Skripsi Tanpa Pembahasan - Yovan El Zikrian

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 71

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH

PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI SIPOHOLON


BERDASARKAN ANALISIS SVD DAN PEMODELAN
ANOMALI GAYABERAT

(Skripsi)

Oleh

Yovan Elzikrian
1615051006

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2021
ABSTRACT

IDENTIFICATION OF THE SUBSURFACE GEOLOGICAL


STRUCTURE OF THE SIPOHOLON GEOTHERMAL
REGION BASED ON SVD ANALYSIS AND GRAVITY
ANOMALY MODELING

By
Yovan Elzikrian

The Sipoholon geothermal area is one of the potential geothermal areas located in
North Tapanuli Regency, North Sumatra Province, and is in the Sumatran fault zone
with surface manifestations in the form of hot springs, gas bubbles and solfatar.
This study aims to identify the fault structure and determine the geothermal prospect
zone in the study area based on SVD analysis and modeling. Based on the
processing carried out, the Bouguer anomaly in the study area is -105 mGal to -35
mGal. Furthermore, to get the window width that will be used on the moving
average filter, a spectrum analysis is carried out in order to obtain a residual
anomaly depth of 744 m and a regional anomaly depth of 6963 m. To be able to
identify the fault structure, an SVD analysis was carried out where the faults
identified were dominant with a northwest-southeast trend in the middle of the
study area, there was also a north-south trending fault in the south of the study area,
a northeast-southwest trending fault in the north of the study area, and west-east
trending fault in the west of the study area. The 3D model was obtained with the
distribution of subsurface density values ranging from 2.00 – 3.00 gr/cm3. Based
on the results of modeling and analysis of gravity data, there are three prospect
zones that are suspected to be geothermal reservoirs located in the northwest,
southwest, and southeast. Geothermal manifestations are found in the northwest,
southwest, central, and southeast of the study area which relatively follow the fault
and there are intrusive igneous rocks which are estimated to be a heat source which
has a density value between 2.80 - 3.00 gr/cm3 located at south and east with a depth
of > 1.5 km.
Keywords :Gravity, Geothermal, Second Vertical Derivative, Moving Average

i
ABSTRAK

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH


PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI SIPOHOLON
BERDASARKAN ANALISIS SVD DAN PEMODELAN
ANOMALI GAYABERAT

Oleh

Yovan Elzikrian

Daerah panas bumi Sipoholon merupakan salah satu daerah berpotensi panas bumi
yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara, dan berada
pada zona patahan Sumatera dengan manifestasi permukaan berupa mata air panas,
bualan gas dan solfatar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur
patahan serta mengetahui zona prospek panasbumi di daerah penelitian berdasarkan
analisis SVD dan pemodelan. Berdasarkan pengolahan yang dilakukan didapatkan
anomali Bouguer daerah penelitian sebesar -105 mGal sampai -35 mGal.
Selanjutnya untuk mendapatkan lebar jendela yang akan digunakan pada filter
moving average dilakukan analisis spektrum agar mendapatkan kedalaman anomali
residual 744 m dan kedalaman anomali regional 6963 m. Untuk dapat
mengidentifikasi struktur patahan dilakukan analisis SVD dimana patahan yang
teridentifikasi dominan berarah barat laut – tenggara yang berada di tengah daerah
penelitian, ada juga sesar berarah utara – selatan di selatan daerah penelitian, sesar
berarah timur laut – barat daya di utara daerah penelitian, dan sesar berarah barat –
timur di barat daerah penelitian. Model 3D didapatkan dengan persebaran nilai
densitas bawah permukaan berkisar antara 2,00 – 3,00 gr/cm3. Berdasarkan hasil
pemodelan dan analisis data gayaberat terdapat tiga zona prospek yang diduga
sebagai reservoar panasbumi yang berada di barat laut, barat daya, dan tenggara.
Manifestasi panasbumi terdapat di barat laut, barat daya, tengah, serta sebelah
tenggara daerah penelitian yang relatif mengikuti sesar dan terdapat batuan beku
intrusif yang diperkirakan menjadi sumber panas yang memiliki memiliki nilai
densitas antara 2,80 – 3,00 gr/cm3 yang berada di bagian selatan dan timur dengan
kedalaman > 1,5 km.
Kata kunci :Gayaberat, Panasbumi, Second Vertical Derivative, Moving Average

ii
IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH
PERMUKAAN DAERAH PANASBUMI SIPOHOLON
BERDASARKAN ANALISIS SVD DAN PEMODELAN
ANOMALI GAYABERAT

Oleh
YOVAN ELZIKRIAN

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK

Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2021

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok, pada tanggal 7 Desember 1997, anak

dari pasangan Bapak Syamsuardi dan Ibu Fatwi Elma. Penulis

menyelesaikan pendidikan formal di SDN 29 Muaro Sijunjung

pada tahun 2010, SMPN 7 Sijunjung pada tahun 2013, dan

SMAN 2 Sijunjung pada tahun 2016.

Pada tahun 2016 penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dan terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2017 hingga 2018 penulis menjadi anggota

Bidang Kajian dan Dakwah di Organisasi Islam Fakultas Teknik Fossi FT. Pada

tahun 2018 penulis juga aktif sebagai Anggota UKM Futsal Universitas Lampung

Pada tahun 2019 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung

Kurung, Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan. Adapun dalam

mengaplikasikan ilmu di bidang Geofisika, penulis telah melaksanakan Kerja

Praktik (KP) pada bulan Juli 2019 di Pusat Survei Geologi Bandung dengan topik

“Pemisahan Anomali Gayaberat Regional dan Residual Menggunakan Metode

Gaussian Regional/Residual Filter Daerah Lasusua, Sulawesi Tenggara”.

Kemudian, pada bulan Desember 2020 hingga Mei 2021, Penulis melakukan

penelitian Tugas Akhir di Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Lampung

vii
hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana pada 6 Agustus

2021 dengan Skripsi yang berjudul “Identifikasi Struktur Geologi Bawah

Permukaan Daerah Panasbumi Sipoholon Berdasarkan Analisis SVD dan

Pemodelan Anomali Gayaberat”.

viii
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ‘alamin

Atas ridho-Nya, dengan penuh rasa syukur, ku persembahkan skripsi ini kepada:

Kedua Orang Tuaku & Ibu Angkatku

Syamsuardi
Fatwi Elma
Luluk Tantri Elvandari
Terima kasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, serta doa yang
tiada henti.

Kakakku

Novelia Prima

Adik-adikku

Agung, Caca, Hanania, Akbar


Monil, Kia, Wawa

Terima kasih selalu mendukung, dan mendoakan.

TEKNIK GEOFISIKA UNIVERSITAS LAMPUNG 2016


Terima kasih banyak untuk segala-galanya selama 4 tahun yang luar biasa ini

Keluarga Besar Teknik Geofisika Universitas Lampung


Almamater Universitas Lampung

ix
MOTTO

“Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan

menanggung perihnya kebodohan."

(Imam Syafii)

“Barang siapa yang keluar rumah untuk mencari ilmu, maka ia


berada di jalan Allah hingga ia pulang.”
(HR. Tirmidzi)

“Jangan pergi mengikuti kemana jalan akan berujung. Buat jalanmu

sendiri dan tinggalkanlah jejak.”

(Penulis)

x
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul “Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Panasbumi
Sipoholon Berdasarkan Analisis SVD dan Pemodelan Anomali Gayaberat”.
Skripsi ini merupakan syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 Teknik Geofisika,
Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu dalam melakukan pembuatan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari dalam penulisan skripsi ini, jauh dari sempurna serta
banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun pembahasan materi. Penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat menjadi
pedoman baik bagi pembaca lain. Serta penulis berharap agar kiranya skripsi ini
dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
geofisika.

Demikianlah kata pengantar yang dapat disampaikan, atas perhatiannya saya


ucapkan Terima Kasih.

Penulis

Yovan Elzikrian

xi
SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT atas ridho-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Struktur Geologi Bawah

Permukaan Daerah Panasbumi Sipoholon Berdasarkan Analisis SVD dan

Pemodelan Anomali Gayaberat”. Banyak pihak yang terlibat dalam memberikan

kontribusi ilmiah, spiritual dan informasi baik secara langsung maupun tidak

langsung. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan Rasullullah Muhammad SAW atas

segala rahmat dan hidayah-Nya selama pengolahan dan penulisan

menyelesaikan Tugas Akhir.

2. Ayahku tercinta Syamsuardi dan Ibuku tercinta Fatwi Elma yang selalu

mendukung penulis baik secara moril maupun materiel serta yang selalu

memberikan doa terbaik untuk penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi

ini. Terimakasih banyak atas semua motivasi, dukungan dan doa dari Ayah

dan Ibu.

3. Luluk Tantri Elvandari Ibu Angkat tersayang yang telah banyak membantu

moril dan materiel serta memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis

selama berkuliah di Universitas Lampung hingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini. Semoga semua kebaikan ibu selama ini di balas oleh Allah Swt.

xii
4. Kepada Novi kakakku dan kepada adik-adikku tersayang Agung, Caca, dan

Hanania yang selalu menjadi sumber motivasiku dalam mengerjakan skripsi.

Semoga kita semua sukses dan bisa membanggakan keluarga.

5. Bapak Dr. Ir. Muh. Sarkowi, S.Si., M.Si. dan Bapak Ir. Syamsurijal

Rasimeng, S.Si., M.Si.. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis yang

telah memberikan arahan, masukan, ilmu yang bermanfaat serta motivasi bagi

penulis.

6. Bapak Prof. Drs. Ir. Suharno, M.Sc., Ph.D, IPU., ASEAN Eng. selaku Dosen

Penguji Tugas Akhir penulis yang telah memberikan masukan dan saran bagi

penulis.

7. Bapak Karyanto, S.Si., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika

Universitas Lampung yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

kepada penulis.

8. Dosen-dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung yang penulis hormati

atas semua ilmu yang diajarkan selama ini.

9. Seluruh keluarga besar Teknik Geofisika’16 “KSKJ”: Arya, Ahfas, Arief,

Adli, Alvin, Bani, David, Eko, Fikri, Gege, Haqqie, Igo, Ikhsan, Jaka,

Lintang, Mirza, Mufido, Pupu, Ramos, Ripang, Tri, Umam, Wahyu, Fachrul,

Yuzir. “Cewe Tg Au” :Arel, Alia, Detri, Desima, Ditha, Echa, ,Engla, Etri,

Fidel, Fitria, Fristi, Iis, Kintani, Kristin, Machrani, Nadya, Puja, Puteri,

Ribka, Sarah, Suci Kurniati, Suci Ariska, Tara, Yola, Zahra, yang telah

memberikan motivasi dan membantu dalam penyusunan skripsi ini, dan juga

terima kasih atas tawa canda duka yang sudah kalian berikan selama kurang

lebih 4 tahun ini.

xiii
10. Team gravity Tri, Yuzir, Mirza, Desima, Fachrul, Arya, Machrani, Fitria, dan

Yola yang sudah menjadi wadah belajar terutama mengenai gravity.

11. Kepada teman-teman kontrakan RBP Ripang, Umam, Tri, Mirza, Adli, Mbah,

Fikri, Igo, Pupu, dan Yuzir terimakasih sudah mendukung dan banyak

membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

12. Teman-teman rusunawa Ipul, David, Intan, Marsya, Vera, Fadila, Bang Oji

terima kasih telah menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.

Semoga kita semua sukses.

13. Dan berbagai pihak yang telah membantu penulis.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Adapun kritik dan saran

sangat diharapkan agar menjadi kebaikan penulis untuk menjadi lebih baik.

xiv
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Tujuan Penelitian .............................................................................................3

C. Batasan Masalah ..............................................................................................4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lokasi Penelitian .............................................................................................5

B. Geologi Regional .............................................................................................6

C. Stratigrafi Daerah Sipoholon ...........................................................................7

1. Satuan Lava Jorbing (Tmlj) .......................................................................7

2. Satuan Lava Siborboron (Tmlsb) ..............................................................7

3. Satuan Piroklastik Toba 1 (Qvt 1) .............................................................8

4. Satuan Piroklastik Toba 2 (Qvt 2) .............................................................8

5. Satuan Lava Palangka Gading (Qvpg) ......................................................8

6. Satuan Kubah Lava Martimbang (Qvma) .................................................8

7. Satuan Sinter Karbonat (Qsk) ....................................................................9

xv
8. Satuan Endapan Alluvial (Qal) ..................................................................9

D. Struktur Geologi Regional ...............................................................................9

E. Struktur Geologi Sipoholon .............................................................................11

III. TEORI DASAR

A. Konsep Dasar Metode Gayaberat..................................................................16

1. Gaya Gravitasi (Hukun Newton I) ..........................................................16

2. Percepatan Gravitasi (Hukun Newton II) ................................................17

3. Potensial Gravitasi...................................................................................18

B. Reduksi Data Gayaberat ................................................................................19

1. Koreksi Pasang Surut ..............................................................................20

2. Koreksi Apungan.....................................................................................20

3. Koreksi Lintang .......................................................................................21

4. Koreksi Udara Bebas ...............................................................................22

5. Koreksi Bouguer .....................................................................................22

6. Koreksi Medan ........................................................................................23

C. Anomali Bouguer ..........................................................................................24

D. Spektral Analisis ...........................................................................................25

E. Filter Moving Average...................................................................................27

F. SVD ...............................................................................................................29

G. Forward Modelling .......................................................................................34

H. Inverse Modelling .........................................................................................36

I. Densitas Batuan ..............................................................................................37

xvi
IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu, dan Judul Penelitian .............................................................39

B. Alat dan Bahan ..............................................................................................39

C. Tahapan Pengolahan Data .............................................................................40

1. Analisis Spektrum Menggunakan FFT ...................................................40

2. Pemisahan Anomali Regional dan Residual ...........................................40

3. Analisis Derivative ..................................................................................41

4. Pemodelan Bawah Permukaan ................................................................41

D. Jadwal Penelitian...........................................................................................42

E. Diagram Alir ...................................................................................................44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Anomali Bouguer ..........................................................................................45

B. Analisis Spektrum .........................................................................................46

C. Pemisahan Anomali Regional dan Residual .................................................56

1. Anomali Regional ....................................................................................57

2. Anomali Residual ....................................................................................58

D. Second Vertical Derivative ..........................................................................59

E. Inverse Modelling ..........................................................................................61

F. Slicing 3D ......................................................................................................63

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................................86

B. Saran ..............................................................................................................87

DAFTAR PUSTAKA

xvii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian ........................................................5

Gambar 2. Geologi Regional Sumatera Utara ...................................................11

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Panasbumi Sipoholon ....................................15

Gambar 4. Gaya Tarik Menarik Antara Dua Benda ..........................................16

Gambar 5. Koreksi Pasang Surut Bumi .............................................................20

Gambar 6. Koreksi Apungan .............................................................................21

Gambar 7. Koreksi Udara Bebas .......................................................................22

Gambar 8. Koreksi Bouger ................................................................................22

Gambar 9. Stasiun yang berada dekat dengan gunung ......................................23

Gambar 10. Stasiun yang berada dekat dengan lembah ....................................23

Gambar 11. Kurva Ln A terhadap K .................................................................27

Gambar 12. Kurva respon anomali SVD pada struktur geologi ........................31

Gambar 13. Skema hubungan antarmuka transisi densitas dan profil SVD ......33

xviii
Gambar 14. Efek Benda Bentuk Poligon Anomali Gravitasi ............................34

Gambar 15. Nilai densitas beberapa batuan ......................................................38

Gambar 16. Ilustrasi ambiguitas penyebab anomali gaya berat ........................38

Gambar 17. Diagram Alir Penelitian .................................................................44

Gambar 18. Peta Anomali Bouguer Daerah Penelitian .....................................45

Gambar 19. Peta Sayatan Pada Anomali Bouguer ............................................47

Gambar 20. Grafik ln A vs K (lintasan 1) Analisis Spektrum ...........................49

Gambar 21. Grafik ln A vs K (lintasan 2) Analisis Spektrum ...........................50

Gambar 22. Grafik ln A vs K (lintasan 3) Analisis Spektrum ...........................51

Gambar 23. Grafik ln A vs K (lintasan 4) Analisis Spektrum...........................53

Gambar 24. Grafik ln A vs K (lintasan 5) Analisis Spektrum ...........................54

Gambar 25. Peta Anomali Regional ..................................................................57

Gambar 26. Peta Anomali Residual ..................................................................58

Gambar 27. Peta Anomali SVD dan Interpretasi Sesar yang Dianalisa dari

Peta SVD .............................................................................................................61

Gambar 28. Model 3D .......................................................................................62

Gambar 29. Overlay Xsection koordinat Y=229,48 km ....................................65

Gambar 30. Overlay Xsection koordinat Y=224,12 km ....................................67

Gambar 31. Overlay Xsection koordinat Y=221,82 km ....................................69

xix
Gambar 32. Overlay Xsection koordinat Y 220,29 km .....................................71

Gambar 33. Overlay Ysection koordinat X 493,82 km......................................73

Gambar 34. Overlay Ysection koordinat X 500,08 km......................................74

Gambar 35. Slicing pada kedalaman 0.56 km ...................................................76

Gambar 36. Slicing pada kedalaman 1.14 km ...................................................77

Gambar 37. Slicing pada kedalaman 2 km ........................................................79

Gambar 38. Slicing pada kedalaman 2.61 km ...................................................80

Gambar 39. Peta distribusi model density pada kedalaman 2000 m yang

dikompilasi dengan struktur sesar, manifestasi, gunung, dan reservoir

panasbumi hasil interpretasi ................................................................................81

Gambar 40. Analisis Model Panasbumi Sipoholon Berdasarkan Slice 3D ......83

Gambar 41. Model Tentatif Panasbumi Sipoholon ...........................................84

Gambar 42. Model Berdasarkan X section koordinat Y 229,5 km ...................85

xx
2

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Operator Filter SVD Elkins .................................................................32

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian .................................................................43

Tabel 3. Kedalaman Anomali Regional dan Residual........................................55

Tabel 4. Bilangan Gelombang (Kc) dan Lebar Jendela (N) ..............................56

xxi
xxii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Sipoholon, yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, berdasarkan

manifestasi permukaan panas bumi dan pola geologinya merupakan

daerah yang berpotensi adanya sumber daya panasbumi. Sayangnya,

sampai saat ini potensi energi tersebut belum dikembangkan untuk

pembangkit tenaga listrik sebagai kegunaan utama (Situmorang, 2005).

Mengacu pada Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan

Energi Nasional yang menargetkan penggunaan energi panasbumi untuk

pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia sebesar 5% pada tahun 2025, maka

potensi panasbumi daerah ini dapat dikembangkan menjadi salah satu solusi

untuk mengatasi kekurangan energi listrik di Kabupaten Tapanuli Utara.

Namun, salah satu faktor yang menjadi kendala pengembangannya saat ini

adalah belum adanya model konseptual sistem panasbumi daerah ini.

Model konseptual adalah penggabungan model deskriptif maupun kualitatif

yang menyatukan informasi fisik penting dari sistem panasbumi (Zarkasyi,

2015). Dengan kata lain bahwa model konseptual merupakan gambaran

komponen-komponen penyusun suatu sistem panasbumi yang dihasilkan dari


2

lapangan panasbumi, salah satunya dalam memilih lokasi dan target dari

sumur yang akan dibor (Mortensen dan Axelsson, 2013). Dalam hal ini,

daerah panasbumi Sipoholon sudah pernah diteliti dari segi geologi,

geokimia, dan geofisika. Hasil survei geologinya adalah manifestasi

permukaan di daerah ini tersebar di 18 titik mata air panas dan 5 titik endapan

travertine, sehingga identifikasi sementara menunjukkan bahwa sistem

panasbumi daerah Sipoholon ini termasuk ke dalam jenis sistem non-vulkanik

(Niasari, 2015).

Area panasbumi Sipoholon ini berada diantara beberapa gunung api non-aktif

seperti Gunung Imun, Gunung Jorbing, Gunung Martimbang, Gunung

Siborboron, dan Gunung Palangka Gading. Gunung Martimbang merupakan

sumber panas daerah panasbumi Sipoholon ini (Hasan dkk., 2005). Namun,

data-data geofisika dan geokimia yang sudah ada tidak sepenuhnya

mendukung hipotesis ini karena tidak menemukan indikasi apapun tentang

sumber panas dibawah gunung non-aktif Martimbang (Niasari, 2015). Hal ini

menyebabkan cara kerja dan sumber panas dari sistem panasbumi ini masih

dalam perdebatan sampai sekarang. Oleh karena itu, perlu adanya studi.

Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam penyelidikan panasbumi

yaitu metode gaya berat. Metode ini mampu memberikan gambaran bawah

permukaan bumi berdasarkan variasi nilai densitas batuan penyusunnya

(Setianingsih, 2013). Penggunaan metode ini dalam eksplorasi panasbumi

cukup efektif karena dapat mendelineasi struktur bawah permukaan berupa


3

zona patahan yang ditandai dengan kontras densitas rendah dengan batuan

sekitarnya (Sugianto, 2015). Dalam sistem panasbumi zona ini sangat

berperan penting dalam mengontrol pemunculan manifestasi panasbumi di

permukaan. Selain itu, metode gayaberat juga mampu untuk

memperlihatkan persebaran daerah terpanas yang bisa diindikasikan sebagai

sumber panas (Sugianto, 2015), yang ditandai dengan kontras densitas tinggi.

Variasi persebaran densitas dan anomali ini didapatkan dari hasil pemodelan

geofisika terhadap data pengukuran gaya berat.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan anomali Bouguer daerah penelitian

2. Menentukan batas kedalaman anomali Bouguer Regional dan Residual

berdasarkan analisa spektrum dan filtering

3. Mengidentifikasi struktur patahan daerah penelitian berdasarkan analisa

pola anomali Bouguer dan analisa SVD anomali Bouguer

4. Mendapatkan model struktur bawah permukaan berdasarkan pemodelan

inversi 3D anomali Bouguer

5. Mengetahui daerah prospek panasbumi daerah penelitian berdasarkan hasil

interpretasi gravity yang dikorelasikan dengan data geologi, geokimia dan

data geofisika lainnya.


4

C. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah:

1. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa anomali Bouguer yang

diperoleh dari ESDM.

2. Pada Wilaya penelitian adalah daerah Sipoholon bagian tenggara dan

Tarutung bagian utara dengan ukuran 14 km x 16 km.

3. Pada data gayaberat dilakukan proses pemisahan anomali regional dan

residual dengan moving average, analisis struktur dengan Second Vertical

Derivative, dan pemodelan inversi 3D.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lokasi Penelitian

Lokasi daerah penelitian berada pada daerah panas bumi Sipoholon yang

secara administratif terletak di Kecamatan Sipoholon bagian tenggara dan

Kecamantan Tarutung bagian utara, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi

Sumatera Utara. Secara geografis, daerah ini terletak antara 98o54’00’’ -

99o01’30’’ BT dan 01o56’00’’ LU sampai 02o06’00’’ LU atau antara

488000 m - 502000 m UTM X dan 215600 m -232100 m UTM Y pada

sistem koordinat UTM zona 47 belahan bumi utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penelitian


6

B. Geologi Regional

Secara regional di daerah Sumatera Utara telah tersingkap berbagai macam

batuan mulai dari batuan sedimen, beku, metasedimen hingga malihan yang

berumur Karbon hingga umur Pleistosen. Batuan intrusif tua yang berumur

Kapur hingga Tersier, baik jenis granodiorit maupun granit porfir yang

terdapat di daerah Padang Sidempuan sampai daerah selatan Solok, Sumatera

Barat dan juga di bagian timur hingga barat daerah Sibolga. Batuan intrusif

tua dan malihan berumur pra-tersier menjadi basement dari cekungan-

cekungan sedimen di sepanjang jalur belakang busur vulkanik.

Batuan vulkanik banyak tersingkap di bagian tengah yang merupakan jalur

vulkanik aktif sejak oligosen atas hingga resen yang dicirikan oleh banyaknya

kerucut-kerucut gunung api aktif seperti Sibayak, Sinabung, Sarula, Sorik

Marapi dan sebagainya, komposisi batuan vulkanik di sepanjang jalur ini

bervariasi dari mulai basaltik hingga riolitik. Piroklastik Toba merupakan

produk yang paling besar volume dan luas areal penyebarannya dari sekian

banyak produk vulkanik di daerah Sumatera Utara. Satuan batuan yang terdiri

dari tufa dan ignimbrit yang berkomposisi dasitik hingga riolitik ini diduga

merupakan hasil dari mekanisme letusan gunung api tua Toba. Gunung api ini

bersifat sangat explosif yang terjadi pada kala pleistosen awal, akibat letusan

ini terbentuklah kaldera yang menjadi danau Toba sekarang.


7

C. Stratigrafi Daerah Sipoholon

Pengamatan dan pengambilan sampel terhadap batuan penyusun daerah

penelitian telah dilakukan oleh Tim Penyelidikan Terpadu PSDG (2005) di 54

lokasi titik amat. Berdasarkan hasil pemetaan di lapangan dan pengamatan

makroskopis yang dilakukan oleh Hasan, dkk (2005), litologi di daerah

penelitian dapat dibagi menjadi 8 (delapan) satuan batuan yang terdiri dari 6

(enam) satuan batuan vulkanik, 1 (satu) satuan batuan sedimen, dan 1 (satu)

satuan batuan endapan permukaan (lihat Gambar 3). Menurut Hasan, dkk

(2005), urutan genesa batuan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai

berikut.

1. Satuan Lava Jorbing (Tmlj)

Satuan ini menyebar di bagian tenggara daerah penelitian. Merupakan

penyusun satuan morfologi relief sedang-terjal yang tersusun oleh batuan

beku andesit berwarna abu-abu terang gelap, porfiritik, sebagian telah

mengalami pelapukan dan ubahan yang lemah. Dari hasil pengamatan

mikroskopis, batuan ini adalah andesit piroksen yang diperkirakan berumur

Tersier (Miosen) dan berasal dari erupsi Gunung Jorbing. Batuan ini kontak

tak selaras dengan satuan di atasnya yaitu piroklastik Toba.

2. Satuan Lava Siborboron (Tmlsb)

Satuan ini menyebar di bagian barat daerah penelitian dengan menempati

satuan morfologi relief terjal di lereng Gunung Siborboron. Terdiri dari

batuan beku dengan warna abu-abu muda-tua dengan komposisi andesitik.

Dari hasil analisis sayatan tipis, satuan ini didominasi oleh batuan beku

andesit piroksen yang diperkirakan berumur Miosen dan berasal dari erupsi
8

Gunung Siborboron, dengan posisi stratigrafinya yang berada tidak selaras di

bawah satuan Piroklastik Toba.

3. Satuan Piroklastik Toba 1 (Qvt 1)

Satuan ini menyebar di bagian selatan daerah penelitian tepatnya di sebelah

barat Gunung Martimbang. Di beberapa tempat terdapat sisa aktivitas

hidrotermal berupa endapan oksida besi. Dari hasil pengamatan sayatan tipis,

satuan ini termasuk dalam tufa gelas yang diperkirakan berumur Kuarter dan

merupakan aliran piroklastik hasil aktivitas gunung api purba Toba.

4. Satuan Piroklastik Toba 2 (Qvt 2)

Satuan ini menyebar hampir di semua bagian daerah penelitian dengan ciri-

ciri berwarna abu-abu terang, mengandung fragmen batu apung dengan

diameter mencapai 10 cm, dan berkomposisi riodasit. Diperkirakan bahwa

satuan ini berumur Kuarter dan merupakan aliran piroklastik hasil aktivitas

gunung api purba Toba.

5. Satuan Lava Palangka Gading (Qvpg)

Satuan ini menyebar di bagian barat daerah penelitian yang terdiri dari batuan

beku andesitik dengan ciri-ciri berwarna abu-abu kehijauan. Dari hasil

pengamatan sayatan tipis, satuan ini tersusun oleh batuan Andesit Piroksen,

dengan kedudukan selaras di atas satuan piroklastik Toba 2. Satuan ini

diperkirakan berumur Kuarter dan berasal dari erupsi Gunung Palangka

Gading.

6. Satuan Kubah Lava Martimbang (Qvma)

Satuan ini tersebar di daerah selatan daerah penelitian yaitu di sekitar lereng

Gunung Martimbang. Terdiri dari batuan beku andesitik, hasil pembekuan


9

lava Gunung Martimbang. Dari hasil sayatan tipis, satuan ini termasuk dalam

andesit piroksen. Berdasarkan metode Fission Track, satuan ini diperkirakan

berumur 600.000 tahun atau Kuarter.

7. Satuan Sinter Karbonat (Qsk)

Satuan yang terdapat di sekitar manifestasi panas bumi ini merupakan hasil

endapan fluida panas bumi yang berkomposisi bikarbonat dan di beberapa

tempat terdapat struktur perlapisan dan gua (caving) dengan stalaktit dan

stalagmit. Dari hasil pengamatan sayatan tipis menunjukkan bahwa 95%

satuan ini terdiri dari kristal kalsit hasil rekristalisasi fluida berkomposisi

bikarbonat. Satuan ini merupakan batuan sedimen dan proses

pembentukannya masih berlangsung hingga saat ini.

8. Satuan Endapan Alluvial (Qal)

Satuan ini merupakan endapan permukaan yang terkonsentrasi di daerah

graben Tarutung yaitu di sepanjang lereng Sungai Sigaeon. Satuan ini terdiri

dari pasir, tuf, dan batuan beku andesit, yang memiliki fragmen dengan

ukuran diameter mencapai 50 cm, membundar-bundar tanggung, dan tidak

padu.

D. Struktur Geologi Regional

Secara regional, proses tektonik di daerah Sipoholon dipengaruhi oleh

kegiatan tektonik pergerakan lempeng-lempeng utama yaitu Eurasia di utara

dan Hindia Australia di bagian selatan yang saling bertumbukan sehingga

mengalami penunjaman. Penujaman yang terjadi ini mengakibatkan

terbentuknya jalur pegunungan yang dikenal dengan sebutan Bukit Barisan.


10

Hal ini terlihat pada deretan gunung api berumur Paleogen sampai Resen

yang membentang dari ujung utara Sumatera sampai Teluk Semangko di

bagian selatan. Deretan gunung yang ada sangat mempengaruhi litologi

batuan di pulau Sumatera ini. Aktivitas vulkanisme di pulau Sumatera yang

berlangsung sejak zaman Tersier sampai saat ini telah menghasilkan

persebaran batuan vulkanik yang cukup luas. Batuan vulkanik di Sumatera

umumnya merupakan produk gunung api strato yang muncul di atas batuan

sedimen Tersier maupun Pratersier dan batuan malihan. Khusus untuk daerah

Sipoholon, litologi batuan di daerah ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Penunjaman di pulau Sumatera ini terbentuk secara berkala dan telah

dilepaskan melalui sesar-sesar geser (transform) yang terpusat dan

membentang sepanjang pulau Sumatera yang dikenal dengan Sistem Sesar

Sumatera (Tim Penyelidikan Terpadu PSDG, 2005). Sistem Sesar Sumatera

(SFS) ini berperan sebagai struktur utama dengan arah barat laut-tenggara

yang memiliki panjang sekitar 1650 km. Umur sesar ini berbeda-beda mulai

dari Kapur sampai Paleogen. Pola-pola struktur yang berkembang di pulau

Sumatera mengikuti pola struktur utama ini. Sistem sesar ini tersusun oleh

paling tidak 18 segmen sesar dan masih aktif. Sebagai akibat pergerakan aktif

ini, di sepanjang jalur sesar ini terdapat banyak struktur depresi (graben)

terutama di daerah pertemuan antar segmen sesar, sebagai akibat komponen

gaya tarikan (extention) yang dikenal juga dengan istilah pull-apart basin.

Keterdapatan sumber daya panas bumi di Pulau Sumatera ini, termasuk


11

daerah Sipoholon, dipengaruhi dan dikontrol oleh struktur geologi yang

berkembang di pulau ini.

Gambar 2. Geologi Regional Sumatera Utara

E. Struktur Geologi Sipoholon

Berdasarkan analisa citra satelit dan pengamatan dilapangan, di daerah

penyelidikan terdapat 12 sesar. Sesar-sesar ini secara umum mempunyai 4

(empat) arah orentasi yaitu baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, utara-

selatan dan barat-timur. Semua sesar ini bertanggung jawab atas terbentuknya

manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan. Sesar-sesar tersebut adalah:

1. Sesar Sipoholon

Sesar ini berarah barat laut – tenggara dengan indikasi permukaan yang

dicirikan oleh adanya kelurusan mata air panas (Sipoholon dan Hutabarat).

Selain itu, pada citra satelit terlihat juga adanya kelurusan lembah atau tekuk
12

lereng. Sesar ini berupa sesar normal dengan bidang naik (foot wall) berada di

sebelah timur laut dan bidang turun (hanging wall) di sebelah barat daya.

Sesar ini terjadi akibat adanya gaya tarikan (extension) yang berarah timur

laut – barat daya.

2. Sesar Sibatu-batu

Sesar ini mempunyai arah barat laut - tenggara dan diperkirakan merupakan

kemenerusan dari sesar Sipoholon ke arah tenggara daerah penelitian.

Indikasi di permukaan adalah adanya mata air panas Sitompul. Selain itu

dari citra satelit menunjukan adanya kelurusan lembah. Sesar ini berupa sesar

normal dengan bidang naik di sebelah timur laut dan bidang turun di sebelah

barat daya.

3. Sesar Sigeaon

Sesar ini berarah barat laut – tenggara dengan indikasi di permukaan dicirikan

oleh adanya bualan gas H2S di daerah Pintubosi dan kelurusan lembah.

Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di sebelah barat daya dan

bidang turun di sebelah timur laut.

4. Sesar Toru

Sesar ini berarah barat laut – tenggara. Pemunculannya dicirikan oleh adanya

mata air panas dan bualan gas CO2 (air soda), sedangkan dari kenampakan

citra satelit menunjukkan adanya kelurusan tekuk lereng. Sesar ini berjenis

sesar normal dengan bidang naik di sebelah timur laut dan bidang turun di

sebelah barat daya.

5. Sesar Pintubosi
13

Sesar ini berarah timur laut - barat daya dan terletak di sebelah utara daerah

penelitian. Indikasi di permukaan dicirikan oleh adanya mata air panas Tapian

Nauli dan bualan gas H2S di daerah Pintubosi serta adanya singkapan batuan

ubahan, sedangkan dari kenampakan citra satelit terlihat sebagai kelurusan

lembah sungai. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di sebelah

barat laut dan bidang turun di sebelah tenggara.

6. Sesar Tarutung

Sesar ini berarah relatif utara-selatan dan terletak di sebelah selatan daerah

penelitian. Indikasinya di permukaan dicirikan oleh adanya mata air panas

Ugan, sedangkan dari kenampakan citra satelit sesar ini terlihat sebagai

kelurusan lembah. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di

sebelah barat dan bagian turun di sebelah timur.

7. Sesar Parbubu

Sesar ini berarah relatif barat - timur dan terletak di wilayah barat daerah

penelitian. Indikasi di permukaan dicirikan oleh adanya mata air panas

Sibadak dan Parbubu. Analisis citra satelit memperlihatkan sesar sebagai

kelurusan lembah dan punggungan. Sesar ini berjenis sesar normal dengan

bidang naik di sebelah utara dan bidang turun di sebelah selatan.

8. Sesar Siborboron

Sesar ini berarah barat laut - tenggara dan terletak di sebelah barat daerah

penelitian. Dari kenampakan citra satelit, indikasi sesar ini terlihat berupa

kelurusan punggungan. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di

sebelah barat daya dan bidang turun di sebelah timur laut.

9. Sesar Hutabarat
14

Sesar ini berarah timur laut - barat daya dengan indikasi permukaan yang

dicirikan oleh adanya mata air panas dan bualan gas H2S (Hutabarat),

sedangkan pada kenampakan citra satelit terlihat sebagai kelurusan lembah

sungai. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di sebelah barat

laut dan bidang turun di sebelah tenggara.

10. Sesar Martimbang

Sesar ini berarah relatif utara - selatan dan terletak di sebelah selatan daerah

penelitian. Indikasi di permukaan dicirikan oleh adanya mata air panas

Parbubu, sedangkan pada kenampakan citra satelit sesar ini terlihat sebagai

kelurusan lembah. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bagian naik di

sebelah barat dan bagian turun di sebelah timur.

11. Sesar Sibadak

Sesar ini berarah relatif utara - selatan. Indikasi sesar ini hanya berupa

kelurusan lembah sungai dan kemungkinan merupakan sesar penyerta dari

Sistem Sesar Sumatera (SFS). Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang

naik di sebelah timur dan bidang turun di sebelah barat.

12. Sesar Jorbing

Sesar ini berarah barat laut - tenggara dan terletak di sebelah tenggara daerah

penelitian. Indikasi di permukaan dicirikan oleh kelurusan punggungan dan

lereng. Sesar ini berjenis sesar normal dengan bidang naik di sebelah timur

laut dan bidang turun di sebelah barat daya.

Semua sesar diatas merupakan faktor yang sangat berperan dalam

terbentuknya manifestasi panas bumi di daerah penelitian. Manifestasi panas


15

bumi di daerah penelitian terdiri atas mata air panas, bualan gas, dan solfatar.

Beberapa manifestasi mata air panas yang terdapat pada daerah penelitian

yaitu mata air panas Sipoholon, Hutabarat, Sitompul, Tapian Nauli, Sipolhas,

Parbubu-2, Ugan, Penabungan, Pansur Batu, Simamora dan Sait Nihuta

(Hasan, 2005).

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Panasbumi Sipoholon (Hasan, 2005)


7

III. TEORI DASAR

A. Konsep Dasar Metode Gayaberat

1. Gaya Gravitasi (Hukum Newton I)

Prinsip dasar teori gravitasi adalah hukum Newton yang menjelaskan

tentang gaya tarik menarik antara dua massa m1 dan m2 yang terpisah

sejauh r, dapat diformulakan sebagai berikut (Serway dan Jawett, 2009):

𝑚1 𝑚2
𝐹⃗ (𝑟) = −𝐺 (1)
𝑟2

Dimana :

F (r) : Gaya Tarik Menarik (N)

m1 : Massa benda 1 (kg)

m2 : Massa benda 2 (kg)

r : Jarak antara dua buah benda (m)

G : Konstanta Gravitasi Universal (6,67 x 10-11 m3 kg s-2)

Gambar 4. Gaya Tarik Menarik Antara Dua Benda


17

2. Percepatan Gravitasi (Hukum Newton II)

Newton juga mendefinisikan hubungan antara gaya dan percepatan. Hukum II

Newton tentang gerak menyatakan gaya sebanding dengan perkalian massa benda

dengan percepatan yang dialami benda tersebut.

F=m.g (2)

Percepatan sebuah benda bermassa m2 yang disebabkan oleh tarikan benda

bermassa M1 pada jarak R secara sederhana dapat dinyatakan dengan:


𝐹
𝑔=𝑚 (3)

Bila ditetapkan pada percepatan gaya tarik bumi persamaan di atas menjadi
𝐹 𝑀.𝑚 𝑀
𝑔 = 𝑚 = 𝐺 𝑚×𝑟 2 = 𝐺 𝑟 2 (4)

Dimana :

g : Percepatan gaya tarik bumi

M : Massa bumi

m : Massa benda

F : Gayaberat

r : Jari-Jari bumi

Pengukuran percepatan gravitasi pertama kali dilakukan oleh Galileo, sehingga

untuk menghormati Galileo, kemudian didefinisikan:

1 Gall = 1 cm/s2 = 10-2 m/s2 (dalam c.g.s)

Satuan anomali gaya berat dalam kegiatan eksplorasi diberikan dalam orde miligal

(mGall) :

1 mGall = 10-3 Gall

1 μGall = 10-3 mGall = 10-6 Gall = 10-8 m/s2


18

Dalam satuan MKS, gravitasi diukur dalam gravity unit atau μm/s2

1 mGall = 10 g.u. = 10-5 m/s2

(Octonovrilna dan Pudja, 2009).

3. Potensial Gravitasi

Untuk memindahkan suatu massa dari suatu titik ke titik tertentu maka diperlukan

energi, dimana energi tersebut adalah potensial gayaberat. Suatu benda dengan

massa tertentu dalam sistem ruang akan menimbulkan medan potensial di

sekitarnya. Dimana medan potensial bersifat konservatif, artinya usaha yang

dilakukan dalam suatu medan gravitasi tidak tergantung pada lintasan yang

ditempuhnya tetapi hanya tergantung pada posisi awal dan akhir. Medan potensial

dapat dinyatakan sebagai gradien atau potensial scalar (Blakely, 1996), melalui

persamaan:

𝑔 = −∇𝑈(𝑟) (5)

Percepatan gravitasi g merupakan medan potensial sedangkan fungsi U pada

persamaan di atas disebut potensial gravitasi. Tanda minus menandakan bahwa

arah gayaberat menuju ke titik yang dituju. Dengan mengasumsikan bumi

berbentuk bola dengan jari-jari 𝑟, dengan massa 𝑚 bersifat homogeny dan

potensial gayaberat di permukaan dapat didefinisikan dengan persamaan:

𝐹(𝑟)
∇𝑈(𝑟) = − = −𝑔(𝑟) (6)
𝑚2

𝑟 𝑟
∇𝑈(𝑟) = ∫∞(∇𝑈). 𝑑𝑟 = ∫∞ 𝑔. 𝑑𝑟 (7)

𝑟 𝑑𝑟 𝑀
∇𝑈(𝑟) = −𝐺𝑚 ∫∞ 𝑟 2 = 𝐺 (8)
𝑟
19

Berdasarkan persamaan (8), potensial yang disebabkan oleh elemen massa dm

pada titik (x, y, z) dengan jarak r dari P(0, 0, 0) adalah:

𝑑𝑚 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧
d𝑈 = 𝐺 = 𝐺𝜌 (9)
𝑟 𝑟

Dimana ρ(x,y,z) adalah densitas dan 𝑟 2 = 𝑥 2 + 𝑦 2 + 𝑧 2

Potensial total dari massa adalah:

𝜌
𝑈 = 𝐺 ∫𝑥 ∫𝑦 ∫𝑧 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 (10)
𝑟

karena g adalah percepatan gravitasi pada sumbu z (arah vertikal) dan dengan

asumsi konstan, maka:

𝜕𝑈 𝑧
𝑔 = − ( 𝜕𝑧 ) = 𝐺𝜌 ∫𝑥 ∫𝑦 ∫𝑧 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 (11)
𝑟3

B. Reduksi Data Gayaberat

Besar nilai gravitasi bergantung kepada lima faktor yaitu lintang, elevasi, topografi

daerah sekitar pengukuran, pasang surut bumi dan variasi densitas di bawah

permukaan (Telford dkk, 1990). Eksplorasi gravitasi lebih menekankan pada

perubahan besar nilai gravitasi oleh karena variasi densitas di bawah permukaan.

Sementara nilai gravitasi yang terukur pada alat gravimeter tidak hanya berasal

dari nilai gravitasi yang disebabkan oleh variasi densitas di bawah permukaan,

tetapi juga dari keempat faktor lainnya. Koreksi dalam metode gravitasi

diperlukan untuk menghilangkan faktor- faktor lain yang mempengaruhi besar

nilai gravitasi sehingga didapatkan nilai gravitasi yang hanya disebabkan oleh

pengaruh variasi densitas di bawah permukaan. Berikut adalah koreksi-koreksi

yang dilakukan kepada data gravitasi lapangan (𝑔𝑟𝑒𝑎𝑑 )


20

1. Koreksi Pasang Surut Bumi

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan efek benda-benda di luar bumi seperti

matahari dan bulan yang dapat mempengaruhi nilai gravitasi di bumi.

Gambar 5. Koreksi Pasang Surut Bumi (Reynolds, 1997).

Untuk mendapatkan nilai pasang surut ini maka, dilihatlah perbedaan nilai

gravitasi stasiun dari waktu ke waktu terhadap base. Gravitasi terkoreksi tidal

dapat ditulis sebagai berikut :

𝑔𝑠𝑡 = 𝑔𝑠 + 𝑡 (12)

Dimana 𝑔𝑠𝑡 adalah nilai bacaan alat gravimeter terkoreksi Tidal (mGal), 𝑔𝑠 adalah

nilai pada bacaan pada alat gravimeter (mGal), dan t adalah nilai koreksi Tidal

(mGal)

2. Koreksi Apungan

Koreksi apungan merupakan koreksi pada data gravitasi, sebagai akibat perbedaan

pembacaan nilai gravitasi di stasiun yang sama pada waktu yang berbeda oleh alat

gravimeter. Perbedaan tersebut disebabkan karena terjadi guncangan pegas dan


21

perubahan temperatur pada alat gravimeter selama proses perjalanan dari satu

stasiun ke stasiun berikutnya.

Gambar 6. Koreksi Apungan (Reynolds, 1997).

Untuk menghilangkan efek ini, proses akusisi data atau pengukuran dirancang

dalam suatu lintasan tertutup sehingga besar penyimpangan tersebut dapat

diketahui. Koreksi apungan diberikan oleh persamaan berikut ini :

𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 −𝑔𝑜
𝐷𝑛 = (𝑡𝑛 − 𝑡𝑜 ) (13)
𝑡𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 −𝑡𝑜

Dimana Dn adalah drift pada stasiun , gakhir dan go adalah pembacaan alat pada

akhir dan awal looping, takhir , to, tn adalah waktu pembacaan alat pada akhir,

awal dan pada stasiun ke-n saat pengukuran.

3. Koreksi Lintang

Koreksi lintang pada data gravitasi diperlukan sebagai akibat dari rotasi bumi.

Hasil dari rotasi bumi tersebut akan menyebabkan perbedaan nilai percepatan

gravitasi di seluruh permukaan bumi, yaitu bervariasi dari ekuator ke kutub atau

bervariasi terhadap lintang. Untuk menghitung koreksi lintang dikenal

permsamaan sebagai Geodetic Reference System 1967 (GRS67), yaitu:


22

𝑔(𝛷) = 978031,846(1 + 0,005278895 sin2 𝛷 + 0,00023462 sin4 𝛷) (14)

dengan Φ adalah sudut lintang dalam radian.

4. Koreksi Udara Bebas

Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang disebabkan oleh karena pengaruh

variasi ketinggian terhadap medan gravitasi bumi. Koreksi ini dilakukan untuk

menarik bidang pengukuran (P) ke bidang datum yaitu bidang geoid (P0).

Gambar 7. Koreksi Udara Bebas (Wellenhof dan Moritz, 2005).

Perhitungan koreksi udara bebas dapat ditulis sebagai berikut :

FAC = −0,3086ℎ (15)

dimana h adalah ketinggian dititik pengukuran terhadap mean sea level.

5. Koreksi Bouger

Koreksi Bouguer memperhitungkan massa batuan yang terdapat di antara stasiun

pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan menghitung

tarikan gravitasi yang disebabkan oleh batuan berupa slab dengan ketebalan H dan

densitas rata-rata ρ.
23

Gambar 8. Koreksi Bouguer (Wellenhof dan Moritz, 2005).

Besar koreksi Bouguer diberikan oleh persamaan :

𝐵𝐶 = 0,04185ℎ𝜌 (16)

Diamana BC adalah koreksi Bouger (mgal), h adalah ketinggian dititik

pengukuran terhadap mean sea level dan ρ adalah rapat massa batuan (gr/cc).

6. Koreksi Medan

Koreksi medan diperlukan oleh karena setiap stasiun pengukuran gravitasi

memiliki bentuk permukaan yang tidak datar atau memiliki undulasi. Jika stasiun

pengukuran berada dekat dengan gunung, maka akan terdapat gaya ke atas yang

menarik pegas pada gravimeter, sehingga akan mengurangi nilai pembacaan

gravitasi.

Gambar 9. Stasiun yang berada dekat dengan gunung (Reynolds, 1997).

Sementara jika stasiun pengukuran berada dekat dengan lembah, maka akan ada

gaya ke bawah yang hilang sehingga pegas pada gravimeter tertarik ke atas. Hal

ini akan mengurangi nilai pembacaan gravitasi.


24

Gambar 10. Stasiun yang berada dekat dengan lembah (Reynolds, 1997).

Koreksi medan pada tiap sektor dihitung dengan menggunakan persamaan:


𝜌
𝑇𝐶 = 0,04191 𝑛 𝑟2 − 𝑟1 + √𝑟1 2 + 𝑧 2 − √𝑟2 2 + 𝑧 2 (17)

Dimana TC (Terrain Correction) adalah koreksi medan (mGal) , ρ adalah rapat

massa batuan (gr/cc), n adalah jumlah kompartemen dalam zona Hammer Chart,

r1 dan r2 masing-masing adalah jari-jari radius dalam dan luar pada Hammer

Chart (m), dan H beda ketinggian titik amat dan rata-rata sektor (m).

C. Anomali Bouger

Benda yang berada dekat dengan permukaan ataupun yang jauh dari permukaan

pada metode gayaberat, menyebabkan terbentuknya anomali bouguer. Anomali

bouguer adalah selisih antara nilai gravitasi pengamatan atau gravitasi observasi

(𝒈𝒐𝒃𝒔) dengan nilai gravitasi teoritis atau gravitasi normal (𝒈𝒏). Anomali

Bouguer dapat diukur dengan beberapa cara tergantung pada apakah kepadatan

dan bentuk dataran antara titik pengukuran dan permukaan laut dihitung,

diperkirakan, atau diabaikan. Rumus persamaan anomali anomali Bouger yaitu :

ABL = (Gobs − Gn ) + KUB − KB + KM (18)

dimana ABL adalah anomali bouguer, Gobs adalah percepatan gayaberat teramati,

Gn adalah nilai percepatan gayaberat setelah koreksi lintang, KUB adalah koreksi
25

udara bebas, KB adalah koreksi bouguer dan KM adalah koreksi medan (Blakely,

1996).

D. Spektral Analisis

Analisis spektral dilakukan untuk untuk mengestimasi kedalaman anomali

gayaberat. Analisis spektral dilakukan dengan cara mentransformasi Fourier

lintasan yang telah ditentukan pada peta kontur Anomali Bouguer. Suatu

transformasi Fourier adalah menyusun kembali/mengurai suatu gelombang

sembarang ke dalam gelombang sinus dengan frekuensi bervariasi dimana hasil

penjumlahan gelombang-gelombang sinus tersebut adalah bentuk gelombang

aslinya (Kadir, 2000). Pada metoda gayaberat, spektrum diturunkan dari

potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal dimana

transformasi Fouriernya sebagai berikut (Blakely, 1996):

1 1 𝑒 |𝑘|(𝑧0−𝑧1 )
𝐹(𝑈) = 𝛾 𝜇 𝐹 (𝑟 ) dan 𝐹 (𝑅) = 2𝜋 |𝐾|
(19)

Dimana 𝑧1 > 𝑧0 , |𝑘| ≠ 0

𝑈 = Potensial gayaberat 𝜇 = Anomali rapat masa

𝛾 = Konstanta gayaberat 𝑟 = Jarak

Percepatan gravitasi dihubungkan pada potensial gravitasi oleh persamaan

𝑔 = 𝛻𝑈. (20)

Gerak vertikal gravitasi yang diisebabkan oleh suatu titik massa adalah turunan

derivative dari potensial gaya beratnya :

𝜕 1
𝑔𝑧 = 𝐺𝑚 𝜕𝑧 𝑟 (21)
26

𝜕 1
𝐹(𝑔𝑧 ) = 𝐺𝑚𝐹 (𝜕𝑧 𝑟 ) (22)

1
𝐹(𝑔𝑧 ) = 𝐺𝑚 𝜕𝑧𝜕𝐹 (𝑟 ) (23)

Transformasi Fourier pada lintasan yang diinginkan adalah:

𝐹(𝑔𝑧 ) = 2𝜋𝐺𝑚𝑒 |𝑘|(𝑧0 −𝑧1 ) , 𝑧1 > 𝑧0 (24)

Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-

masing nilai gayaberat, maka m=1 sehingga hasil transformasi Fourier anomali

gayaberat menjadi:

𝐴 = 𝐶 𝑒 |𝑘|(𝑧0 − 𝑧1 ) (25)

Dimana 𝐴 = Amplitudo C = Konstanta

Untuk memperoleh hubungan antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang

(k) dan kedalaman (z0-z1) dilakukan dengan melogaritmakan persamaan 𝐴 =


1)
𝐶 𝑒 |𝑘|(𝑧0 −𝑧 sehingga bilangan gelombang k berbanding lurus dengan spectral

amplitude.
)
𝑙𝑛𝐴 = 𝑙𝑛2𝜋𝐺𝑚𝑒 |𝑘|(𝑧0 −𝑧1 (26)

𝑙𝑛𝐴 = (𝑧0 − 𝑧1 )|𝑘| + 𝑙𝑛 𝐶 (27)

Persamaan di atas dapat di anologikan dalam persamaan garis lurus:

𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐 (28)

Dimana ln A sebagai sumbu y, |𝑘| sebagai sumbu x, dan (𝑧0 − 𝑧1 ) sebagai

kemiringan garis (gradien). Oleh karena itu, kemiringan garisnya merupakan

kedalaman bidang dalam dan dangkal. |𝑘| sebagai sumbu x didefinisikan sebagai

2𝜋
bilangan gelombang yang besarnya dan satuannya cycle/meter, dengan 𝜆
𝜆

adalah panjang gelombang. Hubungan 𝜆 dengan ∆𝑥 diperoleh dari persamaan:


27

2𝜋 2𝜋
𝑘= = (29)
𝜆 𝑘𝑐 ∆𝑥.

Nilai 𝜆 sama dengan ∆𝑥, ada faktor lain pada ∆𝑥 yang disebut konstanta pengali,

sehingga 𝜆 = 𝑁. ∆𝑥, konstanta N didefinisikan sebagai lebar jendela, jadi lebar

jendela dapat dirumuskan sebagai berikut:

2𝜋
𝑁= (30)
𝑘𝑐 .∆𝑥

Dimana ∆𝑥 adalah domain spasi yang akan digunakan dalam Fast Fourier

Transform (FFT), dan kc adalah bilangan gelombang cutoff.

Zona Regional

Ln A
Zona Residual
Zona Noise

Kc

Batas zona regional-residual K

Gambar 11. Kurva Ln A terhadap K (Blakely, 1996).

Semakin besar nilai k maka nilai frekuensi akan tinggi. Hubungan bilangan

gelombang k dengan frekuensi f adalah 𝑘 = 2𝜋𝑓, frekuensi yang sangat rendah

berasal dari sumber anomali regional dan frekuensi tinggi berasal dari sumber

anomali residual.
28

E. Filter Moving Average

Proses pengolahan data gravitasi menghasilkan data terkoreksi yang disebut

dengan Anomali Bouger. Namun data ini masih merupakan superposisi dari

anomali residual (anomali lokal) dengan komponen regional (anomali regional).

Anomali regional mempresentasikan kondisi geologi daerah secara umum seperti

basement yang dicirikan dengan frekuensi rendah. Efek residual

mempresentasikan kondisi geologi setempat seperti reservoir, intrusi batuan, jenis

dan bentuk struktur, mineral atau bijih yang dicirikan dengan anomali

berfrekuensi tinggi (Haerudin dan Karyanto, 2007)

Untuk memperoleh anomali yang terasosiasi dengan kondisi geologi yang

diharapkan dan untuk meningkatkan resolusi sebelum diinterpretasi secara

kuantitatif maka perlu dilakukan pemisahan anomali regional dan residual.

Pemisahan anomali juga dimaksudkan untuk membantu dalam interpretasi

gayaberat secara kualitatif. Pemiisahan anomali ini salah satunya dapat dilakukan

dengan filter moving average (Sarkowi, 2014).

Moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil

perata-rataan ini merupakan anomali regionalnya, sedangkan anomali residualnya

diperoleh dengan mengurangkan data hasil pengukuran gayaberat dengan anomali

regional.

∆𝑔(𝑖−𝑛)+⋯+∆𝑔(𝑖)+⋯+∆𝑔(𝑖+𝑛)
∆𝑔𝑟𝑒𝑔 (𝑖) = (31)
𝑁

Keterangan :

i = nomor stasiun

N = lebar jendela
29

∆𝑔𝑟𝑒𝑔 = bersarnya anomali regional

Sedangkan penerapan moving average pada peta dua dimensi, harga pada suatu

titik dapat dihitung dengan merata-ratakan semua nilai di dalam sebuah kotak

persegi dengan titik pusat adalah titik yang kan dihitung harganya. Misalnya

moving average dengan lebar jendela 3, maka:

∆𝑔𝑟𝑒𝑔= 1 ∑9 (32)
9 𝑁=1 ∆𝑔(𝑛)

Nilai anomali residual ∆𝑔𝑟𝑒𝑠 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

∆𝑔𝑟𝑒𝑠 = ∆𝑔 − ∆𝑔𝑟𝑒𝑔 (33)

Dimana ∆𝑔 adalah anomali Bouguer total (Setiadi dkk, 2014).

F. SVD

Dalam menginterpretasikasikan bawah permukaan berupa batas-batas struktur

dapat menggunakan metode Second Vertical Derivative (SVD). Turunan vertikal

orde dua yang bersifat sebagai high pass filter atau meninggikan anomali dengan

panjang gelombang yang pendek terhadap anomali residual yang berasosiasi

dengan struktur dangkal. SVD dapat digunakan untuk analisis model dengan cara

melihat nilai maksimum dan minimum dari nilai turunan keduanya.

Secara teoritis, metode ini diturunkan dari fungsi harmonik Laplace, yaitu :

∇2 ∆𝑔 = 0 (34)

2
𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) (35)
∇ ∆𝑔 = + +
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2

Sehingga

𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) (36)


+ + = 0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2
30

𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) (37)


= −[ + ]
𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2

Untuk data berupa lintasan penampang yang mempunyai nilai sumbu y tetap,

maka persamaannya adalah:

𝜕 2 (∆𝑔) 𝜕 2 (∆𝑔) (38)


= − [ ]
𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 2

Bila dilihat dari persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai dari turunan

kedua vertikal atau second vertical derivative merupakan nilai turunan horizontal

kedua atau second horizontal derivative yang di negatifkan dari suatu anomali

gayaberat. Berdasarkan persamaan diatas pula, dapat dikatakan bahwa pada data

gayaberat, anomali second vertical derivative (SVD) dapat ditentukan berdasarkan

nilai second horizontal derivative. Penentuan nilai SVD dapat dilakukan dengan

menggunakan persamaan berikut ini :

𝑔(𝑖+1) − 2𝑔 + 𝑔(𝑖+1) (39)


𝑆𝑉𝐷 = 2
∆𝑥

Penelitian ini menggunakan filter SVD hasil perhitungan Elkins (1951). Untuk

menentukan jenis patahan, apakah berupa patahan naik, patahan turun ataupun

patahan geser dapat ditentukan dengan menggunakan nilai SVD ini. Untuk

menentukan jenis patahan, dapat menggunakan syarat berikut:

|𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑖𝑛 < |𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑎𝑥 = Patahan Normal

|𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑖𝑛 > |𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑎𝑥 = Patahan Naik

|𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑖𝑛 = |𝑆𝑉𝐷|𝑚𝑎𝑥 = Patahan Mendatar


31

Gambar 12. Kurva respon anomali SVD pada struktur geologi (Reynolds, 1997)

Struktur patahan atau sesar naik maupun turun dapat ditentukan dari nilai anomali

SVD dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Untuk sesar turun :

  2 g    2 g  (40)
 2    2 
 x mks  x min
2. Untuk sesar naik :

  2 g    2 g  (41)
 2    2 
 x  maks  x  min
32

Untuk data anomali gayaberat dalam grid teratur, anomali second vertical

derivative dapat diturunkan melalui proses filtering dimana persamaan

konvolusinya diberikan oleh :


∞ ∞
∆𝐺𝑠𝑣𝑑(∆𝑥, ∆𝑦) = ∫−∞ ∫−∞ ∆𝑔(𝑥, 𝑦)𝐹(𝑥 − ∆𝑥, 𝑣 − ∆𝑦)𝑑𝑥𝑑𝑦 (42)

Dimana F adalah filter second vertical derivative sesuai persamaan diatas dan Δg

adalah anomali gayaberat sebagai data input. Berikut ini merupakan filter SVD

dengan operator Elkins filter 2-D :

Tabel 1. Operator filter SVD Elkins

Operator Filter SVD menurut Elkins (1951)


0,0000 -0,0833 0,0000 -0,0833 0,0000
-0,0833 -0,0667 -0,0344 -0,0667 -0,0833
0,0000 -0,0334 1,0668 -0,0334 0,0000
-0,0833 -0,0667 -0,0344 -0,0667 -0,0833
0,0000 -0,0833 0,0000 -0,0833 0,0000
33

Gambar 13. Skema hubungan antara kemiringan antarmuka kontras densitas atau

transisi densitas dan profil SVD (Grandis, 2009)

Ringkasan skema dari konsistensi yang dijelaskan di atas ditunjukkan pada

Gambar 12. Untuk transisi densitas yang sama (misalnya dari rendah ke tinggi)

profil SVD dibalik secara horizontal ketika kemiringan antarmuka dibalik, seperti

dapat dilihat pada Gambar 12a dan 12b dan Gambar 12c dan 12d. Untuk

kemiringan antarmuka yang sama, profil SVD dibalik secara vertikal ketika

transisi kepadatan dipertukarkan (lihat Gambar 3a dan 3d dan Gambar 3b dan 3c).

Dalam kasus terakhir, profil SVD dicerminkan sehubungan dengan garis

horizontal nol SVD. Jenis transisi densitas dan orientasi kemiringannya tidak

dapat digunakan untuk menentukan jenis patahan. Oleh karena itu, perluasan
34

kriteria Bott untuk menentukan jenis patahan adalah salah karena definisi sesar

dalam geologi sangat tepat [misalnya 18] dan hanya dapat ditentukan dari

pengamatan lapangan unit batuan yang dipindahkan.

G. Forward Modelling

Pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah

permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh

suatu poligon bersisi n dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi

polygon.

𝑔𝑥 = 2 𝐺 𝜌 ф 𝑧 𝑑𝛳 (43)

Integral garis tersebut dapat pula dinyatakan sebagai jumlah garis tiap sisinya

sehingga persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut,

𝑔𝑥 = 2 𝐺 𝜌 ∑𝑛𝑖=1 𝑔1 (44)

Model benda anomali sembarang oleh Talwani didekati dengan poligon-poligon

dengan sistem koordinat kartesian, untuk benda poligon sederhana seperti pada

gambar dibawah dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:


𝑎 𝑎1 tan 𝛳1
𝑔1 = ∫𝑏 𝑑𝛳 (45)
tan Ҩ1 −tan 𝛳

Gambar 14. Efek Benda Bentuk Poligon Anomali Gravitasi (Talwani, dkk,
1969).
35

Sehingga diperoleh,

cos 𝛳 (tan 𝛳 −tan Ҩ )


𝑔1 = 𝑎1 sin Ҩ1 cos Ҩ1 {(𝛳1 + 𝛳2 ) ln (cos 𝛳1 (tan 𝛳1 −tan Ҩ1 ))} (46)
2 2 2

dimana,

𝑥 −𝑧
𝑎1 = 𝑥2 − 𝑧2 cot Ҩ1 = 𝑥2 − 𝑧2 ( 𝑧2−𝑧1) (47)
2 1

dengan,

𝑧
𝛳1 = tan−1 (𝑥1 ) (48)
1

𝑧 +𝑧
Ҩ1 = tan−1 (𝑥2 −𝑥1 ) (49)
2 1

Persamaan dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana dengan

mensubsitusikan harga-harga sin f, cos f, tan f dengan koordinat titik sudut

poligon pada sumbu x dan z sebagai berikut,

𝑎 𝑐 1 𝑥 2 −𝑧 2
𝑍1 = 𝑐 21+1 {𝛳1 − 𝛳2 + 2 𝑐 (𝑥2 2 −𝑧2 2)} (50)
1 1

Persamaan diatas dijadikan sebagai dasar perhitungan model bawah permukaan

yang berbentuk perangkat lunak (software).

Forward modelling menyatakan proses perhitungan data yang secara teoritis akan

teramati di permukaan bumi jika diketahui harga parameter model bawah-

permukaan tertentu. Dalam pemodelan data geofisika, dicari suatu model yang

menghasilkan respons yang cocok atau fit dengan data pengamatan atau data

lapangan. Dengan demikian, model tersebut dapat dianggap mewakili kondisi

bawah-permukaan di tempat pengukuran (Grandis, 2009). Seringkali istilah

forward modeling digunakan untuk proses trial and error. Trial and error adalah

proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh kesesuaian antara data teoritis
36

dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial and error ini diperoleh model

yang cocok responnya dengan data (Grandis, 2009).

H. Invers Modelling

Menke (1984) mendefenisikan teori inversi sebagai suatu kesatuan teknik

antara metode matematika dan statistika untuk memperoleh informasi yang

berguna mengenai suatu sistem fisika berdasarkan observasi terhadap sistem

tersebut. Pemodelan inversi adalah salah satu teknik pemodelan dimana parameter

modelnya diperoleh langsung dari data pengamatan (Zarkasyi, 2013). Bila

pada pemodelan forward modelling, dilakukan pemodelan dengan cara

menentukan parameter model terlebih dahulu, maka pada inverse modelling

adalah pemodelan berkebalikan dengan forward modelling. Menghasilkan model

langsung dari data merupakan salah satu tujuan dari pemodelan tipe ini. Pada

proses pemodelan inverse modelling ini dicari parameter model yang memiliki

respon yang sesuai dan mendekati kebenaran berdasarkan dengan data

pengamatan yang ada. Output dari pemodelan ini ialah menghasilkan model yang

optimal dan memiliki respon model yang mempunyai kecocokan terhadap data

pengamatan (Supriyanto, 2007). Pemodelan inversi merupakan fokus kebanyakan

atau hampir semua bidang geofisika karena kita dituntut untuk dapat

memperkirakan model atau parameter model berdasarkan hasil pengamatan atau

pengukuran data lapangan. Salah satu contoh pemodelan inversi yang

diaplikasikan dalam penelitian ini adalah memperkirakan model struktur bawah

permukaan dalam bentuk persebaran nilai densitas dari data pengukuran metode

gaya berat.
37

I. Densitas Batuan

Dalam metode gaya berat, distribusi parameter fisika yaitu densitas dari material

di bawah permukaan bumi berasosiasi dengan kondisi dan struktur geologi di

dalam bumi. Hal ini karena nilai percepatan gravitasi terukur di permukaan bumi

yang bervariasi dipengaruhi oleh distribusi densitas material (batuan) yang berada

di bawah permukaan bumi. Menurut Hinze (2013), nilai densitas setiap batuan

dapat dibedakan sesuai dengan jenisnya yang dapat dilihat pada Gambar 13.

Dengan membandingkan persebaran densitas hasil pengolahan data anomali

(dalam penelitian ini anomali residual) dengan nilai densitas referensi (Gambar

13), maka kita bisa menginterpretasikan batuan penyusun bawah permukaan.

Namun dari hasil pengolahan, data anomali Bouguer yang sama bisa

menghasilkan kondisi bawah permukaan penyebab anomali yang berbeda (lihat

Gambar 14) yang disebut dengan ambiguitas (Hinze, 2013). Hal ini disebabkan

karena nilai densitas batuan memiliki nilai rentang yang saling tumpang-tindih

antara satu jenis dengan yang lainnya (lihat Gambar 13). Kondisi ini akan

mempengaruhi keakuratan interpretasi hasil yang akan dilakukan. Oleh karena itu

dalam proses interpretasi, nilai densitas yang dihasilkan perlu dikorelasikan

dengan informasi geologi yang ada untuk mendapatkan hasil intepretasi yang

lebih akurat.
38

Gambar 15. Nilai densitas beberapa batuan (Hinze, 2013)

(a) Akibat benda berbentuk bola (b) Akibat adanya batu gamping

Gambar 16. Ilustrasi ambiguitas penyebab anomali gayaberat (Hinze,2013)


17

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu dan Judul Penelitian

Lokasi : Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Lampung

Waktu : 1 Desember 2020 - 10 Mei 2021

Judul : Identifikasi Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah

Panasbumi Sipoholon Berdasarkan Analisis SVD dan

Pemodelan Anomali Gayaberat

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah:

1. Data Gayaberat Sipoholon

2. Laptop (Operation System Windows)

3. Software Microsoft Word dan Excel v.2013

4. Software Arcgis 10.3

5. Software Oasis Montaj 8.3.3

6. Software Surfer 12

7. Software Grav3D
40

C. Tahapan Pengolahan Data

1. Analisis Spektrum Menggunakan FFT

Pada peta Anomali Bouguer Lengkap (ABL), langkah pertama yang

dilakukan adalah analisis spektrum. Analisis spektrum bertujuan untuk

memperkirakan kedalaman suatu benda anomali gayaberat di bawah

permukaan. Metode analisis spektrum menggunakan Transformasi Fourier

yang berguna untuk mengubah suatu fungsi dalam jarak atau waktu

menjadi suatu fungsi dalam bilangan gelombang atau frekuensi. Dengan

analisis spektrum dapat diketahui kandungan frekuensi dari data, sehingga

kedalaman dari anomali gayaberat dapat diestimasi. Frekuensi rendah yang

berasosiasi dengan panjang gelombang panjang mengindikasikan daerah

regional yang mewakili struktur dalam dan luas. Sedangkan sebaliknya,

frekuensi tinggi yang berasosiasi dengan panjang gelombang pendek

mengindikasikan daerah residual (lokal) yang mewakili struktur dangkal

dan umumnya frekuensi sangat tinggi menunjukkan noise yang

diakibatkan kesalahan pengukuran, kesalahan digitasi, dan lain-lain.

Dalam penelitian kali ini data yang diambil sebanyak 5 lintasan untuk

mewakili daerah yang kita inginkan. Semua data yang didapat dari lintasan

tersebut selanjutnya diolah di Microsoft excel untuk mencari nilai ln A dan

K yang nantinya digunakan untuk mengetahui estimasi kedalaman yang

kita cari.

2. Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Anomali Bouguer merupakan suatu nilai anomali gayaberat yang

disebabkan oleh perbedaan densitas batuan pada daerah dangkal dan


41

daerah yang lebih dalam di bawah permukaan. Efek yang berasal dari

batuan pada daerah dangkal disebut anomali residual, sementara efek yang

berasal dari batuan pada daerah yang lebih dalam disebut anomali regional.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pemisahan anomali regional dan anomali

residual pada Anomali Bouguer. Proses pemisahan anomali regional dan

residual pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Moving

Average dengan lebar jendela N yang didapatkan dari proses analisis

spektrum.

3. Analisis Derivative

Setelah didapatkan anomali residual dan regional dari filtering moving

average, maka akan diketahui nilai anomali rendah memperlihatkan

adanya batuan dengan kontras rapat massa batuan yang lebih rendah

(batuan sedimen), sedangkan anomali tinggi mencerminkan adanya batuan

dengan kontras rapat massa lebih tinggi, untuk lebih menguatkan kedua

hal tersebut penulis melakukan analisis derivative sebagai data pendukung

untuk analisis struktur bawah permukaan untuk sebaran patahan pada

daerah penelitian, analisis derivative juga dilakukan untuk membantu

dalam pembuatan model 2,5D. Analisis derivative yang digunakan pada

penelitian ini adalah turunan kedua anomali Bouguer atau Second Vertical

Derivative (SVD).

4. Pemodelan Bawah Permukaan

Pemodelan bawah permukaan dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan software Grablok 1.7. Sedangan untuk menampilkan hasil


42

inverse modelling untuk pemodelan 3D menggunakan software Bloxer64.

Inverse modeling dilakukan dengan cara menginput data jarak dan data

anomali residual berdasarkan lintasan atau slice yang telah di tentukan

pada perangkat lunak Geosoft. Pemodelan dilakukan dengan memadukan

informasi – informasi yang ada yaitu informasi geologi yang berisi

mengenai geologi permukaan, struktur geologi, dan stratigrafi pada daerah

penelitian. Pemodelan inverse modelling untuk pemodelan 3D didasarkan

pada suatu model yang dihasilkan langsung dari data. Pemodelan ini

dilakukan dengan menginput data anomali residual dalam kemasan (*grv)

dan mesh dalam kemasan (*dat) ke dalam software Grablok 1.7.

D. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal Penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
43

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

Des Jan Feb Mar Apr Mei


No Kegiatan 2020 2021 2021 2021 2021 2021
Minggu ke-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

1 Studi
Literatur

2 Persiapan
Data

3 Penyusunan
Laporan Usul

4 Seminar Usul

5 Pengolahan
Data

6 Penyusunan
Laporan Hasil

7 Seminar Hasil

8 Penyelesaiaan
Skripsi

9 Seminar
Komprehensif
44

E. Diagram Alir
Adapun diagram alir dalam pengolahan data sebagai berikut :

Mulai

Anomali Bouger Lengkap

Analisis Spektrum
Moving Average

Anomali Regional Anomali Residual

Informasi
Geologi SVD

Struktur Bawah ρ
Permukaan Grid
Depth

Tidak
Invers
Modellin
g
Ya

Model 3D

Interpretasi Bawah Permukaan

Pola Struktur Bawah Permukaan

Selesai

Gambar 17. Diagram Alir Penelitian


87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan pada daerah

penelitian kesimpulan yang dapat diambil adalah:

1. Anomali Bouguer daerah penelitian mempunyai nilai -105 sampai -35 mGal

dengan anomali tinggi berada di utara daerah penelitian dan anomali rendah

berada di timur dan tenggara daerah penelitian

2. Hasil analisa spektrum anomali Bouguer mendapatkan kedalaman anomali

Bouguer regional 6963 m dan kedalaman anomali Bouguer residual 744 m.

Anomali Bouguer residual hasil filtering menggunakan metode moving

average dengan windows 15x15 mendapatkan nilai -26 mGal sampai 16

mGal dengan anomali rendah terletak timur dan tenggara dan anomali tinggi

di utara serta tengah daerah penelitian

3. Struktur sesar yang teridentifikasi dominan berada ditengah daerah penelitian

yang berarah barat laut – tenggara, sesar berarah timur laut – barat daya di

utara daerah penelitian, dan sesar berarah utara – selatan di selatan daerah

penelitian.

4. Terdapat 3 zona prospek yang diduga sebagai reservoar panasbumi yang

ditandai dengan terdapatnya low density pada kedalaman 1 km – 2 km di


87

barat laut, barat daya, dan tenggara daerah penelitian. Manifestasi berada di

barat laut, barat daya, tengah, dan sebelah tenggara daerah penelitian yang

relatif berarah barat laut – tenggara mengikuti struktur sesar.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini maka penulis

sarankan untuk menambah metode geofisika lainnya seperti metode

magnetotellurik dan metode magnetik untuk memperkuat dalam interpretasi.


87

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, R. J. 1996. Potential Theory In Gravity And Magnetic Applications. New


York: Cambridge University Press.

Davis, G. and Reynold, S.J. 1996. Structural Geology of Rocks and Regions.
NewYork. John Willey and Sons, Inc.

Elkins, T. A. 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation.


Geophysics. Vol 23, Hal. 97 – 127.

Grandis, H. 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Jakarta: Himpunan


Ahli Geofisika Indonesia (HAGI).

Haerudin, N. and Karyanto. 2007. Aplikasi Metode Polinomial Least Square


Berbasis Matlab Untuk Memisahkan Efek Residual Anomali Regional
Pada Data Gravitasi. Jurnal Sains MIPA, 32-36.

Hasan, R., Setiadarma., Risdianto, D., and Supardi, K. 2005. Geologi Daerah
Panasbumi Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi. Bandung:
Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Hinze, W.J. 2013. Gravity and Magnetic Exploration – Principles, Practices, and
Applications. Inggris: Cambridge University Press.

Kadir, W. G. 2000. Eksplorasi Gayaberat dan Magnetik. Bandung: Jurusan


Teknik Geofisika Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB.

Menke, W. 1984. Geophysical Data Analysis: Discrete Inverse Theory.


California: Academic Press, Inc.
87

Mortensen, A. and Axelsson, G. 2013. Developing a Conceptual Model of a


Geothermal System. Short Course on Conceptual Modelling of
Geothermal Systems. El-Slavador: UNU-GTP and LaGeo.

Niasari, S. W. 2015. Magnetotelluric Investigation of the Sipoholon Geothermal


Field, Indonesia. Disertasi PhD. Jerman: Freie Universität Berlin.

Octonovrilna, L. and Pudja, I. P. 2009. Analisa Perbandingan Anomaly Gravitasi


dengan persebaran intrusi air asin (Studi kasus Jakarta 2006-2007). Jurnal
Meteorologi dan Geofisika Vol.10 No.1: AMG.Reynolds, J. M. (1997). An
Introduction to Applied and Environmental Geophysics. England: John
Wiley and Sons Inc.
Sarkowi, M. 2014. Eksplorasi Gaya Berat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Serway, R. A. and Jawett, J. W. 2009. Fisika Untuk Sains dan Teknik Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat.

Setiadi, I., Diyanti, A., and Ardi, N. D. 2014. Interpretasi Struktur Geologi Bawah
Permukaan Daerah Leuwidamar Berdasarkan Analisis Spektral Data Gaya
Berat. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 205-214.

Setianingsih, Efendi, R., Kadir, W.G.A., Santoso, D., Abdullah, A.I., and
Alawiyah, S. 2013. Gravity Gradient Technique to Identify Fracture Zones
in Palu Koro Strike-Slip Fault. Procedia Environmental Sciences. Vol. 17
Hal: 248-255.

Situmorang, T. 2005. Penelitian Geomagnet Daerah Panas Bumi Ria-Ria


Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara. Pemaparan Hasil Kegiatan
Lapangan Subdit Panas Bumi 2005. Bandung: Pusat Sumber Daya
Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia.

Sugianto, A. and Rahadinata, T. 2015. Pemodelan Gaya Berat 3D Daerah Panas


Bumi Dolok Morawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Buletin
Sumber Daya Geologi. Vol. 10 (2). Hal: 26-39.
Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi.
Departemen Fisika-MIPA Universitas Indonesia.

Talwani, M., Worzel, J. L., and Landisman, M. 1969. Rapid Gravity


Computations for Two-Dimensional Bodies with Aplication to the
Mendocino Submarine Fracture Zone. Journal of Geophysical Reasearch :
Vol.6 No.1.

Telford, W. M., Geldart, L. P., and Sheriff, R. E. 1990. Applied Geophysics


Second Edition. London: Cambridge University Press.
87

Tim Penelitian Terpadu PSDG. 2005. Penelitian Terpadu Geologi,Geokimia, dan


Geofisika Daerah Panas Bumi Sioholon/ Siria-ria – Tarutung,
Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Bandung:
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Wellenhof, B. H. and Moritz, H. 2005. Physical Geodesy. Austria: Springer Wien
NewYork.
Zarkasyi, A. and Suhanto, E. 2013. Pemodelan Inversi 3D Gaya Berat dan Magnet
pada Sistem Panas Bumi Jaboi. Buletin Sumber Daya Geologi. Vol. 8 (1).
Hal: 26-32.
Zarkasyi, A. 2015. Buku Panduan Penelitian Panas Bumi. Bandung: Pusat
Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber.

You might also like