Academia.eduAcademia.edu

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED

Abstrak :Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran berbasis masalah open-ended (PBMO) bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Disain penelitian ini adalah disain eksperimen yang dinamakan delayed counter balanced design. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen memperoleh PBMO dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kreatif. Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri Kota Bandar Lampung dengan subjek sampel adalah siswa kelas VIII sebanyak dua kelas dari masing-masing sekolah peringkat tinggi (SMPN 4) dan sekolah peringkat sedang (SMPN 12) yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulam bahwa terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti pembelajaran pada kedua kelompok sampel.

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH OPEN-ENDED Sri Hastuti Noer Abstrak :Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran berbasis masalah open-ended (PBMO) bila dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Disain penelitian ini adalah disain eksperimen yang dinamakan delayed counter balanced design. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen memperoleh PBMO dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan berpikir kreatif. Populasi penelitian adalah siswa SMP Negeri Kota Bandar Lampung dengan subjek sampel adalah siswa kelas VIII sebanyak dua kelas dari masing-masing sekolah peringkat tinggi (SMPN 4) dan sekolah peringkat sedang (SMPN 12) yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulam bahwa terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti pembelajaran pada kedua kelompok sampel. Kata Kunci : PBM berbasis Open-ended, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Menurut Noer (2009) pembelajaran peserta didik agar kelak mampu memenuhi matematika di SMP kota Bandar Lampung kebutuhan pribadinya, secara umum terbiasa dengan urutan langkah- masyarakat dan bangsa. serta kebutuhan langkah pembelajaran sebagai berikut : (1) Dari kenyataan yang ditemukan di diajarkan teori/definisi/teorema; (2) diberikan lapangan, maka harus ada upaya memperbaiki contoh-contoh; (3) diberikan latihan soal. proses pembelajaran. Salah satu upaya yang Dengan kondisi yang demikian, kemampuan dapat dilakukan adalah melakukan inovasi kreatif siswa kurang berkembang. Padahal dalam pembelajaran. Ausubel seperti dirujuk sebagai negara berkembang, Indonesia sangat oleh Ruseffendi (1991) juga menyarankan membutuhkan tenaga-tenaga kreatif yang sebaiknya dalam pembelajaran digunakan mampu sumbangan yang pendekatan perkembangan ilmu pemecahan masalah, inquiri, dan metode demi belajar memberikan bermakna bagi pengetahuan dan kesejahteraan bangsa ini. teknologi Oleh karena itu yang yang kemampuan mengunakan dapat berpikir metode menumbuhkan kreatif dan kritis. sepatutnya pendidikan yang diselenggarakan Dengan adanya perbaikan metode dan cara tertuju menyajikan materi pelajaran, diharapkan pada pengembangan kreativitas Dosen Pendidikan Matematika Universitas Lampung JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 5. NO.1. JANUARI 2011 kemampuan berpikir kreatif dan kritis siswa mereka, dapat ditingkatkan. digunakan sebagai pemandu dalam studi Sebuah model pembelajaran yang (4) yang adalah diaplikasikan Berbasis Masalah dieksplorasi dan individual, (5) Keterampilan dan pengetahuan didasari oleh pandangan konstruktivisme Pembelajaran Masalah diperoleh dalam dalam studi individual masalah untuk (PBM). Pembelajaran ini memberikan suatu mengevaluasi efektifitas pembelajaran dan lingkungan pembelajaran dengan masalah menguatkan pembelajaran. yang menjadi basisnya, artinya pembelajaran dimulai dengan dipecahkan. masalah yang Masalah sedemikian hingga Pada PBM, masalah merupakan alat harus pembelajaran yang utama. Silver (1997) dimunculkan mengemukakan bahwa pengajuan masalah perlu matematika merupakan suatu aktivitas yang mengumpulkan terdiri dari proses mengembangkan masalah informasi yang diperlukan, mengevaluasi yang baru oleh siswa berdasarkan situasi yang alternatif mempresentasikan ada dan proses memformulasikan kembali solusinya. Ketika siswa mengembangkan masalah matematika dengan kata-kata siswa suatu metode untuk mengkonstruksi suatu sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. prosedur, mengintegrasikan Dengan demikian siswa mengajukan masalah pengetahuan konsep dengan keterampilan mengacu pada situasi yang telah disiapkan yang dimilikinya. Kegiatan ini menjadikan oleh guru. menginterpretasi siswa masalah, solusi, dan mereka siswa terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian lima strategi dalam dan memanipulasi masalah, yang mencerminkan akhirnya meneliti hasilnya. Dengan demikian asumsi yang berbeda-beda tentang apa yang akan timbul kepuasan intelektual, potensial dipelajari intelektual siswa meningkat, dan siswa terjadi (Savery dan Duffy, 1996): (1) masalah belajar sebagai penuntun, (2) masalah sebagai suatu tentang menganalisisnya Terdapat bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan. atau bagaimana pembelajaran contoh, (3) masalah sebagai suatu integrator Format PBM didasarkan pada langkah atau tes, (4) masalah sebagai wahana proses, yang disarankan oleh Barrow & Tamblyn (5) masalah sebagai stimulus untuk aktifitas (1980) yakni: (1) Masalah diberikan di awal otentik. pembelajaran, (2) Situasi masalah disajikan Bila dilihat dari strukturnya, menurut kepada siswa dengan cara yang sama tetapi Matlin (2003) masalah dapat dibedakan nantinya harus disajikan dengan cara yang menjadi dua macam, yakni: 1) masalah yang nyata, (3) Siswa bekerja dengan masalah terdefinisi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan problem), 2) masalah yang tidak terdefinisi 105 dengan baik (well-defined Noer, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dengan baik (ill-defined problem). Foshay (flexibility), (3) Keterperincian (elaboration), dan Kirkley (2003) membagi masalah dalam (4) Kepekaan (sensitivity), (5) Keaslian 3 bentuk yaitu: 1) yang terstruktur dengan (Originality). baik (well-structured), 2) yang sedang-sedang Dalam penelitian ini masalah yang saja (moderately-stuctured), 3) yang tidak dikaji terstruktur atau tidak lengkap (ill-stuctured). berpikir Pada pembelajaran berbasis masalah, adalah: (1) kreatif Apakah siswa yang kemampuan mengikuti pembelajaran berbasis masalah open-ended siswa dihadapkan pada masalah-masalah ill- lebih structured, open-ended, dan pembelajaran konvensional?, (2) Seberapa kontekstual (Fogartty, Beberapa jauh pembelajaran berbasis masalah open- karakteristik dari ambigu, 1997). pembelajaran berbasis masalah menurut Savoi & Hughes (1994) tinggi daripada siswa ended dapat meningkatkan mengikuti kemampuan berpikir kreatif siswa? yaitu masalahnya bersifat ill-structured yaitu masalah yang tidak menyediakan informasi yang lengkap untuk mengembangkan solusi. METODE Penelitian ini merupakan suatu Tidak ada satu jawaban yang benar terhadap eksperimen dengan desain Delayed Counter solusi masalah. Oleh karena itu beberapa balanced Design, yang merupakan modifikasi solusi alternatif harus dieksplorasi. dari Counter balanced Design (Noer, 2007). Kreativitas dalam matematika lebih Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pada kemampuan berpikir kreatif. Karena siswa SMP Negeri di Bandar Lampung. secara umum sebagian besar aktivitas yang Sampel ditentukan dengan menggunakan dilakukan seseorang yang belajar matematika teknik stratified purposive random sampling adalah berpikir. Beberapa ahli mengatakan untuk memilih satu sekolah peringkat tinggi bahwa berpikir kreatif dalam matematika dan satu sekolah peringkat sedang. Dari merupakan kombinasi berpikir logis dan kelompok sekolah peringkat tinggi, subyek berpikir divergen yang didasarkan intuisi sampelnya adalah siswa SMP Negeri 4 tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan Bandar Lampung. Dari kelompok sekolah fleksibilitas, kebaruan peringkat sedang, subyek sampelnya adalah (Pehkonen, 1999; Krutetskii, 1976; Silver, siswa SMP Negeri 12 Bandar Lampung. 1997). Selanjutnya dari siswa kelas VIII pada kefasihan dan Dalam penelitian ini secara umum masing-masing sekolah yang mewakili terdapat 5 macam ciri kreatif untuk mengukur peringkat tinggi dan peringkat sedang diambil kemampuan berpikir kreatif yakni aspek (1) 2 kelas yang dinamakan Kelompok 1 dan Kelancaran Kelompok 2. Pemilihan kelas dilakukan (fluency), (2) Keluwesan 106 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 5. NO.1. JANUARI 2011 secara acak. Jumlah siswa yang dilibatkan matematis siswa. dalam penelitian ini sebanyak 132 orang. pengolahan data Setelah hasil tes dilakukan kemampuan tes berpikir kreatif pada tes awal dan tes akhir matematis. diperoleh skor tertinggi, terendah, rata-rata Selanjutnya untuk menganalisis data maka skor, dan simpangan baku pada kelompok dilakukan eksperimen seperti disajikan dalam Tabel 1. Data diperoleh kemampuan berpikir analisis pengujian melalui kreatif terhadap perbedaan data dua dan Berdasarkan data pada Tabel 1, nilai rata-rata tertinggi menggunakan uji-t. maupun nilai terendah dalam kemampuan berpikir kreatif, pada tes akhir lebih tinggi daripada tes awal pada setiap HASIL DAN PEMBAHASAN peringkat sekolah. Perolehan rata-rata skor tes akhir secara keseluruhan juga lebih baik, 1. Hasil Penelitian Dari data yang diperoleh, selanjutnya yakni 70,77 dengan simpangan baku 18,83 beberapa terkait dengan dibandingkan 26,82 pada tes awal dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif simpangan baku 13,79. diuji hipotesis Tabel 1 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-rata Skor, dan Simpangan Baku Tes Kemampuan Berpikir Kreatif pada Kelompok Eksperimen Tes Akhir Tes Awal Peringkat Skor Sekolah maks xmin xmaks x S xmin xmaks x S Tinggi 100 8,33 96,43 69,86 20,71 3,33 52,14 28,91 13,66 Sedang 100 14,57 96 71,67 16,95 1,36 46 24,72 13,91 Total 100 70,77 18,83 26,82 13,79 Setelah dilakukan pengolahan data tertinggi, terendah, rata-rata dan simpangan hasil tes kemampuan berpikir kreatif pada tes baku skor gain. Data selengkapnya disajikan awal dan tes akhir diperoleh skor gain dalam 107 Tabel 2 berikut ini. Noer, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Tabel 2 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-rata Skor, dan Simpangan Baku Gain Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Peringkat Skor Kelompok Eksperimen Sekolah maks xmin xmaks x s xmin xmaks x S Tinggi 1 0 0,93 0,61 0,18 0 0,91 0,48 0,24 Sedang 1 0 0,93 0,65 0,19 0 0,74 0,49 0,17 0,53 0,19 0,49 0,21 Total Kelompok Kontrol Berdasarkan data pada Tabel 2, nilai Selanjutnya untuk mengetahui ada tertinggi siswa kelompok eksperimen dalam atau tidak adanya perbedaan rata-rata kedua kemampuan berpikir kreatif matematis lebih kelompok tinggi daripada kelompok kontrol pada kedua sekolah, dilakukan uji perbedaan rata-rata peringkat sekolah. Perolehan rata-rata gain skor berpikir kreatif matematis berdasarkan kelompok eksperimen secara keseluruhan peringkat sekolah dengan menggunakan uji-t. juga 0,53 dengan Ringkasan hasil uji perbedaan rata-rata simpangan baku 0,19 dibandingkan 0,49 pada sebagaimana yang dimaksud disajikan pada kelompok kontrol dengan simpangan baku Tabel 3 berikut ini. lebih baik, yakni sampel berdasarkan peringkat 0,21. Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji-t Skor Akhir dan Skor Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah Peringkat Skor Akhir Skor Gain Sekolah Perbedaan t Sig. H0 Perbedaan T Sig. Tinggi Rata-rata 69,8657,26 0,65 0,004 Ditolak Rata-rata 0,610,48 4,67 0,03 Ditolak Sedang 71,6760,14 0,49 0,012 Ditolak 0,650,49 5,83 0,01 Ditolak H0 Berdasarkan hasil perhitungan yang sedang untuk kedua model pembelajaran disajikan pada Tabel 3, nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol (sig.) pada pada peringkat sekolah tinggi dan ditolak. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa 108 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 5. NO.1. JANUARI 2011 terdapat perbedaan yang signifikan antara yang mengikuti pembelajarannya skor kemampuan berpikir kreatif matematis konvensional pada masing-masing peringkat siswa maupun pada skor gainnya antara sekolah maupun secara keseluruhan. Akan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tetapi bila skor dibandingkan dengan skor pada peringkat sekolah tinggi dan sedang. maksimum, maka skor yang diperoleh siswa kelompok eksperimen baru sekitar 70 persen dari skor maksimum. Oleh karena itu masih 2. Pembahasan Tes akhir kemampuan berpikir kreatif perlu dilakukan upaya perbaikan dalam matematis siswa yang mengikuti PBMO lebih pengajaran, terutama dalam hal peningkatan baik kemampuan daripada pembelajaran siswa yang konvensional mengikuti pada tiap berpikir kreatif matematis matematik. secara Berdasarkan hasil tes awal dan tes pada akhir siswa diperoleh bahwa skor gain kelompok PBMO rata-rata skor 70,77 dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa peringkat sekolah keseluruhan. siswa Secara yang maupun keseluruhan, mengikuti pembelajaran yang mengikuti PBMO lebih baik daripada konvensional rata-rata skor 58,70 dari skor siswa maksimum 100. konvensional pada tiap peringkat sekolah Berdasarkan simpangan baku, yaitu 18,83 untuk kelompok PBMO dan 20,32 pada kelompok konvensional dapat yang maupun mengikuti secara keseluruhan, pada pembelajaran keseluruhan. Secara kelompok PBMO diketahui bahwa skor kemampuan berpikir diperoleh skor gain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti kreatif matematis siswa sebesar 0,53 dan PBMO lebih mengumpul pada rata-rata bila siswa dibandingkan dengan skor siswa pada konvensional mengikuti pembelajaran rata-rata skor gain sebesar 0,49. Berdasarkan simpangan baku, yaitu pembelajaran konvensional. baik yang Bila dilihat dari perolehan skor siswa, 0,19 untuk kelompok PBMO dan 0,21 pada secara kelompok keseluruhan maupun pada masing-masing peringkat sekolah, kelompok konvensional dapat diketahui bahwa skor kemampuan berpikir kreatif PBMO memperoleh skor yang lebih tinggi matematis siswa yang mengikuti PBMO lebih daripada kelompok kontrol. Hasil pengujian mengumpul pada rata-rata bila dibandingkan hipotesis menunjukkan bahwa perbedaan ini dengan signifikan. Hal ini berarti bahwa siswa yang skor siswa pada pembelajaran konvensional. mengikuti PBMO memberikan perolehan Bila dilihat dari perolehan skor siswa, hasil yang lebih baik dalam kemampuan kelompok PBMO memperoleh skor gain yang berpikir kreatif matematis daripada siswa lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hasil 109 Noer, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis pengujian hipotesis menunjukkan bahwa dengan perbedaan ini signifikan. Hal ini berarti persoalan terbuka, pendekatan ini dapat bahwa PBMO meningkatkan kapasitas matematika siswa memberikan peningkatan hasil yang lebih yang lebih fleksibel yang berkenaan dengan baik dalam kemampuan berpikir kreatif kemampuan kreatif siswa. siswa matematis yang mengikuti daripada siswa penggunaan berbagai macam yang pembelajarannya secara konvensional. Akan KESIMPULAN tetapi bila skor gain ini dibandingkan dengan Berdasarkan hasil dan pembahasan skor gain maksimum, maka skor yang diatas maka dapat disimpulkan sebagai diperoleh siswa kelompok eksperimen berada berikut: pada level sedang. Oleh karena itu masih 1. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang perlu dilakukan upaya perbaikan dalam mengikuti pembelajaran berbasis masalah pengajaran open-ended lebih tinggi daripada siswa Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa secara umum siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional 2. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif mengikuti pembelajaran berbasis masalah matematis open-ended menunjukkan hasil yang lebih berbasis masalah open-ended terkategori baik dalam kemampuan berpikir kreatif peningkatan sedang. siswa pada pembelajaran matematis bila dibandingkan dengan siswa yang belajar secara konvensional. Hal ini DAFTAR PUSTAKA dimungkinkan karena pembelajaran telah berubah dari paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru kepada pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa untuk mengkonstruksi Temuan Hashimoto ini pengetahuannya sesuai (dalam dengan Silver, sendiri. pendapat 1997) yang mengatakan bahwa pembelajaran open-ended memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengemukakan jawaban. Dengan cara demikian, siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M. (1980). Problem-Based Learning: An approach to Medical Education. New York: Springer Foshay, R. dan Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. [Online]. Tersedia: www.plato.com/downloads/paper_04. pdf (14 April 2008) Fogartty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curriculum Models for The Multiple Intelligences Classroom. Australia: Hawker Brownlow Education menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Selain itu 110 JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 5. NO.1. JANUARI 2011 Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in School Children. Chicago: University of Chicago Press. Matlin, M.W. And Geneseo, S. (2003). Cognition (5th Ed). New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Savery, J.R. dan Duffy, T.M. (1996). PBM: An Instructional Model and is Constructivist Framework. In Contructivist Learning Environments: Case Studies in Instructional Design. B.G. Wilson (ed). Englwood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications Noer, S. H. (2007). Pembelajaran OpenEnded untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif (Penelitian Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP N di Bandar Lampung). Tesis Sps UPI: Tidak Diterbitkan Savoi, J. M. & Hughes, A. S., (1994). “Problem-Based Learning As Classroom Solution.” Educational Leadership. Nopember. 54-57 ----------------(2009). Model Bahan Ajar Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif dan Reflektif (K2R). Makalah: Seminar Nasional Pendidikan FKIP Universitas Lampung Silver, E.A. (1997). “Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing”. Tersedia: http://www.fizkarlsruhe.de/fiz/publica tions/zdm/2dm97343.pdf (23 maret 2005) Pehkonen, E. (1992). Using Problem-Field as a Method of Change. Mathematics Education 3(1), 3-6 Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan 111