0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
58 tayangan17 halaman

Depresi Dan Gangguan Tidur

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 17

DEPRESI DAN GANGGUAN TIDUR

Wyn. Eko Radityo


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Depresi merupakan gangguan mood berupa kesedihan yang intens, berlangsung dalam
waktu lama, dan mengganggu kehidupan normal yang insidennya semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya tekanan hidup. Tahun 2020, depresi diperkirakan
menempati urutan kedua penyakit di dunia. Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan
emosi, gangguan kognitif, keluhan somatik, gangguan psikomotor, dan gangguan
vegetatif. Salah satu gejala depresi yang muncul adalah gangguan tidur yang bisa berupa
insomnia, bangun secara tiba-tiba, dan hipersomnia. Hal ini disebabkan oleh gangguan
neurotransmiter dan regulasi hormon. Selain sebagai gejala depresi, gangguan tidur juga
bisa merupakan penyebab depresi. Beberapa penelitian memberikan hubungan gangguan
tidur dapat meningkatkan risiko depresi di kemudian hari. Kata kunci: depresi, gangguan
tidur, insomnia

DEPRESSION AND SLEEP DISORDER


Wyn. Eko Radityo
Medical School Udayana University

ABSTRACT

Depression is a mood disorder that characterized by long sadness and affect normal life,
which incident is increasingly by time. In 2020 depression is estimated to be the second
place for top disorders in the world. Depression symptoms are emotional, kognitive,
somatic, psychomotor, and vegetative symptoms. Sleep disorder is one of symptom of
depression. It appears because of disturbance in neurotransmiter and hormonal regulation.
As one of the symptoms, it also considered to be the cause of depression. Some study
show that people with sleep disorder have an increasingly risk of depression in their life.
Keywords: depression, sleep disorder, insomnia

1
PENDAHULUAN murung, iritabilitas, preokupasi dengan

Depresi adalah gangguan mood kematian), gangguan kognitif (rasa

yang dikarakteristikkan dengan bersalah, pesimis, putus asa, kurang

kesedihan yang intens, berlangsung konsentrasi), keluhan somatik (sakit

dalam waktu lama, dan mengganggu kepala, keluhan saluran pencernaan,

kehidupan normal.1,2,3 Depresi keluhan haid), gangguan psikomotor

merupakan problem kesehatan (gerakan lambat, pembicaraan lambat,

masyarakat yang cukup serius, penyakit malas, merasa tidak bertenaga), dan

ini mengenai 20% wanita dan 12% pria gangguan vegetatif (gangguan tidur,

pada suatu waktu dalam kehidupan.2 makan dan fungsi seksual). Ada

World Health Organization (WHO) beberapa faktor penyebab depresi yaitu

menyatakan bahwa depresi berada pada mulai dari faktor genetik sampai

urutan keempat penyakit di dunia pada nongenetik dengan faktor-faktor risiko

tahun 2000. Pada tahun 2020, depresi seperti jenis kelamin, usia, status

diperkirakan menempati urutan kedua perkawinan, geografis,

penyakit di dunia. Sekarang depresi kepribadian, stresor sosial, dukungan


sosial, dan pekerjaan.2
merupakan penyakit kedua yang terjadi
Gangguan tidur adalah salah satu
pada pria dan wanita umur 15-44 tahun.3
gejala depresi yang termuat dalam
Dengan semakin meningkatnya tekanan
Diagnostic and Statistical Manual of
kehidupan semakin banyak orang-orang
Mental Disorders-IV (DSM-IV).
yang menunjukkan gejala depresi, salah
Fisiologi tidur yang normal terdiri dari 4
satu contohnya adalah maraknya kasus-
tahap yaitu tahap 1, 2, 3, dan 4 yang
kasus bunuh diri yang dimuat di media
berlangsung berulang-ulang. Kemudian
massa. Gejala-gejala depresi terdiri dari
pada tahap 1 selanjutnya orang
gangguan emosi (perasaan sedih,

2
mengalami fase Rapid Eye Movement dapat meningkatkan risiko depresi di

(REM), fase terjadinya mimpi.4,5 Orang masa yang akan datang.

depresi mengalami gangguan pada Pada tulisan ini akan dibahas tentang

tahap-tahap tidur ini. fisiologi tidur normal, penyebab

Etiologi depresi yang mendukung gangguan tidur pada depresi, dan


hubungannya dengan gangguan tidur
adalah teori terganggunya hubungan antara depresi dengan
neurotransmitter serotonin dan gangguan
regulasi hormon Cortical- gangguan tidur.

DEFINISI DEPRESI
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal
Cortical Axis (CHPA).2 Depresi adalah gangguan mood yang
Gangguan tidur yang dialami dikarakteristikkan dengan kesedihan
pada sebagian besar orang adalah yang intens, berlangsung dalam waktu
insomnia dan 15% adalah hipersomnia. lama, dan mengganggu kehidupan
Gejala ini juga sering mengawali normal. Orang depresi menjadi pesimis
rekurensi depresi. Gangguan tidur yang dan putus asa, merasa sia-sia dan sering
disebabkan oleh penyakit organik lain diiringi dengan pikiran tentang
dan masalah personal dapat hilangnya kesenangan.1,2,3 Depresi dapat
memperburuk depresi.1 terjadi pada keadaan normal sebagai
Ketidakmampuan untuk tidur dalam bagian dalam perjalanan proses
waktu yang lama juga dapat menjadi kematangan dari emosi sehingga definisi
tanda penting bahwa orang itu mungkin depresi adalah sebagai berikut: (1) pada
depresi. Para peneliti masih mencari keadaan normal merupakan gangguan
apakah gangguan tidur hanya sebagai kemurungan (kesedihan, patah
gejala atau juga bisa meningkatkan risiko semangat) yang ditandai dengan
depresi dikemudian hari. Banyak sumber perasaan tidak pas, menurunnya
yang mendukung bahwa gangguan tidur kegiatan, dan pesimisme menghadapi

3
masa yang akan datang, (2) pada kasus Sakit kepala, keluhan saluran
pencernaan, keluhan haid, dan lain-lain.
patologis, merupakan ketidakmauan
Gangguan psikomotor:
ekstrim untuk bereaksi terhadap
Retardasi psikomotor, gerakan lambat,
rangsangan disertai menurunnya nilai
pembicaraan lambat, malas, dan merasa
diri, delusi ketidakpuasan, tidak mampu,
dan putus asa.6 tidak bertenaga atau lesu.

Gangguan vegetatif:

Tidak bisa tidur atau terlalu banyak


Gejala Depresi
tidur, tidak ada nafsu makan atau terlalu
Gejala depresi dapat dibagi menjadi banyak makan, penurunan berat badan
beberapa garis besar yaitu:2
atau penambahan berat badan, gangguan
Gangguan emosi:
fungsi seksual.
Perasaan sedih atau murung, iritabilitas,
Jika depresi memburuk akan mengarah
ansietas, ikatan emosi berkurang, ke bunuh diri, dengan tingkat kematian

menarik diri dari hubungan mencapai 850.000 jiwa tiap tahun.3

interpersonal, preokupasi dengan


Gangguan Tidur sebagai Gejala
Depresi
kematian.
Gangguan tidur merupakan salah satu
Gangguan kognitif:
gejala depresi. Pengukuran
Distorsi kognitif seperti mengeritik diri
polisomnografi tidur menunjukan
sendiri, rasa bersalah, persaan tak
peningkatan sleep-onset latency,
berharga, kepercayaan diri turun,
peningkatan aktivitas fase REM,
pesimis, dan putus asa. Penurunan fungsi
peningkatan aktivitas EEG frekuensi
kognitif seperti bingung, konsentrasi
cepat, dan penurunan aktivitas EEG
buruk, perhatian kurang, daya ingat
slow-wave pada tahap non-REM.7
menurun, dan sering ragu-ragu.

Keluhan somatik:

4
Menggunakan fluorodeoxyglucose nonrestoratif (tidak segar).7 Gangguan

(FDG) positron emission tomography tidur pada orang depresi dapat berasal

(PET), dilakukan pengukuran dari fungsi abnormal region yang

metabolisme otak dengan mengukur berperan untuk memulai dan

metabolisme glukosa otak. Orang mempertahankan tahap non-REM.

depresi memiliki metabolisme glukosa Selama transisi antara sadar sampai

otak total yang lebih tinggi daripada tahap non-REM, aktivitas neuronal

orang sehat pada tahap non-REM. Ini diturunkan pada area yang menyebabkan

mendukung hipotesis overarousal pada arousal seperti locus coeruleus, raphe

orang depresi. Hipofrontalitas yang nuclei, dan tuberomammilary nucleus.

terjadi pada saat sadar mungkin Selama tahap itu juga neuron

mencegah reduksi aktivitas otak dari thalamocortical mengalami

sesaat sebelum tidur hingga tahap non- hiperpolarisasi. Area yang menyebabkan

REM. Pada orang normal, ada reduksi tidur terlokalisasi di preoptic

yang signifikan pada aktivitas otak di hypothalamus menunjukkan

daerah kortikal selama tahap non-REM. peningkatan aktivitas selama tahap itu.

Penurunan aktivitas kortikal tahap Pada orang sehat, tahap non-REM

sebelum tidur sampai non-REM pada ditandai dengan penurunan aktivitas

orang normal dikatakan sebagai metabolik dan aliran darah ke

penyebab restorasi fungsi kognitif mesencephalic brainstem, thalamus, dan

selama tidur. Sedangkan pada orang basal forebrain. Pada orang depresi

depresi, kegagalan untuk menurunkan gangguan tidur dikarenakan aktivitas

aktivitas kortikal terutama di daerah abnormal pada struktur itu.7

frontal dikatakan sebagai penyebab Percobaan yang dilakukan oleh

kelainan tidur dan tidur yang Germain et al menunjukkan hasil bahwa

5
orang depresi menunjukkan penurunan apnea. Menggunakan metode cohort

yang kecil metabolisme glukosa regional dilakukan pengukuran terhadap keluhan

di region frontal, parietal dan temporal, EDS. Subjek diambil acak (N=16.583)

dan dorsomedial thalamus. Penemuan dengan rentang umur 20-100 tahun.

ini menunjukkan bahwa depresi Selanjutnya subjek (N=1.741) secara

dikarakteristikkan dengan deaktivasi acak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

kortikal dan thalamus yang kecil. Tetapi di laboratorium tidur selama satu malam.

pada metabolisme seluruh bagian otak Kemudian dilakukan evaluasi simultan

tidak menunjukkan peningkatan terhadap faktor risiko yang luas terhadap

metabolisme dibandingkan orang sehat. terjadinya EDS di populasi umum.

Namun dengan kegagalan untuk Hasilnya adalah pengobatan terhadap

menunjukkan penurunan aktivitas di depresi yang sedang dilakukan memiliki

daerah thalamus dan anterior forebrain hubungan yang paling kuat. Hal ini tidak

serta aktivitas metabolik yang tetap di berubah saat dilakukan kontrol dengan

dorsomedial thalamus dan area yang penggunaan obat antidepresan. Jadi

berkaitan baik dengan prefrontal dan hasilnya mendukung peranan depresi

parietal cortices dapat menjadi sebagai faktor risiko mayor di populasi

penyebab tetapnya aktivitas metabolik umum. Perhitungan menunjukkan

frontal dan parietal tahap non-REM depresi sebagai faktor risiko yang paling

pasien depresi. Deaktivasi frontal dan signifikan untuk terjadinya EDS, diikuti

thalamus umumnya menyebabkan oleh faktor risiko lain yaitu indeks massa

insomnia.7 tubuh, durasi tidur, diabetes, merokok,

Studi yang dilakukan oleh Bixler et al, dan terakhir adalah sleep apnea.

mencari hubungan antara excessive Keeratan hubungan depresi dengan EDS

daytime sleepness (EDS) dengan sleep berkurang seiring dengan peningkatan

6
umur. EDS sangat sering pada umur dan remaja yang mengalami depresi

muda (<30 tahun) dan umur sangat tua mayor menunjukkan gejala insomnia

(>75 tahun).8 yang signifikan. (2). Anak yang depresi

Review yang dilakukan oleh mengalami masalah dengan sleep onset,

Chorney et al, menunjukkan banyak bangun secara tiba-tiba, dan

sumber yang menyebutkan hubungan hipersomnia. (3). Remaja yang

yang erat antara depresi dengan mengalami depresi menunjukkan

gangguan tidur. Literatur dan sumber gangguan tidur yang tinggi. (4).

diambil dari database komputer dan Hubungan yang kuat antara gangguan

bibliografi artikel yang relevan. Tujuan tidur dan depresi umum terjadi pada

review adalah mengumpulkan dan orang dewasa. (5). Hubungan menjadi

mengevaluasi hubungan antara tidur, lebih kuat ketika anak berkembang

kecemasan, dan depresi pada anak dan menjadi

menyediakan rekomendasi untuk remaja dan dewasa. (6).9

penelitan di kemudian hari. Hasilnya FISIOLOGI TIDUR NORMAL

banyak penelitian tentang hubungan Tidur normal memiliki empat


gangguan tidur dengan kecemasan dan tahapan mulai dari sesaat sebelum tidur
depresi, gejala penyakitnya banyak yang sampai bermimpi, tiap tahap memiliki
saling tumpang tindih antara depresi, gelombang berbeda. Gelombang ini
kecemasan, dan tidur. Hubungan antara diukur dengan alat encephalogram
tidur dengan depresi lebih kuat daripada (EEG). Pada saat orang akan bersiap
dengan kecemasan. Hubungan yang kuat tidur, gelombang alfa 8-12 Hz akan
ini ditemukan pada anak-anak, remaja, menyela gelombang tinggi-frekuensi
dan dewasa. Hasil penelitian dari rendah-voltase yang menandai active
beberapa literatur antara lain: (1). Anak wakefulness (keadaan bangun aktif).

7
Setelah itu, ketika orang tertidur, ada tahap 1. akan tetapi, ketika mereka

transisi yang tiba-tiba ke periode EEG kembali ke tahap 1, segala sesuatunya

tidur tahap 1. EEG tidur tahap 1 adalah tidak persis sama dengan yang pertama.

sinyal tinggi-frekuensi rendah-voltase Periode pertama EEG tahap 1 selama

yang mirip tetapi lebih lamban dibanding sebuah tidur malam (initial stage 1 EEG)

yang tampak pada keadaan tidak ditandai oleh perubahan

bangun aktif.4 elektromiogradik atau

Ada peningkatan gradual pada elektrookulografik yang tajam sementara

voltase EEG dan penurunan pada peride EEG tahap 1 berikutnya

frekuensi EEG ketika orang itu beranjak (emergent stage 1 EEG) disertai Rapid

dari tidur tahap 1 ke tahap 2,3,4. Oleh Eye Movement (REM) dan oleh

sebab itu, EEG tidur tahap 2 memiliki hilangnya ketegangan otot batang tubuh.

amplitudo yang sedikit lebih tinggi dan Ini merupakan tahap terjadinya mimpi.4

frekuensi yang lebih rendah Setelah siklus EEG tidur yang pertama

dibandingkan EEG tahap 1. EEG tidur (dari tahap 1-4 mundur lagi ke emergent

tahap 3 didefinisikan oleh keberadaan stage), sepanjang malam dihabiskan

gelombang delta, gelombang EEG paling maju mundur melalui tahap itu. Tiap

lamban dengan frekuensi 1-12 Hz yang siklus cenderung berlangsung 90 menit.

muncul sekali-sekali, sementara EEG Ketika malam semakin larut, semakin

tidur tahap 4 didefinisikan sebagai banyak waktu yang dihabiskan di

predominasi gelombang delta. Begitu emergent stage, dan semakin kurang

subjek mencapai tidur tahap 4, mereka waktu di tahap lain khususnya tahap 4.

bertahan di tahap itu selama waktu Aksi fisiologis lainnya seperti aktivitas

tertentu, dan kemudian mundur kembali serebral (konsumsi oksigen,

melalui tahap-tahap tidur sampai ke penembakan neural) meningkat ke

8
tingkat bangun, peningkatan aktivitas pagi hari diikuti kesulitan untuk

saraf otonom: tensi, denyut nadi, melanjutkan tidur. Perubahan

respiration rate. Otot anggota badan makroarsitektural termasuk pergeseran

bergerak terkejat-kejat, ereksi klitoral pusat slow-wave sleep (SWS) dari

dan penis pada tingkat tertentu.4 NREM-REM pertama ke siklus

GANGGUAN TIDUR selanjutnya, latensi REM biasanya juga

Tidur adalah proses yang memendek. Analisis mikroarsitektural

dibutuhkan otak untuk berfungsi secara menunjukkan peningkatan densitas

tepat. Keseriusan dari gangguan tidur gerakan

tidak diketahui oleh masyarakat umum mata, terutama awal periode tidur.5

karena mereka menganggap hal ini tidak Penyebab Gangguan Tidur

berbahaya. International Classification Gangguan tidur dapat disebabkan

of Sleep Disorders (ICSD) merupakan oleh banyak hal atau bersifat holistik.

klasifikasi paling lengkap untuk Hal yang mempengaruhi adalah

gangguan tidur dan sering digunakan. biopsikososial yaitu dari faktor genetik,

DSM-IV memasukkan banyak klasifikasi psikologis, dan lingkungan. Sehingga

dari ICSD.5 bisa dikatakan penyebabnya sangat

Pasien dengan depresi mayor, kompleks dan memerlukan investigasi

95% memiliki gangguan tidur menurut yang cermat. Namun pada tulisan ini

kriteria EEG. Perubahan tidur yang hanya akan dibahas salah satu penyebab

berhubungan dengan depresi termasuk gangguan tidur yaitu depresi.

gangguan secara umum dan arsitektural. Etiologi depresi yang dapat

Perubahan secara umum terdiri dari dihubungkan dengan gangguan tidur

peningkatan latensi tidur, sering adalah terganggunya neurotransmiter

terbangun, dan terbangun terlalu awal di serotonin. Serotonin berperan dalam

9
pengontrolan afek, agresivitas, tidur, dan kelenjar adrenal. Kelenjar ini akan

nafsu makan. Neuron serotoninergik mensekresikan kortisol untuk

berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis mempertahankan hidup. Kortisol

batang otak ke korteks serebri, berfungsi dalam mengatur tidur, nafsu

hipotalamus, ganglia basalis, septum, makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan

dan hipokampus. Proyeksinya ke tempat- semua faktor penting dalam kehidupan.

tempat ini mendasari keterlibatannya Kadar kortisol turun pada saat malam

pada gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 sebelum tidur, sedangkan pada saat

reseptor serotonin, namun satu bangun pagi akan meningkat sehingga

transmiter saja dapat memberikan efek kita bisa bangun dengan segar.

ke seluruh otak. Percobaan yang Peningkatan kortisol akan menyebabkan

dilakukan pada tikus menunjukkan mekanisme umpan balik ke hipotalamus

gangguan pada 5-ht7 dapat mengurangi untuk mengurangi sekresi

perilaku depresif dan penurunan durasi Corticotrophin Releasing Hormone

REM.2 Gangguan regulasi hormon (CRH) dan ke kelenjar hipofisis anterior

dapat menyebabkan depresi yaitu untuk mengurangi sekresi

CorticalHypothalamic-Pituitary- Adenocorticotrophin Hormone (ACTH).

Adrenal Cortical Axis (CHPA). Sistem CRH merupakan sistem yang

Mekanisme normalnya adalah adanya paling terpengaruh oleh stresor yang

pengalaman buruk sehari-hari akan dialami seseorang pada awal

dicatat dalam korteks serebri dan sistem kehidupannya. Stresor yang berulang

limbik sebagai stresor. Bagian otak ini akan menyebabkan peningkatan sekresi

akan mengirim pesan ke tubuh untuk CRH dan penurunan sensitivitas reseptor

mempersiapkan diri mengatasi stresor CRH adenohipofisis. Sehingga pada

tersebut. Target organnya adalah akhirnya sekresi kortisol juga terganggu.

10
Stresor pada awal kehidupan ini dapat anak yang mengalami gangguan tidur

menyebabkan perubahan yang menetap memiliki peningkatan risiko mengalami

pada sistem neurobiologik atau dapat depresi atau kecemasan. Hasil itu juga

membuat jejak pada sistem saraf yang mendukung studi selanjutnya yang

berfungsi merespon stresor tersebut. menyatakan bahwa 73% anak depresi

Akibatnya seseorang akan rentan diawali dengan insomnia atau

terhadap stresor dan risiko penyakit yang hipersomnia.9 Penelitian dengan metode

berkaitan dengan cohort prospective dilakukan oleh

stresor menjadi meningkat. Salah Roberts et al pada usia tua. Penelitian


satunya depresi pada saat dewasa.2
dilakukan pada tahun 1994 dan 1995
GANGGUAN TIDUR SEBAGAI
untuk mengetahui akibat gangguan tidur
PENYEBAB DEPRESI
terhadap depresi pada orang tua. Peneliti
Review yang dilakukan oleh Chorney et
menggunakan metode cohort
al, pada banyak sumber menunjukkan
prospective untuk mengikuti jejak subjek
hasil yang sama yaitu peningkatan risiko
setahun kedepan. Hal ini juga sebagai
depresi. Hubungan antara tidur dengan
terobosan karena sebagian besar
depresi lebih kuat daripada gangguan
penelitian yang berhubungan dengan
mood lainnya. Hubungan yang kuat
gangguan tidur dan depresi
ditemukan pada hampir seluruh kategori
menggunakan data yang bersifat cross-
umur. Hasil penelitian dari beberapa
sectional, sehingga sulit mencari
literatur antara lain: (1).
hubungan sebab akibatnya. Penelitian ini
Remaja yang kurang tidur menunjukkan
penting untuk dilakukan karena secara
tingkat depresi yang tinggi (2). Orang
umum dikatakan bahwa struktur kausal
dewasa dengan gangguan tidur hampir
yang menyebabkan morbiditas berbeda
memiliki risiko dua kali menjadi depresi
sebelum dan setelah terjadi depresi.
(3). Salah satu studi menunjukkan bahwa

11
Dengan kata lain, faktor yang berusia 50 tahun keatas. Pada tahun 1994

menyebabkan penyakit berbeda dengan dilakukan diagnosis depresi

faktor yang mempertahankan dan menggunakan kriteria DSM-IV, dan juga

memperlama penyakit tersebut. menghasilkan prevalensi insomnia,

Penelitian ini juga didukung oleh data hipersomnia, dan keluhan tidur lain.

sebelumnya yaitu (1). subjek dengan Kemudian dilakukan penelitian secara

insomnia persisten memiliki risiko tiga prospektif setahun kemudian di tahun

kali mengalami depresi dalam interval 1995. Dilakukan diagnosis depresi

waktu 1 tahun. (2). Ada empat gejala menggunakan kriteria DSM-IV, namun

depresi yang berhubungan dengan onset tanpa memasukkan kriteria gangguan

terjadinya episode baru depresi dalam tidur. Hasilnya data cohort

setahun. (3). Subjek dengan insomnia 2 mengindikasikan gangguan tidur

minggu atau lebih memiliki risiko relatif meningkatkan risiko depresi. Subjek

empat kali mengalami mayor depresi. yang mengalami keluhan tidur lain pada

(4). Ditemukan hubungan antara depresi tahun 1994 memiliki relative risk (RR)=

dan empat gangguan tidur dalam interval 2,85 mengalami depresi pada tahun

3 tahun. (5). Terbangun terlalu awal di 1995, subjek dengan hipersomnia

pagi hari paling konsisten dengan RR=2,46, namun subjek dengan

depresi pada beberapa studi prospektif insomnia risikonya tidak signifikan.

yang dilaporkan. Efek lain yang juga Data penelitian juga menunjukkan

diperiksa dalam penelitian ini yaitu peranan dari gangguan tidur kronik

umur, jenis kelamin, pendidikan, status terhadap risiko relatif depresi. Subjek

perkawinan, isolasi sosial, gangguan yang mengalami insomnia pada tahun

fungsional, tekanan finansial, dan 1994 dan 1995 RR=8,08, subjek dengan

penggunaan alkohol. Subjek (N=2.370) hipersomnia RR=3,46, subjek dengan

12
keluhan tidur lain RR=14,80. Analisis depresi mayor, memiliki risiko tinggi

tahun 1995, bahkan dengan untuk episode itu. Artinya gangguan

dieksklusinya gangguan tidur dari tidur

kriteria diagnosis depresi, gangguan mendahului rangkaian gejala yang


mendasari depresi mayor.10
tidur pada tahun 1995 masih merupakan Penelitian menggunakan cohort juga

prediktor / penanda terkuat depresi pada dilakukan oleh Buysse et al, bertujuan

tahun 1995.10 untuk menjelaskan prevalensi dan

Hasil penelitian diatas menambah perjalanan insomnia pada sampel anak

literatur tentang peranan gangguan tidur muda yang dipilih, dan menjelaskan

terhadap risiko tenderita depresi. hubungan antara insomnia dan depresi.

Beberapa penelitian yang tidak Dari data penelitian sebelumnya

memfokuskan pada orang tua juga telah beberapa faktor risiko insomnia kronik

menemukan peningkatan risiko depresi telah diidentifikasi seperti masalah

pada subjek yang di-follow up dengan medis, jenis kelamin wanita, dan

gangguan tidur pada awalnya. Odds ratio bertambahnya usia. Namun depresi dan

untuk depresi tiga sampai empat kali gejala depresi merupakan faktor risiko

pada beberapa penelitian. Bukti dari dua insomnia yang terbesar dan paling

studi prospektif pada orang tua juga konsisten. Sebaliknya insomnia juga

mendukung penelitian diatas. Tambahan merupakan gejala yang sering terjadi

pada studi epidemiologi, ada bukti pada depresi atau sering dihipotesiskan

bahwa gangguan tidur juga sebagai faktor risiko. Sekarang masih

mempengaruhi perjalanan penyakit sedikit studi yang memeriksa data

depresi. Pasien yang diperiksa prospektif longitudinal dari sampel

mempunyai tingkat gangguan tidur yang umum untuk menentukan hubungan

tinggi beberapa minggu sebelum episode insomnia dengan depresi, untuk itulah

13
penelitian ini dilakukan. Data dari prevalensi kumulatif 20% dan risikonya

Epidemiologic Catchment Area Study lebih dari 2 kali pada wanita. Pada 40%

menunjukkan insomnia berhubungan subjek, insomnia berkembang menjadi

dengan peningkatan risiko depresi jika kronik. Insomnia dengan ataupun tanpa

terjadi pada 2 wawancara selama 1 tahun komorbid depresi stabil sepanjang

namun tidak akan terjadi peningkatan waktu. Insomnia yang terus menerus

risiko jika hanya ditemukan pada selama 2 minggu atau lebih

wawancara awal. Studi lain menemukan mengindikasikan episode depresi mayor

hubungan yang sama pada dewasa tua pada subjek berikutnya, dan

dan dewasa muda dengan follow up 2-3 17% sampai 50% subjek mengalami

tahun. Studi terakhir, insomnia dan episode depresi mayor pada wawancara

kesulitan tidur karena stres berujung berikutnya. Pada analisis longitudinal,

pada depresi.11 insomnia “murni” (tanpa depresi) dan

Penelitian ini dilakukan di insomnia komorbid dengan depresi

Zurich, Swiss menggunakan sampel 591 berhubungan dengan diagnosis yang

orang dengan melakukan 6 kali sama atau berbeda pada episode yang

wawancara dalam rentang 20 tahun. akan datang. Depresi “murni” (tanpa

Insomnia dibagi menjadi 4 subtipe insomnia) memiliki hubungan yang

berdasarkan durasi: insomnia 1 bulan lemah dengan episode penyakit baik

dengan tekanan yang signifikan, depresi murni, insomnia murni, dan

insomnia 2-3 minggu, insomnia rekuren insomnia dengan depresi di masa yang

ringan, dan insomnia ringan sekali- akan datang. Episode depresi mayor

sekali. Hasil penelitian adalah : berujung pada rangkaian insomnia

prevalensi tahunan insomnia 1 bulan secara umum namun tidak pada

meningkat perlahan-lahan, dengan wawancara selanjutnya. Penelitian ini

14
menegaskan perjalanan persisten gejala depresi (DSM-IV), salah satu

insomnia dan peningkatan risiko depresi penyebabnya adalah kegagalan untuk

pada orang dengan insomnia.11 menurunkan aktivitas di beberapa bagian

RINGKASAN otak yang mengatur tidur. Beberapa

Depresi adalah gangguan mood yang jurnal menyebutkan adanya hubungan

dikarakteristikkan dengan kesedihan yang kuat antara EDS dengan depresi.

yang intens, berlangsung dalam waktu Gejala gangguan tidur yang dialami

lama, dan mengganggu kehidupan pasien depresi antara lain insomnia,

normal. Gejala depresi berupa gangguan masalah dengan sleep onset, bangun

emosi, gangguan kognitif, keluhan secara tiba-tiba, dan hipersomnia.

somatik, gangguan psikomotor, dan Beberapa penelitian yang dilakukan juga

gangguan vegetatif. Tidur yang normal memberikan hubungan sebaliknya yaitu

terdiri dari tahap 1,2,3, dan 4. Hal ini gangguan tidur dapat meningkatkan

berlangsung berulang-ulang dan dibagi risiko depresi di masa yang akan datang.

menjadi fase REM (tahap 1) dan fase DAFTAR PUSTAKA


non-REM (tahap 2,3,4). Etiologi depresi 1. Sleep Disorders: Sleep and
Depression. California. Michael J.
adalah terjadinya gangguan Breus, PhD, 2004.

neurotransmiter serotonin yang [cited 2004 september].

berfungsi sebagai pengontrol afek, Available from :


http://www.medicinenet.com/depre
agresivitas, tidur, dan nafsu makan. Teori ssion/article.htm
lain yaitu terganggunya regulasi hormon 2. Amir N. Aspek Neurobiologi
Molekuler Depresi. JIWA.
kortisol yang berfungsi dalam mengatur
2004;XXXVII:2
tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem
3. Depression. Barcelona. WHO,
imun, dan semua faktor penting dalam
2005. [cited 2005 Juli]. Available
kehidupan. Gangguan tidur merupakan
from :

15
http://www.who.int/mental_health/ and Thalamic Dysregulation. Am J

management/depression/definition/ Psychiatry. 2004; 161:1856-1863.

en/ 8. Bixler EO, Vgontzas AN, Lin HM,

4. Pinel JPJ. Tidur, mimpi, dan ritme Calhoun SL, Vela-Bueno A, Kales

sirkadian.berapa banyak waktu tidur A. Excessive Daytime Sleepiness in

yang Anda butuhkan?. In: Pinel JPJ. a General Population Sample: The

Biopsikologi edisi 7. Yogyakarta: Role of Sleep Apnea, Age, Obesity,

Pustaka Pelajar; 2009. p.434-467 Diabetes, and Depression. JCEM.

5. Stores G. Introduction to sleep-wake 2005; 90: 4510-4515.

disorders. In: Gelder MG, Lopez- 9. Chorney DB, Detwieler MF, Morris

Ibor JJ, Andreasen N. New Oxford TL, Kuhn BR. The Interplay of

Textbook of Psychiatry. Oxford: Sleep Disturbance, Anxiety, and

Oxford University Press; 2003. Depression in Children. Journal of

p.128 Pediatric Psychology.

6. Depresi pada Remaja. Semarang. 2008; 33(4): 339-348.


Fitri Hartanto, Sp.A, 2005. [cited 10. Roberts ER, Shema SJ, Kaplan GA,
2005 Juni].
Strawbridge WJ. Sleep Complaints
Available from:
and Depression in an Aging Cohort:
http://pediatrics-
A Prospective Perspective. Am J
undip.com/journal/depresi
Psychiatry. 2000; 157: 81-88.
%20remaja.doc
11. Buysse DJ, Angst J, Gamma A,
7. Germain A, Nofzinger EA, Kupfer
Ajdacic V, Eich D, Rössler W.
DJ, Buysse DJ. Neurobiology of
Prevalence, Course, and
Non-REM Sleep in Depression:
Comorbidity of Insomnia and
Further Evidence for Hypofrontality

16
Depression in Young Adults.

SLEEP. 2008;

31(4): 473-480.

17

Anda mungkin juga menyukai