Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI PADA KPOPERS
THE BUILDING OF SELF-IDENTITY ON KPOPERS
Arif Rahman Hakim(1), Ardhini Mardhiyah(2), Dika Muhammad Irham(3), Nahla Nurkholifah(4),
Zulmi Ramdani(5), Andi Amri(6)
Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung(1,2,3,4,5)
Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila(6)
Email korespondensi: zulmiramdani@uinsgd.ac.id
Abstrak: Identitas diri merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam diri individu dan seringkali
mengalami krisis dalam pembentukannya. Identitas dapat dibentuk dan dipengaruhi oleh budaya yang
melekat dalam diri seseorang, kelompok, atau organisasi. Saat ini, informasi dari berbagai budaya dapat
dengan mudah terserap dan mempengaruhi pembentukan identitas diri. Salah satunya adalah fenomena
“Korean Wave (Hallyu)”, yaitu suatu fenomena dari pesatnya perkembangan budaya Korea. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk melihat bagaimana pembentukan identitas diri individu penggemar
KPOP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Pengambilan
sampel menggunakan teknik purposive sampling, subjek dalam penelitian ini adalah remaja penggemar
KPOP berusia 12-21 tahun, yang memiliki bias atau idola KPOP secara spesifik, pernah membeli
barang-barang yang berkaitan dengan KPOP dan mengikuti perkembangan dunia KPOP. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen wawancara. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pembentukan identitas diri dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial, kelompok
acuan dan tokoh idola. Pembentukan ini didasari oleh aspek eksplorasi terhadap kpop dan komitmen
dari identitasnya sebagai kpopers. Dalam proses pembentukannya seluruh subjek telah mencapai tahap
identifikasi, meski sebelumnya seorang subjek mengalami tahap krisis identitas dan seorang lainnya
mengalami tahap difusi. Hasil menunjukkan motivasi yang menyebabkan perubahan identitasnya
menjadi seorang kpopers dan perubahan motivasi hidup adalah motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian ini, adalah bahwa secara umum seluruh subjek
kpopers telah sampai pada status identitas achievement.
Kata Kunci: pembentukan identitas, identitas diri, kpopers
Abstract : Self-identity is very fundamental in individuals and often experiences crises in its formation.
Identity can be formed and influenced by the culture inherent in a person, group or organization.
Currently, information from various cultures can easily be absorbed and affects the formation of selfidentities. One of them is a phenomenon of the rapid development of Korean culture. The purpose of
this research is to see how the formation of individual KPOP fan identities. This study uses a qualitative
approach which is using phenomenological methods. Sampling using purposive sampling technique,
the subjects in this study were teenage KPOP fans aged 12-21 years, who have biases or KPOP idols
in particular, have bought goods related to KPOP and follow the development of the KPOP world. pop. Data collection techniques in this study using interview instruments. The results showed that the
formation of self-identity was influenced by social environmental factors, reference groups and idol
figures. This formation is on the exploration aspect of kpop and the commitment of its identity as
kpopers. In the process of formation, all subjects have reached the identification stage, although, one
subject experienced an identity crisis stage and another experienced a diffusion stage. The results are
the motivation that causes a change in his identity as a kpopers and changes in life motivation is
intrinsic and extrinsic. The conclusion that in general all kpopers subjects have arrived at an
achievement identity status.
Keywords: identitiy formation, self-identity, kpopers
19
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
PENDAHULUAN
Identitas diri merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam diri individu. Konsep
tersebut mengacu kepada apa yang dimiliki,
diidentifikasi
dan
diposisikan
dalam
lingkungan sosialnya. Erikson berpendapat
bahwa pada masa remaja tujuan utama dari
seluruh perkembangannya adalah pembentukan
identitas diri (Gunarsa, 2009; Saputro, 2017).
Erikson kemudian menjelaskan yang dimaksud
dengan identitas diri adalah identitas yang
menyangkut kualitas “eksistensial” dari subjek,
yang berarti bahwa subjek memiliki suatu gaya
pribadi yang khas. Oleh karena itu, identitas diri
berarti
mempertahankan,
‘suatu
gaya
keindividualitasan diri sendiri’ (Rahman &
Shah, 2015; Rahma, 2013). Menurut Erikson
(Desmita, 2005), umumnya identitas diri
terbentuk setelah individu berhasil melewati
krisis identitas yang dialaminya pada masa
remaja. Seorang remaja yang berhasil
menyelesaikan tugasnya dalam menghadapi
krisis identitas akan terbentuk suatu identitas
diri yang stabil di akhir masa remajanya.
Pembentukan identitas diri ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang berasal dari luar
dirinya atau lingkungan sosialnya (Crossley,
2000; Thoits, 2013). Perkembangan zaman dan
teknologi sangat berpengaruh pada bagaimana
cara seorang remaja melewati masa krisisnya.
Fakta yang terjadi di Indonesia, remaja dapat
mengakses perkembangan teknologi yang ada
seperti internet, alat transportasi, dan alat
komunikasi yang tidak lepas dari kehidupan
sehari-hari.
Teknologi
ini
semakin
memudahkan remaja menemukan figur-figur
percontohan yang dapat mempengaruhi
penetapan standar identitas harapannya.
Novianti (2014) mengungkapkan bahwa
pembentukan identitas tergantung pada
kesempatan, harapan, dan kebebasan yang
dimiliki individu.
Perkembangan teknologi dan kemudahan
penyebaran informasi menjadi sarana yang
sangat baik dalam pengenalan dan pertukaran
budaya antar kelompok bahkan negara.
Keberagaman budaya ini dapat menjadi
referensi bagi remaja untuk mengeksplor dan
mengadopsi
budaya
tersebut
dalam
kehidupannya. Seiring dengan perkembangan
zaman, budaya asing turut masuk ke Indonesia
salah satunya ialah Budaya Korea yang telah
mengalami perkembangan dan meluas secara
global beberapa tahun terakhir. Pesatnya
perkembangan
dari
kebudayaan
ini
memunculkan suatu fenomena baru yang
disebut sebagai “Korean Wave” atau Hallyu.
Korean Wave identik dengan industri hiburan
yang menyajikan Budaya Korea, seperti musik,
drama/film, hingga acara variety show (Oh &
Park, 2012).
Kini Korean Wave lebih dikenal dengan
sebutan KPOP. Keberadaan KPOP ini disambut
baik oleh remaja di Indonesia, sehingga
munculah kelompok penggemar KPOP yang
sering disebut sebagai fandom. Dilansir dari
SINDOnews (Anonim, 2020a) pada tahun
2019, The Fandom for Idols melakukan survei
yang menghasilkan data bahwa penggemar
KPOP di Indonesia didominasi usia 15-35
tahun dan mulai menjadi penggemar genre
musik tersebut pada 2011-2015. Meninjau dari
teori Erikson, usia 15-35 tahun berada dalam
masa remaja hingga dewasa awal dalam
tahapan perkembangan Identity versus Role
Confusion (identitas vs kekacauan identitas)
dan Intimacy versus Isolation (keintiman vs
isolasi) (Crossley, 2000; Thoits, 2013). Erikson
juga mengemukakan bahwa masa remaja
merupakan masa dalam mencari identitas yang
dapat dipengaruhi oleh tokoh idola.
Pencarian identitas diri merupakan suatu
kekhasan perkembangan remaja dalam
mengatasi masa peralihan atau transisi. Remaja
ingin menjadi seorang yang dianggap benar
dalam menghadapi kehidupan ini. Oleh karena
itu, remaja memerlukan keyakinan hidup dan
figur yang benar untuk mengarahkan mereka
dalam bertingkah laku. Hal ini mendasari
pentingnya mengetahui pembentukan identitas
diri pada remaja penggemar KPOP sebagai
individu yang memiliki figur idola.
Selain itu, dilansir dari Antaranews.com
(Anonim, 2020) media sosial twitter mencatat
sebanyak 6,1 miliar cuitan mengenai KPOP
selama satu tahun terakhir, dan Indonesia
menduduki urutan ke-5 sebagai negara dengan
cuitan KPOP tersebut. Sementara itu, tagar
#KpopTwitter menjadi komunitas global dan
terdapat 20 negara yang secara aktif
mencuitkan KPOP pada periode 1 Juli sampai
30 Juni 2020. Hal ini menandakan bahwa
korean wave dapat berpotensi menjadi referensi
yang mudah diadaptasi dalam proses
pembentukan identitas diri individu. Tingginya
minat terhadap KPOP juga terjadi di Indonesia
dan berdampak dalam perubahan gaya hidup
generasi muda Indonesia yang banyak
mengadopsi Budaya Korea, mulai dari
20
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
makanan, bahasa, hingga fashion. Para
penggemar KPOP biasanya juga memiliki rasa
cinta satu arah atau celebrity worship, dimana
rela melakukan apapun demi selebriti idolanya.
Hubungan satu arah ini bisa menyebabkan
penggemar mengalami krisis identitas diri. Di
mana pada masa remaja pembentukan identitas
diri sangat diperlukan demi masa depan
penggemar itu sendiri (Sari, Isworo & Erawati,
2019; Adrian, 2017).
Penelitian lain menemukan adanya
hubungan antara status identitas diri dengan
konformitas sebagai penggemar KPOP
(Haryani & Herwanto, 2015). Konformitas
sendiri merupakan perilaku tertentu yang
dilakukan, dikarenakan orang lain atau
kelompoknya melakukan suatu perilaku atau
tindakan yang sama, maka individu akan
melakukannya meskipun individu tersebut
menyukai atau tidak menyukai apa yang terjadi
(Fitriyani, Widodo & Fauziah, 2013; Haryani &
Herwanto, 2015). Singkatnya, konformitas
adalah perilaku meniru yang dilakukan untuk
menjadi sama dengan kelompoknya. Dalam hal
ini, kelompok yang dimaksud adalah kelompok
penggemar KPOP yang sering dikenal dengan
fandom atau Kpopers.
Berdasarkan hasil studi awal yang
dilakukan pada 14-16 Desember 2020, dengan
responden merupakan 4 orang penggemar
Kpop berusia 19-21 tahun. Responden
diberikan 10 pertanyaan, dan berdasarkan
jawaban yang diperolah, kami mengambil
beberapa poin penting yang mendukung asumsi
penelitian ini. Berdasarkan hasil wawancara,
responden menyatakan bahwa budaya pop
Korea identik dengan budaya kerja keras dan
budaya pop Korea yang pusatnya pada girl
band dan boy band. Menjadi daya tarik kpop
adalah talenta dari para idol dan karya-karya
mereka yang bagus. Tokoh yang menjadi idola
yaitu anggota dari boy group NCT dan member
boy group BTS. Mereka merasa senang sebagai
seorang kpopers, dan turut merasakan apa yang
dirasakan oleh para idolanya. Orang sekitar
memberikan kebebasan dan tidak ada yang
melarang untuk menjadi kpopers. Alasan
membeli barang-barang yang berkaitan dengan
kpop adalah untuk mendukung para idolanya
dan untuk kesenangan semata. Perbedaan
sebelum dan setelah menyukai kpop yang
mereka rasakan adalah pada fashion style dan
dalam motivasi hidup. Sebelum mengenal
kpop, mereka mengidentifikasi bahwa pakaian
yang dikenakan didominasi oleh warna hitam,
genre musik yang adisukai adalah berjenis rock,
merasakan kehidupan yang monoton, dan
murung karena tidak menemukan tempat untuk
menghilangkan stress. Setelah mengenal kpop,
mereka mengungkapkan lebih memiliki
motivasi dan semangat serta lebih membuka
pikiran untuk belajar banyak hal. Kemudian,
mereka merasa nyaman sebagai seorang
kpopers.
Hasil studi awal ini memberikan sedikit
gambaran bahwa menjadi seorang kpopers
telah mempengaruhi perubahan beberapa aspek
dalam kehidupan, misalnya mengenai motivasi,
keterbukaan pikiran dan style yang mereka
tampilkan dalam lingkungan.
Urgensi dari penelitian ini adalah bahwa
identitas diri adalah suatu hal yang sangat
penting dan sebagai salah satu bagian yang
diidentifikasi individu sebagai dirinya. Identitas
diri tercermin dari cara individu menampilkan
dan memposisikan diri di lingkungannya. Jika
proses pembentukan identitas tidak dapat
dilalui dengan baik dan krisis identitas tidak
terselesaikan, individu akan cenderung
kesulitan mengidentifikasi diri dan perannya di
lingkungan yang mengakibatkan berbagai
konflik intrapersonal. Terbentuknya identitas
diri pada masa remaja, akan dapat mengarahkan
tingkah laku dan sikap terhadap lingkungan,
berpengaruh pada unjuk kerja dan dalam
melihat serta menentukan pilihan terhadap
alternatif yang muncul (Rahmawanti, 2014;
Amri, Rahmadhi & Ramdani, 2021).
Pembentukan identitas diri dipengaruhi
berbagai faktor, di antaranya faktor lingkungan,
kelompok acuan dan tokoh idola (Desmita,
2005). Individu akan meniru apa atau siapa
yang menjadi role modelnya, sehingga identitas
diri yang terbentuk akan memiliki kesamaan
dengan role model tersebut.
Menurut Erikson, salah satu faktor yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri
adalah tokoh idola. Hal ini mengindikasikan
adanya ‘peniruan’ atau konformitas dengan
tokoh idola sebagai role modelnya selama masa
pembentukan identitas diri. Selain itu, seorang
Kpopers biasanya memiliki seorang idol group
yang menjadi idola mereka atau biasa disebut
dengan bias. Seperti yang telah diulas
sebelumnya dalam latar belakang, fans kpop di
Indonesia menduduki peringkat ke-5 terbanyak
di dunia dengan rentang usia 15-35 tahun.
Menurut Erikson usia ini berada dalam kategori
remaja dan pada masa remaja inilah terjadi
proses pencarian identitas diri.
21
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
Berdasarkan fenomena ini, peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut terkait identifikasi dan
identitas diri kpopers. Sehingga, kami
mengambil judul “pembentukan identitas diri
pada penggemar KPOP (Kpopers)” dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana
dinamika identitas diri pada kpopers.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan
kualitatif
fenomenologi.
Pendekatan
ini
berusaha
memaknai
pengalaman individu secara keseluruhan
(Ramdani, 2017). Metode ini dipilih
berdasarkan
paradigma
post-positivism
(Setiowati, 2014) yaitu mencoba memperoleh
gambaran yang lebih mendalam, memperoleh
pemahaman yang holistik, memahami makna
dari pengalaman individu dan memandang hasil
penelitian sebagai sesuatu yang bersifat
spekulatif. Berdasarkan metode ini, peneliti
berusaha memperoleh makna dari pengalaman
individu dalam pembentukan identitas dirinya.
Dalam penelitian ini, kami berasumsi
bahwa idol group Korea menjadi role model
dalam pembentukan identitas diri seorang
kpopers. Strategi pengambilan sampel yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling, yaitu teknik sampling yang dilakukan
dengan mencocokan sampel atas kriteria yang
telah ditentukan. Subjek atau sampel penelitian
dipilih berdasarkan kriteria:
Pertama, Remaja (usia 12-21 tahun)
Kedua, Penggemar KPOP
Ketiga, Sudah pernah membeli barang-barang
yang berkaitan dengan KPOP
Keempat, Memiliki bias atau idola KPOP
secara spesifik
Kelima, Mengikuti perkembangan dunia KPOP
Metode pengumpulan data menggunakan
instrumen wawancara. Subjek diberikan
pertanyaan untuk memperoleh data yang
diperlukan. Pertanyaan dipilih berdasarkan
tinjauan teoritis mengenai variable yang diteliti
untuk memperoleh data yang sesuai dengan
tujuan penelitian ini. Proses pengambilan data
menggunakan alat bantu seperti alat tulis dan
perekam suara, alat bantu ini dapat mengalami
perubahan dalam proses pelaksanaannya.
Analisis
data
hasil
wawancara
menggunakan
pendekatan
prosedur
Interpretative Phenomenological Analysis atau
yang dikenal IPA (Iga, 2013; Smith, 2011),
yaitu:
Pertama, Reading and Re-reading: Menuliskan
verbatim dari hasil wawancara dalam bentuk
dokumen.
Kedua, Initial Noting: Memberikan inisial
konten dari hasil wawancara dan memberikan
komentar dari hasil verbatim wawancara
dengan 3 jenis komentar, yaitu:
Komentar deskriptif: menyimpulkan
informasi yang ditangkap dari apa yang
dikatakan subjek.
Komentar bahasa: menganalisis jenis
bahasa
(formal/informal)
yang
digunakan subjek dalam memberikan
jawaban.
Komentar konseptual: mengkaji makna
atau konsep yang sesuai mengenai
jawaban subjek dengan teori yang
menjadi dasar dari penyusunan
pertanyaan.
Ketiga, Developing Emergent Themes:
Mengidentifikasi tema-tema yang muncul dari
jawaban subjek untuk memperoleh poin-poin
penting dan pola-pola hubungan antar komentar
eksploratori yang sebelumnya telah dilakukan.
Keempat, Searching for connection a cross
emergent themes: Pembuatan mapping dari
tema-tema penting yang telah diperoleh
Kelima, Moving the next cases: Pengulangan 4
prosedur sebelumnya pada data hasil
wawancara selanjutnya dari subjek atau kasus
yang berbeda.
Keenam, Looking for patterns across cases:
Mencari kecocokan pola dari keseluruhan kasus
dan menyusun master table dari tema-tema
yang muncul dalam kasus tersebut.
22
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
diri pada individu yang berhasil menggali dan
menguasai sejumlah informasi penting bagi
dirinya, mampu membandingkan dengan rasa
senang (sikap positif), serta berbagai segi
positif-negatifnya masing-masing.
Status
identitas ini mengisyaraktan bahwa identitas
diri telah terbentuk pada individu tersebut.
Kerangka Berpikir
Aspek identitas diri
•Eksplorasi
•Komitmen
Faktor identitas diri
•Lingkungan sosial
•Kelompok acuan
•Tokoh idola
Kpop
Identitas diri Kpopers
Status identitas achievement
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Identitas diri memiliki dua aspek, yaitu
eksplorasi dan komitmen (Crossley, 2000;
Thoits, 2013). Eksplorasi merupakan aktivitas
yang dilakukan untuk mencari informasi atau
alternatif berkaitan dengan masa depan,
sedangkan komitmen merupakan sikap yang
menetap dan setia atas alternatif yang telah
dipilih. Kedua aspek ini muncul dalam
penetapan faktor yang mempengaruhi identitas
diri, yaitu lingkungan sosial, kelompok acuan
dan tokoh idola. Lingkungan sosial merupakan
tempat di mana individu tumbuh dan
berkembang seperti keluarga, tetangga dan
teman sebaya. Kelompok acuan (reference
group) merupakan kelompok yang terbentuk
pada remaja, biasanya berisi anggota kelompok
teman sebaya (peer group). Tokoh idola
merupakan individu yang sangat berarti dan
dikagumi oleh seseorang. Dalam penelitian ini
tokoh idola yang dimaksud adalah idol Korea,
sehingga keberadaan pop korea ini memberikan
referensi terhadap faktor yang mempengaruhi
identitas diri. Identitas diri kpopers adalah
kesadaran individu untuk menempatkan diri
dan memberi arti pada dirinya sebagai
penggemar kpop dalam konteks kehidupan
yang akan datang dan menjadi jati dirinya.
Ketika seorang individu telah menetapkan
identitas dirinya sebagai seorang kpopers
secara utuh, mereka akan sampai pada status
identitas achievement. Status identitas
achievement merupakan terbentuknya identitas
HASIL
Subjek yang terlibat dalam penelitian ini
sebanyak 8 orang. Berdasarkan hasil
wawancara,
terdapat
3
faktor
yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri
yakni lingkungan sosial sebanyak 8 subjek,
kelompok acuan sebanyak 7 subjek, dan tokoh
idola sebanyak 8 subjek.
Lingkungan sosial
“Eu proses yang saya alami sehingga
mengenal kpop tuh eu kaya dulu karna udah
lama ya jadi saya agak lupa juga. Jadi
pokoknya secara ga langsung pas zaman SD
tuh eu kaya saya kaya apasih dikenalin sma
kpop sama kaka saya. Dia juga dia kpopers
juga, jadi sering kaya dulu zamannya TVXQ
trus SUJU trus eu SHINEE yang SNSD, kaya
gitu-gitu kan. Eu nah kakak aku teh jadi sering
ngeituin lagu pop nya trus kalo engga kaya
ngeliatin music videonya, jadi kan secara ga
langsung saya tuh dikenalin kpopnya kaya nih
kaya secara langsung kakak aku the gini, de nih
liat bagus buat eu apasih, lu kaya gini kayanya
bagus gitu kan, udah”. (subjek A N)
“Prosesnya euu banyak langkahnya gitu
selain euu dikasih tau sama temen temen juga
dikasihtau lewat media karenakan media juga
udah memuat laman kpop itu banyak ya
beberapa media khususnya media sosial
gitukan, jadi aku banyak mengenal kpop itu
dari tementemen juga dari beberapa media
sosial gitu”. (subjek D N)
“Jadi awal kenal KPOP tuh gua dulu suka
liat nyokap gua nonton drama Korea nah itu
tuh pemainnya aktornya juga ada yang idol boy
grup idol KPOP, nah terus ee itu lagi zamannya
lagi buming banget super junior sama girl
generation jadi yaa gua tiba-tiba ngikutin aja
gitu”. (subjek F S A)
Kelompok acuan
“Fandom yang aku ikuti itu EXO-L
walaupun aku suka boy group sama gel girl
group lain, Cuma ya fandom yang bener-bener
aku ikutin itu EXO-L. aku gabung EXO-L tuh
karna kan kalo kita suka boy group nih,
pastikan kita suka cari tau tentang mereka gitu
23
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
kan terus kan kaya cari-cari grupnya juga gitu
kan di twitter, di telegram itu banyaksih. Trus
dapat temen juga dari situh, kebanyakan dari
twitter sih”. (subjek N R S)
“Kalau yang pertama secara offlline
akutuh biasanya cerita atau nyebutin apayang
aku suka dari kpop terus ada temen aku yang
nyambar atau misalkan jb jb terus nyeritain
juga dia suka sama grup ini ya akhirnya kita
jadi sefrekuensi dan satu fandom terus kadang
aku ajak temen aku yang udah lama suka sama
grup ini terus dia juga ajak temen nya, jadi
saling mengajak dan akhirnya jadi satu
kelompok terus kalau misalkan euu secara
online nih ya biasanya ada grup khusus
misalkan grup khusus NCT jean gitu ataugakan
atauga ada apaya, kalau ditwitter itu ada base,
base yah base twitter gitu jadi kita suka cari
yang satu fandom atau yang satu frekuensi
sama kita dari situ, kadang aku grup wa nya
juga telegram,terus di Instagram juga ada
beberapa account yang menampung fandom
fandom khusus gitu”. (subjek D N)
Tokoh idola
“Tokoh yang aku idolakan sekarang itu
NCT”. (subjek M Q A)
“Selama menjadi penggemar musik KPOP
sebenernya aku ganti-ganti tokoh idola. Tahun
2012 aku suka sama Shinee, terus pas tahun
2015 aku aku agak melenceng ke k-hiphop dan
suka sama Dean dan BPR live. Terus tahun
2018 sampai sekarang aku idolain NCT. Tapi
keseluruhan, aku suka musik dari artis-artis
agensi SM Entertainment kaya BoA, Super
Junior, Girl’s Generation, Fx, EXO, Red
velvet juga”. (subjek G V)
“Ohhiyasih aku emang meresakan
perubahan dalam hidup semenjak suka sama
Kpop gitu a dulutuh aku jadi kaya sebelum suka
sama kpop tuh ga semangat belajar gitu cuman
pas semenjak aku suka sama Kpop aku jadi
lebih semangat belajarnya soalnya aku ngeliat
idol idol aku semangat gitu dalam menjalani
kariernya gitu ya dulu kaya males malesan
gitu belajar ya memotivasi jugasih
merekatuh”. (subjek N N)
Berdasarkan hasil wawancara, 7 dari 8
subjek melakukan eksplorasi atau mencari
informasi mengenai kpop dan menetapkan
komitmen atas hal itu dengan menyatakan
bahwa ia menyukai kpop terlepas dari
bagaimanapun
pandangan
orang
lain
disekitarnya.
Aspek eksplorasi
“Fandom yang aku ikuti itu EXO-L
walaupun aku suka boy group sama gel girl
group lain, Cuma ya fandom yang bener-bener
aku ikutin itu EXO-L. aku gabung EXO-L tuh
karna kan kalo kita suka boy group nih,
pastikan kita suka cari tau tentang mereka gitu
kan terus kan kaya cari-cari grupnya juga gitu
kan di twitter, di telegram itu banyaksih. Trus
dapat temen juga dari situh, kebanyakan dari
twitter sih”. (subjek N R S)
“Eu ada banyak cara sih. Kalo misalnya
yang fandom kaya ARMY MOA kan nyari
sendiri, nah kalo NCTZEN tuh aya dikenalin
sama teman. Dia nawarin, eh bil mau masuk
apasih grup NCTZEN ga? Seru tau gini gini
gini gini, oh yaudah deh kalo sisanya kan saya
nyari tau sendiri kaya eu di grup di line ada
yang buka grup chat gitu-gitu. Trus kalo ga
dulu saya ngebang eh ngebikin grup sendiri
kan tapi sekarang ahirnya eu gara-gara saya
sering ga muncul jadi grupnya tuh sepi kaya
gitu”. (subjek A N)
“Lumayan aktif sih sejauh ini euu aku
masuk grup chat gitu yang isinya pada suka
Kpop semua gitu buat dapet dapetin info
terbaru dari mereka gitu. Contoh -contoh dari
info terbaru tuh kaya gininih NCT misalnya
ada konten baru mereka buat konten baru gitu
terus aku buruburu ke youtube gitu nonton
konten barunya, atauga kaya misalkan
mereka ngadain konser atauga mereka
diundang ke reality show mana gitu kaya gitu
contoh infoinfo terbaru dari meraka gitu.”
(subjek N N)
Aspek komitmen
“Eu pernah sih negur gitu ke orang yang
ngomong gitunya, tapi engga yang negus
gimana gitu kaya eu yaudah sih lu kan
sukanya ini gue sukanya kpop yaudah sih
masing-masing aja, paling gitu aja sih”.
(subjek N R S)
“Aku sekarang udah ga peduliin
omongan orang lain yang mencemooh
tentang kenapa aku jadi penggemar musik
KPOP karena aku ngerasanya aku nyaman
jadi seperti ini” (subjek G V)
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh 3
tahap pembentukan identitas diri dengan uraian
sebagai berikut:
Tahap identifikasi
Seluruh subjek mengungkapkan bahwa ia
merasa nyaman dengan identitasnya saat ini
sebagai seorang kpopers. Rasa nyaman ini
menunjukan bahwa ia berada dalam tahap
identifikasi.
24
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
“Yap, saya sangat nyaman dengan
identitas diri sebagai seorang kpopers. Karna
apasih menjadi seorang kpopers tuh ga seburuk
yang dibayangkan oleh orang-orang non
kpopers yang sering ngejelek-jelekin kpop kaya
gitu-gitu. Pokonya banyak pelajaran yang bisa
diambil kaya gitu-gitu sih jadi saya nyaman
dengan identitas ini”. (subjek A N)
“Apakah saudara nyaman dengan identitas
diri saudara sebagai Kpopers, banget, nyaman,
nyaman banget gua ga peduli apa kata orang
si, pokonya gua nyaman jadi gue kaya gini
gue jadi Kpopers nyaman banget”. (subjek F S
A)
Namun, terdapat 1 subjek yang mamiliki
identifikasi yang lemah atas identitasnya, hal
ini terlihat dari jawabannya yakni:
“Ada nyamannya, ada engganya sih.
Kalau gak nyaman tuh misalkan ketemu sama
orang baru terus dianya tuh kaya gak suka yang
berbau-bau korea gitu pasti kan dipandangnya
kaya “aduh, anak ini apaan sih” gitu kan,
jadinya tuh kaya agak gak nyaman”. (subjek M
Q A)
Tahap Diffusion
1 dari 8 subjek menunjukan tahap diffusion
sebelum ia mencapai tahap identifikasi, hal ini
terlihat dari jawabannya mengenai konflik yang
muncul ketika ia berusaha menunjukan dirinya
sebagai kpopers dan berdampak pada
terganggunya hubungan interpersonal antara
subjek dengan saudaranya.
“Kalau pengalaman buruksih banyak yaa,
kayak ratarata sih banyak gitu yang suka
ngejek apasih lu ko suka sama Kpop Plastik
tauga? Dan orangorangtuh nganggep yang
kpopers itu fanatik gitu semuanya padahal
gasemua Kpopers itu fanatik dan kitaya emang
ga fanatik banget gitu suka yaudah suka ga
fanatik banget jadi kadang suka sakit hati gitu
dikatain fanatik banget sih lu suka kpop
padahal ya biasa aja terus kadang sama
saudara juga berantem cuman garagara itu
jadi memutus tali silaturahimlah gitusih
pengalaman buruknya” (subjek N N)
Tahapan krisis identitas
1 dari 8 subjek mengalami krisis identitas
sebelum mencapai identifikasi. Ketika ia
mendapat cibiran atas identitasnya sebagai
kpopers, ia merasakan keraguan tentang
pilihannya menyukai kpop.
“Eu kepikiran kaya gitu tuh pas awal-awal
doang sih, kaya misalnya kan ada temen, tibatiba yang bilang lebay gitu, trus kaya
kepikiran hah emang bener ya gue tuh lebay
gitu, tapi udah gitu mah kesini-kesini mah kaya
biasa aja kaya bodo amat gitu”. (subjek N R S)
Motivasi Ekstrinsik
Berdasarkan hasil wawancara, 8 subjek
mengungkapkan
motivasinya
untuk
mengeksplor tentang kpop, mengoleksi
merchandise, bahkan peningkatan kepercayaan
diri yang dipengaruhi oleh kesukaannya
terhadap idola ataupun kpop tersebut. Hal ini
menandakan
bahwa
terdapat
motivasi
ekstrinsik yang menjadi dorongan dalam
bertindak.
“Euu iya saya merasakan perubahan
dalam motivasi hidup setelah jadi kpopers,
soalnya kaya meskipun mereka kaya
keliatannya kaya cuamn joged nyanyi doang,
eu mereka juga manusia biasa yang kaya kalo
misal ada apa-apa tuh nyurah eu apasih kaya
nyurhatin ke fans-fans nya ngobroling kaya
gitu-gitunya. Apalagi kan BTS sampe masuk
itu kan apasih eu pokonya sampe berpidato
gitu kan dan banyak yang bisa diambil dari
kuts dari apasih acara tersebut teh kaya
ngasih motivasi lah istilahnyamah. Kan
ngajarin juga buat eu social serve kali ya eu
kalo buat saya tuh kaya eu anaknya yang
insecure tuh kaya ngebantu banget buat eh lu
jangan kaya gini dong, harus bisa lebih cinta
sama diri sendiri, gimna, kenapa lu susah
banget buat cinta diri sendiri gitu loh kaya
ngajarin buat ga insecure kaya gitu-gitu. Aduh
gimana ya pokonya saya ngerasain perubahan
itu setelah menjadi kpopers”. (subjek A N)
“Perubahan motivasi seperti. euu motivasi
belajar mungkin ya dari dulu emang ada
motivasi belajar didalam diri aku cuman aku
gaterlalu apaya giat didalam nya karena aku
gatau tujuan nya, apa yang akumau, apayang
harus aku capai dulu aku gaada kepikiran sama
sekali kesitu, yang aku tau yaudah belajar buat
pinter aja gitukan tanpa ada maksud kemana
mana gitutah setelah euu aku tau kpop apapun
itu tentang dunia luar tentang apayang ada
diluar ya aku jadi motivasi belajar, menabung,
buat mencari uang bagaimana cari uang
mungkin perubahan motivasinya disitu lebih
giat dan lebih terarah kemana tujuannya
gitu.”(subjek D N)
“Untuk nyenengin diri sendiri juga buat
apresiasi buat diri sendiri juga, karna dengan
ngoleksi merch KPOP ini aku ngerasa aku
bahagia dan pemikiran aku juga karna idolku ini udah bikin aku bahagia jadi aku
berusaha kasih feedback atau timbal balik
buat mereka dengan cara beli merch mereka
25
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
kaya album dan sebagainya. Dengan cara itu
juga bisa bantu mereka buat dapet
penghargaan sehingga mereka juga bakal ikut
bahagia”. (subjek G V)
Motivasi Intrinsik
Selain itu, kami juga menemukan bahwa 6
dari 8 subjek mengoleksi merchandise dengan
dorongan untuk membantu mensukseskan
idolanya
ataupun
untuk
memuaskan
kesenangan pribadi.
“Alesan aku ngoleksi itu, kalo untuk album
itu tuh buat mengapresiasi karya yang mereka
buat. Udah gitu kan buat kesenangan sendiri
juga gitu, kita punya eu merchandise kpop nya
gitu. Eu uda gitu buat kennag-kenangan, ya
kenang-kenagan aja kan saya bebre beberapa
taun kemudian kita pas liat-liat gitu kan kaya
ada perasaan wah ternyata aku tuh pernah
sebucin ini sama mereka, gitu sih kalo aku”.
(subjek N R S)
“Sebenernya sih gaada alasan mendasar
banget buat beli kpop karena mungkin euu
napsu dari diri sendiri untuk membeli barang
yang gaperlu gaperluperlu amat gituya cuman
ngeliat temen temen kaya asik ko ngoleksi
merchandise kaya gitu. terus ya akhir ya aku
beli emang terus emang ada rasa kepuasan
sendiri setelah beli gitu, kadang aku beli
merchandise juga buat nyemangatin diri aku
sendiri misalkan aku udah belajar satu
semester ini dan IPK aku Alhamdulillah bagus
nah akutu mau ngereward diri aku sendiri itu
dengan beli album atau merchandise kpop lain
kaya gitu.” (subjek D N)
“Yang ke lima alasan gua mengoleksi
merchandise KPOP tuh karena gua suka,
karena gua suka yaa makannya gua koleksi,
ngga ada alasan lain sih karena gua suka
aja”. (Subjek F S A)
DISKUSI
Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan mengenai pembentukan identitas diri
pada kpopers. Peneliti menemukan bahwa
identitas diri kpopers terbentuk dari
serangkaian bagian yang saling berkaitan,
berikut uraiannya:
Faktor pembentukan identitas
Faktor lingkungan sosial, di mana remaja
tumbuh dan berkembang seperti keluarga,
tetangga, terutama kelompok teman sebaya.
Faktor ini menjadi kuat karena remaja yang
merupakan masa pembentukan identitas
seringkali
menghabiskan waktunya
di
lingkungan sosial bersama teman sebaya
sebagai kelompok (Sumara, Humaedi &
Santoso, 2017; Sutjiato & Tucunan, 2015).
Melalui penelitian yang dilakukan, kami
menemukan bahwa lingkungan sosial yang
memberikan pengaruh terhadap pembentukan
identitas diri subjek di antaranya adalah kakak,
ibu, guru, dan teman.
Kakak adalah anggota keluarga yang
usianya lebih tua dari subjek, saat itu sang
kakak yang telah lebih dulu mengenal kpop dan
mulai mengenalkan subjek pada hal tersebut.
Cara yang dilakukan kakaknya untuk
mengenalkan kpop kepada subjek cukup
beragam, seorang subjek mengatakan bahwa
sang kakak mengenalkan gaya busana dengan
Korean style dan meminta subjek untuk
menirunya. Sementara itu, yang lainnya
mengungkapkan bahwa kakaknya senang
menonton drama korea dan tertarik dengan
soundtracknya kemudian ia bersama subjek
mencari tahu mengenai lagu-lagu tersebut.
Anggota keluarga lainnya yang turut
mengenalkan subjek pada kpop adalah ibu.
terdapat 2 subjek mengatakan bahwa ibunya
sering menonton drama korea, sehingga ia
mulai tertarik dan ikut nonton bersamanya.
Selain itu, seorang subjek menyampaikan
bahwa ia mengenal kpop karena guru SDnya
adalah seorang kpopers. Ketika ada jeda waktu
belajar, ia akan menonton video-video korea
dari gurunya tersebut. Semakin lama subjek
mulai menyukai kpop dan meminta lagu-lagu
pop korea dari gurunya. Teman sebaya juga
turut mengenalkan subjek pada dunia kpop, ada
3 orang subjek yang mengungkapkan bahwa ia
mengenal kpop karena dikenalkan lagu-lagu
korea, idol group korea, bahkan seorang subjek
tertarik karena melihat temannya yang terlihat
‘seru’ sebagai seorang kpopers.
Faktor kelompok acuan (reference group),
merupakan kelompok yang terbentuk pada
remaja. Umumnya berisi anggota kelompok
teman sebaya (peer group), seperti kelompok
agama atau kelompok dengan hobi yang sama.
Keterlibatan subjek dengan kelompokkelompok ini memperkuat pembentukan
identitas dirinya sebagai kpopers. Dari 8 subjek,
terdapat 7 subjek yang membentuk identitas diri
melalui keterlibatannya dengan kelompok
kpopers tersebut. Kelompok yang disebutkan
oleh subjek diantaranya EXO-L, NCT, dan
kelompok kpopers yang tidak disebutkan secara
spesifik. Kelompok kpopers biasa dikenal
dengan sebutan fandom. EXO-L adalah fandom
26
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
yang berisi oleh orang-orang atau fans dari boy
group korea bernama EXO, sedangkan NCT
adalah nama dari suatu boy group korea.
Bersama kelompok-kelompok ini, subjek
membahas mengenai grup idolanya secara
online maupun offline dan menghabiskan waktu
bermain bersama mereka.
Sejalan dengan hasil yang kami temukan
dalam penelitian ini, kami juga menemukan
artikel yang memiliki keterkaitan. Dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Handayani
(2020) diperoleh hasil bahwa subjek dalam
penelitian ini perubahan-perubahan setelah
menjadi anggota ARMY. Salah satu perubahan
yang dimaksud adalah bahwa subjek
menemukan identitas dirinya setelah bergabung
dengan komunitas tersebut, tetapi mereka juga
sering bolos kuliah untuk menghadiri event
kpop
bersama-sama.
Sehingga
dalam
peenelitian ini terlihat bahwa perubahan yang
terjadi karena faktor kelompok acuan yakni
komunitas ARMY sebagai fans BTS.
Faktor tokoh idola, merupakan seseorang
yang sangat berarti seperti sahabat, guru, kakak,
atau orang yang dikagumi. Keberadaan figur
tokoh sukses yang dilihat remaja juga ikut
memberikan kontribusi yang cukup signifikan
dalam pembentukan identitas diri remaja.
Remaja melihat, menilai, dan menemukan
nilai-nilai yang dianggap baik ada pada figur
tokoh tersebut, selanjutnya diinternalisasi ke
dalam dirinya untuk dijadikan bagian dari
pembentuk identitasnya (Purwato, 2017).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, seluruh
subjek memiliki tokoh idolanya masingmasing. tokoh-tokoh yang diungkapkan subjek
diantaranya, Chanyeol (member grup EXO),
Jungkook (member grup BTS), Haechan
(member grup NCT), Karina (member grup
Aespa), Ji Jin Seok (penyanyi solo), Shannon
William (aktris korea-inggris yang berdomisili
di korea), Boa (penyanyi solo), Winwin dan
Dong Sin Cheng (member grup NCT), group
NCT, EXO, BTS, Stray Kid, Shinee, Super
Junior, Girls Generation, FX dan Red Velvet.
Melalui tokoh idolanya tersebut, sebagian
subjek mengungkapkan bahwa tokoh idolanya
memberikan inspirasi untuk bekerja keras,
belajar mencintai diri sendiri, peningkatan
semangat belajar, dan menarik minat untuk
mengeksplorasi budaya korea.
Aspek pembentuk identitas diri
Terdapat 2 aspek dalam pembentukan
identitas diri yang dikemukakan oleh Marcia
(1933 dalam Rahma, 2013), yaitu aspek
eksplorasi dan komitmen. Berdasarkan hasil
wawancara, seluruh subjek melakukan
eksplorasi atau mencari informasi mengenai
kpop dan menetapkan komitmen atas hal itu
dengan menyatakan bahwa ia menyukai kpop
terlepas dari bagaimanapun pandangan orang
lain disekitarnya.
Aspek eksplorasi (eksploration), merujuk
pada aktivitas yang dilakukan untuk menggali
dan mencari informasi atau alternatif sebanyak
mungkin yang berhubungan dengan masa
depan. Berdasarkan hasil wawancara yang telah
kami lakukan, dapat diketahui bahwa para
subjek melakukan pencarian informasi secara
mandiri terhadap idolanya melalui media sosial
seperti Twitter, Telegram, Line, Youtube, dan
lain sebagainya. Sebanyak 7 dari 8 subjek
menunjukkan adanya aspek eksplorasi ini. Tiga
orang subjek mengatakan bahwa cara mereka
mendapatkan informasi mengenai kpop yaitu
dengan cara mencari tahu grup media sosial
yang khusus berisikan informasi-informasi
terbaru mengenai kpop kemudian mereka
bergabung dalam grup tersebut agar selalu
mendapatkan kabar terkini mengenai dunia
kpop. Sementara itu, subjek lainnya
menyatakan bahwa karena dirinya tertarik
dengan drama korea, fashion dan sering
mendengarkan lagu original soundtracknya, ia
kemudian mencari tahu siapa penyanyipenyanyi dari lagu tersebut dan akhirnya
menyukai kpop.
Aspek komitmen (commitment) merupakan
sikap yang cenderung menetap dan setia
terhadap alternatif yang telah dipilih dan
diyakini sebagai yang paling baik dan berguna
bagi masa depan. Pada hasil penelitian ini,
secara keseluruhan subjek telah menunjukan
adanya komitmen dengan keputusan atas
identitas dirinya sebagai kpopers. Kebanyakan
dari subjek mengungkapkan respon dirinya
terhadap cibiran orang lain adalah dengan
menyatakan bahwa kesukaan setiap orang
berbeda, lebih baik menjalani kehidupan
masing-masing, ia menyukai kpop dengan tidak
merugikan orang lain, menanggapi cibiran
dengan sikap menghargai, yang terpenting
adalah kenyamanan dirinya, dan mencoba
terbiasa dengan alasan bahwa cibiran semacam
itu adalah resiko yang seringkali dihadapi
sebagai kpopers. Komitmen lainnya yang
ditunjukan subjek adalah dengan konsisten
dalam mendengarkan musik korea karena
konsep musiknya yang unik dan beragam, juga
melalui musik tersebut ia merasakan
27
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
peningkatan motivasi dalam kekagumannya
terhadap sang idola.
Tahap pembentukan identitas diri
Identitas diri tidak terbentuk secara instan,
tetapi melalui proses tahapan yang dapat
diidentifikasi melalui ungkapan pengalaman
dari subjek penelitian ini. Berdasarkan hasil
wawancara, kami menemukan bahwa seluruh
subjek telah mencapai tahap identifikasi, 1
diantaranya pernah mengalami tahap diffusion
dan 1 subjek lainnya mengalami tahap krisis
identitas. ketiga tahapan ini dikemukakan oleh
Olson (Julita, 2019).
Tahap identity crisis atau krisis identitas,
tahap ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian
diri dengan perubahan kondisi yang terjadi di
dalam kehidupannya, dan merupakan tahapan
yang normal pada masa remaja. Berdasarkan
hasil wawancara, 1 dari 8 subjek mengalami
krisis identitas sebelum mencapai identifikasi.
Ketika ia mendapat cibiran atas identitasnya
sebagai kpopers, ia merasakan keraguan
tentang pilihannya menyukai kpop. Ia
mempertanyakan
keputusannya
sebagai
kpopers, tetapi hal ini tidak berlangsung lama.
Saat ini subjek telah menetapkan identitasnya
sebagai kpopers dan tidak terlalu menanggapi
cibiran tersebut.
Tahap identity diffusion, merupakan
tahapan yang terjadi terjadi ketika individu
gagal
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya. Olson membedakan Identity
diffusion menjadi 2 bagian yaitu: Acute identity
diffusion yang bersifat sementara tetapi
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam
pembentukan identitas diri, dan Chronic
identity diffusion merupakan ketidakmampuan
individu untuk menyesuaikan diri sehingga
mengganggu perkembangan psikologisnya.
Berdasarkan
hasil
wawancara,
kami
menemukan 1 dari 8 subjek menunjukan tahap
diffusion sebelum ia mencapai tahap
identifikasi, hal ini terlihat dari jawabannya
mengenai konflik yang muncul ketika ia
berusaha menunjukan dirinya sebagai kpopers
dan berdampak pada terganggunya hubungan
interpersonal antara subjek dengan saudaranya.
Memburuknya hubungan antara subjek dan
saudaranya menunjukan adanya kegagalan
ketika subjek berusaha menunjukan identitas
dirinya pada lingkungan. Namun, kegagalan ini
tidak sampai mengganggu perkembangan
psikologis subjek sehingga dapat dikatakan
bahwa difusi yang dialami subjek ada pada
bagian acute identity diffusion.
atau
tahap
Tahap
identification
identifikasi, tahap ini diperjelas oleh Benner
(Sari dkk., 2019) bahwa identifikasi merupakan
sebuah
proses
dimana
individu
mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu,
seseorang, atau institusi dan berpikir, merasa
serta bertingkah laku secara konsisten sesuai
dengan gambaran mental dan model tersebut.
Seluruh subjek mengungkapkan bahwa ia
merasa nyaman dengan identitasnya saat ini
sebagai seorang kpopers. Beberapa subjek
mengemukakan bahwa terkadang ia menerima
ejekan dari lingkungannya, tetapi mereka
memutuskan untuk mengabaikan ejekan
tersebut karena keputusannya telah kuat bahwa
dirinya adalah seorang kpopers. Namun,
terdapat 1 subjek dengan identifikasi yang
lemah atas identitasnya, ia mengungkapkan
bahwa ketika ada yang mengejek atau mencibir
atas keputusannya sebagai kpopers muncul
perasaan yang tidak nyaman atas dirinya. Para
penggemar melihat diri mereka sebagai bagian
dari dunia yang global dan saling berhubungan,
bukan sebagai subkultur tertutup dan terpisahpisah.
Penelitian lainnya oleh Sugiana dan Hafiar
(2018) yang menemukan bahwa anggota
komunitas penggemar musik koes plus
membangun identitas diri dan identitas sosial
yang dipengaruhi komunitas serta sosok grup
musik favorit mereka. Komunikasi anggota
komunitas berlangsung dalam konteks
kebersamaan dan mengembangkan simbolsimbol yang hanya dapat difahami oleh
anggotanya, hal ini bertujuan untuk
melestarikan grup musik idolanya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penemuan kami
berdasarkan hasil wawancara bahwa salah satu
alasan subjek membeli merchandise idolanya
adalah untuk mendukung eksistensinya di
industri hiburan. Artinya, anggota komunitas
penggemar musik ini membangun identitas diri
serta sosialnya mengacu pada interaksi dalam
komunitas tersebut dan sosok idolanya.
Motivasi
Motivasi sering kali disebut sebagai
dorongan atau niat, hal ini karena dengan
motivasi individu melakukan berbagai kegiatan
ataupun berperilaku. Berdasarkan hasil
wawancara, seluruh subjek mendapatkan
motivasi dari kegemarannya yaitu kpop yang
menandakan adanya motivasi ekstrinsik.
Sedangkan 6 diantaranya mengemukakan
28
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
bahwa ada motif-motif yang lebih personal dan
mendasari perilakunya, hal ini menunjukan
adanya motivasi intrinsik.
Sejalan dengan hasil yang kami temukan,
penelitian yang dilakukan dari Ameliawati dan
Setiyani (2018) dan Puspita (2018). Hasil
penelitian mereka menunjukan hasil bahwa
subjek yang fanatik akan BTS memiliki
motivasi ekstrinsik seperti kehadiran BTS
membuat dirinya bahagia dan kuat karena
anggotanya selalu mencotohkan hal yang baik.
Selain itu, terdapat motivasi intrinsik yang ada
dalam diri subjek seperti sering melihat
Youtube, menyanyikan lagu dan aktivitas lain
yang membuatnya tertarik dan senang dengan
melakukan hal yang berkaitan dengan BTS.
Motivasi intrinsik menurut Maulana dkk.
(2015) adalah motif-motif yang aktif atau
berfungsi tanpa perlu diberi rangsangan dari
luar, karena dari dalam diri setiap individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Seluruh subjek mengungkapkan motivasinya
untuk mengeksplor tentang kpop, mengoleksi
merchandise, motivasi dalam kehidupan,
bahkan peningkatan kepercayaan diri yang
dipengaruhi oleh beragam motif, di antaranya
keisengan semata, ingin menjadi sama dengan
kpopers lain, menghargai karya sang idola,
mendapatkan kebahagiaan dari pembelian
merchandise
idolanya
hingga
untuk
memuaskan kesenangan pribadi, bentuk
penyemangat dan penghargaan untuk diri
sendiri.
Jing (2017) menemukan bahwa gambaran
konstruksi identitas dari apresiator musik
populer, terdapat tiga jenis identitas: pertama,
“Kekuasaan — identitas”. kedua, "emosi —
identitas". ketiga, "rasa — identitas". Hasilnya
menunjukan “emosi — identitas” sebagai
pendekatan penelitian yang lebih membumi
untuk mempelajari kelompok pemuda Cina dari
apresiator musik populer. Artinya, apresiasi
yang diberikan oleh penggemar musik populer
didasari oleh emosi yang dimiliki penggemar
tersebut.
Motivasi ekstrinsik merupakan motif-motif
yang aktif atau berfungsi karena adanya
rangsangan dari luar diri individu. Berdasarkan
penelitian, kami juga menemukan bahwa 6 dari
8 subjek mengoleksi merchandise dengan
dorongan untuk membantu mensukseskan
idolanya dan terinspirasi dari perjuangan sang
idola sehingga ia mengalami perubahan dalam
motivasi hidupnya.
Motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik
adalah temuan kami dalam penelitian ini, tetapi
hal ini erat kaitannya dengan aspek eksplorasi.
Melalui hasil penelitian ini kami menemukan
bahwa motivasi intrinsik menjadi dorongan
yang dominan dalam pengambilan keputusan
subjek untuk mengeksplor mengenai kpop dan
mengoleksi
merchandisenya.
Hal
ini
berdasarkan data yang diperoleh bahwa seluruh
subjek mengungkapkan bahwa kesenangan diri
menjadi alasan utama dalam melakukan
eksplorasi.
Ho (2012) menemukan bahwa orang tua di
Korea Selatan memilki harapan untuk
mengamankan masa depan anak-anaknya agar
lebih baik dengan memberikan pelatihan secara
profesional terhadap KPOP. Juga untuk
keuntungan diri mereka sendiri karena dengan
menjadi KPOP dapat menunjukan ukuran
kesuksesan baru dan peningkatan status sosial
serta mencapai validasi global mengenai
identitas
budayanya
dan
memulihkan
kebanggaan negaranya. Artinya, motivasi yang
ditunjukan oleh orang tua di korea selatan
dalam mengarahkan anaknya menjadi idol
untuk
memperoleh
keuntungan
dan
peningkatan status sosial.
Subjek penelitian menunjukan identitas
yang ditunjukan tentang dirinya teelihat dari
penampilan sehari-hari yang berkiblat pada
idolanya. Penelitian ini juga menemukan 7
bentuk diantaranya KPOP menjadi kegiatan
rutin, perubahan dalam diri, terdapat ikatan
emosi terhadap idola, bergabung dalam suatu
komunitas, keinginan untuk memperoleh dan
mengoleksi sesuatu yang berhubungan dengan
idola (KPOP), menunda kebutuhan lain, dan
adanya interaksi sosial dan pribadi. Fanatisme
ini dipengaruhi oleh objeknya langsung yakni
tokoh idola, teman sebaya dan media sosial
yang merupakan lingkungan sosial, dan teman
komunitas.
Berdasarkan uraian hasil sebelumnya, status
identitas diri yang dimiliki oleh keseluruhan
subjek adalah status achievement. Menurut
Hetschko dkk. (2020), identitas achievement
adalah identitas yang terbentuk pada individu
yang berhasil menggali dan menguasai
sejumlah informasi penting bagi dirinya,
mampu membandingkan dengan rasa senang
(sikap positif) berbagai segi positif-negatifnya
masing-masing. Dengan demikian individu
tersebut mampu memilih informasi yang
diambil sebagai komponen pembentuk identitas
dirinya dan menunjukkan kesetian yang kuat
29
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
terhadap pilihannya. Berdasarkan analisis hasil
dan penyesuaian dengan definisi identitas
achievement, secara dominan subjek telah
mampu mengeksplorasi informasi mengenai
kpop sebagai landasan identitas dirinya, ia juga
memperoleh rasa senang dan sebagai kpopers,
serta berkomitmen terhadap keputusannya
dalam mengidentifikasi dirinya sebagai
kpopers.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri
seorang kpopers adalah lingkungan sosial,
kelompok acuan dan tokoh idola. Selain itu,
pembentukan identitas ini didasari oleh aspek
eksplorasi terhadap kpop dan komitmen dari
identitasnya sebagai kpopers. Secara tahapan,
dalam proses pembentukannya seluruh subjek
telah mencapai tahap identifikasi, meski
sebelumnya beberapa subjek mengalami tahap
krisis identitas dan tahap difusi. Hal lain yang
kami temukan dalam penelitian ini adalah
motivasi atau dorongan yang menyebabkan
munculnya perilaku yang berhubungan dengan
kegemarannya atas kpop tersebut, yakni
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Kemudian
merujuk pada status identitas, berdasarkan
uraian sebelumnya maka dapat diketahui bahwa
secara umum subjek telah sampai pada status
identitas achievement.
Adapun saran yang dapat disampaikan
untuk penelitian selanjutnya agar lebih
memperhatikan instrument pengambilan data
untuk memastikan diperolehnya hasil yang
mendalam. Selain itu, alangkah lebih baik jika
subjek yang digunakan berada dalam rentang
usia awal remaja sekitar 12-18 tahunan. Hal ini
bertujuan
untuk
memperoleh
proses
pembentukan identitas yang lebih akurat dan
menghindari informasi penting yang terlewat
karena subjek lupa atas hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, D. (2017). Strategi pimpinan fakultas
ilmu sosial dan ilmu politik Universitas
Tadulako dalam mengkomunikasikan
kebijakan kepada mahasiswa. Sociae
Polites: Majalah Ilmiah Sosial Politik,
18(01), 57–67.
Ameliawati, M., & Setiyani, R. (2018). The
influence of financial attitude, financial
socialization, and financial experience to
financial management behavior with
financial literacy as the mediation
variable. KnE Social Sciences, 3(10),
811–832.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.3174
Amri, A., Rahmadhi, & Ramdani, Z. (2021).
Effect of organization commitment, work
motivation, and work discipline on
employee performance (Case study : Pt.
pln (persero) p3b Sumatera upt Padang).
International Journal of Educational
Management and Innovation, 2(1), 88–
99.
https://doi.org/10.12928/ijemi.v2i1.3183
Anonim. (2020a). Pasar besar budaya K-Pop
di
Indonesia.
SINDOnews.
https://today.line.me/id/v2/article/a35y2
p
Anonim. (2020b). Penggemar K-Pop Indonesia
lima besar terbanyak versi Twitter.
Antaranews.
https://www.antaranews.com/berita/1740
553/penggemar-k-pop-indonesia-limabesar-terbanyak-versi-twitter
Aulia Rahma, F. (2013). Hubungan antara
pembentukan identitas diri dengan
perilaku
konsumtif
pembelian
merchandise pada remaja. Character,
01(3),
1–6.
https://doi.org/10.2106/JBJS.H.01009
Crossley, M. L. (2000). narrative psyc trauma
and study of self identity. In Theory &
Psychology (Vol. 10, Issue 4, pp. 527–
546).
Desmita. (2005). Psikologi perkembangan.
Rosdakarya.
Fitriyani, N., Widodo, P. B., & Fauziah, N.
(2013). Hubungan antara konformitas
dengan perilaku konsumtif
pada
mahasiswa di Genuk Indah Semarang.
Jurnal Psikologi Undip, 12(1), 1–14.
https://doi.org/10.14710/jpu.12.1.1-14
Gunarsa, S. D. (2009). Psikolog perkembangan
anak dan remaja. Gunung Mulia.
Handayani, M. C. (2020). Konformitas remaja
penggemar bangtan boys pada komunitas
ARMY di Kediri. IAIN Kediri.
Haryani, I., & Herwanto, J. (2015). Hubungan
konformitas dan kontrol diri dengan
30
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
perilaku konsumtif terhadap produk
kosmetik pada mahasiswi. Jurnal
Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
11(1), 5–11. I Haryani, J Herwanto Jurnal Psikologi, 2016 - ejournal.uinsuska.ac.id
Hetschko, C., Schöb, R., & Wolf, T. (2020).
Income support, employment transitions
and well-being. Labour Economics,
66(June
2019),
101887.
https://doi.org/10.1016/j.labeco.2020.10
1887
Ho, S. L. (2012). Fuel for South Korea’s
“global dreams factory”: The desires of
parents whose children dream of
becoming K-pop stars. Korea Observer,
43(3), 471–502.
Iga, M. (2013). Understanding the research
methodology
of
interpretative
phenomenological analysis.
British
Journal of Midwifery, 6(2), 169–192.
Jing, W. (2017). A Research on the influence of
contemporary popular music upon
youths’ self-identity. Advances in
Language and Literary Studies, 8(5), 12.
https://doi.org/10.7575/aiac.alls.v.8n.5p.
12
Julita, N. (2019). Hubungan antara
konformitas dengan status identitas diri
pada penggemar kpop.
Maulana, F. H., Hamid, D., & Mayoan, Y.
(2015). Pengaruh motivasi intrinsik,
motivasi ekstrinsik dan komitmen
organsasi terhadap kinerja karyawan pada
bank btn kantor cabang Malang. Jurnal
Administrasi Bisnis, 22(1), 1–8.
Novianti, E. (2014). Manajemen asuhan
keperawatan potensial pembentukan
identitas diri remaja dengan pendekatan
model health promotion di kelurahan
Katulampa Bogor Timur. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari, 1(1), 17–
34.
Oh, I., & Park, G. S. (2012). From B2C to B2B:
Selling Korean pop music in the age of
new social media. Korea Observer, 43(3),
365–397.
Purwato. (2017). Manajemen sumber daya
manusia. Rajawali Pers.
Puspita, A. A. (2018). Gambaran motivasi
pada army untuk menjadi fans fanatik
bangtan boys (bts) di kota Bandung. UIN
Sunan Gunung Djati.
Rahman, Z. A., & Shah, I. M. (2015).
Measuring Islamic Spiritual Intelligence.
Procedia Economics and Finance,
31(15),
134–139.
https://doi.org/10.1016/s22125671(15)01140-5
Rahmawanti, N. P. (2014). Pengaruh
lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan (Studi pada karyawan kantor
pelayanan pajak Pratama Malang Utara).
Jurnal Administrasi Bisnis, 8(2).
Ramdani, Z. (2017). Forgiving is not only
forgetting (phenomenological study on
forgiveness
in
individual
who
experiences a friendship conflict).
IJASOS- International E-Journal of
Advances in Social Sciences, III(9), 829–
839.
Saputro, Z. khamim. (2017). Memahami ciri
dan tugas perkembangan masa remaja.
Jurnal Aplikasi Ilmu Ilmu Agama,
Volume 17(No 1), 25–32.
Sari, V. F., Isworo, A., & Erawati, E. (2019).
Hubungan celebrity worship dengan
identitas diri remaja penggemar k-pop.
Jurnal Keperawatan Mersi, VIII, 28–31.
Setiowati, E. (2014). Memahami kriteria
kualitas penelitian:Aplikasi pemikiran
penelitian kualitatif maupun kuantitatif.
Journal
of
Vocational
Program
University of Indonesia, 2(2), 3–10.
Smith, J. A. (2011). Evaluating the contribution
of
interpretative phenomenological
analysis. Health Psychology Review,
5(1),
9–27.
https://doi.org/10.1080/17437199.2010.5
10659
Sugiana, D., & Hafiar, H. (2018). Construction
of self-identity and social identity of
“Koes Plus” Music Fans. MIMBAR :
Jurnal Sosial Dan Pembangunan, 34(1),
176–184.
https://doi.org/10.29313/mimbar.v34i1.3
321
Sumara, D., Humaedi, S., & Santoso, M. B.
(2017).
Kenakalan
remaja
dan
penanganannya. Prosiding Penelitian
31
Motiva : Jurnal Psikologi
2021, Vol 4, No 1, 19-32
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
4(2).
https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.1439
3
Sutjiato, M., & Tucunan, G. D. K. a a T. (2015).
Hubungan faktor internal dan eksternal
dengan tingkat stress pada mahasiswa
fakultas kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado. Jikmu, 5(1), 30–42.
Thoits, P. A. (2013). Self, identity, stress, and
mental health. In Handbook of the
Sociology of Mental Health, Second
Edition
(pp.
357–377).
https://doi.org/10.1007/978-94-0074276-5
32