SELUK BELUK PLAGIARISME
@YusrinAhmadTosepu
A. PENDAHULUAN
Dewasa kini, Fenomena plagiarisme makin berkembang seiring berkembangnya dunia teknologi,
siapa saja bebas dan mudah mendapatkan referensi berupa data, informasi dari bidang apapun
dari internet. Hal ini tentunya sangat membantu siapa saja (mahasiswa, dosen, peneliti, dsb) yang
membutuhkan referensi untuk kebutuhan sekolah, perkuliahan, penelitian, dsb. Mereka dapat
dengan mudah mencari teori mengenai topik tertentu hanya dengan menuliskan kata kunci topik
yang ingin dicari di mesin penelusuran. Jadi, tidak perlu repot-repot pergi ke perpustakaan untuk
mencari teori di buku. Dengan begitu, mereka dapat dengan mudah menyelasaikan tugas mereka.
Mesikipun demikian, kita sadari ternyata banyak perilaku tidak baik yang dilakukan para pencari
informasi atau referensi tersebut dalam memperoleh bahan tulisan untuk menyelasaikan tugas
mereka. Mereka kerap melakukan plagiarisme. Fenomena plagiarisme ini tentu saja merupakan
kejahatan yang korbannya adalah pemilik asli karya tersebut. Namun perlu disayangkan
plagiarisme justru tidak sedikit ditemukan di lingkungan akademis bahkan sudah menjadi
kelaziman yang biasa dan kebiasaan ini perlu dikikis habis.
Umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam dunia intelektual mengejar prestasi mereka
melalui karya-karya tulisan seperti jurnal ilmiah yang ditulis dari hasil penelitian. Sedangkan pelaku
plagiarisme mengambil karya tersebut dan mengakuinya sebagai milik sendiri. Tindakan
Plagiarisme di dalam dunia pendidikan, khususnya dunia akademik, sudah tidak bisa di
sembunyikan lagi keberadaannya. Padahal, sebagai warga masyarakat intelektual, seharusnya
mereka dapat melatih diri untuk melakukan perbuatan jujur dan berkarakter positif dengan
melakukan dan mengerjakan tugas seperti perkuliahan dan ataupun penelitian. Karena dalam
melakukan hal-hal terpuji itu, selain bermanfaat untuk diri mereka sendiri, perbuatan itu juga tidak
merugikan orang lain.
Tindakan Plagiasi sangat merugikan orang lain khususnya bagi pencipta karangan itu sendiri,
bahkan diranah akademik kegiatan ini beresiko mencoreng integritas akademik kampus sebagai
salah satu penyumbang ilmu pengetahuan, hingga prinsip moral terkait dengan kebenaran,
keadilan, kejujuran di lingkungan akademik.
Praktik plagiat ini merupakan perbuatan kejahatan pada ranah intelektual yang dampak negatifnya
bukan hanya pada pemilik karya asli melainkan juga berdampak negatif bagi pelaku plagiarisme.
Tentu saja budaya buruk ini perlu dikikis habis oleh dunia pendidikan/akademis sehingga budaya
plagiarisme dapat semakin berkurang dan lingkungan akademis bisa tumbuh dengan baik tanpa
adanya budaya plagiarisme.
Di lingkungan akademis, masih banyak warga sivitas akademika yang kurang memiliki kepiawaian
dalam melakukan penilitian dan penulisan karya ilmiah sehingga banyak yang lebih memilih cara
instan dengan meng-copy paste karya-karya yang telah ada bahkan sering kali ditemukan bahasa
yang mereka gunakan adalah bahasa yang sama persis dengan karya asli tanpa mencantumkan
sumber yang mereka ambil. Anehnya, pihak akademik justru membiarkan dan tidak peduli pada
karya tulis yang dihasilkan dari proses instan copy paste ini. Praktik copy-paste ini merupakan
salah satu bentuk plagiarisme yang dimaksud sebagai budaya yang membunuh Intelektualitas dan
Kreativitas masyarakat akademik.
Praktik instan ini diakibatkan oleh kurangnya ide atau gagasan yang dipicu oleh matinya nalar daya
kritis dan fenomena krisis literasi. Untuk menemukan ide, seseorang dituntut untuk sering
membaca baik bentuk teks buku maupun membaca realitas dan kondisi di sekitarnya sebagai
bahan penulisan agar diperoleh hasil tulisan yang kaya dan sesuai isu saat itu. Sama pentingnya
dengan membaca, pengetahuan tentang undang-undang hak cipta, peraturan kepenulisan dan
tidak bolehnya plagiarisme juga perlu ditanamkan pada sivitas akademika. Hal ini untuk
menghindari berkembangnya budaya plagiarisme di kehidupan kampus yang berdampak pada
malas berpikir dalam menggagas ide dan melakukan penelitian untuk menghasilkan karya orisinal
mereka.
Namun sangat disayangkan masih banyak masyarakat akademik yang menyadari adanya peraturan
kepenulisan dan hak cipta namun masih melakukan plagiat, hal ini antara lain disebabkan karena
peraturan kepenulisan dan undang-undang hak cipta itu sendiri sangat jarang diterapkan di
kehidupan kampus. Berkembangnya kebiasaan plagiarisme di lingkungan pendidikan dan
akademik dipicu oleh beberapa faktor yaitu pertama, kekurangpiawaian mahasiswa atau dosen
dalam melakukan penelitian. Kedua, kekurangan ide atau gagasan dalam penulisan karya sendiri.
Ketiga, kurangnya wawasan tentang plagiarisme dan pemahaman terhadap undang-undang hak
cipta. Keempat, kurangnya rasa tanggung jawab dan tidak menghargai proses.
Namun, apapun alasan seseorang melakukan tindakan plagiat, bukanlah satu pembenaran atas
tindakan tersebut. Keberhasilan suatu karya tidak lepas dari adanya proses-proses dan usaha yang
keras. Mereka yang melakukan plagiarisme adalah mereka yang tidak mau berproses dalam
pembuatan karya dan tidak menghargai usaha orang lain dengan mengambil dan menjiplak karya
orang lain lalu mengeklaim karya tersebut sebagai miliknya.
B. MEMAHAMI ISTILAH PLAGIAT/ PLAGIARISME
Plagiarisme sendiri adalah suatu tindakan negatif, yang dilakukan seseorang untuk kepentingan
pribadi dalam menyelesaikan tugas penulisan yang akan dipublikasikan ke khalayak dengan cara
mengutip sebagian atau seluruh tulisan hasil karya orang lain. Sedangkan Plagiarisme menurut
Istilah yakni plagiat berasal dari bahasa Inggris plagiarism atau plagiary serta dalam bahasa Latin
plagiarius yang artinya penculik atau penjiplak.
Pengertian Plagiarisme juga banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti Lindsey yang
mengatakan bahwa Plagiarisme adalah suatu karya yang dibuat seseorang dengan cara menjiplak
ide dan gagasan sehingga membuat sumber tulisan tidak jelas dan membuat kekeliruan. Tindakan
ini telah kita sadari bersama karena telah marak terjadi di dunia pendidikan maupun lingkungan
sosial.
Tindakan ini sudah dapat kita katakan sebagai suatu kebiasaan di kalangan dunia pendidikan dan
akademik. Jadi, pada intinya Plagiarisme merupakan tindakan tidak terpuji yang dilakukan dengan
sengaja untuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa memedulikan asal-muasal ide yang ia tulis.
1. PENGERTIAN PLAGIAT/ PLAGIARISME
Plagiarisme atau intihāl (dalam bahasa Arab) merupakan kegiatan menjiplak suatu karya atau
pendapat untuk kemudian mengakuinya sebagai karya milik sendiri. Menurut KBBI, Plagiat atau
Plagiarisme merupakan aktivitas pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain
dan menjadikannya seolah-olah milik sendiri atau karangan sendiri.
Dengan kata lain, Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau
mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian
atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa
menyatakan sumber secara tepat dan memadai
Pengertian lainnya, Plagiarisme diartikan sebagai proses penjiplakan yang melanggar hak cipta.
Hal itu diperjelas pula dalam Permendiknas No. 17 Tahun 2010 yang menyebutkan, bahwa
plagiat ialah perbuatan sengaja atau tidak dalam memeroleh kredit atau nilai untuk suatu karya
ilmiah, dengan cara mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah orang lain,
tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.
Menurut Silverman, plagiarisme atau plagiasi adalah menulis fakta, kutipan, atau pendapat
yang didapat dari orang lain atau buku, makalah, film, televisi, atau tape tanpa menyebutkan
sumbernya.
Sederhananya, plagiat adalah aktivitas menjiplak karangan orang lain dan mengakuinya sebagai
karangan sendiri tanpa seizin pembuatnya, plagiat termasuk dalam tindakan kejahatan yang
melanggar hak cipta dan pelaku yang melakukan plagiat disebut sebagai plagiator.
Pada intinya, plagiat tidak hanya sekedar Copy Paste. Dikutip dari detik.com, Yovita (Senior
Manager Turnitin, Southeast Asia) menjelaskan bahwa plagiarisme bukan hanya sekedar copy
paste saja, hal ini juga berhubungan dengan beberapa hal penting, seperti :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kemampuan menyusun kosakata dan memahami tata bahasa
Kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berargumentasi
Keterampilan dalam mengutip
Keterampilan melakukan parafrase
Manajemen waktu
Berdasarkan penjelasan diatas maka tidak semua karya yang memiliki ide atau gagasan yang
sama dapat disebut plagiarisme.
2. Tipe Plagiarisme
Terdapat beberapa tipe plagiarisme yang perlu diketahui, Dikutip dari lib.ugm.ac.id, Soelistyo
(2011) mengemukakan beberapa tipe plagiarisme :
1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism), Plagiator menggunakan kata-kata
penulis lain (persis) tanpa menyebutkan sumbernya.
Tipe plagiarism ini sering dijumpai di berbagai artikel atau berita yang diterbitkan secara
pribadi, karena skala pengutipannya sangat substansial sehingga seluruh ide atau gagasan
penulis benar-benar diambil.
1. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source), Plagiator menggunakan gagasan orang lain
tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).
Tipe plagiarism ini sering dijumpai pada karya tulis hingga tugas akhir/ skripsi dimana
plagiator tidak menyebutkan secara lengkap referensi yang dirujuk dalam kutipannya
2. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship), Plagiator mengaku sebagai
pengarang karya tulis dari karya orang lain.
Tipe Plagiarism ini sering dijumpai pada karya seperti buku yang mengganti sampul buku
dengan sampul atas namanya tanpa izin untuk membohongi publik.
3. Self Plagiarism, Termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan satu artikel pada
lebih dari satu redaksi publikasi. Dan mendaur ulang karya tulis/ karya ilmiah.
Yang penting dalam self plagiarism adalah bahwa ketika mengambil karya sendiri, maka
ciptaan karya baru yang dihasilkan harus memiliki perubahan yang berarti. Artinya Karya
lama merupakan bagian kecil dari karya baru yang dihasilkan. Sehingga pembaca akan
memperoleh hal baru, yang benar-benar penulis tuangkan pada karya tulis yang
menggunakan karya lama.
3. Bagaimana seseorang dikatakan plagiat?
Seseorang dikatakan plagiat, ketika:
1. Mengutip kata‐kata atau kalimat orang lain tanpa menggunakan tanda kutip dan tanpa
menyebutkan identitas sumbernya.
2. Menggunakan gagasan, pandangan atau teori orang lain tanpa menyebutkan identitas
sumbernya.
3.
4.
5.
6.
7.
Menggunakan fakta (data, informasi) milik orang lain tanpa menyebutkan identitas
sumbernya.
Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
Melakukan parafrase (mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri
tanpa mengubah idenya) tanpa menyebutkan identitas sumbernya.
Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak
lain seolah‐olah sebagai karya sendiri.nya secara jelas).
Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis mengakui sebagai
pengarang karya tulis karya orang lain
4. Pemicu Atau Faktor Pendorong Terjadinya Tindakan Plagiat
Ada beberapa alasan pemicu atau faktor pendorong terjadinya tindakan plagiat yaitu:
1) Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang menjadi beban
tanggungjawab seseorang, sehingga terdorong untuk copy‐paste atas karya orang lain.
2) Rendahnya minat baca dan minat melakukan analisis terhadap sumber referensi yang
dimiliki.
3) Kurangnya pemahaman tentang kapan dan bagaimana harus melakukan kutipan.
4) Kurangnya perhatian dari guru, dosen dan pembimbing akademik terhadap persoalan
plagiarisme.
5. Sanksi Plagiarisme
Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 25 ayat 2 dan
pasal 70 mengatur sanksi bagi masyarakat yang melakukan plagiat, khususnya yang terjadi di
lingkungan akademik. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pasal 25 ayat 2 : Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut
gelarnya.
2) Pasal 70 : Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar
akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ayat (2) terbukti
merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
6. Langkah-Langkah Mencegah Atau Menghindari Plagiarisme
Langkah-langkah yang harus diperhatikan untuk mencegah atau menghindarkan kita dari
plagiarisme, yaitu melakukan pengutipan dan/atau melakukan paraphrase.
1. Pengutipan
1) Menggunakan dua tanda kutip, jika mengambil langsung satu kalimat, dengan
menyebutkan sumbernya.
2) Menuliskan daftar pustaka, atas karya yang dirujuk, dengan baik dan benar. Yang
dimaksud adalah sesuai panduan yang ditetapkan masing‐masing institusi dalam
penulisan daftar pustaka.
2. Paraphrase
Melakukan parafrasa dengan tetap menyebutkan sumbernya. Parafrasa adalah
mengungkapkan ide/gagasan orang lain dengan menggunakan kata‐kata sendiri, tanpa
merubah maksud atau makna ide/gagasan dengan tetap menyebutkan sumbernya.
Contoh Paraphrase1
Kalimat asli 1:“There is now strong evidence that smoking cigarettes is linked to baldness in
young women”Hasil Paraphrase:Smoking has been linked to baldness in young women
(Smith, 2004)Kalimat asli 2:The low self‐monitoring person is generally more attentive to
his/her internal attitudes and dispositions than to externally based information such as
others’ reactions and expectations (Baxter, 1983, p. 29).Hasil Paraphrase:According to Baxter
(1983), if a person has a low self‐monitor, then he/she tends to pay more attention to
his/her attitudes, rather than to the ways others might expect him/ her to behave.
7. Tips Menulis, Agar Terhindar Dari Plagiarisme
Agar tehindar dari plagiarisme, semua naskah harus terbebas dari konten yang mengandung
plagiarism. Maksimum angka batas untuk plagiarsme sesuai dengan ketentuan yang berlaku
sejumlah 25%. Berikut tips menulis agar terhindar dari plagiarism, sebagai berikut
1. Tentukan buku yang hendak anda baca
2. Sediakan beberapa kertas kecil (seukuran saku) dan satukan dengan penjepit.
3. Tulis judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tempat terbit, jumlah halaman pada
kertas kecil paling depan
4. Sembari membaca buku, salin ide utama yang anda dapatkan pada kertas‐kertas kecil
tersebut.
5. Setelah selesai membaca buku, anda fokus pada catatan anda
6. Ketika menulis artikel, maka jika ingin menyitir dari buku yang telah anda baca, fokuslah
pada kertas catatan.
7. Kembangkan kalimat anda sendiri dari catatan yang anda buat.
8. Tuliskan sumber kutipan.
Salah satu cara terhindar dari plagiarisme, penulis disarankan untuk menggunakan software
pendeteksi plagiarisme untuk melakukan pemeriksaan terhadap kemiripan konten. Software
pendeteksi digunakan untuk lebih meyakinkan bahwa tulisan kita jauh dari unsur plagiarisme,
anda dapat menggunakan aplikasi/software untuk mengecek tingkat plagiarisme tulisan yang
sudah kita hasilkan. Beberapa aplikasi pendukung anti plagiarisme berbayar maupun gratis,
misalnya Turnitin, Wcopyfind, vyper, plagiarism‐detect, AiMOS, dan sebagainya. Selain itu
untuk pengelolaan sitasi dan daftar pustaka anda bisa menggunakan aplikasi Zotero, Mendeley,
Endnote dan lain‐lain.
C. PERAN INSTITUSI PERGURUAN TINGGI DALAM MENCEGAH PLAGIARISME
Berkembangnya budaya plagiarisme dalam dunia pendidikan dan akademik melahirkan dampakdampak negatif seperti matinya kreativitas mahasiwa, matinya nalar kritis, malas membaca, malas
melakukan riset secara mendalam, timbulnya konflik disebabkan pengklaiman terhadap karya
orang lain, berkurangnya rasa percaya pada gagasan sendiri, lebih-lebih mahasiswa turut serta
menjadi oknum-oknum pencuri karya intelektual yang merusak lingkungan akademis.
Menjadi harapan bagi semua warga masyarakat akademik bila melihat warganya “jujur” dalam
membuat karya tulis ilmiah. kejujuran akademik harus dijunjung tinggi oleh stakeholder perguruan
tinggi (PT) di manapun itu. Utamanya dalam hal pencantuman sumber literatur (e-jurnal, e-book,
buku fisik dan sebagainya) saat mengutip karya orang lain, pada pembuatan karya tulis yang
dibuat berdasarkan panduan kepenulisan yang telah ada.
Dunia pendidikan dan akademik mampu menghargai originalitas karya akademik sesorang.
Sebaliknya, membenci pencurian hak cipta intelektual seseorang yang mafhum disebut plagiat.
Pemberantasan budaya plagiat di pendidikan dan akademik kita adalah tugas dan tanggungjawab
dan sekaligus pekerjaan rumah (PR) para dosen, pegiat literasi, penulis, kolumnis, peneliti, jurnalis,
dan sebagainya untuk bersama-sama mengampanyekan sadar, jujur, dan belajar cerdas
menghargai karya intelektual yang ditelorkan orang lain. Tentu, bila “kita” diposisikan sebagai
person “intelektual” yang dibajak karyanya, sungguh betapa menyakitkan.
Jika kita menyadari bersama dampak negative yang ditimbulkan dari budaya PLAGIARISME, maka
tentu plagiarime harus dikikis, dan perlu dilakukan upaya preventif sejak dini. Artinya, warga
masyarakat akademik sudah harus mengenal rambu-rambu “haramnya” plagiasi, lalu bentuk, dan
cara menghindarinya. Jika tidak, paradigma “instan” dalam membuat karya tulis akan membudaya.
Menurut Koentjaraningrat yang dikutip Prof. Abintoro Prakoso (2019:75), salah satu wujud budaya
bisa diidentifikasi dari terpolanya kompleksitas aktivitas kelakuan manusia dan masyarakat.
Praksisnya, kebiasaan “copy” dan kemudian “paste”, “gunting-tempel”, di era kemelimpahan
sumber informasi menjadi perilaku yang ringan sekali dilakukan.
Bila kemudian dibiarkan, akan menjadi karakter yang kemudian menjadi justifikasi bila hal itu
“halal” dilakukan. Alhasil, dari “halal” individual berujung “halal” pula secara komunal. Padahal,
perbuatan itu sangat bertentengan dengan moralitas ilmuan, yakni ketidakjujuran dalam kegiatan
ilmiah.
1. Penyebab terjadinya Plagiarisme di Lingkungan Kampus
Fenomena plagiarisme hingga kini masih marak di kalangan kampus ataupun masyarakat
ilmiah. Jika terus dibiarkan, plagiarisme akan mematikan pola pikir kritis dan kreatif, sehingga
mahasiswa cenderung mencari cara mudah dan praktis dalam menyusun karya ilmiahnya.
tindak plagiarisme dapat dipicu sejumlah faktor. Umumnya, warga sivitas akademika tidak
dilandasi kemauan untuk membuat karya orisinal, ditambah minimnya pengetahuan tentang
etika mengutip karya orang lain.
Sebetulnya boleh-boleh saja memanfaatkan informasi dari karya yang sudah terbit. Tapi, untuk
mengutip pendapat seseorang terdapat etika atau kaidah yang mesti diperhatikan. Selain
memperhatikan teknik pengutipan (sitasi) pustaka atau sumber rujukan, namun penulis juga
perlu memahami etika penulisan karya ilmiah untuk menghindari plagiarisme. Warga sivitas
akademika seharusnya tahu bahwa ada sanksi yang ditetapkan bagi pelaku plagiarisme. Untuk
itu, mereka harus punya pemahaman literasi, disertai dorongan eksternal dari pihak kampus.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan plagiarisme terus terjadi di lingkungan kampus baik
dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Berikut beberapa sebab terjadinya plagiarisme di
lingkungan kampus, antara lain :
1. Minimnya Referensi
Minimnya referensi atau sumber rujukan membuat plagiarism terjadi, hal ini menyebabkan
penulis kesulitan dalam menyampaikan ide atau gagasan kedalam karya ilmiah dengan
baik.
2. Terburu-buru
Kebiasaan ini sering terjadi karena malas atau terlalu meremehkan tugas yang menjadi
tanggung jawab civitas akademika. Karena sudah mendekati tenggat waktu yang telah
ditentukan maka penulis tidak memiliki waktu untuk melakukan pengutipan dengan tepat
hingga kurang maksimal dalam melakukan parafrase. Parahnya untuk menghindari hal
tersebut penulis melakukan jalan pintas “copy paste” untuk mengejar deadline.
3. Rendahnya Minat Baca
Dalam penulisan karya ilmiah penulis membutuhkan referensi dari penelitian sebelumnya
hingga buku yang sesuai dengan topik karya ilmiah. Rendahnya minat baca dan analisis
membuat tindakan plagiarisme kerap terjadi sebagai jalan pintas. Minat baca merupakan
salah satu cara untuk menghindari plagiarism. Penulis harus meningkatkan minat baca dan
analisa dari sumber rujukan hingga menerapkan teknik pengutipan yang baik dan benar.
4. Kurang memahami plagiarisme
Lembaga pendidikan atau institusi perguruan tinggi terkadang kurang edukasi dan
sosialisasi terkait plagiarisme serta kurangnya perhatian dosen untuk memastikan
mahasiswa tidak melakukan tindakan tersebut, bahkan institusi kurang tegas dalam
menerapkan aturan dan sangsi bagi pelaku plagiarisme. Disisi lain, sivitas akademika juga
kurang terlalu memperhatikan resiko yang akan ia dapatkan jika melakukan tindakan
tersebut walaupun ia tahu bahwa plagiarisme termasuk tindak pidana yang merugikan.
2. Tanggung Jawab Perguruan Tinggi Dalam Mencegah Plagiarisme
Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab yang besar untuk memberikan edukasi dan
sosialisasi terkait apa itu plagiarisme, pencegahan, hingga resiko tindakan plagiarisme. Dikutip
dari detik.com, pakar dari layanan deteksi plagiarisme berbasis internet Turnitin Yovita Marlina
mengatakan bahwa “Kita tidak bisa menyalahkan seratus persen akan adanya plagiarisme
karena perlu adanya edukasi menyeluruh agar para civitas akademika mempunyai integritas
dalam setiap pekerjaan mereka”
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 7, ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan institusi perguruan tinggi untuk menghindarikan
masyarakat akademisnya, dari tindakan plagiarisme, sengaja maupun tidak sengaja. Berikut ini,
pencegahan dan berbagai bentuk pengawasan yang dapat dilakukan (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 7), antara lain:
1. Karya mahasiswa (skripsi, tesis dan disertasi) dilampiri dengan surat pernyataan
bermeterai, yang menyatakan bahwa karya ilmiah tersebut tidak mengandung unsur
plagiat.
2. Pimpinan Perguruan Tinggi berkewajiban mengunggah semua karya ilmiah yang dihasilkan
di lingkungan perguruan tingginya, seperti portal Garuda atau portal lain yang ditetapkan
oleh Direktorat Pendidikan Tinggi.
3. Sosialisasi terkait dengan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 kepada seluruh masyarakat akademis.
Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2010 telah mengatur sanksi bagi mahasiswa yang
melakukan tindakan plagiat. Jika terbukti melakukan plagiasi maka seorang mahasiswa akan
memperoleh sanksi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Teguran
Peringatan tertulis
Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa
Pembatalan nilai
Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
7. Pembatalan ijazah apabila telah lulus dari proses pendidikan.
Karena tindakan plagiarisme dianggap sebagai tindak pidana maka pelaku pantas mendapat
hukuman sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 tahun 2010, meliputi :
1. Sanksi bagi Mahasiswa
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa
d. Pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa
e. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa
f. Pemberhentian tidak hormat dari status sebagai mahasiswa
g. Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program
2. Sanksi bagi Dosen/ Peneliti/ Tenaga kependidikan
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Penundaan pemberian hak dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan
d. Penurunan pangkat dan jabatan akademik/ fungsional
e. Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/ profesor/ ahli peneliti utama bagi
yang memenuhi syarat
f. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/ tenaga kependidikan
g. Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga
kependidikan
h. Pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi budaya plagiarisme di kampus.
Sebagai langkah pencegahan dan pemberatasan plagiarism di institusi perguruan tinggi,
setidaknya terdapat empat hal bisa dilakukan, antara lain.
Pertama, pemberian informasi konten plagiasi. Pada wilayah ini, titik tekannya lebih
kepada pemberian dan pengembangan informasi terkait bentuk-bentuk plagiasi yang harus
dihindari. Langkah ini bisa menjadi langkah strategis upaya preventif praktek plagiarisme.
Tegasnya, informasi literatur yang diperkenkan adalah, pada proses pemberian kecakapan
individu untuk melakukan penelusuran sumber-sumber primer riset yang melimpah-ruang
dan mudah diakses secara mandiri (easily accessible independently).
Kedua, kampanye literasi etic-integrity. Pada tahap ini, fokusnya adalah edukasi pada sitasi
atau perujukan dengan baik dan benar karya tulis ilmiah. Jika demikian, buku pedoman
kepenulisan karya tulis ilmiah haruslah ada untuk kemudian dijadikan pedoman aplikatif
kepenulisan, baik dalam bentuk makalah, skripsi, tesis, maupun disertasi. Kampus harus
membiasakan sivitas akademika untuk menemukan gagasan dan bahan penelitian dengan
membangun budaya membaca artikel jurnal ilmiah untuk dijadikan referensi dan inspirasi
menggali ide-ide baru dan tetap menyertakan sumber asli.
Membangun minat dan budaya baca dikalangan svitas akademika merupakan langkah
penting yang dapat dilakukan untuk memberantas plagiarisme. selain itu, Kampus harus
mampu mendorong mahasiswa dan dosen untuk membuat karya orisinal lewat penyediaan
koleksi. Perpustakaan kampus harus memfasilitas atau menyediakan koleksi bacaan yang
cukup lengkap dan mutakhir, baik di perpustakaan fisik maupun digital. Selain itu,
perpustakaan juga harus menyelenggarakan pelatihan penelusuran informasi dan
pencegahan plagiarisme sebagai upaya meminimalkan unsur plagiarisme dalam menulis
karya ilmiah.
Ketiga, memaksimalkan peran dosen dan pembimbing kepenulisan karya ilmiah dalam
pencegahan plagiarisme sebab bagaimanapun keberhasilan karya ilmah atau karya tulis
mahasiswa juga merupakan keberhasilan dosen dan pembimbing. Untuk mencegah praktik
plagiarisme, dosen diwajibkan mengecek karya tulis mahasiswa dengan menggunakan
program pendeteksi tingkat plagiarisme. Apabila ditemukan tingkat kemiripan tinggi, maka
dosen harus mengarahkan mahasiswa untuk merevisi karya tulisnya agar tingkat kemiripan
tidak melebihi 30 persen. Dosen selaku pembimbing, harus selalu mengarahkan mahasiswa
tata cara menulis dan mengutip yang benar, serta menekankan mereka untuk mencari
informasi dari jurnal, buku, dan lain-lain.
Terkait pengejawantahan pencegahan dan pemberatasan praktek plagiarism di institusi
perguruan tinggi, bisa dilakukan melalui upaya berkesinambungan para dosen pengampu
mata kuliah, saat melakukan proses revisi produk karya tulis pasca diskusi. Yakni, pada
wilayah pembenaran dari sisi etik sitasi. Dengan demikian, jika sejak dini tata tulis
diperkenalkan sesuai buku pedoman karya tulis ilmiah, dan prosesnya diwujudkan (process
of becoming) oleh sivitas akademika, yang pada akhirnya akan melahirkan peneliti dan
akademisi yang berkualitas.
Keempat, memanfaatkan aplikasi pengecekan plagiarisme. Jika pada tulisan masih
terdeteksi adanya aktivitas plagiat maka perlu diperbaiki dan diubah. Seperti software
plagiarism metadetector, search engine reports, dupli checker, prepostseo, small seo tools,
atau turnitin. Kesemua software itu tidak berbayar walaupun jika kita ingin mengakses
secara premium agar tidak terbatas, perlu untuk membeli.
Dalam penulisan suatu karya ilmiah atau artikel, pihak kampus harus memastikan sebuah
produk karya tulis ataupun artikel yang dihasilkan sivitas akademika harus bebas dari
plagiasi. Jika plagiarisme teridentifikasi, maka pihak berwenang atau bertanggung jawab di
kampus untuk meninjau karya tulis atau artikel dan mengambil tindakan sesuai dengan
tingkatan plagiarisme yang terdeteksi, dengan pedoman berikut:
1. Tingkat Plagiarisme Tipe 1: Menjiplak sebagian kalimat pendek dari artikel lain tanpa
menyebutkan sumbernya. Tindakan tipe 1: Penulis diberi peringatan dan himbauan
untuk mengubah teks dan mengutip dengan benar.
2. Tingkat Plagiarisme Tipe Tipe 2: Menjiplak sebagian besar artikel dari sumber lain tanpa
kutipan yang benar dan tidak menyebutkan sumbernya. Tindakan tipe 2: Artikel yang
telah diajukan oleh penulis akan ditolak untuk dipublikasikan di jurnal kampus ataupun
jurnal di luar kampus dan penulis dikenai sanksi berupa tidak diizinkan untuk
mempublikasikan naskahnya.
Dalam praktiknya, kampus harus memberikan penekanan kesemua sivitas akademika untuk
bertanggung jawab atas konten karya tulis yang mereka ajukan. Jika karya tulis atau artikel
yang mereka ajukan masuk ke dalam kategori plagiarisme, maka semua penulis tersebut
harus mendapatkan tindakan yang sama. Jika penulis terbukti mengajukan manuskrip
untuk diterbitakan ke sebuah Jurnal dan juga jurnal lain secara bersamaan, dimana
tumpang tindih dn diketahui saat dalam proses resensi atau setelah publikasi, maka akan
dikenai tindakan sesuai dengan tipe 2.
D. PENTINGNYA HAKI UNTUK MELINDUNGI KARYA DARI PLAGIARISME
Sivitas akademika wajib tahu yang namanya HAKI atau Hak Kekayaan Intelektual. Kenapa wajib
mengerti tentang HAKI? Sebab sebagai warga masyarakat akademik tentu akan membuat sebuah
karya. Dan tentunya karya tersebut dibuat tidak dengan mudah begitu saja. Selain itu dengan
memahami HAKI, sivitas akademika juga dapat melindungi karyanya dari pencurian alias
plagiarisme.
Haki pada dasarnya bersumber pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah diciptakan
atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya. Pengertian Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak untuk menikmati
secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.
Berdasarkan pengertian ini maka perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan
yaitu perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut. Tujuannya adalah untuk mendorong
dan menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan mencipta. Objek perlindungan hukum
yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual
manusia.
1. Macam-Macam HaKi
Secara garis besar HaKI dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
a. Hak Cipta (Copyright)
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Hak kekayaan industri (industrial property rights)
Hak kekayaan industri yang mencakup :
– Paten (patent)
– Desain industri (industrial design)
– Merek (trademark)
– Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
– Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
– Rahasia dagang (trade secret)
2. Fungsi dan Pentingnya HAKI
Pertanyaannya yang sering didengar, mengapa kita perlu mendaftarkan karya kita ke HAKI?
Tentu ada banyak keuntungan ketika dapat mematenkan karya Anda. Diantaranya sebagai
berikut:
a. Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta dan Karya Ciptanya
Jika mendaftarkan suatu karya ke HAKI, maka secara otomatis karya tersebut akan
mendapat perlindungan hukum. Sebagai pemilik karya tentunya lebih leluasa dalam
memanfaatkan nilai ekonomis dari karya cipta tadi tanpa takut menyalahi hukum.
b. Sebagai Bentuk Antisipasi Pelanggaran HAKI
Pendaftaran hak cipta ke HAKI juga membuat pemilik karya memiliki landasan yang kuat
untuk melawan orang-orang yang menggunakan karyanya secara ilegal. Dengan begini
maka pihak lain bisa lebih berhati-hati untuk tidak mencomot karya orang lain.
c. Meningkatkan Kompetisi dan Memperluas Pangsa Pasar
Tidak setiap orang mampu mengeluarkan kreativitasnya untuk menghasilkan karya.
Dengan HAKI, maka masyarakat akan termotivasi untuk berkarya dan berinovasi sehingga
kompetisi semakin meningkat. Hal ini secara tidak langsung akan membuat perusahaan
saling berlomba untuk menghasilkan karya terbaik
d. Memiliki Hak Monopoli
Sistem pendaftaran hak kekayaan intelektual ini hanya diberikan pada pihak pertama yang
mendaftar ke Direktorat Jenderal HAKI. Jadi, selagi produk masih baru dan memiliki potensi
yang bagus maka harus segera didaftarkan. Pendaftaran sejak awal ini juga bisa membuat
pemilik karya memiliki hak monopoli untuk melarang pihak lain menggunakan karyanya
tanpa izin.
3. Syarat Mendaftar Hak Karya Intelektual
Siapapun berhak mengajukan permohonan atau mendaftarkan HAKI. Hak eksklusif yang
diberikan negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain, dan sebagainya)
tidak lain dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang lain
terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem HAKI tersebut
kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Di samping itu, sistem HAKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama
dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan
masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau
mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Berikut adalah persyaratan awal yang harus dipersiapkan sebelum mendaftarkan HAKI. Dilansir
dari https://www.dgip.go.id/, berikut ini adalah beberapa persyaratan dokumen yang perlu
disiapkan guna mendaftar hak cipta.
1. Formulir Permohonan
Langkah pertama yaitu mengisi formulir pendaftaran ciptaan yang telah disediakan dalam
bahasa Indonesia dan diketik rangkap tiga. Lembar pertama dari formulir tersebut
ditandatangani di atas materai Rp6.000,00.
2. Mengajukan surat permohonan pendaftaran ciptaan mencantumkan:
nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta
nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang Hak Cipta; nama kewarganegaraan dan –
alamat kuasa; jenis dan judul ciptaan
tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali
3. Uraian Ciptaan (Rangkap 3)
Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan
Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang Hak Cipta berupa fotokopi
KTP atau paspor
Apabila permohonan badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan
turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut
Melampirkan surat kuasa, bila mana permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa,
beserta bukti kewarganegaraan kuasa tersebut
Apabila pemohon tidak bertempat tinggal di dalam Wilayah RI, maka untuk keperluan
permohonan pendaftaran ciptaan ia harus memiliki tempat tinggal dan menunjuk seorang
kuasa di dalam wilayah RI
Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang dan atau
suatu badan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan
menetapkan satu alamat pemohon
Apabila ciptaan tersebut telah dipindahkan, agar melampirkan bukti pemindahan hak
Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya atau penggantinya
4. Cara Mendaftarkan Hak Cipta
Mendaftar di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Datang langsung ke kantor
wilayah kemenkumham dengan membawa dokumen persyaratan.
Mendaftar secara online melalui laman https://hakcipta.dgip.go.id/
5. Langkah-langkah Mengurus Hak Cipta Secara Online
a. Masuk ke situs e-hakcipta.dgip.go.id
b. Lakukan registrasi untuk mendapatkan username dan password.
c. Login menggunakan username yang telah diberikan.
d. Mengunggah dokumen persyaratan, antara lain :
Surat Permohonan Pemindahan Hak
Surat Perjanjian
Bukti Pengalihan Hak
Fotocopy Surat Pencatatan Ciptaa
KTP
Surat Kuasa (Apabila Melalui Kuasa)
Akta Perusahaan (Apabila Pemegang Badan Hukum)
Dokumen Lainnya
e. Melakukan pembayaran setelah mendapatkan kode pembayaran pendaftaran hak cipta.
f. Menunggu proses Pengecekan, Pengecekan dokumen persyaratan formal, Jika masuk
kategori jenis ciptaan yang dikecualikan, dilakukan verifikasi, Mengunggah dokumen
persyaratan.
g. Approval, Sertifikat dapat diunduh dan dicetak sendiri oleh pemohon. Biaya HAKI
Untuk mendapatkan hak cipta intelektual ini, kita memang harus mengeluarkan sejumlah
uang sebagai jasa pengurusan. Biaya pendaftaran merek berdasarkan PP No. 28 Tahun
2019 dapat dilihat pada laman dgip.go.id. (Dilansir dari https://www.dgip.go.id/menuutama/hak-cipta/formulir-dan-format-surat, untuk sekali permohonan dikenai biaya Rp
200.000/permohonan.
6. Simbol-Simbol Terkait Hak Kekayaan Intelektual
Unsur yang terdapat di dalam HAKI, salah satunya yakni simbol-simbol yang berkaitan dengan
HAKI. Semua karya yang sudah terdaftar HAKI-nya memiliki simbol-simbol khusus. Simbolsimbol ini bisa dilihat dengan mudah di dekat nama produk yang ada di pasaran. Simbol-simbol
tersebut sebagai berikut.
1) TM (Trade Mark)
Simbol pertama adalah TM yang menjadi tanda untuk merek dagang. Jika Anda melihat
simbol ini maka artinya produk atau merek tersebut sedang dalam proses perpanjangan
masa HAKI ataupun proses pengajuan kepemilikan.
2) SM (Service Mark)
Simbol ini merupakan simbol dari kepemilikan HAKI yang digunakan untuk menandai
suara-suara tertentu. Contohnya adalah beberapa suara unik yang terdapat dalam suatu
film. Suara unik ini tidak bisa digunakan di film lain tanpa seizin pemiliknya.
3) R (Registered Mark)
Jika suatu produk atau merek memiliki tanda ini maka artinya mereka sudah terdaftar
HAKI-nya.
4) C (Copyright)
Simbol terakhir ini menunjukkan kepemilikan hak cipta atau biasa disebut copyright.
Jadi, siapapun yang ingin melakukan pempublikasian terhadap karya ini harus
mencantumkan nama pemilik hak cipta.
E. PENUTUP
Praktek plagiat yang berkembangan tak dapat dilepaskan dari rendahnya budaya literasi
masyarakat akademik, hal itu dapat dibuktikan dari sedikitnya jumlah karya tulis atau karya ilmiah
ataupun buku berkualitas yang dihasilkan. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi mahasiswa,
guru, dan dosen untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis karya ilmiah yang berkualitas.
Adanya peraturan Dirjen Dikti, yang mewajibkan mahasiswa dan dosen untuk menerbitkan atau
dipublikasikan, baik di jurnal ilmiah (cetak dan elektronik), prosiding, maupun dalam bentuk buku
merupakan tantangan tersediri untuk tidak melakukan plagiarisme. Mengingat ada berbagai kasus
plagiarisme karya, kaum intelektual harus waspada dan mampu mengantisipasi plagiarisme
terhadap karya yang diciptakanya.
Disisi lain, perlunya pula kaum intelektual yang merupakan kelompok anti-plagiat dan mampu
menciptakan karya original seharusnya memperoleh perlindungan hukum atas karya mereka, yaitu
Hak Atas Kekayaaan Intelektual (HaKI). Olehnya itu, para intelektual perlu membekali hasil
karyanya dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk mengantisipasi perlindungan terhadap
karya-karya yang dihasilkannya.
REFRENSI
detik.com/edu/detikpedia/d-5965293/benarkah-plagiarisme-bukan-hanya-copy-paste-begini-katapakar-turnitin
penerbitdeepublish.com/plagiarisme-adalah/
penerbitbukudeepublish.com/pengertian-plagiarisme/
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010
lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=327
Sunu Wibirama. How to Avoid Plagiarism: learn to paraphrase your work. Diunduh 20 Juni 2023
Undang‐Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional