Wastetreatment of Palm Oil Trunks Into Compost by Using Banana Stem As Local Microorganisms
Wastetreatment of Palm Oil Trunks Into Compost by Using Banana Stem As Local Microorganisms
Wastetreatment of Palm Oil Trunks Into Compost by Using Banana Stem As Local Microorganisms
Jurnal Limbah
Teknologi Batang
Industri Sawit29
Pertanian Menjadi Kompos …………
Pupuk(2019)
(2):154-161 Terakreditasi Peringkat 2
Nomor DOI: 10.24961/j.tek.ind.pert.2019.29.2.154 Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan No 30/E/KPT/2018
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-390 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin
Makalah: Diterima 15 Oktober 2018; Diperbaiki 21 Juni 2019; Disetujui 7 Juli 2019
ABSTRACT
One of the main problem in palm plantations during the rejuvenations is the utilization of palm oil
waste especially the palm trunks that reaching 220 m3/hectare. Based on that reason, we need a method of
utilizing it that can increase the value from palm oil waste, not just for the benefits of oil palm farmers but also
for the environment. Palm oil waste has the potential to become the raw material for making organic fertilizer
(compost), it has a high nutrient content and can improve the quality of the fertilizer produced. The objective of
this research was to produce a bio-fertilizer with a high quality based on the proper standards. This research
was conducted in two stages including the produce of local microorganism (MOL) from banana stem and the
composting stage. The composition of local microorganism materials was banana stem: cattle urine: coconut
water: brown sugar with the raio of 2: 1: 1: 1. The composting stage was started after all materials were
chopped and stirred together before it composted for one month by varying between the main materials and
additional ingredients. The compositions of the palm trunks as the main ingredient were divided in five
variations, i.e. 3, 6, 9, 12, and 15% (w/w/), this variations were composted together with two types of additional
ingredients of POME and goat manure. Based on the results of the compost analysis, the best composition was
the variables of palm trunks: pome: rice husk: ash = 3: 10: 2: 1 with the results of analysis were water content
of 16.30%, total NPK of 6.08% , c-organic content of 44.10% , the ratio C/N of 16.30 and pH of 8.16 and it had
been fitted with bio-fertilizer standard (Permentan No. 70/Permentan/SR. 140/10/2011).
Keywords: palm oil replantation, bio fertilizer, palm oil trunks, decomposer, local microorganism
ABSTRAK
Pemanfaatan limbah batang sawit sampai saat ini belum optimal dan masih menjadi permasalahan pada
saat peremajaan perkebunan sawit karena jumlahnya yang sangat besar, yaitu mencapai 220 m3/ hektar. Untuk
itu sangat diperlukan metode pemanfaatan limbah batang sawit menjadi produk yang bernilai jual, ramah
lingkungan dan memberikan manfaat bagi petani sawit. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan pupuk
kompos yang berkualitas dan sesuai standar. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembuatan
Mikroorganisme Lokal (MOL) bonggol pisang dan tahap pengomposan. Pembuatan MOL dilakukan dengan
menfermentasikan bonggol pisang dan bahan lainnyadengan komposisi yaitu bonggol pisang: urin sapi: air
kelapa: gula merah dengan perbandingan 2:1:1:1% (b/b). Tahap pengomposan dilakukan setelah seluruh bahan
baku dicacah dan diaduk merata kemudian dikomposting selama satu bulan dengan memvariasikan antara bahan
baku utama dan bahan tambahan. Komposisi batang sawit sebagai bahan utama dilakukan dalam lima variasi
yaitu 3,6,9,12,15% (b/b), yang dikomposting bersama bahan tambahan dalam dua variasi jenis yaitu POME dan
kotoran kambing % (b/b). Berdasarkan hasil analisis, maka pupuk kompos terbaik diperoleh pada perlakuan
batang sawit dan POME dengan perbandingan komposisi yaitu 3:10:2:1 %(b/b) dengan karakteristik, nilai kadar
air 16,30%, total NPK 6,08%, kandungan C-organik 44,10%, rasio C/N = 16,30 dan pH 8,16. Karakteristik
pupuk kompos yang dihasilkan telah memenuhi standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.
140/10/2011.
Kata kunci: peremajaan, limbah sawit, MOL bonggol pisang, kompos
PENDAHULUAN sebesar 11,4 juta Ha dengan produksi 30,95 juta ton
CPO (Ditjen Perkebunan, 2014). Propinsi Riau
Pesatnya perkembangan industri sawit di merupakan propinsi yang memiliki perkebunan
Indonesia diiringi dengan meningkatnya luas sawit yang paling luas di Indonesia, yaitu seluas 2,3
perkebunan sawit baik milik masyarakat maupun Ha dengan produksi 7,04 juta ton CPO (Ibid, 2014).
milik perusahaan perkebunan. Pada tahun 2014, Tanaman kelapa sawit mempunyai masa
Indonesia memiliki luas areal perkebunan sawit produktif ± 25 – 30 tahun, setelah itu tanaman tidak
154 Korespodensi
*Penulis Jurnal Teknologi Industri Pertanian 29 (2):154-161
Nina Veronika, Anna Dhora, dan Sri Wahyuni
akan menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) digunakan dalam penelitian ini adalah dari bonggol
sehingga harus dilakukan peremajaan. Pustekolah pisang yang memiliki mikrobia pengurai bahan organik
(2013) menjelaskan bahwa peremajaan kebun sawit antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus
akan dilakukan setiap tahunnya, yaitu sekitar nigger (Kesumaningwati, 2015). Dengan demikian
150.000 Ha dan akan mengalami peningkatan secara penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi
terus menerus. Setiap hektar kebun sawit yang pupuk kompos yang terbaik berdasarkan hasil analisis
diremajakan, akan dilakukan penebangan sekitar 128 dan sesuai dengan standar Peraturan Menter Pertanian
batang pohon sawit tua, atau setara dengan 220 Nomor 70/Permentan/SR. 140/10/2011 tentang
m3/hektar. Dengan demikian, setiap tahun terdapat pupuk organik, pupuk hayati dan Pembenah Tanah.
81,5 juta m3 batang sawit yang akan menjadi limbah. Menurut Peraturan Menteri Pertanian No.
Limbah batang sawit telah dimanfaatkan sebagai 70/Permentan/SR.140/10/2011, pupuk organik adalah
kayu solid maupun papan lapis. Namun, kelemahan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan
dari batang sawit adalah tingginya kadar air dan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya
kandungan pati dalam batang, sehingga produk yang yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat
dihasilkan menjadi tidak stabil dan rentan terhadap atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral
pertumbuhan mikroorganisme (Pustekolah, 2013). dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk
Penelitian tentang pembuatan pupuk kompos meningkatkan kandungan hara dan bahan organik
umumnya menggunakan tandan kosong kelapa sawit tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
(TKKS) yang merupakan limbah dari pabrik minyak tanah. Proses pengomposan merupakan rekayasa
sawit. Menurut Singh et al. (1990) dalam Sutanto et al. dalam menghasilkan pupuk organik. Pengomposan
(2005), TKKS mengandung unsur C, K, N, P, Mg merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan
berurutan sebesar 42,8%; 2,90%; 0,80%; 0,30% dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam
unsur B, Cu dan Zn berurutan sebesar 10 ppm; 23 keadaan lingkungan terkendali. Proses pengomposan
ppm dan 51 ppm. Selain TKKS yang dihasilkan dari akan memperkecil rasio Carbon/ Nitrogen (C/N) dari
limbah pabrik pengolahan minyak sawit, terdapat bahan baku sehingga sama atau mendekati rasio C/N
beberapa limbah padat dalam jumlah besar yang tanah, yaitu di bawah 20. Namun, bahan baku pada
dihasilkan bukan dari kegiatan pengolahan minyak umumnya mempunyai rasio C/N tinggi, misalnya rasio
sawit namun dihasilkan dari kegiatan peremajaan C/N jerami padi 50-70, dedaunan > 50, sedangkan C/N
perkebunan sawit seperti batang sawit 74,48 (bobot kayu tua mencapai 400 (Indriani, 2005).
kering/ha/30 tahun), pelepah 14,47 ton/ha/30 tahun, Pada proses pengomposan terjadi berbagai
pangkasan 10,40 ton/ha/tahun, serat buah 1,63 ton/ha, perubahan, yaitu karbohidrat, selulosa, hemiselulosa,
dan cangkang 0,94 ton/ha (Ditjen PPHP, 2006). lemak dan lilin menjadi CO2 dan air, protein menjadi
Limbah batang sawit mengandung unsur amonia, CO2 dan air. Adapun senyawa organik terurai
hara yang cukup besar sehingga sangat berpotensi menjadi senyawa yang siap diserap oleh akar tanaman
menjadi bahan baku pupuk organik (pupuk kompos). (Indriani, 2005). Proses pengomposan dapat
Penelitian terbaru limbah biomassa sawit yang berlangsung secara aerobik dan anaerobik. Pada proses
dikompos masih berbahan baku tandan kosong aerobik akan dihasilkan CO2, air dan panas, sedang
kosong (Siddiquee et al. (2017); Trisakti et al. pada proses anaerobik dihasilkan metana, CO2 dan
(2017)). Namun, penelitian tentang pembuatan senyawa antara misalnya asam organik. Berbagai faktor
pupuk kompos dari batang sawit belum dilakukan. yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu: C/N
Unsur hara yang dikandung oleh limbah batang ratio, ukuran dan komposisi bahan, jumlah mikroba,
sawit diantaranya yaitu N; P; K; Mg dan Ca masing- kelembaban, aerasi, suhu dan keasaman.
masing 3-368,2; 0,1-35,5; 0,8-527,4; 0,2-82,3 dan Semakin kecil rasio C/N bahan baku maka
0,2-166,4 (kg/ha) (Ditjen PPHP, 2006). semakin cepat proses pengomposan. Demikian pula
Masalah utama pengomposan limbah semakin kecil ukuran bahan maka akan semakin cepat
batang sawit umumnya adalah tingginya rasio C/N, proses pengomposan karena semakin luas permukaan
karena batang sawit mengandung kadar kayu tinggi. bahan yang bersinggungan dengan mikroba. Proses
Untuk menurunkan rasio C/N pada bahan yang pengomposan dari berbagai macam bahan baku akan
mengandung kadar kayu tinggi diperlukan perlakuan lebih baik dan lebih cepat daripada dari bahan tunggal
khusus dengan menambahkan kotoran hewan dan penambahan kotoran hewan biasanya dapat
karena mengandung banyak senyawa nitrogen (N) mempercepat pengomposan (Indriani, 2005).
(Isroi, 2008). Pada proses pengomposan juga Pada proses pengomposan bekerja berbagai
dilakukan penambahan dekomposer seperti macam mikroba, semakin banyak mikroba maka akan
mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini bertujuan untuk semakin cepat pengomposan berlangsung. Salah satu
mempercepat proses pengomposan. Mikroorganime alternatif untuk memperoleh koloni mikroba dalam
lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang jumlah yang besar adalah dengan menggunakan MOL
dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk (Mikroorganisme Lokal). MOL dapat diproduksi
organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama MOL melalui teknologi yang sederhana dengan
terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, memanfaatkan sumber daya alam di sekitar kita.
glukosa, dan sumber mikroorganisme. MOL yang Beberapa jenis MOL yang dapat digunakan sebagai
pengganti bioaktivator komersil yaiu MOL bonggol Desember 2014 di Mini Plant Program Studi Teknik
pisang, MOL rebung, MOL limbah rumah tangga, dan Pengolahan Sawit.
berbagai jenis MOL dari limbah bahan organik lainnya.
MOL bonggol pisang merupakan MOL yang Bahan dan Alat
memiliki kandungan unsur hara dan kekayaan mikroba Bahan baku yang digunakan dalam proses
yang sangat tinggi. Selain itu juga mengandung pembuatan pupuk organik ini adalah batang sawit,
hormon tumbuh yang dapat meningkatkan unsur hara pome dan kotoran kambing, abu boiler, sekam padi,
pada pupuk organik. Oleh karena itu, keberhasilan dan MOL bonggol pisang. Bahan yang digunakan
pembuatan pupuk kompos dapat dipengaruhi oleh untuk membuat mikroorganisme lokal (MOL) adalah
penambahan MOL bonggol pisang sebagai urine sapi, air kelapa, gula merah, dan bonggol pisang.
decomposer. Mikro organisme lokal yang terdapat Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik
pada bonggol inilah yang berfungsi sebagai adalah kapak, parang, cutter mill (peralatan pabrik
dekomposer untuk menguraikan bahan organik pada pengolahan limbah Politeknik Kampar), baskom,
pembuatan pupuk organik. MOL berfungsi sebagai ember, timbangan, sekop dan terpal dan peralatan-
decomposer pengurai bahan organik pada pembuatan peralatan untuk pengujian.
pupuk organik. MOL bonggol pisang selain berfungsi
sebagai bahan organik, juga mengandung unsur hara Tahapan Penelitian
NPK serta hormon auksin, giberelin dan sitokinin yang Penelitian dilakukan dua tahap, yaitu tahap
baik untuk pertumbuhan tanaman (Salma dan pembuatan MOL bonggol pisang, dan tahap pembuatan
Purnomo, 2015). pupuk kompos. Komposisi pembuatan MOL yang
Penambahan POME atau kotoran kambing digunakan merujuk pada hasil penelitian (Veronika,
sebagai bahan tambahan berfungsi sebagai sumber 2015) yaitu bonggol pisang: urin sapi: air kelapa:
nutrisi bagi mikroorganisme. Selanjutnya penambahan gula merah dengan perbandingan 2:1:1:1% (b/b).
sekam padi berfungsi sebagai media lebur tanah dan Pada pembuatan MOL bonggol pisang, dilakukan
mencegah terjadinya kepadatan tanah sehingga pencincangan bonggol pisang hingga berukuran 2x2
meningkatkan sistem aerasi/pertukaran udara zona akar cm. Gula merah dilarutkan kedalam air kelapa.
tanaman. Sekam padi juga berfungsi sebagai pelengkap Kemudian semua bahan termasuk urin sapi
sumber organik pada kompos batang sawit. Pada dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi bonggol
penambahan abu boiler berfungsi menaikkan sifat pisang dan diaduk hingga tercampur rata.Wadah
keasaman pada pupuk yang pada awalnya asam kemudian ditutup rapat hingga kedap udara dan
kemudian dinetralisir menjadi basa dengan bantuan dilakukan fermentasi selama 2 minggu dan dilakukan
mikroorganisme dan meningkatkan kandungan hara K. pengadukan sekali dalam sehari.
Pada proses pengompasan harus dilakukan Tahap selanjutnya adalah pembuatan pupuk
pengaturan kelembaban, aerasi dan temperature bahan. organik/kompos melalui proses pengomposan merujuk
Hal ini berkaitan dengan kebutuhan hidup mikroba pada penelitian (Veronika, 2015). Batang sawit
yang akan mendegradasi bahan baku kompos menjadi dicacah hingga menyerupai serbuk gergaji
pupuk kompos. Umumnya mikroba dapat bekerja menggunakan mesin cutter mill. POME yang
secara optimal pada kelembaban ± 60%. Kelembaban digunakan, dipisahkan antara air, minyak dan sludge
yang tidak sesuai akan menyebabkan tidak dengan menggunakan Decanter. Kemudian sekam
berkembangnya atau bahkan matinya mikroba. Proses padi dihaluskan dengan menggunakan alat roller mill
aerasi dapat dilakukan dengan pembalikan, misalnya hingga menjadi serbuk. Kemudian seluruh bahan
sekali dalam seminggu tergantung kondisi termasuk abu boiler ditimbang sesuai dengan variabel
pengomposan, aerobik atau anaerobik. Suhu yang digunakan pada penelitian ini.Seluruh bahan baku
pengomposan optimal 30-50oC dan selama proses yang telah ditimbang, kemudian ditumpuk dan diaduk
dekomposisi suhu dijaga agar tetap 60oC selama 3 menjadi satu dan dicampur dengan MOL yang telah
minggu. Pada suhu tersebut bakteri akan bekerja disediakan untuk selanjutnya dikomposting selama satu
secara optimal, bakteri patogen dan biji gulma akan bulan. Selama proses composting dilakukan
mati, dan terjadi penurunan rasio C/N. Apabila suhu pembalikan tumpukan kompos sekali seminggu.
terlalu tinggi, mikroba akan mati, sebaliknya bila Pembalikan tumpukan kompos ini harus dilakukan
terlalu rendah mikroba tidak dapat bekerja atau secara merata untuk megatur kelembaban, aerasi dan
dorman. Keasaman yang baik dalam pengomposan temperatur pengomposan. Selanjutnya setelah 1 bulan
adalah pada pH 6,5-7,5. Bila keasaman rendah dapat dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui niai
ditambahkan kapur atau abu (Veronika, 2015). kadar air. Nilai kadar air pupuk hasil pengomposan ini
menjadi salah satu indikator bahwa proses
BAHAN DAN METODE pengomposan telah sempurna terjadi. Setelah proses
pengomposan selesai, maka dilakukan analisis kadar
Tempat dan Waktu air, total NPK, kandungan C-organik, rasio C/N, dan
Penelitian ini dilaksanakan selama enam pH yang akan dibandingkan dengan standar mutu
bulan dimulai pada bulan Juni sampai dengan pupuk organik yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian
No.70/permentan/SR.140/10/2011.
Rancangan Penelitian kadar air, total NPK, kandungan C-organik, rasio C/N,
Penelitian ini menggunakan model rancangan dan pH.
acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor yaitu komposisi
batang sawit dengan lima taraf yaitu 3,6,9,12,15 b/b Kadar Air
(%) dan jenis bahan tambahan dengan dua taraf yaitu Kadar air memiliki pengaruh yang besar
POME dan kotoran kambing. Adapun variabel untuk mempercepat proses penguraian atau
perbandingan komposisi adalah batang sawit : dekomposisi bahan-bahan organik yang digunakan
POME dan atau kotoran kambing: sekam padi: abu dalam pembuatan kompos. Berdasarkan hasil
boiler untuk masing-masing perlakuan adalah penelitian kadar air yang terkandung di dalam bahan
3:10:2:1, 6:10:2:1, 9:10:2:1, 12:10:2:1, dan memberikan pengaruh terhadap aktivitas mikroba
15:10:2:1. pengurai. Umumnya mikroba pengurai membutuhkan
kelembaban tinggi untuk dapat tumbuh optimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses dekomposisi bahan kompos diduga
telah tercapai apabila kadar air yang terkandung di
Karakteristik Pupuk Kompos Batang Sawit dalam kompos kurang dari 25% sesuai dengan standar
Penelitian pembuatan pupuk kompos No.70/permentan/SR.140/10/2011 yaitu 15 – 25%. B
berbahan baku batang sawit ini menggunakan beberapa erdasarkan analisis pupuk kompos yang dihasilkan
bahan tambahan lainnya seperti POME, kotoran maka yang berada di luar standar adalah perlakuan 2, 3
kambing, abu boiler, sekam padi dan MOL bonggol dan 4 dengan nilai di bawah 15% (Gambar 1). Jika
pisang. Sebelum dilakukan pengomposan, seluruh kadar air dari proses pengomposan rendah akan
bahan baku dicacah untuk memperkecil ukuran mengakibatkan proses biologis berjalan lambat dan
sehingga mempercepat proses penguraian oleh mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme
mikroorganisme. Ukuran yang semakin kecil akan pengurai karena terbatasnya habitat yang ada. Namun,
memperluas permukaan bahan yang kontak langsung kadar air yang terlalu tinggi akan menyebabkan ruang
dengan mikroorganisme. Pada penelitian ini digunakan antar partikel menjadi penuh oleh air, sehingga
MOL bonggol pisang sebagai sumber mikroorganisme mencegah gerakan udara dalam tumpukan kompos dan
yang akan mengubah bahan baku menjadi pupuk menghambat aktivitas mikroorganisme, sehingga
organik (pupuk kompos). Hasil analisis MOL bonggol menimbulkan bau (Veronika, 2015).
pisang sebagai decomposer ditampilkan pada Tabel 2. Selain itu kadar air yang berlebihan juga
menurunkan suhu dalam tumpukan sampah organik.
Tabel 2. Hasil analisis MOL bonggol pisang Oleh karena itu, setiap satu minggu dilakukan
pembalikan karena dengan adanya pembalikan pada
Parameter Nilai (satuan) tumpukan kompos. Pembalikan memberikan sirkulasi
pH 5,6 udara segar yang diperlukan untuk mengurangi kadar
C organnik 5,01 % air dan menghindari kondisi anaerob. Menurut Isroi
Rasio C/N 100 (2008) kondisi anaerob tidak diinginkan selama proses
NPK 0,28 % pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak
Total mikrobia 3200 cfu/mL sedap. Proses anerob akan menghasilkan senyawa-
senyawa yang berbau tidak sedap, seperti asam-asam
Karakteristik Pupuk Kompos Batang Sawit organik, amonia dan H2S. Penurunan kadar air ini
Berdasarkan analisis terhadap beberapa menunjukkan bahwa kompos mulai masuk pada fase
parameter uji sesuai dengan standar Permentan No. pematangan. Penurunan kadar air pada kompos selama
70/Permentan/SR.140/10/2011 diperoleh informasi proses pengomposan disebabkan karena penguapan air
yang akan menentukan kualitas pupuk kompos yang menjadi gas akibat adanya aktivitas mikroorganisme.
telah dihasilkan. Parameter uji tersebut meliputi nilai
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5
Perlakuan
35
30 Kompos Batang Sawit dengan
25 Bahan Tambahan POME
20 44,10
15
10
5
0
1 2 3 4
Perlakuan
Kandungan C-organik pada setiap variasi rasio C/N suatu bahan maka semakin lambat untuk
perlakuan penelitian ini telah memenuhi standar yang diubah menjadi kompos. Sebaliknya bahan dengan
telah ditetapkan, yaitu minimal 15%. Kandungan C- rasio C/N yang rendah akan mempercepat proses
organik tertinggi terdapat pada perlakuan 3 dan 5 pengomposan, tetapi apabila nilai rasio C/N terlalu
dengan menggunakan bahan tambahan POME. rendah maka pengomposan akan menghasilkan produk
Penggunaan POME dapat meningkatkan unsur C- sampingan yaitu gas amoniak yang berbau busuk
organik di dalam kompos sehingga dengan pemberian (Veronika, 2015).
pupuk kompos ini dapat meningkatkan kandungan C-
organik tanah. Apabila C-organik tanah meningkat pH Pupuk Kompos
maka akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih Tingkat keasaman atau pH pada pupuk
baik secara fisik, kimia dan biologi. merupakan salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan
C-organik berfungsi sebagai penyangga mikroorganisme yang terlibat dalam proses
biologis tanah yang mampu menyeimbangkan hara pengomposan. pH diukur sebagai indikator proses
dalam tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman dekomposisi kompos. Pada tahap dekomposisi, akan
secara efisien. Jika unsur C-organik dalam tanah terbentuk asam-asam organik sehingga menyebabkan
rendah, daya sanggah hara juga rendah sehingga pH turun. Tahap selanjutnya adalah perubahan asam
pemupukan menjadi tidak efisien. organic akan dimanfaatkan kembali oleh mikroba lain,
sehingga pH akan kembali netral dan kompos menjadi
Rasio C/N matang.
Nilai rasio C/N bahan organik pada pupuk Perubahan pH kompos berawal dari pH agak
kompos merupakan faktor penting dalam pengomposan asam karena terbentuknya asam-asam organik
yang dibutuhkan mikroorganisme sebagai sumber sederhana, kemudian pH meningkat pada inkubasi
nutrisi untuk pembentukan sel-sel tubuhnya. Semakin lebih lanjut akibat terurainya protein dan terjadinya
besar nilai defisiensi rasio C/N akan menyebabkan pelepasan ammonia (Supadman, 2008). Derajat
proses pengomposan menjadi lebih cepat, dan proses keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
pengomposan yang terjadi semakin baik. Adanya unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi
penurunan rasio C/N dan lamanya waktu pengomposan ammonia (NH3), sebaliknya dalam keadaan asam
merupakan parameter keberhasilan proses rendah akan menyebabkan sebagian mikroorganise
pengomposan (Ayuningtias, 2009). mati. Secara keseluruhan pH pupuk kompos telah
Sebagian besar hasil penelitian telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu 4 – 9,
memenuhi standar rasio C/N yang telah ditetapkan oleh kecuali pada variabel 5 pada penggunaan bahan
Permentan No.70/permentan/SR.140/10/2011 yang tambahan POME yang berada pada pH 9,06.
nilainya berada pada kisaran nilai 15 -18%. Perlakuan Berdasarkan hasil analisis, maka komposisi
yang tidak memenuhi standar diperoleh pada perlakuan pupuk kompos terbaik diperoleh pada perlakuan
2, 3 dan 4 pada penggunaan bahan tambahan POME. dengan perbandingan batang sawit : POME: sekam
Hal ini diduga disebabkan oleh adanya pengaruh nilai padi : abu boiler = 3:10:2:1. Dengan hasil analisis kadar
C/N dari POME. Nilai rasio C/N tersebut yang air 16,30%, total NPK 6,08%, kandungan C-organik
mempengaruhi proses pengomposan. Semakin tinggi 44,10%, rasio C/N = 16,30 dan pH 8,16.
9.5
7.5
6.5
1 2 3 4 5
Perlakuan
Sutanto A, Prasetyo AE, Fahroidayanti, Lubis AF, Veronika N dan Walabi. 2015. Pengaruh penambahan
Dongoran AP. 2005. Viabilitas bioaktivator dolomit dan abu boiler sebagai bahan perekat
jamur trichoderma koningii pada media terhadap kualitas pupuk organik granul di unit
tandan kosong kelapa sawit. Jurnal Penelitian pengolahan limbah politeknik Kampar. Jurnal
Tandan Kelapa Sawit. 13(1):25-33. Sawit Indonesia. 5(2): 17-23.
Trisakti B, Mhardela P, Husaini T, Irfan, Daimon H. Yulianto A. 2009. Pembuatan kompos dari tandan
2017. Production of oil palm empty fruit kosong kelapa sawit. Infosawit Juni .49-51.
bunch compost for ornamental plant
cultivation. IOP Conference Series: Material
Science and Engeneering. 309. (1)