Syahroni Toriqularif Strategi Dan Metode
Syahroni Toriqularif Strategi Dan Metode
Syahroni Toriqularif Strategi Dan Metode
Abstrak
The task of educator is not only to deliver information to student but also
to encourage them to be actively involved, thereby it can build independence and
creativity in observing, analyzing and solving problems. In learning Islamic
education, educator must strive to create learning environment conditions that
can strengthen student learning. There are four elements in the Islamic
education strategy, namely the formulation of clear goals, the selection of the
right approach in the teaching and learning process, the formulation of learning
steps, and benchmarks for learning success. Islamic education learning method
can be classified into two kinds. Firstly, conventional method is a teaching
method commonly used by educators or often referred to as traditional method.
Secondly, the unconventional method, which is a newly developed teaching
technique, such as the module teaching method, programmatic teaching, unit
teaching, machine program, which was developed and applied in certain schools
that have complete equipment and media as well as qualified educator.
Keywords: Strategy, Method, Learning, Islamic Education
1
Q.S. al-Rûm [30]: 30.
2 4
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Syaeful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,
melalui Pendidikan, (Bandung: Remaja Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka,
Rosdakarya, 2005), h. 79. 2002), h. 5.
3 5
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
(Jakarta: Grasindo, 2002), h. VII. Tentang Sistem Pendidikan Nasional
6 8
Muhaimin, et.al., Paradigma Pendidikan Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar
Islam, Upaya Mengefektifkan PAI di Sekolah, Mengajar”, dalam Ismail (ed), PBM-PAI di
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h. 78. Sekolah, Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar
7
Belajar dapat diartikan sebagai berusaha Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka
mengetahui sesuatu: berusaha memperoleh ilmu Pelajar, 1998), h. 216.
9
pengetahuan (kepandaian, eterampilan). Max Darsono, et.al., Belajar dan
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Pembelajaran, (Semarang: CV. IKIP Semarang
Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 23. Press, 2000), h. 24.
10 13
W.S. Winkell, Psikologi Pengajaran, Musthafa al-Fahmi, Sikulujiah al-
(Jakarta: Gramedia, 1986), h. 36. Ta’allum, (Mesir: Darul Misri li al-Thaba’ah, t.th),
11
Clifford T. Morgan, Introduction to h. 22.
14
Psychology, (New York: The Ms. Grow Will Book Abdul Aziz dan Abdul Majid, at-
Company, 1961), h. 187. Tarbiyah wa Turuqut Tadris, (Mesir: Darul
12
Charles E. Skinner, Essentials of Ma’arif, t.th.), h. 169.
15
Educational Psychology, (New York: Prentice Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif,
Hall, INC, 1958), h. 199. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996), h. 5.
Pendidikan secara bahasa berasal dari kata aslama berasal dari kata salima, yang
“didik” yang diartikan: “memelihara dan berarti “selamat, sentosa dan damai”.19
memberi latihan (ajaran, pimpinan) Adapun pendidikan Islam, menurut
mengenai akhlak dan kecerdasan Daradjat adalah:
pikiran”.16 Sedangkan secara istilah, Suatu usaha bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar nantinya
pendidikan didefinisikan sebagai berikut.
setelah selesai dari pendidikan dapat
Menurut Thomson, “by education memahami apa yang terkandung
didalam Islam secara keseluruhan,
means the influence of environment upon
menghayati makna dan maksud serta
the individual to produce a permanent tujuannya dan pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan
change in his habits behavior, thought,
ajaran-ajaran agama Islam yang telah
and attitude”.17 dianutnya sebagai pedoman hidup
sehingga dapat menjadikan
Al-Ghulayain mendefenisikan:
keselamatan di dunia dan di akhirat.20
اﻟﱰﺑﻴﺔ ﻫﻲ ﻏﺮس اﻷﺧﻼق اﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﰱ ﻧﻔﻮس Hasan membagi pendidikan Islam
اﻟﻨﺎﺷﺌﲔ وﺳﻘﻴﻬﺎ ﲟﺎء اﻹرﺷﺎد واﻟﻨﺼﻴﺤﺔ ﺣﱴ menjadi tiga pengertian. Pertama,
ﺎKﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎت اﻟﻨﻔﺲ ﰒ ﺗﻜﻮن ﲦﺮا pendidikan Islam adalah jenis pendidikan
yang pendirian dan penyelenggaraannya
18.اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ واﳋﲑ وﺣﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ اﻟﻮﻃﻦ
didorong oleh hasrat dan semangat cita-
“Pendidikan adalah penanaman akhlak
yang mulia dalam jiwa anak didik serta cita untuk membumikan Islam (nilai-nilai
mengarahkannya dengan petunjuk dan Islam). Kata Islam ditempatkan sebagai
nasehat, sehingga menjadi suatu kecen-
derungan dari beberapa kecenderungan sumber nilai yang akan diwujudkan dalam
jiwa yang akan membutuhkan keutamaan, pendidikan. Kedua, Jenis pendidikan yang
kebaikan, dan cinta beramal agar
berguna bagi tanah air”. memberikan perhatian dan menjadikan
ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk
Sedangkan Islam berasal dari bahasa
program studi yang diselenggarakan. Pada
Arab, yaitu dari kata aslama-yuslimu-
pengertian ini Islam ditempatkan sebagai
islâman, yang berarti “berserah diri”. Kata
ilmu, bidang studi. Ketiga, jenis
pendidikan yang mencakup kedua
16 19
Departemen Pendidikan Nasional, Maktabah al-Syarqiyah, Munjid fî al-
Kamus Bahasa..., h. 353. Lughah wa al-Aklâm, (Beirut: Dâr al-Masyriq,
17
Sir God Frey Thomson, A Modern 1986), h. 347.
20
Philosophy of Education, (London: George Allen Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam,
& Unwin, 1957), h.19 (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 88.
18
Mustofa al-Ghulayaini, Idhâh al-Nâsyiîn,
(Beirut: al-Maktabah al-Asriyah li al-Thâba’ah wa
al-Nasyr, 1953), h. 185.
21 24
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Lalu Muhammad Azhar, Proses Belajar
Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Mengajar Pola CBSA, (Surabaya: Usaha Nasional,
Pedoman Ilmu Jaya, 2003), h. 45. 1993), h. 95.
22 25
W. Gulo, Strategi Belajar..., h. 1. W. Gulo, Strategi Belajar..., h. 3.
23 26
Departemen Pendidikan Nasional, Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses
Kamus Bahasa..., h. 1112. Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Sinar Baru,
2000), h. 147.
27 29
Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar..., Pendekatan diartikan sebagai orientasi
h. 196. atau cara memandang terhadap sesuatu.
28
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses ..., h. Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar..., h. 208.
30
153. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses ..., h.
153.
31 33
W. Gulo, Strategi Belajar..., h. 11. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses ..., h.
32
W. Gulo, Strategi Belajar..., h. 84. 154.
34 36
Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar..., Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses ..., h.
h. 227. 157.
35 37
Djamaluddin Darwis, “Strategi Belajar..., John Jarolimek & Clifford D. Foster,
h. 228. Model of Teaching, (New Jeresy: Englewood Cliff
Prenticehall Inc., 1975), h. 59-62.
38 39
Mansur Muslich, Seri Setandar Nasional Mel Silberman, Acttive Learning 101
Pendidikan KTSP Pembelajaran Berbasis Strategies to Teach Any Subject, (Boston: Allyn
Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi and Bacon, 1996), h. 9.
40
pendidik, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, Syaiful Bahri Djamarah, Pendidik Dan
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 73. Anak Didik Dalam Intraksi Edukatif Suatu
Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2005), h. 174.
41 43
Lalu Muhammad Azhar, Proses Lalu Muhammad Azhar, Proses
Belajar..., h. 13. Belajar..., h. 13.
42 44
Basyiruddin Usman, Metodologi Ibid., h. 14.
45
Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Basyiruddin Usman, Metodologi
Pers, 2002), h. 24. Pembelajaran..., h. 25.
46 48
Khairon Rosyadi, Pendidikan Profetik, Mimin Haryati, Model dan Teknik
(Jakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004), h. 283-284. Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan,
47
Ralph W. Tyler, Basic Principles of (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h. 13.
49
Curriculum and Instruction, (London: The Mansur Muslich, Seri Setandar..., h. 91.
University of Chicago Press, 1973), h. 105-106.
penilaian unjuk kerja peserta didik kualitas hasil belajar, jika nilai rata-rata
(performance), penilaian tugas (resitasi) kelompok atau kelasnya rendah serta
baik tugas individu maupun tugas kurang praktis sebab harus menghitung
kelompok, penilaian hasil kerja (project), dahulu rata-rata, apalagi jika jumlah
penilaian peserta didik melalui peserta didik cukup banyak.53
pengumpulan hasil kerja (portofolio). Hal Sementara interprestasi tes yang
ini didasarkan atas asumsi bahwa menilai digunakan untuk mengetahui tingkat
proses pembelajaran harus lebih dari satu penguasaan bahan pengajaran dapat
tahapan penilaian.50 dilakukan dengan menggunakan penilaian
Oleh karena itu, pendidik acuan patokan (PAP) atau kriteria
diharapkan melaksanakan penilaian mutlak.54 PAP lebih ditunjukan pada
secara berkesinambungan, karena program (penguasaan materi pelajaran),
penilaian bertujuan untuk mengetahui bukan pada kedudukan peserta didik di
sejauhmana peserta didik telah mencapai dalam kelas. PAP berusaha mengukur
hasil yang direncanakan sebelumnya.51 tingkat pencapaian tujuan oleh para
Dalam teknik penilaian seperti ini, peserta didik. Peserta didik yang tidak
Gronlund menawarkan dua jenis acuan, mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yaitu penilaian acuan norma (norm berarti gagal, atau pengajaran yang
referenced tests) dan penilaian acuan diberikan belum berhasil. PAP diukur dari
52
patokan (criterion referenced tests). derajat belajar tuntas (mastery learning)
Tehnik penilaian dengan acuan masing-masing peserta didik berdasarkan
PAN dapat dipahami, bahwa prestasi yang tujuan yang telah ditetapkan. PAP lebih
dicapai seseorang posisinya sangat mengutamakan yang dapat dikuasai
tergantung pada prestasi kelompok atau peserta didik, kemampuan apa yang sudah
kelas sehingga sekaligus dapat diketahui dan belum dicapai, setelah mereka
keberhasilan pengajaran bagi semua
peserta didik. Kelemahannya, menurut
Sudjana, adalah kurang meningkatkan
50
Ralph W. Tyler, Basic Principles..., h. Instruction, (New York: The Macmillan
106. Campany), 1973, h. 1-6.
51 53
Abdul Majid, Perencanaan Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses..., h.
Pembelajaran: Mengembangkan Standar 8.
54
Kompetensi Pendidik, (Bandung: Remaja Nana Sudjana dan Ahmad Rifai`,
Rosdakarya, 2006), h. 227. Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru
52
Norman E. Gronlund, Preparing Algesindo, 2001), h. 149.
Criterion-Referenced Tests for Classroom
55 59
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses..., h. Winarno Surachmad, Metodologi
8. Pengajaran Nasional, (Bandung: CV. Jemmars,
56
Armai Arif, Pengantar Ilmu Metodologi t.th.), h. 74.
60
Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar,
40. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
57
Zuharini, et.al., Metodik Khusus Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Islam, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Menengah, 2003), h. 13.
61
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983), h. 80 Muhaimin, et.al., Paradigma
58
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses..., h. Pendidikan..., h. 147.
132-133.
62
Basyiruddin Usman, Metodologi Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Rineka
Pembelajaran..., h. 33. Cipta, 1995), h. 289-312.
63 64
Ibid., h. 33-34, Hadari Nawawi, Abdul Majid dan Dian Andayani,
Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
1993), h.247-295, dan Zakiyah Darajat, Metodik Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 101.
metode pembelajaran maka, dalam hal ini dalam pembelajaran. Diantara metode
penulis akan memaparkan metode pendidikan akhlak yang dapat
pembelajaran yang berhubungan dengan dipergunakan sebagai berikut.
metode pendidikan akhlak atau karakter. a. Bercerita
Sebelum membicarakan tentang Salah satu metode yang dapat
metode pendidikan akhlak atau karakter, digunakan dalam pendidikan akhlak atau
terlebih dahulu perlu diketahui bahwa karakter adalah metode bercerita
dalam pelaksanaan pendidikan akhlak sebagaimana yang digambarkan dalam al-
atau karakter harus diupaya memasukkan Qur’an:
pengetahaun, pemahaman dan 65
ﻷوﱄ اﻷﻟْ َﺒ ِﺎب
ِ ﻟَﻘَﺪْ َﰷ َن ِﰲ ﻗَ َﺼ ِﺼ ِﻬ ْﻢ ِ ْ َﱪ ٌة
keterampilan tentang konsep-konsep nilai
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka
kepada peserta didik yang kemudian orang
itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
menyebutnya sebagai internalisasi.
yang mempunyai akal”.
Pendidikan akhlak atau karakter 66
ﻓَﺎ ْﻋﺘَ ِﱪُوا َ ُأ ِوﱄ اﻷﺑْ َﺼﺎ ِر
mengandalkan pengetahuan teoritis
tentang konsep-konsep nilai tertentu. “Maka ambillah (Kejadian itu) untuk
Tanpa adanya pemahaman dan pengertian menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang
itulah salah satu unsur penting dalam membiasakan anak didik berfikir, bersikap
nilai-nilai pemandu perilaku yang bisa ajaran agama Islam.67 Pembiasaan yang
pemahaman dan keterampilan tentang Allah Swt. yang bersifat kasih sayang,
konsep-konsep nilai ini dilakukan dalam pemaaf, adil, pemurah yang dilimpahkan
menggunakan metode-metode yang sesuai dijalin dengan baik sesama warga sekolah.
dengan materi, tujuan yang ingin dicapai Saling melindungi dan menjaga dengan
65 67
Al-Quran, 12:111. Binti Maunah, Metode Pengajaran
66
Al-Qur’an, 59: 2. Agama Islam (Yogyakarta: Teras, 2009), 93.
saling menghargai sopan santun, tata berumur sepuluh tahun serta pisahkanlah
krama, kebiasaan baik dan hal-hal terpuji mereka dalam tempat tidur”.
lainnya.68 Maunah menambahkan 3) Pembiasaan hendaknya dilakukan
pendekatan ini akan jauh dari keberhasilan secara terus-menerus
jika tidak diiringi dengan contoh tauladan Rasulullah berwasiat kepada para
dari si pendidik. penghafal al-Qur’an agar selalu
Adapun syarat-syarat pendekatan mengawasi dan terus mengulangi
pembiasaan dalam pencapaian tujuan hafalannya. Sebagaimana sabda beliau:
pendidikan akhlak:69 ي ﻧﻔﺲ ﶊﺪ ﺑﻴﺪﻩ ﻟﻬﻮ أﺷﺪ ﺗﻔﻠﺘﺎIﺗﻌﺎﻫﺪوا اﻟﻘﺮآن ﻓﻮا
1) Mulailah pembiasaan itu sebelum
terlambat, semakin dini usia anak akan
71 (ﻣﻦ اﻹﺑﻞ ﰲ ﻋﻘﻠﻬﺎ )رواﻩ اﳌﺴﲅ
semakin baik pendekatan ini “Ulangi dan awasi terus al-Qur’an ini.
digunakan. Sesungguhnya demi Rabb yang jiwa
2) Pembiasaan hendaknya diawasi secara Muhammad berada dalam genggaman-
ketat, konsisten dan tegas. Nya, al-Qur’an lebih mudah terlepas
Kedua syarat di atas sejalan dengan dibandingkan unta yang terikat pada tali
sabda Rasulullah saw. tentang bagaiman igalnya”.
dan kapan orang tua memerintahkan 4) Pembiasaan pada mulanya hanya
anaknya untuk mengerjakan salat, bersifat mekanistis, hendaknya secara
ِ ْ ﻟﺼ َﻼ ِة َو ُ ْﱒ أَﺑْﻨَﺎ ُء َﺳ ْﺒﻊ ِ ِﺳﻨِ َﲔ َو0 1ِ ﻣ ُُﺮوا أَ ْو َﻻد ُ َْﰼ
ْ ُ ُاﴐﺑ
ﻮﱒ berangsur-angsur diubah menjadi
kebiasaan yang tidak verbalistik dan
ٍ ْ َﻠَﳱْ َﺎ َو ُ ْﱒ أَﺑْﻨَﺎ ُء ﻋ
َ ُْﳯ ْﻢ ِﰲ اﻟْ َﻤﻀَ ﺎﺟِ ﻊ ِ )رواﻩ اﰊ8َﺮ ُﻗﻮا ﺑ9 ََﴩ َوﻓ menjadi kebiasaan yang disertai
70 (داود dengan kata hati anak didik itu sendiri.
c. Keteladanan
“Suruhlah anak-anakmu yang telah
Keteladanan sebagai suatu metode
berumur tujuh tahun melakukan shalat,
digunakan untuk merealisasikan tujuan
dan pukullah mereka karena
pendidikan dengan memberi contoh
meninggalkan sholat bila mereka sudah
keteladanan yang baik kepada siswa agar
mereka dapat berkembang baik fisik
68
Nursisto, Membumikan Pembelajaran Salat Juz II (Riyad: Maktabah al-Ma’arif linashir
Agama Islam (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, wa al-Turi’, t.th), 88.
71
2008), 152-153. Imam Muslim, Shahih Muslim, bab al-
69
Binti Maunah, Metode Pengajaran, 96. amr bi ta’hid al-Qur’an wa karahah, juz IV,
70
Aby Dawud dalam Sunan Aby Dawud, (Beirut: Dar al-kutub, 1996), 202.
Nomor 418. bab. Mata ya’mur al-Gulam bi al-
maupun mental dan memiliki akhlaq yang dalam diri para guru, karyawan, kepala
baik dan benar. Keteladanan memberi sekolah, pengurus perpustakaan dalam
kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan nyata di luar kelas.74
pendidikan ibadah, akhlaq kesenian dan Pada tahap aplikasi metode
lain-lain.72 Keteladanan adalah keteladanan lebih banyak mengarah pada
keberimbangan antara nilai-nilai teoritis fungsi dan peran guru sebagai pendidik.
yang diajarkan guru dengan nilai-nilai Dalam hal ini, peran guru tidak hanya
praktis yang semestinya dilakukan oleh memberikan kerangka teori dari nilai-nilai
guru sebagai contoh kepada siswanya. akhlaq tetapi lebih jauh lagi menuntut
Islam sangat menganjurkan keseimbangan kepada guru untuk menjadikan dirinya
antara nilai teoritis dan praktis, bahkan al- sebagai model moral atau contoh utama
Qur’an mengecam orang yang hanya bisa dalam pengamalan nilai-nilai akhlaq.
mengatakan tetapi tidak mau berbuat. Seperti halnya Rasulullah dalam
Sebagai mana dalam surah as-shaf ayat 3: mengajarkan salat, beliau adalah orang
yang pertama mengerjakan salat dan salat
∩⊂∪ šχθè=yèø s? Ÿω $tΒ (#θä9θà)s? βr& «!$# y‰ΨÏã $ºFø)tΒ uã9Ÿ2
beliau menjadi model atau tauladan bagi
“Amat besar kebencian di sisi Allah
para sahabat. Sepeti yang terdapat dalam
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
sabda berikut:
tidak kamu kerjakan”.73
Anak-anak akan lebih banyak
75
(ﺎريRﳣﻮﱐ أﺻﲇ )رواﻩ اﻟﺒWﺻﻠﻮا ﻛﲈ رأ
belajar dari apa yang mereka lihat. Verba “Kerjakanlah solat sebagaimana kalian
movent exempla trahunt (kata-kata itu melihat aku mengerjakannya”.
memang dapat menggerakkan orang, Jika Nabi Muhammad dikatakan
namun keteladanan itulah yang lebih sebagi seorang guru, maka beliau guru
menarik hati). Doni Koesoma yang selalu mengutamakan ketauladanan
memaparkan bahwa tumpuan pendidikan dengan menunjukkan budi pekerti yang
karakter ada di pundak guru. Konsistensi baik. Sebagai mana pujian yang
mengajar pendidikan karakter (akhlak) diungkapkan dalam QS. al-Qolam ayat 4:
tidak sekedar melalui apa yang dikatakan
∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯ΡÎ)uρ
di kelas, melainkan nilai juga tampil
72
Binti Maunah, Metode Pengajaran, 102. Koesoema dan Ibnu Miskawaih” (Tesis-- IAIN
73
Al-Qur’an, 61: 3 Sunan Ampel, Surabaya, 2010), 51-56.
74 75
Heni Zuhriyah, “Pendidikan Karakter; H.R Bukhari, Bab Rahmat al-Naas wa al-
Studi Perbandingan Antara Konsep Doni Bahaaim, juz 18, 423.
76 77
al-Qur’an, 68: 4 Lalu Muhammad Azhar, Proses
Belajar..., h. 95.
Mansur Muslich, Seri Setandar Nasional Sir God Frey Thomson, A Modern
Pendidikan KTSP Pembelajaran Philosophy of Education, London:
Berbasis Kompetensi dan George Allen & Unwin, 1975.
Kontekstual Panduan bagi
Skinner, Charles E., Essentials of
pendidik, Kepala Sekolah, dan
Educational Psychology, New
Pengawas Sekolah, Jakarta: Bumi
York: Prentice Hall, Inc, 1958.
Aksara, 2007.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rifai`,
Max Darsono, et.al., Belajar dan
Teknologi Pengajaran, Bandung:
Pembelajaran, Semarang: CV.
Sinar Baru Algesindo, 2001
IKIP Semarang Press, 2000.
Suprayekti, Interaksi Belajar Mengajar,
Mimin Haryati, Model dan Teknik Jakarta: Departemen Pendidikan
Penilaian Pada Tingkat Satuan Nasional, Direktorat Jenderal
Pendidikan, Jakarta: Gaung
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Persada Press, 2007. 2003.
Muhaimin, et.al., Paradigma Pendidikan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain,
Islam, Upaya Mengefektifkan PAI Strategi Belajar Mengajar,
di Sekolah, Bandung: PT Remaja
Jakarta: Rineka, 2002.
Rosdakarya, 2001.
Syaiful Bahri Djamarah, Pendidik dan
Musthafa al-Fahmi, Sikulujiah al- Anak Didik dalam Intraksi
Ta’allum, Mesir: Darul Misri li al-
Edukatif: Suatu Pendekatan
Thaba’ah, t.th.
Teoritis Psikologis, Jakarta: PT.
Mustofa al-Ghulayaini, Idhâh al-Nâsyiîn, Rineka Cipta, 2005.
Beirut: al-Maktabah al-Asriyah li
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
al-Thâba’ah wa al-Nasyr, 1953.
Tentang Sisitem Pendidikan
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, Nasional.
Bandung: Sinar Baru Algensindo,
W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar,
1996.
Jakarta: Grasindo, 2002.
______, Dasar-Dasar Proses Belajar
W.S. Winkell, Psikologi Pengajaran,
Mengajar, Bandung: CV. Sinar
Jakarta: Gramedia, 1986.
Baru, 2000.
Winarno Surachmad, Metodologi
Norman E. Gronlund, Preparing
Pengajaran Nasional, Bandung:
Criterion-Referenced Tests for
CV. Jemmars, t.th.
Classroom Instruction, New York:
The Macmillan Campany, 1973. Zakiah Daradjat, Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam, Jakarta:
Nursisto, Membumikan Pembelajaran
Rineka Cipta, 1995.
Agama Islam, Yogyakarta: Mitra
Gama Widya, 2008 ______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 1996.
Ralph W. Tyler, Basic Principles of
Curriculum and Instruction, Zuharini, et.al., Metodik Khusus
London: The University of Pendidikan Islam, Malang: Biro
Chicago Press, 1973. Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Ampel Malang, 1983
Silberman, Mel, Acttive Learning 101
Strategies to Teach Any Subject,
Boston: Allyn and Bacon, 1996.