Waktu Optimum Fermentasi Limbah Pulp Kakao (Theobroma Cacao L.) MENGGUNAKAN KULIT BAKAU (Sonneratia SP.) Dalam Produksi Bioetanol

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

WAKTU OPTIMUM FERMENTASI LIMBAH PULP KAKAO (Theobroma cacao L.

)
MENGGUNAKAN KULIT BAKAU (Sonneratia sp.)
DALAM PRODUKSI BIOETANOL

Putu Kristiani K1), La Ode Sabarudin2), Rima Melati3), Haeruddin4)


1,2,4
Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo, Kendari.
Email: putukristiani_k@yahoo.com.au: sabarudinlaode@yahoo.com: rimamelati_imma@yahoo.co.id

Abstract

Bioethanol is ethanol that produce by glucose fermentation (sugar) that continuo by distillation
process. The one matter that can be use as basic materials of bioethanol that is liquid waste of pulp
cocoa that coming from waste cocoa plantage the one composer component of pulp liquid is sugar as
8-13 %. With the sugar component, so the pulp liquid as economical it can be use as the basic
material the making of bioethanol by fermentation process. This research aim to produce bioethanol
from the liquid waste of cocoa pulp. (Theobroma cocoa L) by using mangrove skin (sonneratia sp.).
As the pure inhibitor formation of acetic acid by the fermentation further become ethanol. The
mangrove skin play role to accelerate the fermentation process to produce ethanol. It also can
hamper (inhibitor) the fermentation process continuing became acetic acid. The data analysis in
this research use complete random plane with the time variable fermentation and repetition is done
as may as 3 time. The result of the research show that the optimum time of fermentation it is in the 12
day, by 7,5 gram mangrove skin powder, pH 5 and the fermentation temperature 25-30 0C (ROOM
TEMPERATURE) it gets level of alcohol 7,69 %.

Keywords: bioethanol, fermentation, cocoa pulp, mangrove skin.

1. PENDAHULUAN (2009), pada tahun 1999 produksi bahan bakar


etanol mencapai 4.972 juta galon (setara
Kebutuhan akan energi yang dapat
18.819 juta liter), dan pada tahun 2008
diperbaharui serta energi yang bersih telah
meningkat menjadi 17.524 juta galon (setara
ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah
66.328 juta liter). Namun, biaya produksi
Indonesia, dimana ditetapkan bahwa 5% dari
bioetanol sebagai sumber energi masih relatif
konsumsi energi nasional harus merupakan
tinggi dibandingkan dengan biaya produksi
sumber energi baru (PP RI. 2006). Salah satu
bahan bakar minyak. Saat ini, biaya produksi
sumber energi alternatif adalah biofuel.
bioetanol dari selulosa diperkirakan antara
Biofuel merupakan bahan bakar cair hasil dari
USD 1,15 dan USD 1,43 per galon atau per
pengolahan tumbuhan, dan yang paling banyak
3,785 liter (DiPardo. 2000). Namun, dengan
digunakan adalah bioetanol.
meningkatnya harga minyak bumi yang cukup
Bioetanol adalah etanol yang
tinggi akhir-akhir ini diharapkan bioetanol
dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang
dapat semakin bersaing dengan bahan bakar
dilanjutkan dengan proses destilasi. Bioetanol
minyak.
umumnya terbuat dari tanaman bergula
semisal tebu, sorgum manis, dan bit. Bisa pula
Penggunaan bioetanol sebagai bahan
dibuat dari tanam-tanaman berpati seperti
bakar meningkat karena cadangan minyak
singkong, ubi, sagu, jagung dan sorgum.
bumi yang makin menipis, harga minyak bumi
Padahal tanaman ini mempunyai nilai guna
yang cenderung meningkat, berlakunya
lain sebagai bahan pangan. Harga bahan
peraturan reduksi emisi gas rumah kaca,dan
pangan ini di pasaran terus merambat naik
kebijakan penghapusan methyl tertiarybuthyl
seiring tingginya minat pabrik dan produsen
ether (MTBE), serta adanya kecenderungan
Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk mengolah
beralihnya konsumsi pada sumber energi
bahan tersebut menjadi bioetanol (Fauzi R.A
ramah lingkungan dan terbarukan (Hermiati et
et al.2012).
al. 2010).
Penggunaan bioetanol sebagai bahan
bakar terus berkembang. Menurut Licht
Sulawesi tenggara merupakan salah kulit batang Sonneratia sp. pada fermentasi
satu provinsi di Indonesia dimana dengan nira aren terlihat bahwa etanol yang diperoleh
lokasi produksi kakao terbanyak yang dari fermentasi tanpa penambahan serbuk kulit
menempati urutan kedua setelah Sulawesi kayu Sonneratia sp. secara keseluruhan
tengah dengan luas panen pada tahun 2010 menurun dengan bertambahnya waktu
sebesar 240.174 Ha (Tazkiyah. fermentasi, sedangkan fermentasi dengan
2012).Kabupaten Konawe Selatan dan Kolaka penambahan serbuk kulit kayu Sonneratia sp.
di Sulawesi tenggara merupakan daerah terjadi peningkatan dari hari pertama sampai
perkebunan yang cukup potensial. Kakao hari kelima, dan setelah itu turun perlahan-
merupakan salah satu komoditi andalan lahan. Penggunaan kulit bakau ini selain dapat
nasional di Sulawesi tenggara sebagai mempercepat proses fermentasi menghasilkan
penghasil devisa non-migas. Di samping itu etanol, juga dapat menghambat (inhibitor)
kakao juga digunakan sebagai bahan baku proses fermentasi lebih lanjut etanol menjadi
industri makanan, industri obat-obatan, dan asam asetat.
industri kosmetik (Agussalim.2012). Berdasarkan uraian di atas, dengan
Pemanfaatan tanaman kakao saat ini melihat potensi Sulawesi tenggara sebagai
masih terbatas pada biji dan kulit kakao, provinsi dengan berbagai gugusan pulau,
sedangkan bagian lainnya yaitu pulp kakao dimana keberadaan bahan baku seperti kakao
belum banyak dimanfaatkan. Chahyaditha dan kulit bakau sangat banyak tersedia dan
(2011),dalam laporan penelitiannya belum dimanfaatkan secara optimal, maka
mengatakan bahwa 68,5 % dari berat buah penelitian ini menjadi sangat potensial untuk
kakao segar terbuang menjadi limbah. menghasilkan bioetanol dari fermentasi limbah
Pada dasarnya buah kakao terdiri atas pulp kakao dengan menggunakan kulit bakau
4 bagian yakni: kulit, placenta, pulp, dan biji. sebagai penghambat pembentukan asam asetat
Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang dari proses fermentasi lebih lanjut.
diselubungi oleh pulp dan placenta (Rohan,
1963). Pulp merupakan jaringan halus yang 2. METODE
berlendir yang membungkus biji kakao,
keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari Bahan dan peralatan
80-90% air dan 8-14% gula sangat baik untuk Bahan yang digunakan adalah etanol,
pertumbuhan mikroorganisme yang berperan aquades, kulit kayu bakau (Sonneratia sp.),
dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977). cairan pulp kakao, ragi tape, dan aluminium
Salah satu bahan yang dapat foil. Peralatan yang digunakan antara lain:
digunakan sebagai bahan baku bioetanol gelas kimia 600 mL, alkoholmeter, corong
adalah cairan pulp kakao (Theobroma cacao kaca, spatula, pengaduk, timbangan analitik,
L). Cairan pulp mempunyai kandungan gula magnetic stirrer dan seperangkat alat destilasi.
yang cukup tinggi. Cairan pulpmerupakan
hasil samping dari fermentasi biji kakao yang Prosedur
kemudian dibuang, biasanya cairan pulp kakao Kulit bakau dari jenis bakau
dibuang ke sungai sehingga dapat (Sonneratia sp.) dikeringkan dan dihaluskan.
mengakibatkan terjadinya pencemaran Selanjutnya dilakukan pengambilan cairan
lingkungan. pulp kakao (Theobroma cacao L.) dengan cara
Limbah cairan pulp kakao merupakan sebagai buah kakao yang telah dipanen
salah satu bahan baku yang dapat di proses dikupas dan dipisahkan kulit dengan isinya
lebih lanjut sebagai sumber energi alternatif (daging buah). Daging buah berupa biji,
yaitu bioetanol. Ketersediaan yang cukup plasenta dan pulp kakao dimasukkan ke dalam
melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan karung nilon bersih kemudian diperam
pangan sehingga penggunaannya sebagai beberapa saat. Cairan yang keluar selama
sumber energi tidak mengganggu pasokan proses pemeraman ditampung pada wadah
bahan pangan. jerigen dengan kondisi suhu 5 C.
Kulit bakau telah dikenal mampu Penampungan cairan pulp tersebut
meningkatkan kadar etanol pada fermentasi berlangsung selama 6 (enam) jam.
dan dapat pula menghambat pembentukan Starter dibuat sebagai media
asam asetat. Firdaus (2003), dalam pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae.
penelitiannya terhadap penambahan serbuk Sebanyak 1,5 gram ragi tape ditambahkan
dengan 50 mL cairan pulp kakao untuk setiap setiap 24 jam dilakukan pengujian kadar
wadah, kemudian dihomogenkan terlebih etanol yang diawali dengan proses destilasi.
dahulu dengan magnetic stirrer sambil Selama 14 hari fermentasi akan diperoleh
dipanaskan diatas penangas pada suhu70 waktu (lama) optimum fermentasi dengan
kadar alkohol tertinggi.
C selama 15 menit. Selanjutnya starter Variabel yang diamati dalam
didiamkan selama 24 jam dalam kondisi aerob. penelitian ini adalah kadar alkohol dalam
Setelah 24 jam starter siap diinokulasikan pada sampel dengan melihat kondisi optimum
media fermentasi. fermentasi. Data penelitian ini dianalisis
Starter yang telah dibuat ditambahkan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan 500 mL cairan pulp kakao dalam (RAL).
keadaan aseptis dan proses selanjutnya adalah
melakukan fermentasi substrat yang telah
diinokulasi dengan starter dan ditambahkan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan 7,5 gram serbuk kulit bakau. Proses
fermentasi dilakukan di dalam ruangan khusus Hasil dari pelaksanaan penelitian ini
dan dalam keadaan anaerob yang dapat dilihat dengan diperolehnya Alkohol
suhunya diatur agar tetap memenuhi dari fermentasi cairan pulp kakao pada variasi
persyaratan optimal pertumbuhan dari waktu fermentasi. Ketercapaian target luaran
Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi program dapat dilihat pada Tabel 1.
dilaksanakan selama14 hari (336 jam) dan

Tabel 1. Persentase Alkohol dalam sampel pada variasi waktu fermentasi

Hari Ulangan Volume Volume % Volume % Rata-rata


Sampel Destilat Alkohol Alkohol Alkohol % Alkohol
(mL) (mL) dalam (mL) dalam dalam
destilat sampel sampel
1 U1 550 56 17% 9,52 1,73% 1,69%
U2 550 59 20% 11,8 2,15%
U3 550 50 13% 6,5 1,18%
2 U1 550 60 16% 9,6 1,75% 1,92%
U2 550 54 20% 10,8 1,96%
U3 550 63 18% 11,34 2,06%
3 U1 550 57 15% 8,55 1,55% 2,04%
U2 550 50 28% 14 2,55%
U3 550 53 21% 11,13 2,02%
4 U1 550 58 24% 13,92 2,53% 2,47%
U2 550 60 20% 12 2,18%
U3 550 55 27% 14,85 2,70%
5 U1 550 65 24% 15,6 2,84% 3,01%
U2 550 58 30% 17,4 3,16%
U3 550 62 27% 16,74 3,04%
6 U1 550 67 25% 16,75 3,05% 3,69%
U2 550 70 37% 25,9 4,71%
U3 550 63 29% 18,27 3,32%
7 U1 550 60 29% 17,4 3,16% 3,84%
U2 550 58 36% 20,88 3,80%
U3 550 76 33% 25,08 4,56%
8 U1 550 50 40% 20 3,64% 4,22%
U2 550 93 27% 25,11 4,57%
U3 550 98 25% 24,5 4,45%
9 U1 550 72 29% 20,88 3,80% 4,36%
U2 550 87 30% 26,1 4,75%
U3 550 96 26% 24,96 4,54%
10 U1 550 64 35% 22,4 4,07% 4,41%
U2 550 78 28% 21,84 3,97%
U3 550 95 30% 28,5 5,18%
11 U1 550 83 30% 24,9 4,53% 4,68%
U2 550 85 29% 24,65 4,48%
U3 550 120 23% 27,6 5,02%
12 U1 550 82 35% 28,7 5,22% 4,85%
U2 550 95 31% 29,45 5,35%
U3 550 115 19% 21,85 3,97%
13 U1 550 85 27% 22,95 4,17% 4,56%
U2 550 105 25% 26,25 4,77%
U3 550 130 20% 26 4,73%
14 U1 550 80 26% 20,8 3,78% 4,49%
U2 550 90 30% 27 4,91%
U3 550 125 21% 26,25 4,77%
Ket: U1 = ulangan 1, U2= ulangan 2, U3 = ulangan 3

Tabel 1 menunjukkan data persentase


alkohol yang dihasilkan pada proses
fermentasi 500 mL cairan pulp kakao (sampel)
dengan 7,5 gram serbuk kulit bakau pada lama
fermentasi 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari,
6 hari, 7 hari, 8 hari, 9 hari, 10 hari, 11 hari, 12
hari, 13 hari, dan 14 hari. Hubungan waktu
fermentasi dengan kadar alkohol dalam sampel
dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 diperoleh
waktu optimum fermentasi yaitu pada hari ke
12 dengan persentase alkohol 4,85%, semakin
lama variabel waktu fermentasi secara
keseluruhan kadar etanol (% v/v) yang
terkandung juga semakin besar, akan tetapi
pada variabel waktu fermentasi 13 sampai 14
hari cenderung konstan. Hal ini sesuai pada
Fauzi, R. A., (2012) kadar etanol (% v/v) dapat Gambar 1. Hubungan Antara Waktu
dijelaskan bahwa pada saat 12 hari mikroba Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol
(Saccharomyces cerevisiae) memiliki aktivitas Hasil Fermentasi Cairan Limbah Pulp
paling besar atau berada pada logarithmic Kakao Menggunakan Kulit Bakau
phase.
Logarithmic phase merupakan fase
untuk pembentukan produk etanol yang
terbesar. Kemudian setelah 12 hari mikroba
akan mengalami exponential phase dan misalnya ester.
stationary phase, dimana jumlah mikroba yang Fermentasi alkohol merupakan suatu
tumbuh semakin melambat kemudian diikuti reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil
dengan fenomena jumlah mikroba yang mati alkohol) dan karbondioksida fermentasi ini
dan hidup hampir sama sehingga tidak ada berlangsung dalam keadaan anaerob.
penambahan jumlah mikroba yang akan Organisme yang berperan yaitu
mengubah substrat menjadi etanol sehingga Saccharomyces cerevisiae (ragi) untuk
etanol yang terbentuk cenderung konstan. pembuatan tape, C6H12O6 2C2H5OH +
Setelah mikroba mengalami stationary phase 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ
maka akan berlanjut menjadi death phase / per mol) sedangkan pada fermentasi asam
fase kematian. Saccharomyces cerevisiae asetat yaitu fermentasi yang berlangsung
dapat mengkonversi gula menjadi etanol dalam keadaan aerob. fermentasi ini dilakukan
karena adanya enzim invertase dan zimase. oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti)
Dengan adanya enzim-enzim ini dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan
Saccharomyces cerevisiae memiliki 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan
kemampuan untuk mengkonversi baik gula oleh fermentasi alkohol secara anaerob
dari kelompok monosakarida maupun dari (Anonim, 2013). Dengan demikian, fermentasi
kelompok disakarida. Jika gula yang tersedia alkohol menjadi asam asetat berlangsung
dalam substrat merupakan gula disakarida sangat cepat sehingga alkohol yang diperoleh
maka enzim invertase akan bekerja akan sedikit. Dalam penelitian ini kami
menghidrolisis disakarida menjadi menambahkan 7,5 gram serbuk kulit bakau
monosakarida. Setelah itu, enzim zymase untuk setiap wadah fermentasi, penambahan
akan mengubah monosakarida tersebut serbuk kulit bakau dimaksudkan agar proses
menjadi alkohol dan CO2. Hal ini sesuai fermentasi dari alkohol menjadi asam asetat
dengan pernyataan Judoamidjojo et al. dapat diperlambat sehingga kadar alkohol
(1992), yang menyatakaan bahwa yang didaperoleh akan lebih tinggi.
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan Menurut faridah dan musgrave
etanol yang berasal dari fermentasi gula. Gula (1999) dalam YC Danarto et al. (2011),
akan diubah menjadi bentuk yang paling kandungan tanin pada kulit kayu bakau
sederhana oleh enzim invertase baru mencapai 26 %. Tanin secara ilmiah
kemudian gula sederhana tersebut akan didefinisikan sebagai senyawa polipenol
dikonversi menjadi etanol dengan adanya yang mempunyai berat molekul tinggi dan
enzim xymase. Kedua enzim tersebut mempunyai gugus hidroksil dan gugus
dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae. lainnya seperti karboksil sehingga dapat
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa membentuk kompleks dengan protein dan
Saccharomyces cerevisiae tidak mampu makromolekul lainnya dibawah kondisi
mengkonversi galaktosa menjadi etanol. lingkungan tertentu. Tanin merupakan
Sehingga dalam proses fermentasi bioetanol senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol,
dari sumber laktosa, hanya glukosa saja yang alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidak larut
diubah menjadi etanol (Oleary et al. 2004 dalam petroleum eter, benzene dan eter.
dalam N, Azizah. 2012). terdekomposisi pada suhu 210 C, titik nyala
Kumalasari (2011) dalam Azizah 210 C, dan terbakar pada suhu 526 C
(2012), dengan menggunakan substrat kulit (Jayalaksmi and Mathew (1982), Sax and
nanas kemudian difermentasi dengan ragi roti Lewis, (1989) dalam YC Danarto et al.
(Saccharomyces cerevisiae) selama 4 hari pada (2011). Pada proses fermentasi diduga bahwa
suhu 24-33C menghasilkan kadar alkohol kandungan tanin pada kulit bakau yang
yang berkisar antara 4,18-5,49%. Di sisi lain bereaksi dengan alkohol sehingga akan
Sari et al. (2008) dalam Azizah (2012), memperlambat fermentasi alkohol menjadi
menyatakan bahwa lama fermentasi yang asam asetat.
paling optimal untuk proses pembuatan Kadar alkohol yang dihasilkan dalam
bioetanol adalah 3 hari. Jika fermentasi penelitian ini masih sangat rendah jika
dilakukan lebih dari 3 hari, justru kadar dibandingkan dengan komposisi gula yang
alkoholnya dapat berkurang. Berkurangnya terdapat pada cairan pulp kakao dimana hanya
kadar alkohol disebabkan karena alkohol 4,85 % alkohol (etanol) dari konversi glukosa
telah dikonversi menjadi senyawa lain, 8-13 %. Hal ini menunjukkan bahwa lama
fermentasi dipengaruhi oleh faktor-faktor Firdaus, Sinda.L. 2003. Peranan Kulit Kayu
yang secara langsung maupun tidak langsung Buli Sonneratia sp, dalam fermentasi
berpengaruh terhadap proses fermentasi. Nira Aren Menjadi Minuman
Menurut Kunaepah (2008) dalam Azizah Beralkohol. Universitas Hasanuddin.
(2012), ada banyak faktor yang Makassar.
mempengaruhi fermentasi antara lain Hermiati E., Djumali Mangunwidjaja, Titi
substrat, suhu, pH, oksigen, dan mikroba yang Candra Sunarti, Ono Suparno, dan
digunakan. Bambang
Prasetya.2010.Pemanfaatan
Biomassa Lignoselulosa Ampas Tebu
4. KESIMPULAN Untuk Produksi Bioetanol. IPB.
Dari penelitian yang telah dilakukan Bogor
maka diperoleh waktu (lama) optimum proses Jayalaksmi, A and Mathew, A.G., 1982,
fermentasi cairan pulp kakao yang ChemicalComposition and
menghasilkan kadar alkohol tertinggi adalah Processing The Arecanut Palm
12 hari fermentasi, dengan kadar alkohol (Areca catechu L) , CPCRI
sebesar 4,85 %. Kasaragod, India

UCAPAN TERIMA KASIH Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fermentasi dan Konsentrasi
Glukosa terhadap Aktivitas
DIKTI atas dana penelitian melalui kegiatan Antibakteri, Polifenol Total dan
Mutu Kimia Kefir Susu Kacang
PKM-P Merah. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.

5. REFERENSI Kumalasari, I. J. 2011. Pengaruh Variasi


Suhu Inkubasi terhadap Kadar
Agussalim. 2012. Teknologi Sambung Etanol Hasil Fermentasi Kulit dan
Samping pada Tanaman Kakao. Bonggol Nanas (Ananas sativus).
Balai pengkajian teknologi pertanian. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Kendari. Semarang, Semarang.
Anonim. 2013. Fermentasi. Licht, F.O. 2009. World Ethanol Production
http://id.wikipedia.org. [diakses 6 Growth To Hit Five-Year Low.World
september 2013] Ethanol and Biofuels Rep. 7(18):
Bintoro, M.H. 1977. Periode Cukup Panen, 365.
Panen dan Periode Setelah N. Azizah, A. N. Al--Baarri, S. Mulyani. 2012.
PanenCoklat.IPB-Press. Bogor. Pengaruh Lama Fermentasi
Chahyaditha E.M. 2011. Pembuatan Pektin Terhadap Kadar Alkohol, Ph, Dan
dari Kulit Buah Kakao dengan Produksi Gas Pada Proses
Kapasitas Produksi 20.000 Ton / Fermentasi Bioetanol Dari Whey
Tahun.Universitas Sumatra. Dengan Substitusi Kulit Nanas.
Fakultas Peternakan dan Pertanian
DiPardo, J. 2000. Outlook for Biomass
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ethanol Production and
Demand.http://www.eia.doe.- O'Leary V. S., R. Green, B. C. Sullivan, V.
gov/oiaf/analysispaper/biomass.html. H. Holsinger. 2004. Alcohol
production by selected yeast
Fauzi R.A., Didik Haryadi, dan Slamet
strains in lactase--hydrolyzed acid
Priyanto. 2012. Pengaruh Waktu
whey. Biotechnol Bioeng 19 (10):
Fermentasi Dan Efektivitas
1935.
Adsorben Dalam Pembuatan
Paridah, M.T. and Musgrave, O.C., 2006,
Bioetanol Fuel Grade Dari Limbah
Alkaline Treatment of Sulfited
Pod Kakao (Theobroma Cacao).
Tannin-Based Adhesive from
Universitas Diponegoro. Semarang
Mangrove to Increase Bond
Integrity of Beech Slips, Journal
of Tropical Forest Science, 18(2), 36, Van Nostrad Reinhold
137 - 143 Companya, New York
PP RI. 2006. Kebijakan Energi Nasional.
http://www.presidenri.go. Tazkiyah R.2012. Olahan Kakao Indonesia.
Direktorat Jenderal Dan
Rohan,T.A. 1963. Proccesing of Raw Cocoa
PemasaranHasil Pertanian
for The Market. Food and
Kementrian Pertanian Republik
Agricultural Organization of The
Indonesia. Jakarta.
United National, Rome.
Sari, I. M., Noverita dan Yulneriwarni. 2008. YC Danarto, Stefanus Ajie Prihananto, Zery
Pemanfaatan jerami padi dan alang- Anjas Pamungkas. 2011.
alang dalam fermentasi etanol Pemanfaatan Tanin dari Kulit Kayu
menggunakan kapang Trichoderma Bakau sebagai Pengganti Gugus
viride dan khamir Saccharomycess Fenol pada Resin Fenol
cerevisiae. Vis Vitalis. 5 (2): 55-62. Formaldehid. Jurusan Teknik Kimia
FT UNS.
Sax, I. And Lewis, R.J., 1989, Condensed
Chemical Dictionary, 11 ed., pp.

You might also like