Rerefat Budaya - WIRADANA
Rerefat Budaya - WIRADANA
Rerefat Budaya - WIRADANA
Oleh :
dr. I Wayan Wiradana
Pembimbing :
DR. dr. Cok Bagus Jaya Lesmana, SpKJ
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya
tinjauan pustaka ini bisa diselesaikan. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas di ruangan oleh residen Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan juga sebagai suatu upaya untuk terus mencari
dan menambah ilmu pengetahuan yang kiranya dapat memberi manfaat bagi penulis
sendiri maupun para pembaca lainnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. DR. dr. Cok Bagus Jaya Lesmana, SpKJ selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan tinjauan pustaka ini yang dengan penuh kesabaran, perhatian dan
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan masukan dalam penulisan
tinjauan pustaka ini.
2. dr. I Wayan Westa, SpKJ(K) selaku Ketua Program Study Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
3. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K) selaku Kepala Bagian Lab/SMF Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah.
4. Seluruh staf dosen pada Bagian/SMF Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar yang juga sudah memberikan dukungan baik berupa ide, bahan
referensi, dan dorongan moril dalam penulisan tinjauan pustaka ini.
5. Rekan-rekan Residen dan semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu
atas bantuan dan dukungan dalam penyusunan tinjauan pustaka ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna
sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran dari para senior maupun teman-
teman residen lainnya. Atas masukannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II TINJAUANPUSTAKA.......................................................................................2
2.1 Sejarah.................................................................................................................2
2.2 Pengertian............................................................................................................3
2.3 Tuak.....................................................................................................................4
2.4 Metuakan.............................................................................................................6
2.5 Genjek.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Budaya minum alkohol sudah ada sejak dulu, tidak hanya di Bali, di Indonesia bahkan di
seluruh belahan dunia mengenal apa yang disebut dengan minuman beralkohol. Minum
alkohol sudah menjadi bagian dalam kehidupan manusia sehari-hari. Di Indonesia, hampir
disetiap daerah memiliki tradisi minum alkohol. Biasanya minuman yang mengandung
akohol tersebut bermacam-macam jenisnya seperti : whiskey, vodka, wine, beer, tuak,
Khususnya di Bali dikenal berbagai jenis minuman keras tradisional, seperti tuak
dan arak. Minuman keras (miras) tersebut biasanya terbuat dari aren yang memang banyak
dihasilkan masyarakat setempat. Karangasem sabagai salah satu Kabupaten yang terletak
diujung timur pulau Bali merupakan salah satu daerah yang sangat kental akan kebiasaan
minum minuman keras khususnya tuak, bahkan kebanyakan orang Bali memiliki anggapan
bahwa tuak tidak dapat lepas dari daerah Karangasem. Sebagai bukti jika ada yang
bertanya tentang tempat penghasil tuak terbaik pasti yang ada di pikiran orang adalah
daerah Karangasem, begitu pula jika ada yang melihat orang yang tidak dikenal sedang
mabuk-mabukan orang akan beranggapan itu adalah orang Karangasem (Jengki, 2008).
kegiatan minum tuak tersebut terkenal dengan nama “metuakan”. Berbagai masalah dapat
timbul sebagai akibat dari metuakan. Disini kami akan mengulas metuakan sebagai suatu
tradisi minum tuak dan masalah yang dihadapi termasuk kendala dibidang psikiatri.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah
Tradisi metuakan di Karangasem sudah ada sejak dahulu, Tidak ada catatan yang
pasti kapan tradisi metuakan ini dimulai. Kemungkinan minum tuak sudah dimulai sejak
masyarakat mampu membuat tuak. Ada juga yang menyatakan bahwa metuakan sudah
ada sejak sebelum tradisi megibung dikenal pada pemerintahan raja Anak Agung Gede
melakukan minum tuak terlebih dahulu begitu juga dalam agama Hindu, menggunakan
tuak sebagai salah satu sarana upacara seperti pada acara Kare (perang pandan) yang
merupakan daerah yang kaya dengan bahan baku pembuatan tuak seperti Pohon jaka
(enau), nyuh (kelapa), dan ental (lontar/siwalan), sehingga minuman ini dapat dengan
mudah ditemui dirumah-rumah penduduk karena penduduk sering membuat tuak untuk
tuak juga sangat penting untuk upacara ritual keagamaan. Karena disetiap upacara
keagamaan, tuak sangat penting biasanya dipakai untuk tuak tabuh, salah satu elemen
penting dalam setiap ritual Hindu di Bali. Misalnya : upacara pernikahan (pewiwahan),
upacara metatah (potong gigi), atau menek bajang dan upacara mecaru. Upacara Mecaru
bisa juga disebut upacara Butha Yadnya, ini adalah suatu upacara untuk menjaga
keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam lingkungan sekitarnya. Caru artinya
cantik atau harmonis (kitab Samhita Swara). Dalam upacara mecaru yaitu
mempersembahkan yadnya kepada Bhuta Kala yang dalam pandangan umat Hindu
2
memiliki sifat sangat keras, kasar, pemarah, mementingkan diri sendiri, malas, tamak dan
serakah. Masyarakat percaya apabila kita mempersembahkan tuak dalam upacara yadnya
dapat meredam kemarahan dari Bhuta Kala karena telah memperoleh minuman yang
sesuai dengan sifat mereka. Tapi apabila produksi tuak berlebih, sering dikonsumsi
sendiri atau bersama dengan kerabat yang lain dan mungkin dari sini pula awal tradisi
2.2 Pengertian
Tradisi, menurut Koentjaraningrat pengertiannya adalah sistem aktivitas atau
rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat
yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam
generasi ke generasi secara tertulis dan seringkali disampaikan secara lisan, karena tanpa
berasal dari bahasa latin: traditio, yang berarti diteruskan atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,
menjadi metuakan yang artinya adalah suatu kegiatan yang dilakukan berhubungan
2.3 Tuak
Tuak adalah sejenis minuman yang mengandung alkohol. Pada gugus fungsinya
mengandung gugus hidroksil (–OH) yang melekat pada atom karbon jenuh. Etil alkohol
3
disebut juga etanol, adalah bentuk alkohol yang umum; sering disebut alkohol minuman.
ental (lontar/siwalan). Karena berasal dari pohon yang berbeda maka munculah istilah :
tuak jaka, tuak nyuh dan tuak ental. Tuak jaka banyak dibuat di Tenganan, Gumung dan
Bebandem. Tuak Nyuh dibuat di daerah yang banyak pohon kelapanya, seperti Pikat,
Pidpid, Gunaksa, Manggis. Sedangkan tuak ental dikenal di daerah yang banyak
ditumbuhi pohon ental, seperti Merita, Culik, Tianyar, Kubu. Tuak Nyuh kadar
alkoholnya lebih keras dari tuak jaka, peminum umumnya cepat merasa pusing.
Sedangkan tuak ental lebih berat kadar alkoholnya dibanding tuak nyuh, rasanya lebih
gurih, cepat sekali membuat mabuk. Tuak jaka lebih terasa enak, bersifat netral, proses
dalam tubuh cepat dan sering menyebabkan buang air kecil. Secara umum orang-orang
Dimulai dari ngayunan, bunga jaka diayun-ayun sampai satu jam. Kemudian dilanjutkan
dengan proses notok, batang bunga jaka dipukul-pukul berulang-ulang setiap hari selama
satu jam dan berlangsung sampai dua minggu. Setelah dirasa cukup umur, maka
dilanjutkan dengan nimpagang, yaitu mengiris batang bunga dan mengecek ada air atau
tidak pada bunga jaka tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan nadah, batang bunga jaka
disadap dengan brengkong, wadah yang dibuat dari pelepah pohon pinang. Satu batang
bunga jaka bisa menghasilkan satu brengkong setiap kali menurunkan tuak yang
dilakukan dua kali dalam sehari, yakni pagi dan sore. Kalau lagi untung dalam sehari bisa
mendapatkan dua jerigen (isi 5 liter) tuak. Dan satu tangkai bunga jaka yang bagus bisa
menghasilkan tuak hingga tiga bulan. Setelahnya harus menunggu bunga jaka yang bagus
4
untuk disadap. Pada prinsipnya proses mencari tuak nyuh dan ental hampir sama dengan
tuak jaka.
Tuak yang baru turun dari pohonnya akan terasa manis. Maka untuk membuat
rasanya lebih gurih, tuak dicampur dengan ramuan khusus yang disebut lau. Secara
umum lau mempengaruhi pada rasa dan kadar alkohol tuak. Lau yang paling bagus
diolah dari babakan (serbuk) kayu pohon kutat dicampur dengan serbuk kulit pohon
cabe/tabia bun. Kalau cara mengolah lau kurang pas, maka tuak akan terasa masam.
Berbeda dengan arak, tuak tidak berumur panjang. Tuak paling enak diminum
ketika baru diturunkan dari pohonnya. Orang Karangasem mengenal tuak manis yaitu
tuak yang rasanya manis sekali biasanya tuak tersebut baru diturunkan dari pohonnya.
Tuak yang nasak badung, rasanya lebih tawar dan agak masam, namun masih bisa
diminum. Ada tuak yang rasanya lebih netral, tidak terlalu tua dan tidak terlalu masam,
dan masih enak untuk diminum, tuak jenis ini disebut semedah. Tuak wayah adalah tuak
yang telah tersimpan satu sampai dua hari. Kalau tuak telah tersimpan dua sampai tiga
hari disebut tuak bayu. Dan tuak yang tersimpan lebih dari tiga hari akan menjadi cuka.
Di Karangasem, alat yang digunakan untuk menampung atau minum tuak
dan kele (bumbung bambu ukuran besar dan panjang). Sebelum teko plastik/morong
populer, dahulu orang menyimpan tuak menggunakan cekel, bumbung bambu agak besar
lengkap dengan tutupnya dan di ujung atasnya terdapat saluran yang dibuat dari buluh
bambu kecil. Agak mirip dengan cekel disebut ganjreng dimana saluran tuaknya terletak
di bawah/dasar wadah. Untuk tempat minum tuak dipakai bumbung (gelas bambu ukuran
sedang, setara dengan gelas minum), dasar (cawan dari kau atau batok kelapa), dan beruk
(cawan ukuran sedang dari kau atau batok kelapa). Nama wadah tuak ini sering berbeda-
5
beda di tempat lainnya di Bali. Sekarang, untuk kepraktisan, wadah tuak tradisional itu
diganti dengan jerigen, teko plastik, botol dan gelas (Anonim 1, 2013)
Secara kimia tuak mengandung 4 – 4.5% alkohol dan masuk dalam golongan A
2.4 Metuakan
Kelompok orang yang sedang melakukan aktivitas minum tuak disebut sekaha.
antara 3-5 orang. Pada saat metuakan, orang-orang tua berkelompok dengan sesama
orang tua, anak-anak muda membuat kelompok dengan teman-teman sebayanya. Jarang
ditemui kelompok campuran, antara anak muda dan orang tua. Karena kelompok
campuran biasanya akan kesulitan pada saat ngobrol atau diskusi. Obrolan anak-anak
muda terkadang tidak nyambung dengan obrolan orang-orang tua. Anggota baru agak
susah bergabung ke dalam kelompok karena harus mampu beradaptasi dan mempelajari
karakter kelompok.
Setiap orang boleh masuk dan keluar dalam sekaha metuakan karena tidak ada
disepakati bersama diantara anggota sekaha. Aturan-aturan tak tertulis ini terkadang
berbeda-beda antara sekaha satu dengan lainnnya atau antara daerah satu dengan lainnya.
Ada aturan yang mewajibkan masing-masing anggota sekaha membawa tuak dari rumah
sesuai kemampuan dan keperluan minum. Kalau tempat berkumpulnya di warung tuak,
anggota sekaha akan patungan membeli tuak. Terkadang ada anggota sekaha yang
6
kesepakatan bersama, Di Karangasem, harga sebotol tuak sekitar Rp.3500. Dalam acara
metuakan, satu kelompok yang terdiri dari 5 orang bisa menghabiskan 20 botol tuak,
duduk bersila mengelilingi tuak yang ditaruh ditengah lingkaran. Sebelum acara minum
dimulai, tuak dituangkan sedikit keatas tanah sebagai persembahan kepada penunggu
tempat tersebut. Masing masing anggota sekaha diberi minum tuak 1 gelas secara bergilir,
setelah semua mendapat tuak maka tuak kembali diedarkan seperti permulaan tanpa
melewatkan salah satu anggota. Cara meminum tuak harus sekali minum, tidak boleh
minum tuak seperti minum kopi, pelan-pelan dan sedikit-sedikit, minum seperti itu
biasanya akan jadi bahan olok-olok, sambil minum tuak mungkin diselingi makan lawar
atau sate. Bagi yang datang terlambat diharuskan saat minum pertama lebih banyak 2-3
gelas terlebih dahulu sebelum mengikuti giliran minum. Selama metuakan anggota
sekaha tidak boleh menolak tuak yang disajikan apabila sudah tidak ingin minum atau
ini kepala desa menyampaikan program yang ingin dilaksanakan di desa mereka. Acara
metuakan selesai setelah tuak yang disediakan habis atau sebagian besar sekaha sudah
Acara metuakan diatur oleh seseorang yang biasa disebut bandar. Bandar bertugas
menuangkan tuak ke dalam gelas dan membagikan secara bergiliran kepada anggota
sekaha. Kadangkala kalau terjadi diskusi atau perdebatan, bandar juga bertugas menjadi
moderator. Anggota sekaha minum secara bergiliran dengan menggunakan satu gelas.
7
memunculkan ketersinggungan dari anggota sekaha lainnya. Apalagi kalau ada anggota
yang baru bergabung, lalu minum tuak menggunakan gelasnya sendiri, dianggap egois
dan tidak tahu aturan minum. Sikap seperti ini bisa membuat perasaan anggota sekaha
lain tidak enak. Penggunaan satu gelas secara bersama-sama dianggap sebagai bentuk
rasa solidaritas dan memupuk kebersamaan dan kekeluargaan di antara anggota sekaha.
Seringkali sekaha metuakan juga disusupi orang lain misalnya kader-kader partai
politik terutama pada saat musim-musim kampanye. Tujuannya jelas untuk mencari
massa. Kader-kader partai politik ini biasanya mentraktir anggota sekaha minum tuak
soal-soal partai, janji-janji partai, dan buntutnya sekaha diharapkan memilih dirinya.
Untuk masuk dan bisa diterima dalam sekaha metuakan, tentu kader-kader partai harus
mampu beradaptasi dan memilih sasaran secara tepat. Karena tidak semua sekaha
metuakan mau mendengar ocehan orang diluar sekahanya. Di daerah Kubu, Abang dan
Merita seorang pegawai pemerintah seperti dokter atau penyuluh pertanian biasanya
belajar minum tuak agar lebih cepat bersosialisasi dengan masyarakat (Suardana, 2012)
Menurut Made Adnyana, seorang sesepuh desa Ababi yang hobi minum tuak, dalam
metuakan ada delapan urutan minum yang dikaitkan dengan tingkat kemabukan. Secara
1. Eka Padmasari, peminum baru mulai minum tuak satu bumbung untuk tegukan
pertama. Aliran tuak terasa nyaman dalam tubuh, apalagi diselingi obrolan-obrolan
ringan dan bersenda gurau. Acara minum tuak masih diliputi semangat
8
2. Dwi Angemertani, peminum mengangkat bumbungnya yang kedua. Pada tahap ini
tuak merupakan amerta, air kehidupan. Biasanya setiap sore orang-orang tua akan
menyuruh anak atau cucunya membeli tuak satu botol untuk diminum sehabis
makan nasi. Minum satu atau dua gelas tuak menjadi penyempurna perut yang
3. Tri Raja Busana, peminum sudah menenggak 3 bumbung tuak. Pada tahapan ini
tanda-tanda awal mabuk sudah kelihatan. Wajah menjadi bersemu merah. Peminum
mulai berlagak dan bertingkah seperti raja, main perintah sana-sini. Bahkan gaya
4. Catur Kokila Basa, ini tahapan ketika peminum sudah meneguk 4 bumbung tuak.
Tingkah lakunya sudah seperti burung kutilang, banyak berkicau. Jika mau
mengorek rahasia seseorang bisa dimulai pada tahapan ini. Semua rahasia yang
sebelumnya tersimpan rapat akan dibeberkan dengan tanpa beban oleh si peminum
yang agak mabuk. Omongan ngelantur ke sana-sini. Acara minum menjadi ramai.
tersinggung.
tuak. Kepala mulai pusing. Namun nafsu minum masih bergejolak. Ingin nambah
terus. Pada tahap ini perilaku peminum seperti monyet yang lincah, nakal dan usil.
Perilaku aneh-aneh juga muncul, seperti menari-nari sendiri, ngoceh tidak jelas,
9
pertengkaran kecil di antara peminum karena persoalan-persoalan sepele. Alkohol
Perilakunya seperti monyet kena sampar atau penyakit, lebih banyak duduk diam
dan mengkerut. Selera usil dan iseng perlahan mereda. Alkohol sudah memenuhi
aliran syaraf. Kepala semakin pusing. Peminum terlihat lebih banyak melamun dan
7. Sapta Ketoya Baya, bumbung ketujuh telah diteguk. Inilah tahap yang berbahaya.
Saat dimana kadar alkohol dalam tubuh dengan mudah bisa mendatangkan
Perilaku mabuk yang aneh-aneh pun bermunculan. Yang paling parah adalah
Dalam bidang psikiatri gejala ini disebut mengalami intoksikasi dengan gejala
gaduh gelisah.
Pikiran sehat jadi macet total. Pada tahap ini banyak peminum yang tergeletak di
Menurut penelitian Suryani dan kawan-kawan yang dilakukan pada peminum tuak
didesa Pemuteran tahun 1982 didapatkan hasil umur peminum tuak yang terbanyak 20-30
tahun dengan umur pertama kali minum tuak 10-20 tahun. Cara pertama kali minum tuak
adalah sesudah makan dan bersama teman-teman. Hal hal yang dirasakan pertama kali
minum tuak adalah perasaan menjadi tenang dan perasaan senang dan gembira. Lamanya
10
mereka minum tuak 5-20 tahun, faktor yang mendorong mereka terus minum tuak adalah
tidak ada pekerjaan dan mengisi waktu luang. Jumlah tuak yang diminum setiap kali
pertemuan minum tuak 10 tampung (10 gelas) dan hal yang dirasakan setiap habis minum
mabuk. Dan akhirnya dari penelitian tersebut disimpulkan tuak buat penduduk desa
Pemuteran seperti air, dapat untuk menghilangkan rasa haus, sebagai sumber kehidupan,
penghasil tuak terbesar di Bali. Hampir disetiap desa bisa dijumpai warga yang berprofesi
sebagai pembuat tuak atau pedagang tuak. Bahkan tuak itu dikirim dan dijual hingga ke
Metuakan sudah menjadi tradisi dan kegiatan rutin dimasyarakat, apalagi saat ada
upacara agama atau pesta pernikahan, hampir semua orang biasanya metuakan. Namun di
balik itu ada juga orang mengangap bahwa metuakan adalah sebuah kebiasaan yang jelek,
yang biasa mangakibatkan orang kehilangan kendali dan bertindak berutal. Menurut
Suardana yang ditulis dalam blognya, metuakan ini adalah sebuah warisan budaya
leluhur yang patut di lestarikan. Karena beberapa kesenian seperti genjek dan tari-tarian
tradisional Bali dimulai dengan acara minum tuak terlebih dahulu sebelum pentas.
(Suardana, 2012)
2.5 Genjek
Genjek adalah salah satu kesenian yang berasal dari Karangasem yang berkembang
dari acara metuakan. Kesenian ini juga dikenal dengan nama Cakepung. Dalam kesenian
ini peranan tuak sangat penting, para pemain Genjek dan Cakepung bergiliran minum
11
tuak sambil menyanyi dengan musik mulut dan menari-nari di tengah lingkaran. Kesenian
tanpa di barengi dengan metuakan pasti jadinya kurang seru. karena dengan metuakan
terlebih dulu nantinya akan timbul rasa percaya diri untuk melakukan kesenian ini. Penari
tidak canggung saat menyanyi atau menari malahan gerak dan lagu yang dibawakan
semakin menarik dan lucu ketika penari menari dibawah pengaruh alkohol. Ada kutipan
di dalam bait genjek seperti ini "mesajengan wantah ngawe manah girang, di sampune
punyah, otake puyeng, mebaos lancar, unggahang sajenge gatik-gatikang gelase….” dari
sini dapat diartikan bahwa metuakan tujuanya untuk mencari kesenangan dan melupakan
kejadian yang membuat kita kesal. Buat apa melakukan hal yang bisa merugikan orang,
dan wejangan-wejangan tentang arti dari sebuah kehidupan, supaya dalam hidup kita
tidak salah melangkah dan berani mengambil keputusan untuk melakukan sebuah
dibidang pariwisata. Hal ini tentu berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat Bali.
Metuakan yang dulu dilakukan hanya pada hari-hari tertentu misalnya setelah upacara
keagamaan, upacara pernikahan atau acara khusus dan pelaksanaan hanya ditempat
tertentu. Ada aturan tidak tertulis yang ketat mengikat anggota/sekaha metuakan.
Minuman tuak berasal dari salah satu anggota sekaha yang kebetulan memiliki tuak
kemudian mereka nikmati secara bersama-sama. Sekarang semua itu sudah berubah, kita
12
bisa menjumpai kegiatan metuakan dilaksanakan hampir setiap hari, tidak mengenal
ketersediaan tuak yang banyak bahkan ada pilihan minuman lain sebagai pengganti tuak
seperti beer dan beberapa minuman beralkohol yang berasal dari luar negeri yang dapat
dibeli karena dijual secara terbuka, apalagi ditambah adanya penyandang dana yang mau
membiayai kegiatan tersebut untuk tujuan tertentu. Kegiatan metuakan seperti kehilangan
makna. Tiadak adalagi rasa persaudaraan, tidak terdengar petuah-petuah yang mendidik
dan menentramkan hati yang ada hanya perkelahian antar kelopok metuakan atau diantara
anggota mereka sendiri karena keadaan mabuk yang tidak terkendali, keadaan ini tentu
sangat merugikan. Kenakalan remaja (Coduct Disorder) sering dimulai dari kebiasaan
situasi ini seperti kesenian genjek yang awalnya berkembang dari acara metuakan kini
sudah dikemas dalam bentuk kesenian genjek profesional dan dipentaskan untuk
kalangan umum.
berlebih dan terus-menerus dapat merugikan dan membahayakan jasmani, rohani maupun
perilaku seseorang sehingga akibat lebih lanjut akan mempengaruhi kehidupan keluarga
serta hubungan dengan masyarakat sekitar. Alkohol merupakan zat psikoaktif yang
bersifat adiktif. adalah zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak, sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran
13
Sebenarnya minum alkohol baik jika diminum dengan jumlah yang sedikit pada
saat-saat tertentu, misalnya saat cuaca dingin kerena alkohol mampu untuk meningkatkan
metabolisme serta suhu tubuh, namun kenyataannya alkohol sering disalah gunakan
sehingga yang muncul lebih banyak adalah dampak negatif daripada dampak positifnya.
Secara umum seorang peminum biasanya menampilkan ciri fisik yang berbeda
dari orang biasanya, perut bagian bawah terlihat buncit sedangkan tubuh mereka sendiri
kurus, hal itu kerena mereka terlalu sering minum tuak berlebihan. Selain itu mereka
Secara sosial, kebiasaan minum minuman keras ini banyak menimbulkan masalah.
kecelakaan lalu lintas. Selain itu sering menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam
Secara psikologis, alkohol yang terkandung dalam tuak akan mempengaruhi mood
seseorang. Konsumsi alkohol yang berlebihan mungkin awalnya terjadi karena peminum
ingin meredakan mood yang tidak disukainya seperti cemas dan mood yang menurun.
Namum sebaliknya minum alkohol yang banyak dan kronik dapat menimbulkan
ketidaknyamanan.
mendapatkan pengaruh superfisial saja, seperti nampak lebih mudah bergaul dan lebih
menarik secara sexual namun, minum alkohol yang banyak dan kronik biasanya berefek
memalukan dan terkadang melanggar peraturan (Puri, Laking, & Treasaden, 2011)
14
Pecandu alkohol berat berisiko mengalami gejala putus zat dan banyak pasien yang
adalah kecanduan, imsonia, depresi, gangguan kejiwaaan, serta dapat merusak jaringan
sering pada laki-laki dengan suatu gangguan berhubungan dengan alkohol. Tapi gangguan
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat (gangguan mood) pada suatu
terjadi pada pasien yang mengkonsumsi alkohol harian yang tinggi dan mempunyai
alkohol karena alasan tersebut. Diketahui kemungkinan 25-50% orang dengan gangguan
yang berhubungan dengan alkohol memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan
kecemasan. Fobia dan gangguan panik merupakan diagnosa komorbid yang tersering
15
Walaupun data masih kontroversial, sebagian besar data menyatakan orang dengan
gangguan berhubungan dengan alkohol mempunyai angka bunuh diri sedikitnya 50x
lebih besar dibanding masyarakat umum (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2007)
sebagai salah satu sarananya seperti : mecaru/metabuh dan upacara perang pandan yang
terkenal di desa Tenganan, sebelum acara dimulai didahului dengan menuangkan tuak
terlebih dahulu.
Dalam beberapa Kitab Suci agama Hindu memuat beberapa ayat/sloka yang juga
menyatakan bahwa minum alkohol dan narkoba merupakan dosa besar. Dalam
mohaoalakamacyatew”
Selain itu dalam agama Hindu juga terdapat istilah Sad Ripu. yang artinya enam
musuh yang ada dalam diri manusia. Ke-enam musuh ini harus selalu dihadapi dan
16
5. Moha artinya bingung
Disebutkan pula dalam Sapta Timira, yang artinya tujuh kegelapan yang
menyebutkani:
Kita harus mampu menhadapi cengkraman sad ripu dan sapta timira agar perjalanan
minuman keras, melakukan pembunuhan, berdusta karena itu akan menghalangi untuk
17
“Evam pravartitam cakram, Na nuvar tayatira yah. Aghayur indriyaramo
Artinya:Ia yang tidak ikut memutar roda hidup ini selalu hidup dalam dosa menikmati
kehendak hawa nafsunya, ia hidup sia–sia menuruti kehendak nafsu semata berarti
mereka menuju kebahagian dan kedamaian yang semu. Dengan mencari kenikmatan
yang dilarang oleh ajaran agama seperti berfoya–foya, atau mengkonsumsi minuman
bhavati duhidaha”.
Artinya : Orang yang menghindarkan diri dari makan minum yang memabukan, teratur
dalam kebiasaan tidur, berekreasi dan bekerja dapat menghilangkan segala rasa sakit
Artinya : Para pecandu yang sedang mabuk akan berkelahi diantara mereka dan
mengandung alkohol (tuak) sebagai sesuatu yang harus dihindari, karena dapat merusak
kesehatan baik jasmani maupun rohani. Selain dipandang sebagai penghalang bagi
18
1. Memaling : mencuri,
3. Memotoh : berjudi
4. Memitra : berzinah
Istilah ini begitu terkenal dalam masyarakat, sehingga ada anggapan bahwa
manusia tidak pernah bisa lepas dari sifat 6 M tersebut dan biasanya salah satu pasti
Metuakan bagi masyarakat di Karangasem sudah menajadi suatu tradisi dan sanga
lekat dengan kehidupan masyarakat. Jika dipandang dari segi biologi, alkohol dalam
jumlah tertentu berguna sekali untuk tubuh manusia tapi jika penggunaan secara berlebih
tentu sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Dalam beberapa penelitian ditemukan
bahwa alkohol dalam tubuh manusia akan mempengaruhi konsentrasi serotonin, dopamin
dan GABA atau metabolinya. Ketiga zat kimia tersebut sangat penting bagi
neurotransmiter di otak manusia.
Secara psikologis metuakan berpengaruh pada kesehatan mental seseorang.
Beberapa gangguan mental sering kali dihubungkan karena pemakaian alkohol seperti
gangguan afektif (cemas, depresi dan bipolar). Gangguan kepribadian antisosial adalah
19
gangguan yang sering pula dicetuskan kerena kebiasaan minum alkohol yang berlebih.
(Kaplan, Sadock, & Grebb, 2007)
Meskipun metuakan sekarang ini sering mengagangu kehidupan sosial seseorang
ataupun orang lain dimasyarakat, dahulu metuakan adalah sutau tempat untuk melakukan
sosialisasi dengan orang lain dalam masyarakat. Tidak semua orang dapat melakukan
sosialisai dengan baik, tapi berkat kesamaan aktivitas dan pengaruh alkohol sering kali
acara metuakan adalah tempat untuk membina hubungan kekerabatan dengan orang lain
bahkan tempat mencurahkan permasalahan yang menjadi beban pikiran. Nasehat dan
petuah sering terjadi saat acara metuakan.
Secara kultur dan spiritual, metuakan di Karangasem, merupakan salah satu
sarana untuk ekspresi diri pada masyarakat dan Tuhan. Dengan metuakan seseorang
menjadi berani menari atau menyanyi. Setelah minum tuak, keberanian seseorang muncul
sehingga tidak lagi ada rasa takut atau malu. Beberapa kesenian sering kali dipentaskan
untuk keperluan upacara keagamaan. Bagi masyarakata bali kultur dan spiritual susah
untuk dipisahkan karena keduanya merupakan suatu proses pengabdian yang ditujukan
kepada Tuhan dan roh-roh (prilaku spiritual). (Maramis & Maramis, 2009)
2.10 Wawancara Dengan Pedagang Tuak
Menurut Nyoman Suta, 42 tahun seorang pedagang sate dan minuman tuak, yang
berjualan dipinggir jalan desa Sesana menjelaskan dirinya mulai berjualan sejak tahun
2001, pada awalnya hanya menjual sate ikan laut dan sate usus babi /serapah) saat
berjualan banyak orang yang berbelanja menanyakan minuman tuak. Atas saran beberapa
pelanggannya akhirnya dirinya menjual tuak dan sejak saat itu tempatnya seringkali
dijadikan tempat metuakan oleh orang-orang didaerah tempatnya berjualan. Dalam sehari
bisa menjual tuak kira-kira 20-30 botol, keadaan ini tentu saja membantu meningkatkan
penjaulan satenya. Tuak yang dijual biasanya diperoleh dengan membeli dari pengepul
tuak atau merupakan hasil produksi sendiri. Dalam metuakan jarang yang sampai mabuk,
mungkin karena tuak yang disediakan terbatas, dan waktu hanya selama dirinya sedang
berjualan sate, kalau dagangan habis biasanya mereka sadar dan ikut bubar. Peserta
20
metuakan orangnya sama hanya kadang ada juga anggota lain yang kebetulan beli sate
ditempatnya ikut minum tuak. Saat metuakan biasanya mereka membicarakan keadaan
hasil pertanian mereka atau kehidupan ekonomi yang semakin mahal. Tidak pernah ada
teguran dari pihak berwenang malah ada beberapa anggota polisi yang ikut minum tuak
mengatakan dalam satu hari mampu menjual tuak sebanyak 15-20 jeregan dengan ukuran
20 liter, jumlahnya bisa lebih banyak bila saat hari raya seperti hari Galungan dan hari
Kesanga. Tuak yang dijual adalah tuak jaka. Tuak dikumpulkan dari para penyadap tuak
didaerahnya. Dalam waktu setengah hari tuaknya bisa habis terjual. Tuak yang digemari
adalah tuak jaka yang semedah. Sekarang permintaan tuak untuk wilayah Karangasem
sangat tinggi sehingga tidak bisa melayani permintaan dari luar karangasem.
I Ketut Ganyar, 47 tahun, bekerja sebagai petugas pasar dan pecalang di desa
Bebandem, mengatakan memiliki hobby minum tuak. Kegiatan ini sudah dimulai lebih
dari 10 tahun lalu. Mulai minum tuak karena ajakan teman-teman tapi sekarang minum
tuak sudah menjadi kegiatan rutin. Kalau tidak dapat minum tuak, rasanya kurang
nyaman. Dalam sehari mampu minum tuak 4-5 botol tuak dan mengaku baru merasakan
mabuk bila sudah minum minimal 10 botol. Lebih senang minum tuak bayu karena
rasanya tidak mianis. Minum lebih sering sendiri hanya kadang bersama teman-teman
itupun kalau ada acara atau ada yang menang metajen. Walaupun dirinya minum tuak tapi
jarang sekali sampe mabuk dan tetap bisa melaksanakan pekerjaan harianya. Istrinya juga
menambahkan bahwa dirinya tidak keberatan suaminya minum asal tidak sampai mabuk.
21
BAB III
SIMPULAN
Tuak merupakan bagian kehidupan sehari-hari masyarakat di karangasem. Tuak
selain dipakai untuk sarana upacara agama dan berkesenian, juga digunakan sebagai
minuman dalam acara metuakan. Tuak bagi masyarakat di Karangasem seperti air, dapat
untuk menghilangkan rasa haus, sebagai sumber kehidupan, kegembiraan dan semangat
Tuak dipilih karena harga yang terjangkau dan persediaan di karangasem cukup banyak.
Acara metuakan di Karangasem berbeda antara sekarang dengan dulu. Dimana
Sekarang metuakan lebih dari sekedar berfoya-foya, pelaksanaanya di tempat hiburan
bahkan ditempat umum sehingga sangat menggangu lingkungan sekitar. Banyak kasus
perkelahian antar pemuda, pencurian dan kekerasan rumah tangga disebabkan karena
sebelumnya mengkonsumsi tuak. Selain masalah sosial, tuak juga mempengaruhi
kesehatan peminumnya. Banyak kasus penyakit dan kelainan mental/psikiatri disebabkan
karena mengkunsumsi alkohol.gangguan tersebut berupa gangguan afektif dan gangguan
kepribadian antisosial.
Meskipun terjadi penggunaan yang keliru dengan tuak, yang berdampak buruk bagi
kesehatan fisik dan kesehatan mental, metuakan adalah sarana untuk meningkatkan
sosialisasi pada sebagian masyarakat yang sangat berguna bagi kesehatan mental
seseorang. Disamping itu sebagian masyarakat masih percaya bahwa, metuakan adalah
sebuah warisan budaya leluhur yang harus kita lestarikan. Karena beberapa kesenian
seperti genjek dan tari-tarian tradisional Bali dimulai dengan acara minum tuak terlebih
dahulu sebelum pentas, jadi semacam untuk aktualisasi diri. Sehingga Metuakan tetap
menjadi sebuah tradisi minum alkohol di Karangasem
22
DAFTAR PUSTAKA
23