Proposal TPP Kel 3 Blok 16
Proposal TPP Kel 3 Blok 16
Proposal TPP Kel 3 Blok 16
PENDAHULUAN
B. Refraksi
Refraksi atau pembiasaan cahaya merupakan perubahan arah yang terjadi
pada berkas cahaya yang melintas secara miring melalui suatu medium dan
menuju ke medium yang lain yang memiliki indeks bias yang berbeda. Perubahan
arah berkas cahaya berasal dari perubahan kecepatan perambatan yang selanjutnya
mengakibatkan perubahan panjang gelombang. Refraksi cahaya inilah yang
berperan dalam pembentukan bayangan di mata dan lensa (Sherwood, 2014).
2.2.3 Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh
sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai
meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan
suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik
api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.
(American Academy of Opthlmology, 2010).
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
atas 5 lapis, yaitu : epitel, membran bowman , stroma, membran descement, dan
endotel (American Academy of Opthalmology, 2010). Kornea dipersarafi oleh
banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar,
saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh
lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf
(American Academy of Opthalmology, 2010).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata
di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
Dioptri dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea
(Nema,2002).
A. Pembagian Astigmatisma
Pembagian Astigmatisma menurut Ilyas & Yulianti (2014) antara lain:
a. Astigmatisma reguler
Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal
meridian, regular astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
1) Horizontal-vertikal astigmatisma
Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut
satu sama lain secara horizontal (180o ±20o ) atau vertical (90o
±20).
i. With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical
mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian
horizontal. Disebut with the rule karena mempunyai kesamaan
dengan kondisi normal mata mempunyai kurvatura vertical lebih
besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata. Astigmatisma ini
dapat dikoreksi –axis 180 ) astigmatisma ini terbagi atas 2 jenis : 0
atau +axis 90 .
ii. Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian
horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung)
dari meridian vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi
dengan +axis 180 0 0 atau -axis 90 0.
2) Oblique astigmatism . Merupakan suatu astigmatisma regular
dimana kedua principle meridian tidak pada meridian horizontal atau
vertical. Principal meridian terletak lebih dari 20o dari meridian
vertical atau horizontal
3) Biobligue astigmatism Suatu kondisi dimana kedua principle
meridian tidak membentuk sudut satu sama lain
b. Irregular Astigmatisma
Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai
perbedaan refraksi yang tidak teratur bahkan kadang-kadang
mempunyai perbedaan pada meridian yang sama. Principle meridian
tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisma irregular
ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku. Berbicara mengenai induksi
astigmatisma pasca operasi (induced astigmatism), seperti kita
ketahui, penderita astigmatisma sebagian besar adalah with the rule
astigmatism. Insisi yang ditempatkan pada kornea akan menyebabkan
pendataran pada arah yang berhadapan dengan insisi tersebut. Artinya,
jika melakukan insisi dari temporal cenderung menyebabkan
pendataran pada sumbu horizontal kornea, dimana hal ini akan
mengakibatkan induksi with-the-rule astigmatism. Sebaliknya jika
melakukan insisi kornea dari superior cenderung mengakibatkan
induksi againts-the-rule astigmatism. Biasanya induksi astigmatisma
ini bergantung dari panjangnya insisi, yaitu semakin panjang insisi
akan semakin besar induksi astigmatisma (Ilyas & Yulianti, 2014)
B. Patofisiologi Astigmatisma
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar
tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak
sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus
pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang
sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina (American Academy of
Opthalmology, 2010).
Menurut Ilyas & Yulianti (2014), Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi
menjadi 5, yaitu :
1. Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan
retina
2. Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di
belakang retina
3. Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh
di depan retina dan satunya tepat pada retina
4. Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik
masingmasing jatuh di belakang retina dan satunya tepat pada
retina
5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan
retina dan belakang retina.
C. Penyebab Astigmatisma
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa
kristalina juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma Astigmatisma
paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea pada salah
satu bidangnya Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan
terlalu erat (Riordian-Eva & Witcher, 2009).
D. Tanda Dan Gejala
Astigmatisma Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa
pandangan kabur. Tapi terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi,
menyebabkan sakit kepala atau kelelahan mata, dan mengaburkan
pandangan ke segala arah. Pada anak-anak, keadaan ini sebagian besar tidak
diketahui, oleh karena mereka tidak menyadari dan tidak mau mengeluh
tentang kaburnya pandangan mereka (Tasman, 2004).
E. Pemeriksaan Astigmatisma
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka
dengan mempergunakan keratometer, maka derajat astigmatisma dapat
diketahui. Keratometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jari-
jari kelengkungan kornea anterior. Perubahan astigmatisma kornea dapat
diketahui dengan mengukur jari jari kelengkungan kornea anterior, meridian
vertical dan horizontal, sebelum dan sesudah operasi. Evaluasi rutin
kurvatura kornea preoperasi dan postoperasi membantu ahli bedah untuk
mengevaluasi pengaruh tehnik incisi dan penjahitan terhadap astigmatisma.
Dengan mengetahui ini seorang ahli bedah dapat meminimalkan
astigmatisma yang timbul karena pembedahan. Perlu diketahui juga bahwa
astigmatisma yang didapat pada hasil keratometer lebih besar daripada
koreksi kacamata silinder yang dibutuhkan (Cara obyektif semua kelainan
refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan dengan skiaskopi,
retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktometri (Langston, Deborah
pavan, 1996).
F. Penatalaksanaan Astigmatisma
Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering
kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi
terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma
yang tidak terkoreksi (American Academy of Opthalmology, 2010).
2.2.4 Presbiopia
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia.
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan
refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau
membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46
tahun. Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan dengan penurunan
amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum proximum (Ilyas & Yulianti,
2014).
A. Epidemiologi Presbiopia
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan
hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia,
prevalensinya berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam
populasinya.Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia
karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi
presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada
tahun 2006 menunjukkan 112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan
presbyopia (American Optometric Association, 2010).
B. Etiologi Presbiopia
Etiologi dari presbiopia adalah kelemahan otot akomodasi dan lensa
mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
(Riordian-Eva & Witcher, 2009).
C. Patofisiologi Presbiopia
Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan ( refraksi ) ketika melalui
kornea dan struktur-struktur lain dari mata ( kornea, humor aqueus, lensa,
humor vitreus ) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan
di retina. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek
yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa.
Penglihatan dekat memerlukan kontraksi dari cilliary body, yang bisa
memendekkan jarak antara kedua sisi cilliary body yang diikuti relaksasi
ligament pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat
terfokuskan pada retina (Sherwood, 2014).
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot
akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya,
menyebabkan kurang bisa mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan
mata saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang
retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin
menjauh. Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot,
sehingga dapat lelah. Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim
digunakan dalam tubuh. Derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan
jelas terbatas dan sinar cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu
tak dapat dibawa ke suatu focus di atas retina, bahkan dengan usaha
terbesar. Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek dapat dibawa ke
fokus jelas dengan akomodasi dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat
berkurang selama hidup, mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat
dengan bertambanya usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun sampai
sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama karena
peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan akomodasi karena
penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens yang dapat
ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai usia 40-
45 tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu
membaca dan pekerjaan dekat (Ilyas & Yulianti, 2014).
D. Faktor Resiko Presbiopia
Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun
pada kondisi tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil dari
faktor-faktor seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek
samping obat (American Optometric Association, 2010).
Faktor resiko presbiopia lainnya menurut American Optometric
Association (2010), adalah sebagai berikut:
a. Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun.
b. Hipeporia (Hipermetropia), kerusakan akomodasi tambahan jika
tidak di koreksi.
c. Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita.
d. Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau
otot siliar.
e. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, multiple sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, Influenza, campak.
f. Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efeksamping dari obat
nonprescription dan prescription (contoh : alkohol, klorprozamin,
hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik).
g. Lain-lain : Kurang gizi, penyakit dekompresi.
E. Klasifikasi Presbiopia
Menurut Ilyas & Yulianti (2014), klasifikasi presbiopia antara lain:
a. Presbiopia insipient
Presbiopia insipient merupakan tahap awal di mana gejala atau temuan
klinis menunjukkan beberapa kondisi efek penglihatan dekat. Pada
presbiopia insipient dibutuhkan usaha ekstra untuk membaca cetakan
kecil. Biasanya, pasien membutuhkan tambahan kacamata atau adisi,
tetapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes dan pasien lebih memilih
untuk menolak diberikan kacamata baca (Ilyas & Yulianti, 2014).
b. Presbiopia Fungsional
Ketika dihadapkan dengan amplitude akomodasi yang berangsur –
angsur menurun, pasien dewasa akhirnya melaporkan adanya kesulitan
melihat dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa (Ilyas & Yulianti,
2014).
c. Presbiopia Absolut
Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus
menerus, dimana presbiopi fungsional berkembang menjadi presbiopia
absolut. Presbiopia absolut adalah kondisi di mana sesungguhnya tidak
ada sisa kemampuan akomodatif (Ilyas & Yulianti, 2014).
d. Presbiopia Prematur
Pada presbiopia prematur, kemampuan akomodasi penglihatan dekat
menjadi berkurang lebih cepat dari yang diharapkan. Presbiopia ini
terjadi dini pada usia sebelum 40 tahun. Berhubungan dengan
lingkungan, gizi, penyakit atau obat – obatan, hipermetropia yang tidak
terkoreksi, premature sklerosis dari cristaline lensa, glaukoma simple
kronik (Ilyas & Yulianti, 2014).
e. Presbiopia nocturnal
Presbiopia nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk
melihat dekat disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di
cahaya redup. Peningkatan ukuran pupil, dan penurunan kedalaman
menjadi penyebab berkurangnya jarak penglihatan dekat dalam cahaya
redup (Ilyas & Yulianti, 2014).
F. Gejala Presbiopia
Presbiopia terjadi secara bertahap. Penglihatan yang kabur, dan
ketidak mampuan melihat benda – benda yang biasanya dapat dilihat pada
jarak dekat merupakan gejala dari presbiopia (Ilyas & Yulianti, 2014).
Meurut Ilyas & Yulianti (2014), gejala lain yang umumnya terjadi
pada presbiopia adalah:
Keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat
Mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa pedas
Sakit kepala
Astenopia karena kelelahan pada otot siliar
Menyipitkan mata saat membaca
Kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat
Membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.
Kesulitan melihat pada jarak dekat yang biasa dilakukan dan
mengubah atau mempertahankan fokus disebabkan oleh penurunan
amplitudo akomodasi. Penggunaan cahaya terang untuk membaca pada
pasien menyebabkan penyempitan pupil, sehingga peningkatan kedalaman
fokus. Kelelahan dan sakit kepala berhubungan dengan kontraksi otot
orbicularis atau bagian dari otot occipitofrontalis, dan diduga berhubungan
dengan ketegangan dan frustrasi atas ketidakmampuan untuk
mempertahankan jelas penglihatan dekat. Mengantuk dikaitkan dengan
upaya fisik dikeluarkan untuk akomodasi selama beberapa waktu (Ilyas &
Yulianti, 2014).
G. Diagnosa Presbiopia
a. Anamnesa
Anamnesa gejala–gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait
presbiopi dapat bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya
mampu membaca dalam waktu singkat, merasa cetakan huruf yang
dibaca kabur atau ganda, kesulitan membaca tulisan huruf dengan
cetakan kualitas rendah, saat membaca membutuhkan cahaya yang lebih
terang atau jarak yang lebih jauh, saat membaca merasa sakit kepala dan
mengantuk (Suhardjo & Hartono, 2007).
b. Pemeriksaan Oftamologi
- Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen.
Cara :
Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu
mata ditutup.
Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari
baris paling atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang
masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ),
maka dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 m.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka
jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji
dengan pasien satu meter.
Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan
dari jarak satu meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji
dengan arah sinar.
Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka
dikatakan penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.
Penilaian :
Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat
membaca seluruh huruf dalam kartu snellen dengan benar (Suhardjo
& Hartono, 2007).
Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka
dikatakan tajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat
pada jarak 6 m yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat
pada jarak 30 meter (Suhardjo & Hartono, 2007).
Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau
menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka
dinyatakan tajam penglihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang
normal pada jarak 60 m (Suhardjo & Hartono, 2007).
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan
pada jarak 300 m. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan
pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatan adalah 1/300. Bila mata
hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian
tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat melihat
adanya sinar pada jarak tidak berhingga (Suhardjo & Hartono, 2007).
- Pemeriksaan Presbiopia
Menurut Suhardjo & Hartono (2007), untuk usia lanjut dengan
keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan pemeriksaan presbiopia.
Caranya antara lain :
Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan
refraksi bila terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma,
sesuai prosedur di atas.
Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak
baca)
Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca
huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan.
Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.
H. Penatalaksanaan Presbiopia
a. Kacamata
Presbiopia dikoreksi dengan, menggunakan lensa plus untuk
mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia
kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuaan
tertentu. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang
(Riordian-Eva & Witcher, 2009).
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture
kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi
membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan
ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak
terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal
serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kalainan refraksi yang lain.
Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh disegmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen
bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat (Riordian-Eva & Witcher, 2009).
b. Pembedahan
Menurut American Optometric Association (2010), terdapat
beberapa teknik bedah untuk mengoreksi presbiopi, namun keselamatan,
keberhasilan dan kepuasan pasien masih belum bisa ditetapkan:
- Multifocal intraocular lens implants
- Accommodating intraocular lens implants
- Small-diameter corneal inlays
- Modified corneal surface techniques to create multifocal corneas
- Conductive keratoplasty (CK)
- Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop pseudophakic
accommodation
I. Prognosis Presbiopia
Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan
salah satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien
presbiopia yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien
yang memiliki riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual),
tambahan kunjungan untuk tindak lanjut mungkin diperlukan. Selama
kunjungan tersebut, dokter mata dapat memberikan anjuran kepada pasien,
verifikasi resep lensa dan penyesuaian bingkai. Kadang-kadang, perubahan
dalam desain lensa diperlukan (American Optometric Association, 2010).
1. Miopia
No Gejala Ada Tidak
1 Pengelihatan yang kabur ketika melihat objek yang
jaraknya jauh, namun mata tetap berfungsi baik untuk
melihat objek-objek yang jaraknya dekat
2 Sakit kepala dan mata merasa cepat lelah
3 Juling dan celah kelopak mata sempit
4 Mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole
(American Optometric Association, 2006).
2. Hipermetropia
No Gejala Ada Tidak
1 Adanya penurunan visus
2 Astenophia (mata lelah)
3 Sensitif terhadap cahaya
4 Ambliopia isoametrop (penurunan visus meskipun
dengan koreksi terbaik ketajaman visual)
5 Strabismus
6 Mata merah dan berair, sering mengedip
(Ilyas & Yulianti, 2014).
3. Astigmatisma
No Gejala Ada Tidak
1 Pandangan kabur
2 Astenophia (mata lelah)
3 Sakit kepala
4 Sering membaca atau melihat objek dengan jarak lebih
dekat
(Tasman, 2004).
4. Presbiopia
No Gejala Ada Tidak
1 Keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat
2 Mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa
pedas
3 Sakit kepala
4 Astenopia
5 Menyipitkan mata saat membaca
6 Kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat
7 Membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca
(Ilyas & Yulianti, 2014).