MANAJEMEN AKTIF KALA III
NAMA : ADRIANA SALU
ASAL : KEFAMENANU
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
JURUSAN KEBIDANAN ANGKATAN XVIII
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang paling mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan karena si kecil yang selama sembilan bulan bersembunyi di dalam perut anda akan muncul terlahir ke dunia. Di sisi lain persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana terbayang proses persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan.
Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses persalinannya.
Proses persalinan terbagi ke dalam empat tahap, yaitu :
1. kala I; Tahap Pembukaan
2. Kala II; Tahap Pengeluaran Bayi
3. Kala III; Tahap Pengeluaran Plasenta
4. Kala IV; Tahap Pengawasan
Pada makalah ini kami hanya membahas tentang kala III yakni tahap pengeruaran plasenta.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Manajemen Aktif Kala III?
2. Bagaimana Memberikan Asuhan Pada Ibu Bersalin Kala III?
3. Apa Keuntungan-Keuntungan Manajemenaktif Kala III?
4. Bagaimana Manajemen Aktif Kala III?
5. Apa Saja Pemeriksaan Pada Kala III?
6. Apa Saja Pemamtauan Kala III?
7. Apa Saja Kebutuhan Ibu Pada Kala III?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Manajemen Aktif Kala III
2. Untuk Mengetahui Memberikan Asuhan Pada Ibu Bersalin Kala III
3. Untuk Mengetahui Keuntungan Manajemenaktif Kala III
4. Untuk Mengetahui Manajemen Aktif Kala III
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Pada Kala III
6. Untuk Mengetahui Pemamtauan Kala III
7. Untuk Mengetahui Kebutuhan Ibu Pada Kala III
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Aktif Kala III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rata lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Risiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit. (Sumarah, 2009)
Pentalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. Penelitian selanjutnya mengonfirmasi kehilangan darah yang jauh lebih sedikit pada penatalaksanaan aktif kala III, bahkan pada populasi yang beresiko rendah mengalami perdarahan post-partum. (Varney, 2007)
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik menejemen aktif kala tiga (Active Managemen of Third Stage of Labour/AMTSL) di 20 rumah Sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% Rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan praktik menejemen aktif ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menejemen aktif kala tiga tidak hanya dilatihkankan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standart asuhan persalinan. (APN, 2008)
B. Memberikan Asuhan Pada Ibu Bersalin Kala III
Fisiologi Kala III
Dimulai segera setelah bayi sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II adalah perdarahan akibat atonia uteri, ratensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume ronnga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina (Depkes RI 2007).
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat implantasinya.
C. Keuntungan-keuntungan manajemenaktif kala III
Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III. (APN, 2008)
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a. Persalinan kala III yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
Cara-cara Pelepasan Plasenta :
a) Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
b) Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap.
Tanda – tanda pelepasan plasenta.
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
Tali pusat memanjang.
b. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
c. Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
Pengawasan Perdarahan
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada getaran yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta sudah lepas.
c. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga sebaliknya.
d. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawan.
D. Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif III: Mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta.
Tiga langkah utama manajemen aktif kala III:Pemberian oksitosin/uterotonika segera mungkin, melakukan penegangan tali pusat terkendali(PTT), Rangsangan taktil pada dinding uterus atau fundus uteri (Masase Fundus Uteri).
Penegangan tali pusat terkendali: Berdiri disamping ibu, pindahkan jepitan semula tali pusat ketitik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem penjepit tersebut, lrtakan telapak tangan ( alas dengan kain ) yang lain, pada segmen bawah rahim atau diding uterus dan suprasimpisis, pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat sambil tekan tali uterus ke dorsokranial, ulangi kembali perasat ini bila plasenta belum dapat dilahirkan ( jangan dilakukan pemaksaan ).
E. Pemeriksaan Pada Kala III
Pemeriksaan Plasenta,Selaput Ketuban dan Tali Pusat
1. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan memeriksa jumlah kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan seksama pada bagian pinggir plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan plasenta lain (plasenta suksenturiata. Amati apakah ada bagian tertentu yang seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
2. Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam uterus akan menyebabkan perdarahan dan infeksi.
3. Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat.
a. Panjang tali pusat
b. Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin)
c. Insersio tali pusat
d. Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
e. Adakah lilitan tali pusat
F. Pemamtauan Kala III
1. Kontraksi
Pemantauan kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manejemen aktif kala III (ketika PTT), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala 1V.
2. Robekan Jalan Lahir dan Perineum
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perineum. Pengkajian ini dilakukan seawal mungkin sehingga bidan segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan digunakan sesuai kondisi pasien. Bidan memastikan apakah jumlah darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena pelepasan plasenta.
3. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama di daerah genitalia sangat penting dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III ini kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban, darah, atau feses saat proses kelahiran janin.
Selama plasenta lahir lengkap dan dipastikan tidak ada prndarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai penampung darah (under pad). Jika memang dipertimbangkan perlu untuk menampung darah yang keluar untuk kepentingan perhitungan volume darah, maka pasang bengkok dibawah bokong pasien.
G. Kebutuhan Ibu Pada Kala III
1. Dukungan mental dari bidan dan keluarga atau pendamping
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa yang akan dilakukan
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu mempercepat kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa yang mendukung untuk pelepasan dan kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air ketuban
6. Hidrasi
H. PERENCANAAN ASUHAN YANG MENYELURUH
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
2. Beritahu ibu bahwa plasenta akan segera lahir
3. Beritahu ibu bahwa ibu akan disuntik
4. Mempersiapkan peralalatan
5. Mengetahui adanya tanda pelepasan plasenta
I. PELAKSANAAN :
1. Memberitahu ibu bahwa plasenta akan segera lahir
2. Menyiapkan peralatan untuk melakukan manajemen aktif kala III
3. Melakukan manajemen aktif kala III
4. Mengetahui tanda adanya pelepasan plasenta
5. Memantau keadaan umum ibu
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III adalah pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a. Persalinan kala III yang lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
d. Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
e. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
f. Melakukan penegangan tali pusat terkendali
g. Masase Fundus Uteri.
Dalam melaksanakan Manajemen Aktif kala III terdapat beberapa kekeliruan ataupun kesalahan tindakan yang mungkin dilakukan oleh bidan. Pemeriksaan plasenta meliputi selaput ketuban, bagian plasenta dan tali pusat.
B. Saran
Seluruh tenaga penolong persalinan (bidan, dokter) diharapkan dapat melakukan Manajemen Aktif kala III pada setiap asuhan poersalinan normal sebagai upaya percepatran penurunan angka kemnatian ibu di Indonesia. Dalam melaksanakan Manajemen Aktif kala III bidan harus memperhatikan setiap tindakan agar tidak terjadi kekeliruan ataupun kesalahan yang dapat membahayakan keselamatan ibu. Setiap tindakan juga harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku sehingga perdarahan postpartum dapat dikurangi. Pemeriksaan plasenta juga perlu dilakukan diantaranya dengan memeriksa selaput ketuban, bagian plasenta, dan tali pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2010. Buku Acuan Persalinan Normal. DepKes RI. Jakarta.