PROSEDUR PRAKTIKUM NANO TEKNOLOGI Revisi 1
PROSEDUR PRAKTIKUM NANO TEKNOLOGI Revisi 1
PROSEDUR PRAKTIKUM NANO TEKNOLOGI Revisi 1
A. Latar Belakang
Nanomaterial memiliki sifat-sifat khas dari unsur yang dapat direkayasa, sehingga
pemanfaatannya telah merambah di berbagai bidang kehidupan manusia, seperti kesehatan,
informasi, transportasi, industri, energi, dan lain-lain. Salah satu material yang mendapat perhatian
dalam nanoteknologi karena memiliki sifat yang khas, adalah kitosan.
Kitosan merupakan biopolimer alami yang dihasilkan dari hidrolisis senyawa kitin yang
terkandung dalam cangkang suku Crustaceae seperti udang, lobster, kepiting, dan sebagainya
(Kavitha dkk., 2011). Kitosan memiliki sifat yang sangat menguntungkan, yaitu biocompatible,
biodegradable, tidak beracun, dan tidak mahal. Kitosan mempunyai banyak kegunaan, antara lain
dapat meningkatkan kemampuan transport bioaktif melewati sel membran, sebagai, sebagai
penyalut, pembawa dan dapat memperpanjang peluruhan obat (Mohanraj dan Chen, 2011; Mia,
2003). Aplikasi nanopartikel kitosan di berbagai bidang sangat ditentukan oleh karakteristik
nanopartikel kitosan itu sendiri, seperti ukuran, bentuk, kemurnian permukaan, maupun topologi
material.
Karakteristik kitosan salah satunya dipengaruhi oleh metode pembuatannya. Pembuatan
nanopartikel kitosan dapat dilakukan dengan banyak metode, salah satunya melalui gelasi ionik
(Irianto dan Muljanah, 2011). Kitosan dan sodium tripolyphosphate (STPP) akan bergabung secara
ikat silang membentuk lapisan pelindung, kemudian direduksi ukuran partikelnya membentuk
nano kitosan. Pengecilan ukuran partikel kitosan dapat dilakukan dengan menggunakan magnetic
stirrer atau instrumen ultrasonik (Suptijah dkk., 2011).
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis metode pengecilan ukuran
pada pembuatan nanopartikel dan waktu sonikasi terhadap karakteristik nanopartikel kitosan.
D. Prosedur
1. Pembuatan nanopartikel kitosan (Modifikasi dari Suptijah dkk., 2011)
Kitosan sebanyak 2 gram (konsentrasi 1% (b/v)) dilarutkan dalam 200 ml asam asetat 1%
kemudian diaduk dengan magnetic stirrer hingga menghasilkan larutan yang teraduk sempurna.
100 ml TPP (konsentrasi 1% (b/v) dalam aquades) ditambahkan kedalam larutan kitosan tetes demi
tetes sambal diaduk sampai tercampur rata. Selanjutnya larutan dibagi ke dalam 4 tempat terpisah.
Pengecilan ukuran dilakukan dengan cara berbeda, yaitu larutan 1 diaduk menggunakan magnetic
stirrer selama 60 menit, larutan 2, 3, dan 4 disonikasi dengan variasi waktu 30 menit, 45 menit,
dan 60 menit. Larutan selanjutnya dikeringkan (freeze/spray dryer) hingga diperoleh sampel
bubuk.
2. Karakterisasi nanopartikel kitosan
Karakterisasi nanopartikel kitosan yang terbentuk meliputi viskositas menggunakan
metode viskometer, dan analisa ukuran partikel menggunakan PSA/SEM.
Daftar Pustaka
Irianto HE, Muljanah I. 2011. Proses dan aplikasi nanopartikel kitosan sebagai penghantar obat.
Squalen Vol. 6 No.1, Mei 2011
Kavitha K, Keerthi TS, Mani TT. 2011. Chitosan Polymer Used As Carrier In Various
Pharmaceutical Formulations: Brief Review. International Journal of Applied Biology and
Pharmaceutical Technology 2(2)
Mia S. 2003. Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan as Release-Rate-
Controlling Hydrophilic Polymer in Granules for GastroRetentive Drug Delivery [disertasi].
Helsinki (FD).University of Helsinki.
Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical
Research.5(1): 561-573. Molyneux
Suptijah P, Jacoeb AM, Rachmania D. 2011. Karakterisasi nano kitosan cangkang udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) Dengan Metode Gelasi Ionik. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia Vol XIV (2): 78-8478
Pembuatan Nanoemulsi Ekstraks Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
dengan Homogenisasi
A. Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan tanaman yang memiliki
kandungan bioaktif yaitu kurkumin (sekitar 60%) yang baik bagi kesehatan. Kurkumin tidak
dapat larut dalam air serta memiliki bioavailabilitas yang rendah, sehingga perlu dibuat emulsi
minyak dalam air (O/W) untuk meningkatkan kelarutan dan sifat bioavailabilitasnya. Emulsi
merupakan pencampuran dua larutan atau lebih yang memiliki tingkat kepolaran berbeda,
distabilkan dengan surfaktan atau emulsifier. Dalam aplikasinya pembuatan emulsi sering
ditambahkan kosurfactan untuk meningkatkan kestabilan larutan. Jenis emulsifier yang digunakan
disesuaikan dengan bahan yang diemulsikan (fase terdispersi) berdasarkan angka HLB (hydrophile
lypophile balance) dari 1-18. Surfactan sintetis yang tidak berbuatan (non ionic) banyak digunakan
dalam sistem emulsi produk agroindustri.
Pembuatan nanoemulsi dengan pengecilan ukuran droplet akan memperbaiki karakteristik
emulsi seperti warna, viskositas, kelarutan, ketersediaan secara biologi (biavaibilitas), yang diikuti
dengan kestabilan larutan dalam jangka lebih lama (anti creaming). Teknik nanoemulsi dengan
homogenisasi prinsipnya adalah mencampur secara bertahap semua bahan dan dihomogenkan
dengan kecapatan putaran homogenizer yang tinggi (>10000 rpm) pada waktu tertentu.
B. Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui pembuatan nanoemulsi ekstrak temulawak
dengan teknik homogenisasi secara langsung dan tidak langsung.
Daftar Pustaka
A. Latar Belakang
Elektrospinning adalah teknik yang cocok untuk menghasilkan serat yang sangat halus dan
kering dengan ukuran yang sangat kecil. Serat dari hasil Elektrospinning disebut nanofiber.
Keunggulan teknik elektrospinning dalam menghasilkan serat yaitu ukurannya dapat menjangkau
tingkat mikro hingga nano, serat yang sangat halus dengan permukaan luas, sifat mekanik yang
unggul, kemudahan dalam proses pengolahan, dapat diproduksi dalam skala besar, serat berpotensi
diaplikasikan pada berbagai tujuan. Harsojo et al (2013), melakukan studi pembuatan PVA
nanofibers dengan elektrospinning, menurut penelitian ini salah satu hal penting dalam pembuatan
nanofibers adalah ukuran fiber. Untuk membuat nanofibers dengan elektrospinning, polimer harus
diencerkan terlebih dahulu hingga mencapai viskositas tertentu sehingga tidak terjadi
penggumpalan saat proses pembentukan serat. Menurut Salalha et al (2006) banyak parameter
yang dapat mempengaruhi transformasi polimer menjadi nanofiber dengan metode
elektrospinning, seperti viskositas, elastisitas, konduktivitas, dan tegangan permukaan larutan
polimer. Kondisi proses juga diperhatikan seperti mengatur variabel seperti tekanan hidrostatik
dalam tabung kapiler, potensial listrik di ujung kapiler, dan celah (jarak antara ujung dan
pengumpul), dan parameter ambient seperti suhu larutan, kelembaban, dan kecepatan udara dalam
ruang.
Prinsip kerja dari electrospinning yaitu memanfaatkan medan listrik tegangan tinggi untuk
menghasilkan pancaran (jet) bermuatan listrik dari larutan polimer hingga membentuk serat yang
sangat halus (ultrathin) dan kering pada collector. Pembentukan serat dari larutan polimer
sepenuhnya proses fisik, akibat dari pelarut yang menguap (evaporation). Elektrospinning disusun
oleh tiga bagian utama, yaitu power supply bertegangan tinggi, syringe (pemompa larutan dengan
tabung) dan needle (jarum), dan collector (perangkat logam pengumpul serat) (Thenmozhi et al
2017). Gambar 1 adalah Elektrospinning yang terdapat pada Laboratorium Fisika FMIPA IPB.
Gambar 1. Elektrospinning
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip dan cara kerja pembuatan nanofiber dengan
menggunakan alat elektrospinning.
D. Prosedur
Eksperimen dilakukan pada suhu kamar dengan tegangan listrik antara 6 kV sampai 12 kV.
Bahan PVA memiliki berat molekul 65000 yang diencerkan dengan air dengan kadar PVA 10%
(w/v). PVA yang dibuat dengan dipanaskan pada suhu 50oC sambil diaduk hingga mendapatkan
campuran PVA yang homogen. Selanjutnya larutan PVA dimasukan ke dalam srynge sebanyak 5
ml, disesuaikan dengan kapasitas alat lat. Laju aliran larutan yang keluar diatur menggunakan
pompa otomatis secara berkelanjutan dan stabil pada 0,1 ml/jam.
Tegangan listrik yang berbeda muatan dikenakan pada bagian ujung noozle atau needle dan
collector. Larutan bahan yang kontak dengan tegangan listrik akan membentuk pancaran menuju
collector. Pancaran yang terbentuk akan mengeras membentuk nanofiber akibat penguapan
pelarut. Nanofiber yang terbentuk akan ditangkap oleh collector. Jarak antara ujung noozle atau
needle dan collector divariasikan antara 5, 10 dan 15 cm. Pengaruh lingkungan dipertahankan pada
suhu 25oC dan kelembaban udara relatif (RH) 50% .
Daftar Pustaka
Harjoso, Triyana dan Harini. 2013. Studi Pembuatan PVA Nanofibers dengan Elektrospinning.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng dan DIY, Solo, 23 Maret 2013. ISSN:
0853-0823, 16-19.
Salalha W, J Kuhn, Y Dror dan E Zussman. 2006. Encapsulation of Bacteria dan Viruses in
Electrospun Nanofibers. Institute of Physics Publishing, Nanotechnology 17, 4675-4681.
Thenmozhi S, Dharmaraj N, Kadirvelu K, dan Kim HY. 2017. Electrospun nanofibers: New
generation materials for advanced applications. Mat. Sci. Eng. B. 217 : 36-48.