi rumah 46%, restoran/hotel 15%,
jamuan makan 8%, fasilitas kesehatan dan kantin masing-masing 6%, dan sekolah 5%.
(Muslikha Nourma Rhomadhoni, 2018).

Di Indonesia sendiri banyak terjadi kasus-kasus keracunan makanan. Berdasarkan data


Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 4.792 kasus keracunan pangan sepanjang periode 1
Januari-16 Oktober 2023. Ketua Tim Kerja Penyehatan Pangan Direktorat Penyehatan
Lingkungan Kemenkes Cucu Cakrawati Kosim menyebut, jumlah kasus keracunan pangan itu
meningkat lebih dari 1.000 kasus dibanding sepanjang 2022, yang totalnya tercatat 3.514 kasus.

Kasus keracunan makanan banyak terjadi pada anak sekolah. Salah satu faktor yang
menyebabkan anak sekolah dapat keracunan makanan adalah jajanan yang mereka beli. Jajanan
memainkan peran yang sangat penting dalam menyediakan asupan sumber energi dan nutrisi
tambahan untuk anak-anak usia sekolah (Hamida Khairuna, 2012). Namun, ada beberapa faktor
yang membuat jajanan menyebabkan keracunan pada anak sekolah, seperti kebersihan
perorangan yang buruk, metode penanganan makanan yang tidak sehat, dan peralatan
pengolahan makanan yang tidak bersih (Ningsih, 2014) (Nurjannah, 2020).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
selama lima tahun terakhir (2009–2014) menunjukkan bahwa 23,82% makanan yang dikonsumsi
oleh siswa di sekolah mengandung mikroba berbahaya, menggunakan bahan berbahaya, dan
tidak memenuhi syarat BTP (Bahan Tambahan Pangan). Menurut Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (2017), keracunan makanan luar biasa (KLB) paling sering terjadi di sekolah dasar,
dengan 45 kasus dan 361 siswa usia 5–14 tahun (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2018).
(Kus Aisya Amira, 2021).

Pada usia ini, anak sekolah memiliki sifat yang tidak konsisten terhadap makanan. Anak
mulai menentukan keputusannya sendiri dalam memilih makanan dan cenderung dapat memilih
makanan yang disukai atau tidak disukai (Triwijayati et al., 2012). Hal tersebut sangat
memungkinkan anak memilih makanan yang salah apabila tidak dalam bimbingan dan
pengawasan orang tua.

Akibat sering mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat akan mempengaruhi fungsi dan
kinerja organ tubuh. Dan juga dengan mudah akan terkena penyakit seperti kerusakan hati, gagal
ginjal, peradangan, diare, muntah-muntah hingga terkena kanker hal ini sebagai dampak karena
menurunnya imunitas tubuh pada anak usia sekolah. Oleh karenanya kemungkinan akan
memberikan risiko terhadap terhambatnya perkembangan kognitif saat pembelajaran di sekolah
(Rosmaya & Ganefwati, 2015). (Khaedar, 2022).

Untuk mencegah terjadinya keracunan pada anak akibat jajanan sembarangan, pihak
sekolah harus menyediakan kantin sehat. Ketersediaan kantin sehat sebagai sarana pendukung
proses belajar mengajar para siswa di sekolah adalah penting, oleh karena itu keberadaan kantin
sehat yang dikelola secara profesioanl boleh dikata cukup penting. Tak hanya ruang dan tempat
belajar yang layak dan nyaman, fasilitas kesehatan mereka juga perlu diperhatikan. Diperlukan
kerjasama semua pihak terkait seperti dinas pendidikan, komite sekolah, pimpinan sekolah dan
majelis guru sebagai komponen utama pendidikan mengambil jalan tengah mencarikan solusi
agar kantin sehat, sebagai salah satu solusi antisipasi keracunan makanan di sekolah.(Selinaswati
& 2017).

Untuk para orang tua juga harus berperan dalam mencegah keracunan makanan pada
anak dengan cara membekali anak makanan yang sehat, memberi edukasi tentang jajanan di
sekolah, membatasi uang saku agar anak tidak jajan sembarangan.

DAFTAR PUSTAKA
Khaedar, S. S. M. (2022). Pengetahuan dan Sikap Anak Usia Sekolah Tentang Pemilihan Makanan Jajanan
Sehat di SDI Tamamaung I Jurnal Kewarganegaraan, Vol. 6 No. 3
Kus Aisya Amira, S. W. S. (2021). PENGARUH EDUKASI GIZI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP ANAK
SEKOLAH DASAR DALAM PEMILIHAN JAJANAN SEHAT: LITERATURE REVIEW. Amira dan
Setyaningtyas. Media Gizi Indonesia (National Nutrition Journal). doi:10.204736/mgi.v16i2.130-
138
Muslikha Nourma Rhomadhoni, N. J. F., Novera Herdiani. (2018). Tren Kejadian Keracunan Makanan
Diberbagai Wilayah Di Indonesia Tahun 2014 Dan Tahun 2015. Medical Technology and Public
Healt Journal, volume 2 , no.1, 52.
Nurjannah. (2020). Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Penanganan Keracunan Makanan Pada anak
Usia Sekolah Di SD 1 Sidodadi Masaran Sragen. PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA.
Selinaswati, & , E. F. (2017). PERAN SEKOLAH DALAM ANTISIPASI KERACUNAN PANGAN JAJANAN ANAK
SEKOLAH-PJAS (STUDI KASUS TIGA SD DI AIR TAWAR TIMUR PADANG SUMATERA BARAT). Jurnal
Socius, Vol. 4, No.2.

Anda mungkin juga menyukai