Gerakan Literasi Digital Guna Menangkal Hoax di Masa Pandemi Covid-19
Nada Siti Salsabila, S.H.
Berita palsu, kampanye hitam, radikalisasi daring, ujaran kebencian, penyaringan konten:
Nyaris semua masyarakat di dunia telah mengalami efek samping negatif dari sistem komunikasi
digital yang sangat terhubung. Dewasa ini, media sosial merupakan media komunikasi yang efektif,
tranparasi dan efisien serta memiliki peran penting sebagai agen perubahan dan pembaharuan.
Penggunaan media sosial sebagai jembatan untuk membantu proses peralihan masyarakat yang
tradisional ke masyarakat yang modern, khususnya untuk mentransfer informasi pembangunan
yang
dilaksanakan
pemerintah
kepada
masyarakatnya.
Sebaliknya
masyarakat
dapat
menyampaikan informasi langsung kepada pemerintah tentang berbagai hal terkait dengan
pelayanan yang diterima. Secara harfiah, media sosial merupakan media yang digunakan oleh
individu agar menjadi sosial, secara daring dengan cara berbagi isi, berita, foto dan lain-lain
dengan orang lain. Dari definisi tersebut jelas bahwa masyarakat dapat berbagi informasi dan
sebaliknya kepada pemerintah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan UNICEF dan Kementerian Komunikasi dan
Informatika1, pengguna internet di Indonesia yang berasal dari anak-anak dan remaja diprediksi
sekitar 30 juta. Remaja terlahir dan tumbuh dengan media sosial sebagai bagian dari hidup dan
kesehariannya. Saat ini mereka sangat tergantung dengan adanya media sosial. Menurut sebuah
agensi marketing sosial, terdapat 72 juta pengguna aktif media sosial. Media sosial yang banyak
diminati adalah facebook. Banyak kasus negatif yang muncul pada pengguna media sosial di masa
pandemi covid-19, contohnya terjadi kasus terkait pencemaran nama baik, penghinaan, bullying,
dan penyebaran berita hoaks yang dapat memicu depresi masyarakat yang tengah berjuang
melawan Covid-19. Fenomena-fenomena ini menunjukkan pengguna internet di Indonesia belum
paham untuk menggunakan internet dengan baik dan benar. Di satu sisi mereka dapat mengakses
jaringan, namun belum memahami seutuhnya konsekuensi penggunaan media digital. Jadi,
1
Mardiana,
Riana,
Literasi
Digital
Bagi
Generasi
Digital
Natives,
https://www.researchgate.net/profile/Riana_Mardina/publication/326972240_Literasi_Digital_bagi_Generasi_Digita
l_Natives/links/5b6e6581299bf14c6d98ddab/Literasi-Digital-bagi-Generasi-Digital-Natives.pdf (Unduh Tanggal 7
Juli 2020).
1
walaupun telah menguasai baca tulis, namun pengguna internet di Indonesia belum sepenuhnya
memiliki kemampuan literasi digital.2
Perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang berlawanan dalam kaitannya
dengan pengembangan literasi digital. Salah satu kehawatiran yang muncul adalah jumlah generasi
muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Dalam masa belajar
dari rumah dan bekerja dari rumah (work from home), mereka menghabiskan waktu untuk
berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop. Tingginya penetrasi
internet tentu meresahkan banyak pihak belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat,
ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi
di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar dalam mempersiapkan generasi
abad ke-21, generasi yang memiliki kompetensi digital.3
Upaya mengantisipasi maraknya peredaran hoaks perlu disertai dengan peningkatan
literasi informasi oleh masyarakat karena masyarakat adalah pengendali utama arus informasi.
Masyarakat Indonesia cenderung lebih cepat memercayai sebuah berita tanpa melakukan
konfirmasi kebenarannya dan langsung menyebarkannya di media sosial. Menurut Catts dan Lau4,
masyarakat yang terliterasi informasi adalah masyarakat yang dapat menyadari bahwa mereka
membutuhkan, memperoleh, dan melakukan evaluasi mutu informasi. Literasi informasi juga
identik dengan kemampuan seseorang melakukan penyimpanan dan dapat menemukan informasi.
Informasi dapat dibuat sendiri, digunakan secara etis dan efektif, serta dikomunikasikan. Jika
dihubungkan dengan hoaks, maka masyarakat yang memiliki literasi informasi memadai adalah
masyarakat yang mampu mencari informasi, membedakan, dan tidak menyebarkan hoaks. Literasi
informasi yang memadai dapat menghindarkan masyarakat dari kecenderungan perilaku cepat
percaya pada berita-berita yang beredar tanpa menguji kebenarannya terlebih dahulu.
Hoaks paling banyak beredar melalui media sosial. Menurut Boyd 5 , kemudahan
penyebarannya disebabkan karena media sosial memudahkan setiap individu atau anggota
2
I Putu Gede Sutrisna, Gerakan Literasi Digital pada Masa Pandemi Covid-19, Stilistika Volume 8, Nomor
2, Mei 2020, h. 207.
33
Ibid., h. 207.
4
Catts, R., & Lau, J, 2008, Toward information literacy indicators, Unesco.org.
<https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000158723>
5
R. Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (cybermedia), Jakarta, Indonesia: Kencana Prenadamedia Group,
2015, h. 11
2
komunitas untuk saling berkomunikasi dan berbagi tentang informasi, baik benar maupun tidak.
Tingginya penyebaran hoaks melalui media sosial membuat literasi melalui media sosial sangat
penting. Media sosial memiliki kekuatan peran penggunanya sebagai user generated content, sama
seperti yang terjadi di media massa. Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor6 menunjukkan
bahwa generasi muda yang memiliki keahlian untuk mengakses media digital, saat ini belum
mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh
informasi pengembangan diri. Hal mengindikasikan semakin merosotnya budaya baca masyarakat
yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran berbagai gawai (gadget) yang bisa
terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka
miliki.
Hal yang paling memperihatinkan dari dampak negatif adanya media sosial adalah
tersebarnya hoax atau berita bohong. Di tengah adanya pandemi Covid-19 tidak menutup
kemungkinan adanya penyalahgunaan-penyalahgunaan dalam menggunakan media sosial yang
mengakibatkan tersebarnya berita-berita hoax yang mengarah kepada kebohongan. Apalagi kalau
kita cermati sebelumnya, bahwa berita-berita hoax di media sosial sering tersebar, baik dalam
bingkai ekonomi, politik, suku, agama dan sebagainya yang tidak sedikit mengarah kepada
timbulnya masalah yang rumit. Kondisi semacam ini dikhawatirkan akan mengarah kepada tidak
adanya perhatian terhadap kebenaran, sehingga kebenaran tidak lagi dianggap penting, karena
yang penting itu adalah justifikasi yang dianggap sebagai kebenaran.7
Kejahatan-kejahatan dalam menggunakan medsos di tengah pendemi Covid-19 ini sangat
rentan untuk dilakukan dengan menyebarkan berita-berita hoax sehingga secara tidak langsung
dapat meresahkan masyarakat umum. Terutama masyarakat awam yang ketika mendapatkan
informasi langsung ditelan begitu saja tanpa adanya penelusuran lebih lanjut tentanag
kebenarannya. Penyebaran berita-berita hoax tidak jarang dilakukan oleh perorangan atau
kelompok, dan yang paling penting adalah kejahatan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab. Perlawanan terhadap hoaks tidak semata-mata tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga membutuhkan inisiatif masyarakat untuk cerdas mengenal hoaks. 8
6
7
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Materi pendukung literasi digital, Jakarta: Kemdikbud, 2017
M. Yasir Alim, Mediatisasi Agama, Post Truth dan Ketahanan Sosial. LKIS Press: Yogyakarta, 2018, h. 1-
2.
8
Juditha, Interaksi simbolik dalam komunitas virtual anti hoaks untuk mengurangi penyebaran hoaks, Jurnal
Penelitian Komunikasi dan Pembangunan, 19(1), 17-32.
3
Literasi tentang hoax atau berita bohong ditengah pandemi juga menjadi salah satu
persoalan krusial. Ironisnya, hoax atau berita bohong ini menyebar tidak mengenal situasi dan
kondisi darurat atau tidak darurat. Ia lahir dan hadir dengan ragam motif yang melatarbelakanginya.
Hoax menjadi salah satu komoditas konten yang tidak kunjung usai meskipun ditengah pandemi.
Hoax juga menyerang ke berbagai audien virtual tanpa mengenal profesi dan usia. Semua dapat
menjumpai bahkan turut menyebarkan hoax baik disadari atau dengan tanpa disadari. Tulisan dan
data-data mengenai hoax ditengah pandemi kiranya perlu disampaikan kepada masyarakat luas
mengingat hoax memiliki dampak yang sangat buruk dan berefek sangat luas di kehidupan seharihari. Karena efek buruk dan berdampak luas inilah yang kemudian mendorong penulis untuk
memaparkan data, argumen dan sedikit analisis mengenai hoax di tengah pandemi. Selain poin
tentang pendidikan literasi media (termasuk literasi digital) menjadi salah satu kunci penting dalam
menangani persoalan hoax yang terjadi di masyarakat.9
Pada masa pandemi covid-19 saat ini, perkembangan media digital begitu pesat. Mulai dari
penyebaran berita hoaks, bullying, pencemaran nama baik, berita BLT, berita pembagian sembako,
dan berita-berita negatif lainnya yang dapat meresahkan masyarakat dalam pandemi covid-19. Di
sisi lain, kalangan pendidikan menanfaatkan media digital sebagai media pembelajaran dalam
masa belajar dari rumah. Hal tersebut sangat positif dalam rangka mempersiapkan generasi abad21 yang memiliki kompetensi digital. Pada masa pandemi covid-19 setiap individu perlu
memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk dapat
berpartisipasi di dunia modern dan mengantisipasi penyebaran informasi negartif pada masa
pandemi covid-19 sekarang ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis,
berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Setiap orang hendaknya dapat bertanggung jawab terhadap
bagaimana menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi
digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman
dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya saat ini semakin dipenuhi konten berbau
berita bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan
konten negatif yang merusak ekosistem digital saat ini hanya bisa ditangkal dengan membangun
kesadaran dari tiap-tiap individu.10
9
Wakhudin, dkk, Covid-19 dalam Ragam Tinjauan Perspektif, Depok: MBridge Press, 2020, h. 452
I Putu Gede Sutrisna, Op. Cit., h. 271-272.
10
4
Menjadi literat digital berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan
dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang
dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan
aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk
mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif
dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritiskreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi
hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya
masyarakat pada masa pandemi covid-19 akan cenderung aman dan
kondusif. Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu untuk diadakan gerakan literasi digital
dalam masa pandemi covid-19. Gerakan literasi digital akan menciptakan pola pikir kreatif dan
kristis dalam menghadapi pandemi covid-19. Dengan adanya literasi digital akan membantu
masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan mendapatkan bahan bacaan yang berkualitas
dalam mengisi waktu di tengah pandemi covid-19.11
Masa Pandemi Covid-19 yang mengancam kehidupan sosial masyarakat dan
mengharuskan masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai salah satu langkah
pencegahan covid-19. Oleh sebab itu, diperlukan konsep gerakan literasi digital keluarga dan
gerakan literasi digital masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian besar aktivitas masyarakat
dilakukan di rumah mulai dari belajar di rumah, bekerja di rumah, beribadah dari rumah dan
kegiatan sosial lainnya yang sebisa mungkin dilakukan dari rumah. Dengan demikian, gerakan
literasi digital keluarga dan masyarakat dipandang penting untuk mengisi aktivitas masyarakat
selama masa pandemi covid-19.12
1. Gerakan Literasi Digital Keluarga13
Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga terutama bagi anak-anak adalah
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan positif dalam menggunakan
11
Ibid., h. 272.
Ibid., h. 277.
13
Ibid., h. 278.
12
5
media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua juga diharapkan mampu secara bijak dan
tepat mengarahkan dan mengembangkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu,
penguatan budaya literasi di keluarga juga meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam
menggunakan dan mengelola media digital (teknologi informasi dan komunikasi) secara bijak,
cerdas, cermat, dan tepat untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga
dengan lebih harmonis serta untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi kebutuhan
keluarga. Akan tetapi, sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik adalah sebagai
berikut.
1) Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
2) Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap
harinya;
3) Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
4) Meningkatnya frekuensi akses anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
5) Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai kegiatan di keluarga;
dan
Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang tua karena orang tua
harus menjadi teladan literasi dalam menggunakan media digital. Orang tua harus menciptakan
lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, khususnya dengan anak. Membangun
interaksi antara orang tua dan anak dalam pemanfaatan media digital dapat berupa diskusi,
saling menceritakan pemanfaatan media digital yang positif. Dalam situasi pandemi covid-19,
adapun strategi yang dapat dilakukan keluarga dalam gerakan literasi digital keluarga, adalah
1) Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi
yang berkaitan dengan pencegahan covid-19 dalam bentuk majalah, buku, komik, karikatur,
gambar berseri dan dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan
gawai.
2) Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama pada anak
agar dapat menjadi sumber pengetahuan.
3) Pemilihan situs dan aplikasi yang edukatif sebagai sumber belajar. Misalnya, orang tua
dapat menggunakan situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau
situs yang lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan keluarga. Anak
6
dapat membuka situs dan aplikasi untuk menambah pengetahuan dan mengasah
kreativitasnya, seperti aplikasi anak cerdas, tebak gambar, permainan matematika, atau
situs seperti kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.
4) Penyediaan komputer, laptop, gawai dan akses internet merupakan salah satu upaya
penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini.
2. Gerakan Literasi Digital Masyarakat
Tujuan literasi digital di masyarakat adalah mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan
teknologi dan komunikasi dengan menggunakan teknologi digital dan alat-alat komunikasi
atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat
informasi secara bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital juga bertujuan untuk menggunakan
media digital secara bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi hukum
terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sasaran
gerakan literasi digital di masyarakat, adalah sebagai berikut.
1) Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki setiap fasilitas
publik khususnya dalam pencegahan covid-19;
2) Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital yang berkaitan dengan
pencegahan covid-19;
3) Meningkatnya jumlah bahan bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat yang
berkaitan dengan pencegahan covid-19;
4) Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga atau instansi dalam penyediaan
bahan bacaan literasi digital;
5) Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
6) Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat;
7) Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
8) Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan akses informasi
dan layanan publik;
9) Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
10) Meningkatnya angka ketersediaan akses dan pengguna (melek) internet di suatu daerah;
dan
7
Adapun strategi yang dapat dilakukan dalam gerakan literasi digital masyarakat di pada
masa pandemi covid-19 adalah sebagai berikut.
1) Sosialisasi bahan referensi tentang hukum dan etika dalam menggunakan media digital;
2) Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam seperti Goodreads, Google Play Books,
atau Aldiko Book Reader pada telepon pintar (smartphone) yang mereka miliki dan web
resmi pemerintah untuk mencari data yang berkaitan dengan pencegahan covid-19;
3) Penyebaran informasi dan pengetahuan melalui media sosial. Pemanfaatan media sosial ini
dapat digunakan sebagai penyebaran informasi dan pengetahuan sebagai bentuk sumber
belajar masyarakat.
Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan
yang dibuat atau yang diperolehnya.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari apa yang telah diuraikan di atas bahwa literasi media sosial merupakan salah
satu upaya yang harus dilakukan dalam membantu masyarakat untuk bisa memilih dan memilah
dalam menerima dan menyampaikan informasi di tengah gencarnya informasi yang belum tentu
kebenarannya. Oleh karena itu, seorang penggunaka media sosial melalui literasi media sosial
harus mampu berfikir kritis terhadap informasi-informasi yang masuk untuk memastikan
kebenarannya. literasi informasi adalah hal yang perlu digenjot dari upaya menangkis hoax, hal
tersebut untuk mengantisipasi keterlalu-percayaan warga terhadap suatu informasi. Literasi
informasi membuat masyarakat dapat menunda keyakinannya, dan memberikan waktu untuk
melakukan verifikasi terhadap suatu informasi. Perlu digarisbawahi bahwa jalan utama untuk
mengantisipasi hoax adalah membangun kompetensi publik dalam menghadapi luapan banjir
informasi. Upaya membangun kompetensi publik, dapat dilakukan melalui literasi digital atau
media. Melalui berbagai metode, masyarakat harus dikenalkan perihal dasar-dasar kecukupan
informasi, konsekuensi-konsekuensi terkait persebaran informasi, kesadaran akan bentuk-bentuk
teknologi informasi yang dapat memengaruhi mereka, hingga pengetahuan metodis, bagaimana
mengecek atau memverifikasi yang akan mereka konsumsi.
Konten berita dan informasi mengenai hoax seringkali ditemukan dan dibagikan dengan cepat
tanpa proses cek valid atau tidaknya sebuah berita atau informasi. Ironisnya, berita dan informasi
hoax tersebut beredar ditengah pandemi covid-19. Sebuah pandemi yang berimbas tidak hanya
8
pada aspek ekonomi saja, melainkan juga pada semua aspek termasuk politik, budaya, relasi antar
manusia dan lain sebagainya. Media online dan media sosial menempati urutan atau posisi teratas
tentang medium penyebaran konten hoax ditengah pandemi. Media online kerap menginginkan
produksi pemberitaan dengan instan, cepat dan berbiaya rendah namun seringkali abai dalam hal
akurasi pemberitaan. Terdapat banyak kasus penyebaran hoax yang telah terlanjur disebarkan oleh
media online dan diakhiri dengan permintaan maaf dan pembuatan konten berita yang baru.
Guna mengatasi berbagai problematika tersebut, metode literasi media, tentu dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Untuk menghadapi generasi digital native yang terbangun dengan teknologi
digital di tangannya, tentu dibutuhkan strategi strategi baru. Namun, tidak kalah penting
diperlukan pertukaran informasi terkait hoax, diskusi-diskusi sehingga dapat terbangun komunitas
yang memiliki ketahanan terhadap hoax. masyarakat perlu memiliki kepekaan, tidak mudah
percaya, dan tidak cepat menyebarkan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya. Gerakan
literasi digital yang dapat dilakukan dalam masa pandemi covid-19 adalah gerakan literasi
keluarga dan gerakan literasi masayarakat.
Sedangkan Pemerintah, dalam hal ini Kemenkes bekerja sama dengan Kominfo, tetap
meningkatkan kewaspadaan dalam mengantisipasi beredarnya hoaks bidang kesehatan.
Pemerintah melakukan pemblokiran situs-situs hoaks, serta melakukan sosialisasi dan literasi
dengan berbagai institusi, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi pendidikan.
Daftar Pustaka
Alim, M. Yasir. Mediatisasi Agama, Post Truth dan Ketahanan Sosial. LKIS Press: Yogyakarta,
2018.
Catts,
R., & Lau, J, 2008, Toward information literacy
https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000158723
indicators,
Unesco.org.
Juditha, Interaksi simbolik dalam komunitas virtual anti hoaks untuk mengurangi penyebaran
hoaks, Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan, 19(1), 17-32.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Materi pendukung literasi digital, Jakarta: Kemdikbud,
2017
Mardiana,
Riana,
Literasi
Digital
Bagi
Generasi
Digital
Natives,
https://www.researchgate.net/profile/Riana_Mardina/publication/326972240_Literasi_Di
gital_bagi_Generasi_Digital_Natives/links/5b6e6581299bf14c6d98ddab/Literasi-Digitalbagi-Generasi-Digital-Natives.pdf (Unduh Tanggal 7 Juli 2020).
9
R. Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (cybermedia), Jakarta, Indonesia: Kencana
Prenadamedia Group, 2015.
Sutrisna, I Putu Gede. Gerakan Literasi Digital pada Masa Pandemi Covid-19. Stilistika Volume
8, Nomor 2, Mei 2020.
Wakhudin, dkk, Covid-19 dalam Ragam Tinjauan Perspektif, Depok: MBridge Press, 2020.
10