Proposal Skripsi Mang Elik Stah BGK Word 2010-2022

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL SKRIPSI

EKSISTENSI PURA PUNCAK BATUR SARI


DITENGAH MASYARAKAT HINDU
SULAWESI TENGGARA

KOMANG ELIK SUMARDIKA


NIM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU BHATARA GURU KENDARI
KENDARI
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
IDENTIFIKASI PERILAKU MENYIMPANG SISWA TERHADAP
AJARAN TRI KAYA PARISUDHA DI ADI WIDYA PASRAMAN
DWITAWANA SARASWATI DESA TINOMU KECAMATAN LOEA
KABUPATEN KOLAKA TIMUR

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI UNTUK DI UJI


OLEH:

Pembimbing I Pembimbing II

I Wayan Sudiarta, S.E., M.Fil.H., Gusti Ayu K. Arni S., S.Pd., M.Pd

ii
MOTTO
Ekspektasi Tanpa Usaha Berakhir
Sia-sia

iii
KATA PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:


1) Kedua orang tua, Ayahku (Wayan Duduk) dan Ibunda (Wayan Sumarti)
tercinta yang telah dengan tulus dan tanpa mengenal lelah memberikan
segenap doa, kasih sayang dan dukungan baik materi maupun spirit.
2) Kakakku Kadek Dewy Rusdayanti dan Wayan Yuli Artini, atas segala
bantuan, motivasi dan dukungan dalam proses belajar.
3) Keluarga besar dan orang-orang tercinta yang telah memberikan restu,
dukungan belajar, kepercayaan dan motivasi tiada henti.
4) Teman-teman terkasih di kelas Pendidikan maupun penerangan/ilmu
komunikasi, yang selalu ada dalam suka dan duka selama proses perkuliahan
yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian karya tulis
ini.

iv
KATA PENGANTAR

Om swastyastu,
Atas asung kertha waranugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan judul
“Eksistensi Pura Puncak Batur Sari, Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan” sesuai dengan rencana.
Proposal skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan atas
kewajiban dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Program Studi
pendidikan agama Hindu, Sekolah Tinggi Agama Hindu Bhatara Guru Kendari.

Dalam penyusunan Proposal sripsi ini, penulis banyak mendapatkan


bimbingan dan saran yang sangat berguna, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1) I Nengah Suliarta, S.E., M.Fil.H. sebagai Ketua STAH Bhatara Guru
Kendari.
2) Drs. Nengah Negara, M.Hum. sebagai Wakil Ketua I Bidang
Akademik STAH Bhatara Guru Kendari.
3) Wayan Sudiarta, S.E., M.Fil.H. sebagai Wakil Ketua II Bidang
Administrasi STAH Bhatara Guru Kendari.
4) Dr. I Made Sumadra, S.Si.T., M.M. sebagai Wakil Ketua III Bidang
Kemahasiswaan dan Kerja Sama STAH Bhatara Guru Kendari.
5) Drs. I Made Sukada, M.Pd. sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Agama Hindu STAH Bhatara Guru Kendari.
6) I Wayan Sudiarta, S.E., M.Fil.H., Pembimbing I yang telah
memberikan saran dan bimbingan dengan penuh kesabaran hingga
selesainya karya tulis ini.
7) Gusti Ayu Kadek Ani Suwedawati, S.Pd., M.Pd., Pembimbing II yang
telah memberikan saran dan bimbingan dengan penuh kesabaran
hingga terselesaikannya karya tulis ini.

v
8) Bapak/Ibu Dosen yang telah banyak memberikan ilmu dan
pengetahuan selama penulis menimba ilmu di STAH Bhatara Guru.
Menyadari dengan sepenuhnya bahwa Proposal skripsi ini masih banyak
kekurangan, disebabkan keterbatasan peneliti. Oleh karena itu, peneliti sangat
mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya Proposal skripsi ini.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Kendari, 7 Juli 2022


Penulis,

Komang Elik Sumardika

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................ii
MOTTO..............................................................................................iii
KATA PERSEMBAHAN..................................................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
1.1 Latar Belaakang Masalah........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan Penilitian.....................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................6
2.1 Landasan Teori.......................................................................................................
2.3.1 Teori Eksistensialisme.........................................................................................
2.3.2 Teori Fungsional Struktural.................................................................................
2.2.3 Teori Religi........................................................................................................
2.2 Konsep..................................................................................................................
2.2.1 Eksistensi Pura...................................................................................................
2.3 Model Penelitian...................................................................................................
2.4. Penelitian yang Relevan.......................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN..................................................20
3.1 Jenis Penelitian.....................................................................................................
3.2 Lokasi Penelitian..................................................................................................
3.3 Jenis dan Sumber Data.........................................................................................
3.3.1 Jenis Data..........................................................................................................
3.3.2 Sumber Data.....................................................................................................
3.3.2.1 Data Primer.....................................................................................................
3.3.2.2 Data Sekunder.................................................................................................
3.4 Instrumen Penelitian.............................................................................................
3.5 Teknik Penentuan Informan.................................................................................
3.6 Teknik Pengumpulan Data...................................................................................
3.6.1 Observasi...........................................................................................................
3.6.3 Studi Kepustakaan.............................................................................................
3.6.2 Wawancara........................................................................................................
3.7 Teknik Analisis Data............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................30

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaakang Masalah


Pada umumnya setiap manusia memiliki sebuah kepercayaan memeluk
suatu agama sebagai pedoman dalam menuntun hidupnya, begitu pula masyarakat
di Sulawei Tenggara. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 di Bali lebih dari
setengah masyarakat memeluk agama Hindu yang menggunakan Pura sebagai
tempat beribadah atau tempat suci. Pura merupakan tempat suci umat Hindu
untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Umat Hindu
memiliki keyakinan akan sifat kemahakuasaan Tuhan yang tidak terbatas,
sedangkan disatu sisi menusia memiliki keterbatasan sehingga tidak mungkin
mampu menjangkau kemahakuasan-Nya yang tidak terbatas itu. Meskipun
demikian manusia berusaha mendekatkat diri pada kemahakuasaan Tuhan. Upaya
mendekatkan diri pada kemahakuasaan Tuhan bertujuan agar manusia dapat
mendayagunakan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa ini untuk
meningkatkan mutu hidupnya.
Umat Hindu mendirikan atau membangun Pura untuk memuja Tuhan,
walaupun Tuhan dalam agama Hindu sudah jelas disebutkan dalam Weda bahwa
Tuhan itu tidak berwujud, dan tidak dapat digambarkan, namun ketika umat
Hindu yang sedang bersembahyang tidak membayangkan wujud beliau yang
sedang disembahnya, maka tidak dapat memusatkan pikiran kepada Tuhan
dengan Sempurna. Untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai
aspeknya dibangun tempat pemujaan. Tempat pemujaan itu adalah bangunan
suci yang dibangun ditempat suci. Bangunan suci merupakan salah-satu simbol
atau lambang alam semesta oleh umat Hindu dipandang sebagai Stana Ida sang
Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabawa (manifestasinya). Pura atau disebut
juga Kahyangan adalah replika atau bentuk tiruan Kahyanganstana sejati Tuhan
Yang Maha Esa dengan berbagai manifestasinya di sorga loka. Di Bali Pura
diartikan sebagai tempat khusus yang disucikan dan berfungsi sebagai tempat
2

pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala


manifestasinya serta digunakan sebagai tempat memuja roh suci leluhur.`
Keberadaan Pura dapat dikelompokan sesuai fungsinya yaitu Pura yang
berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, serta tempat
suci yang berfungsi untuk memuja roh leluhur. Pura sebagai tempat
persembahyangan juga dimanfaatkan sebagai tempat mesandekan (istirahat)
tatkala umat melaksanakan perjalanan jauh, tempat berdiskusi (berdharmatula),
tempat umat Hindu mencetuskan perasaan masing-masing dan sebagai media
pendidikan.
Fungsi Pura dapat di perinci lebih jauh berdasarkan ciri (kekhasan) antara
lain dapat diketahui atas dasar adanya kelompok masyarakat ke dalam berbagai
jenis ikatan seperti ikatan sosial, ekonomis, genealogis (garis kelahiran). Ikatan
sosial antara lain berdasarkan ikatan wilayah tempat tinggal (teritorial), ikatan
pengakuan atas jasa Dang Guru (seorang guru suci) ikatan politik dimasa yang
silam antara lain berdasarkan kepentingan penguasa dalam usaha
menyatukan masyarakat dan wilayah kekuasaannya. Ikatan ekonomis antara
lain dibedakan atas dasar kepentingan sistem mata pencaharian hidup seperti
bertani, nelayan, berdagang, dan lain-lainnya. Ikatan geneologis adalah atas dasar
garis kelahiran dengan perkembangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka
terdapatlah beberapa kelompok pura sesuai dengan karakternya yaitu:
1) Pura umum
2) Pura teritorial
3) Pura fungsional
4) Pura Kawitan (Titib :2003 : 96).
Pura Puncak Batur Sari yang terdapat di Desa Wulende, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu bagian dari Pura
Fungsiolan. Selain digunakan sebagai tempat pemujaan, Pura Puncak Batur Sari
digunakan sebagai objek wisata religi oleh masyarakat Sulawesi Tenggara.
Pura Puncak Batur Sari digunakan sebagai tempat memuja Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yan memberikan kehidupan di alam semesta. Dipura Puncak Batur
Sari ini diyakini oleh masyarakat Desa Adat Lapoa sebagai tempat berstananya
3

manifestasi Ida Sang Hyan Widi Wasa sebagai pemeliara sehingga masyarakat
menjadikat pura ini sebagai media untuk memohon keberhasilan panen.Selain
keunikan yang telah dipaparkan di atas salah satu keunikan lain yang terdapat
di Pura Puncak Batur Sari yaitu terdapat pada saat pelaksanaan piodalan atau
upacara di Pura tersebut. Adapun keunikannya yaitu terdapat campuhan sungai,
serta dipadati oleh pemedak yang berasal dari berbaggai desa yang ada di
Sulawesi Tenggara.
Pura Puncak Batur Sari sangat unik dan menarik untuk diteliti.
Keunikan tersebut dapat dilihat dari terdapatnya batu yang berbentuk sepeti katak
di areal pura tersebut. Sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada penelitian
terkait dengan keunikan tersebut.
Berpedoman dari uraian dan keunikan yang telah dipaparkan di atas, maka
peneliti ingin mengkaji mengenai Eksistensi Pura Puncak Batur Sari dalam
bentuk karya ilmiah dengan judul Eksistensi Pura Puncak Batur Sari Ditengah
Masyarakat Hindu Sulawesi Trnggara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan semua yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah
tersebut, selanjutnya dapat diangkat ulasan terhadap permasalahan-
peramasalahan yang timbul antara lain:
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Pura Puncak Batur Sari?
2. Apakah fungsi Pura Puncak Batur Sari di Desa Wulende, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan?
3. Apa alasan pemedak yang tangkil ke Pura Puncak Batur Sari?

1.3 Tujuan Penilitian


Tujuan penelitian merupakan sasaran akhir yang ingin dicapai oleh
seorang peneliti. Dengan adanya tujuan yang jelas dan sistematis, maka
akan dapat memudahkan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Sehubungan
dengan hal tersebut, tujuan penelitian yang berjudul Eksistensi Pura Puncak Batur
Sari Ditenga Masyarakat Hindu Sulawei Tenggara, meliputi dua tujuan yang
4

hendak dicapai, yakni tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang besifat
Khusus.

1.3.1 Tujuan Khusus

Sebagai aplikasi ilmu dan teori yang diterima pada saat


perkuliahan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat dan Sebagai
pedoman dalam meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta
pendalaman Sradha dan Bhakti peneliti dan umat Hindu, khususnya umat
Hindu yang berada di Desa Pakraman Lapoa, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan. Sebagai penambah wawasan peneliti berupa
karya ilmiah bagi umat Hindu, khususnya untuk peneliti sendiri,
mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Hindu Bhatara Guru Kendari, dan
untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar keeksisan suatu
Pura, khususnya Pura Puncak Batur Sari yang berada di Desa Wulende,
memiliki suatu dokumentasi atau sejarah tertulis, sehingga keeksisan pura
ini tetap bisa dipertahankan dan dilestarikan, demikian juga bila
ditanyakan oleh anak cucu dikemudian hari terkait dengan eksistensi Pura
Puncak Batur Sari ini dapat memberikan jawaban yang dapat diterima
secara logika.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mendeskripsikan keberadaan Pura Puncak Batur Sari di


Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan.
2. Untuk mengungkapkan fungsi Pura Puncak Batur Sari di Desa
Wulende, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
3. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi pemedak sehingga
tanggkil di Pura Puncak Batur Sari di Desa Wulende, Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
5

1.4 Manfaat Penelitian


Suatu penelitian ilmiah yang dilakukan sudah pasti mengharapkan
hasil atau manfaat yang positif dan konstruktif. Sehubungan dengan itu, maka
manfaat dari penelitian dengan judul Eksistensi Pura Dalem di Desa Pakraman
Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng ada dua yakni manfaat teoritis
dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis


Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
penulis dan para peneliti lainnya beserta ilmuan pada bidang
keagamaan. Selain itu, peneliti berharap agar penelitian ini dapat
dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.2 Manfaat Praktis


Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua kalangan, diantaranya:
1. Bagi masyarakat setempat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkokoh serta meningkatkan srada dan bhakti umat.
2. Bagi lembaga umat Hindu, seperti Parisada Hindu Dharma
Indonesia Kabupaten Buleleng penelitian ini diharapkan dapat
menjadi rujukan untuk membina umat dalam kaitannya tentang
keberadaan pura yang berada di wilayah Kabupaten Buleleng
3. Bagi Institusi pendidikan seperti Institut Hindu Dharma Negeri
Denpasar, penelitian sejenis diharapkan lebih banyak di lakukan,
sehingga keyakinan masyarakat terhadap pura semakin mendalam.
6

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Landasan Teori
Salah satu unsur terpenting dalam penelitian adalah landasan teori, karena
teori yang bersifat ilmiah yang dapat menerangkan fenomena-fenomena
sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti. Teori adalah serangkaian bagian
atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan
sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan
antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud
menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori
sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai
“menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan
hubungan dapat saling berhubungan.
Teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran
yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori
dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori
juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia
membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena
tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah
laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas
kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah
teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus peneliti agar sesuai
dengan kenyataan dilapangan. Selain itu, landasan teori juga
bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar belakang
peneliti dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
7

2.3.1 Teori Eksistensialisme


Eksistensi bisa kita kenal juga dengan satu kata yaitu keberadaan. Dimana
keberadan yang dimaksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya
kita. Eksistensi ini perlu “diberikan” orang lain kepada kita, karena dengan
adanya respon dari orang sekeliling kita ini, membuktikan bahwa keberadaan
kita diakui. Tentu akan sangat tidak nyaman ketika kita ada namun tidak satupun
orang mengangap kita ada.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim-Penyusun, 1994:253).
Keberadaan yang dimaksud adalah memperlihatkan jati diri dengan
berbagai kelebihan yang khas melekat pada sesuatu. Eksistensi juga dapat
diartikan suatu ciri tertentu untuk bisa menampakan diri, jika dibandingkan
dengan yang lain. Kata eksistensi berasal dari kata eksisten yang artinya
keberadaan, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada
manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar. Eksistensialis
adalah penganut eksistensialisme suatu kejadian pada masa lalu yang pernah
dikagumi kemudian lambat laun agak memudar kemudian mendapat perhatian
yang sangat besar.
Eksistensi yaitu keberadaan dan adanya pengaruh atas ada atau
tidak adanya kita. Eksistensi merupakan manisfestasi dari kualitas diri, seseorang
tidak akan diakui eksistensinya apabila tidak memiliki kualitas mencolok
berbeda atau lebih dari rang lain bukan asal berbeda tetapi juga
berkualitas. Eksistensi
didefinisikan dengan kata-kata “sekarang”, “dahulu” dan “kapan” untuk
menunjukan waktu sekarang, waktu lampau dan waktu yang akan datang. Badan
tidak terbatas pada hanya kulitnya saja, akan tetapi meluas sepanjang hubungan
individu dengan manusia. Eksistensi tidak berakhir hanya pada ujung sari,
melainkan meluas sampai ke objek yang ditunjuk, bahkan lebih jauh lagi sampai
pada tempat segala dunia berdiam.
Asumsi dasar dari teori Eksistensialisme didasarkan pada paham yang
mengandung sesuatu untuk dianggap “ada” (eksis) dalam suatu kehidupan.
8

Kebutuhan eksistensi banyak melekat pada diri manusia dan lingkungan,


berhubungan dengan ego manusia dan pengaruh sekitarnya. Keberadaan yang
ada pada diri manusia merupakan eksistensi yang tidak bisa ditolak
keberadaannya. Eksistensialisme adalah suatu aliran dalam filsafat, khususnya
tradisi filsafat barat. Istilah eksistensi berasal dari kata existra (eks=keluar, sister
=ada atau berada), dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai “sesuatu
yang sanggup keluar dari keberadaannya” atau “sesuatu yang mampu melampaui
dirinya sendiri”.
Sudarsono (2008:334) Eksistensi berarti keberadaan , akan tetapi dalam
filsafat eksistensialisme istilah eksistensi memiliki arti tersendiri. Tampaknya di
dalam filsafat eksistensialisme istilah eksistensi memiliki arti cara manusia
berada di dunia, hal ini berada dengan cara berada benda-benda, sebab benda-
benda tidak sadar akan kebenarannya sebagai sesuatu yang memiliki hubungan
dengan yang lain, dan berada disamping yang lain. Secara lengkap
eksistensi memiliki hubungan dengan yang lain, dan berada disamping yang
lain.
Ahmad Tafsir (2010:218) mengatakan bahwa kata dasar eksistensi
(existency) adalah exist yang berasal dari kata Latin ex yang berarti keluar dan
sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Pikiran seperti ini dalam bahasa Jerman disebut dasein. Da berarti
disana, sein berarti berada. Berada bagi manusia selalu berarti disana, ditempat.
Tidak mungkin ada manusia tidak bertempat. Bertempat berarti terlibat dalam ala
jasmani. Akan tetapi, bertempat bagi manusia tidaklah sama dengan
bertempat bagi batu atau pohon. Manusia selalu sadar akan tempatnya, dia sadar
bahwa ia menempati. Ini berarti kesibukan, kegiatan, melibatkan diri, dengan
demikian, manusia sadar akan dirinya sendiri. Jadi dengan keluar dari
dirinya sendiri manusia sadar tentang dirinya sendiri, ia berdiri sebagai aku atau
pribadi.
Keberadaan yang ada pada diri manusia merupakan eksistensi yang tidak
bisa ditolak keberadaannya. Eksistensialisme adalah suatu aliran dalam filsafat,
9

khususnya tradisi filsafat barat. Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan


manusia, dan keberadaan itu dihadirkan melalui kebebasan.
Teori eksistensialisme dalam penelitian ini digunakan untuk memaparkan
rumusan masalah pertama pada penelitian ini, terkait dengan eksistensi atau
keberadaan dari Pura Puncak Batur Sari di Desa Wulende, Kecamata Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan.

2.3.2 Teori Fungsional Struktural


Menurut pandangan Talcott Parsons (dalam Nasikum, 1995 : 11-12) teori
fungsional struktural, melandasi dengan berbagai anggapan dasar sebagai
berikut: (1) masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem dari pada bagian-
bagian yang harus berhubungan satu sama lain; (2) hubungan saling
pengaruh-mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda
dan timbal balik; (3) sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai dengan
sempurna, namun secara fundamental bergerak kearah equlibrium yang bersifat
dinamis; (4) sekalipun difungsi ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan
senantaiasa terjadi juga, akan tetapi dalam jangka panjang keadaan tersebut pada
akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian dan proses
institusioanalisasi; (5) perubahan-perubahan didalam sistem sosial umumnya
akan terjadi secara gradual, melalui penyesuaian dan tidak secara revolusioner;
(6) perubahan- perubahan melalui tiga macam kemungkinan yaitu penyesuaian-
penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap
perubahan yang datang dari luar, perubahan-perubahan melalui proses
diferensasi strukturan fungsional, serta penemuan baru oleh masyarakat; (7)
faktor terpenting yang memiliki daya untuk mengintegrasi suatu sistem sosial
adalah konsensus diantara angota-anggotanya mengenai nilai kemasyarakatan
tertentu.
Menurut Tri Guna (1987 : 29) teori fungsional struktural menekankan
pada keteraturan dan mengabaikan konflik serta perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat beragama. Menurut teori ini, masyarakat agama
meruakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang satu sama lain
10

saling berhubungan, menyatu dalam keseimbangan. Pola yang terjadi pada satu
bagian akan membawa perubahan pada bagian lainnya. Dasar pemikirannya,
setiap struktur dalam sistem sosial fungsional maka struktur dalam sistem sosial
itu akan hilang dengan sendirinya.
Poloma (1987 : 32-34) menegaskan bahwa perspektif fungsional
struktural sebagai suatu pandangan, seringkali dianggap mengabaikan aspek
konflik dan perubahan sosial, oleh karena terlalu memberikan tekanan pada
keteraturan, dengan mengabaikan konflik dan perubahan sosial, maka para
penganutnya seringkali dinilai secara ideologis sebagai konservatif , suatu
kelompok yang senantiasa mempertahankan status quo.
Teori fungsional struktural dalam penelitian ini digunakan untuk
menganalisis kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakat
tentang
nilai-nilai kemasyarakatan dalam kaitan dengan fungsi dan struktur Pura Puncak
Batur Sari sebaai pura fungsional. Dalam pelaksanaan upacara keagamaan akan
terjadi proses sosial keagamaan serta organisasi sosial yang terstruktur
dimana satu sama lain saling berhubungan menyatu dalam keseimbangan
sehingga upacara tersebut dapat berjalan lancar dan sukses. Maka dari itu teori
ini yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ke-2 terkait
dengan fungsi Pura Puncak Batur Sari Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan.

2.2.3 Teori Religi


Religi adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
tradisional. Religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk
mencapai suatu maksud dengan cara menyadarkan diri kepada kemauan dan
kekuasaan makhluk-makhluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa, dan sebagainya
yang menempati alam (Koentjaraningrat, 1997 : 53-54).
Koentjaraningrat (1994:2) dalam bukunya yang berjudul “Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan” menjelaskan bahwa religi merupakan salah satu
bagian dari budaya atau dapat dikatakan religi tersebut adalah salah satu
11

unsur dari kebudayaan. Kebudayaan sendiri memiliki tujuh unsur pokok yaitu
sistem religi dan upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem
pengetahuan, sistem bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, serta
sistem teknologi dan peralatan.
Terdapat lima komponen religi yang dapat dipakai sebagai konsep dasar untuk
menganalisis agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yaitu : (1) emosi
keagamaan yang menyebabkan bahwa manusia didorong untuk berperilaku
keagamaan, (2) sistem keyakinan atau bayangan-bayangan manusia tentang
bentuk dunia, alam gaib, hidup, maut, dan sebagainya, (3) sistem ritus dan
upacara yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia
gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut, (4) Kelomopok keagamaan atau
kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut
sistem upacara-upacara keagamaan, (5) alat-alat fisik yang digunakan dalam
ritus dan upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1997 :
201-202)
Teori religi dalam penelitian ini digunakan sebagai pisau bedah pada
permasalahan ketiga tentang makna yang terdapat pada Pura Puncak Batur Sari
Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.

2.2 Konsep
Konsep adalah istilah yang menunjukan pada suatu pengertian tertentu,
(Gulo, 2004 : 8). Konsep berarti suatu makna yang berada dialam pikiran atau
dunia kepahaman yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang atau kata-
kata. Dengan demikian konsep bukan obyek gejala itu sendiri, melainkan hasil
pemaknaan didalam intelektual manusia yang merujuk ke gejala nyata di alam
impiris (Suprayogo Imam dan Tabroni, 2001:149). Selain itu konsep adalah
pengertian tentang apa yang dibutuhkan, dan berarti memiliki
kedekatan pengertian dengan istilah konsepsi yang artinya pengertian
(paham) atau rancangan cita-cita yang telah ada dalam pikiran (Poerwadarminta
2012:611).
12

Konsep merupakan sebuah hal yang penting dalam melakukan sebuah


penelitian. Konsep itu sendiri didefinisikan sebagai generalisasi dari sebuah
fenomena yang ada. Konsep ini ada sebagai penjelasan atau fenomena-fenomena
tertentu yang saat itu sedang ada (Bungin, 2001 : 73). Konsep menjadi penting
karena pada dasarnya konsep itu sendiri mampu digunakan untuk
mengklasifikasikan dan menggolongkan sesuatu lewat suatu istilah atau rangkain
kata. Peneliti harus mampu memahami pentingnya konsep dalam
sebuah penelitian serta harus memahami pemilihan-pemilihan kata yang tepat,
singkat, dan bermakna positif guna menyampaikan suatu konsep. Konsep dalam
hal ini merupakan variabel yang muncul dari judul penelitian dan
disimpulkan oleh
peneliti pada setiap akhir penjelasan konsep tersebut. Adapun konsep
terkait dengan judul penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Eksistensi Pura


Secara etimologi eksistensi berasal dari kata “ex” yang berarti keluar dan
kata “sistentia” yang berarti berdiri. Jadi adapun yang dimaksud dengan
eksistensi adalah sesuatu yang ada diluar, yang tampak dan bisa dilihat
keberadaannya (Snijders, 2004 : 23). Menurut kamus besar bahasa Indonesia
edisi ketiga (2001 : 221), eksistensi berasal dari kata eksisten yang berarti
keberadaan. Terdapat beberapa pengertian tentang eksistensi yang dijelaskan
menjadi empat pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang ada. Kedua,
eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah segala
sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat,
eksistensi adalah kesempurnaan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997:253) yang disusu oleh Danu
Prasetya, yang dimaksud dengan eksistensi adalah keberadaan,
sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa eksistensi adalah
memperlihatkan jati diri dengan berbagai kelebihan yang khas melekat pada
13

suatu ciri tertentu untuk bisa menampakan diri kalu dibandingkan dengan yang
lain.
Jadi yang dimaksud eksistensi adalah keberadaan atau memperlihatkan
jati diri dengan berbagai kelebihan yang khas yang melekat pada sesuatu atau
ciri tertentu untuk bisa menampakan diri jika dibandingkan dengan yang lain.
Berdasarkan atas uraian tersebut, adapun kontribusi terkait dengan eksistensi
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan Pura Puncak Batur
Sari, yang berlokasi di DesaWelende, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan.
Istilah Pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat
Hindu khususnya di Bali, tampaknya berasal dari jaman yang begitu tua. Pada
mulanya istilah Pura yang berasal dari bahasa sanskrta itu berarti kota
atau benteng yang sekarang berubah arti mejadi tempat pemujaan kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Sebelum dipergunakannya kata Pura untuk menamai
tempat suci/ tempat pemujaan dipergunakanlah kata kahyangan atau hyang. Pada
jaman Bali Kuna dan merupakan data tertua yang ditemui di Bali, disebutkan
dalam prasasti Sukawana A I Tahun 882 M (Titib, 2003 : 91).
Pura bukan semata-mata hanya dikatakan sebagai tempat sembahyang,
karena secara konseptual pura sama dengan candi di Jawa. Istilah pura
juga berasal dari bahasa Jawa, yang pada mulanya dipakai untuk menyebutkan
pusat kerajaan di Samprangan bernama Linggarsa Pura, pusat kerajaan di
Gelgel bernama Sweca Pura, dan pusat kerajaan di Klungkung bernama Semara
Pura (Wiana, 2004 : 77).
Istilah pura sebagai tempat suci diduga muncul dan dipopulerkan oleh
Hyang Dwijendra ketika beliau datang ke Bali. Sebelum beliau datang ke Bali,
tempat suci itu disebut kahyangan atau hyang dan pada jaman Bali kuno tempat
suci ini ada yang menyebut sebagai ulun (Wiana, 2004 : 78). Sebelum
Mpu Kuturan datang ke Bali, hanya ada tiga pura yang dikelola oleh kerajaan-
kerajaan Bali yaitu, Pura Segara yang merupakan lambang bhur loka, Pura
Penataran lambang buah loka, dan Pura Puncak yang merupakan lambang dari
swah loka. Ketiga fungsi pura tersebut diyakini sebagai media untuk
14

memohon Amrestista atau menyucikan Tri Bhuana. Mpu Kuturan datang ke


Bali kira-kira abad ke 10-11, yang ketika itu Bali diperintah oleh raja Udayana
yang dilanjutkan oleh putra- putranya, seperti raja Marakata dan Anak Wungsu.
Dalam lontar Dharma Sunia disebutkan bahwa stana atau linggih Sang Hyang
Widhi Wasa yang sebenarnya adalah alam semesta ini (Tri Bhuana).
Sedangkan pura puncak batur sari tergolong pura fungsional yang memiliki
fungsi khusus, dimana pura ini digunakan sebagai tempat pemujaan /penyiwinya
memiliki ikatan khusus dalam funsinya sebagai pemberi kehidupan. Sesungunya
pura puncak batur sari ini adalah pura yan di jadikan untuk memoon
keberahasilan untuk hasil panen bagi pengamon pura tersebut.

2.3 Model Penelitian


Model penelitian akan berfungsi sebagai sketsa deskripsi yang singkat untuk
menjelaskan alur pikiran peneliti. Melalui membaca model penelitian akan
secara cepat diketahui seluk beluk penelitian yang direncanakan, yang kemudian
akan dituangkan dalam bentuk skema.

Bagan 2.1 Model Penelitian

Agama
Hindu

Kitab Suci Tempat Orang Hari Suci

;Pura Puncak Batur Sari

Keberadaan Pura Fungsi Pura Puncak Alasan pemadak


Puncak Batur Sari Desa Batur Sari Desa tangkil di Pura
Wulende, Kecamatan Wulende, Kecamatan Puncak Batur Sari
Tinanggea, Kabupaten Tinanggea, Kabupaten Desa Wulende,
Konawe Selatan. Konawe Selatan. Kecamatan
Tinanggea,
Kabupaten Konawe
Selatan.
15
16

Agama Hindu merupakan salah satu agama tertua di dunia. Dalam


mengamalkan ajarannya umat Hindu didukung oleh beberapa unsur seperti kitab
suci, hari suci keagamaan, orang-orang suci, dan tempat suci. Semua unsur atau
komponen tersebut saling berkaitan dalam membina kehidupan beragama umat
Hindu. Umat Hindu memiliki kitab suci Veda sebagai pedoman dalam
menjalankan kehidupan yang lebih baik. Selain kitab suci, umat Hindu juga
meyakini terdapat hari-hari suci yang diperingati berdasarkan sasih maupun
pawukon. Dalam pelaksanaan berbagai upacara yadnya pada saat hari-hari suci
umat Hindu biasanya di pimpin oleh orang suci yang berwenang memimpin
umat dan memimpin suatu upacara keagamaan yang dilaksanakan. Umat Hindu
meyakini pura sebagai tempat suci dalam pelaksanaan berbagai macam upacara
keagamaan.
Salah satu pura yang diyakini oleh umat Hindu sebagai tempat
menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu di Pura Puncak
Batur Sari Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
diyakini sebagai media untuk memohon sesuatu keadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.
Dalam penelitian ini akan dibahas tiga pokok permasalahan yaitu:
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Pura Puncak Batur Sari?
2. Apakah fungsi Pura Puncak Batur Sari di Desa W u l e n d e , Kecamatan
Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan?
3. Apa alasan pemedak yang tangkil ke Pura Puncak Batur Sari?

Keberadaan Pura Puncak Batur Sari yang akan dibedah dengan teori
eksistensialisme, fungsi Pura Puncak Batur Sari yang akan dibedah dengan teori
fungsional struktural, dan makna Pura Puncak Batur Sari yang akan dibedah
dengan menggunakan teori makna. Dengan mengetahui keberadaan, fungsi, dan
makna diharapkan dapat meningkatkan sradha dan bhakti bagi umat Hindu
khususnya umat Hindu yang berada di Sulawesi Tenggara
17

2.4. Penelitian yang Relevan


Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam suatu penelitian,
seorang peneliti dituntut mencari dan membaca sumber-sumber buku, baik
berupa karya-karya ilmiah, buku-buku ataupun pustaka-pustaka suci yang
memiliki validitas terhadap penelitian yang dilakukan, sehingga dapat
memberikan petunjuk atau bahan perbandingan bagi penelitian ini. Sehubungan
dengan hal tersebut, peneliti mencari sumber data kepustakaan atau literatur yang
berbentuk karya ilmiah yakni berupa tesis dan skripsi. Selain itu dalam
mendukung penelitian ini, juga menggunakan kepustakaan berupa buku-buku
refrensi yang dipandang perlu dan bermanfaat dalam upaya pelaksanaan
penelitian beserta penyusunan karya ilmiah ini, diantaranya adalah sebagai
berikut.
Ardana (2009) dalam skripsinya dengan judul “Eksistensi Pura Watu
Klotok di Desa Adat Tojan”. Penelitian ini membahas tentang sejarah Pura Watu
Klotok sebagai linggihan Ida Bhatara di Besakih, riwayat pembangunan
Pura Watu Klotok, struktur Pura Watu Klotok, dan nilai pendidikan yang
terkandung dalam Pura Watu Klotok. Ardana berkesimpulan bahwa Pura Watu
Klotok didirikan olen Mpu Kuturan. Status Pura tersebut adalah
sebagai Pura Kahyangan Jagat dimana Pura tersebut memiliki nilai tatwa,
etika, dan acara
bagi umat penyungsungnya.
Berdasarkan skripsi tersebut maka perbedaannya dengan penelitian
yang akan diteliti adalah penelitian dari Ardana ini lebih mengarah pada sejarah
dan struktur Pura Watu Klotok sebagai linggih pesucian Ida Bhatara Besakih
serta nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Pura Watu Klotok.
Sedangkan penelitian ini lebih mengarah pada eksistensi dari Pura Puncak
Batur Sari yang berada di Desa Wulende, dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan masyarakat Hindu tentang keberadaan Pura Puncak Batur Sari
khususnya umat Hindu yang berada di Sulawesi Tenggara. Perbedaan lain
18

antar skripsi dari Ardana dengan penelitian yang akan diteliti yaitu terletak
pada lokasi penelitian.
Kontribusi dari penelitian ini adalah mengarah pada aspek etika, tattwa
dan acara aatau upacara yang terkandung dalam Pura tersebut, maka
dengan eksisnya Pura Puncak Batur Sari ini diharapkan dapat meningkatkan
sraddha dan bhakti umat Hindu yang berada didaerah tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Ardana sangat relevan dengan penelitian yang akan diteliti karena
sama-sama menganalisis tentang eksistensi Pura, perbedaannya hanya terletak
pada lokasi tempat penelitian yang dilaksanakan.
Suwindi (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Eksistensi Pura
Jawa di Desa Kelanting, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan”,
menyatakan bahwa Pura merupakan trmpat suci bagi umat Hindu untuk memuja
Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan manifestasi-Nya dan roh suci
para leluhur. Dari sekian banyak Pura yang terdapat di wilayah Desa Kelanting,
terdapat satu Pura yang memiliki keunikan tersendiri, yaitu Pura Jawa. Didalam
Pura Jawa ini terdapat sebuah pajenengan berupa tombak bermata tiga yang
diyakini dapat menyembuhkan penyakit tilas, serta status Pura Jawa belum
diketahui oleh masyarakat Desa Kelanting.
Berdasarkan skripsi tersebut, perbedaan dengan penelitian yang
akan diteliti yaitu Pura Jawa yang terletak di Desa Kelanting, Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten Tabanan dipercayai masyarakat dapat menyembuhkan
penyakit tilas, sedangkan Pura Puncak Batur Sari yang akan diteliti dipercayai
masyarakat sebagai media untuk memohon sesuatu .
Kontribusi penelitian tersebut terhadap penelitian yang akan diteliti
yaitu menambah pemahaman peneliti terkait fungsi Pura yang bermacam-
macam. Selain digunakan sebagai pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, ternyata Pura juga digunakan sebagai media penyembuhan bagi
masyarakat Hindu di Bali.
Antara (2002), dalam skipsi yang berjudul “ Tinjauan Letak Pura
Dulu yang menghadap ke Hulu, di Desa Adat Sembiran, Kecamatan Tejakula,
Kabupaten Buleleng,” dalam penelitiannya menguraikan bahwa, Pura Dulu
19

menghadap kehulu karena memiliki fungsi sebagai tempat pemujaan kepada


leluhur yang disebut sebagai Ratu, yang berada di tanah Jawa.
Berdasarkan isi penelitian tersebut maka perbandingannya
dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian dari Antara ini lebih
menekankan pada tata letak dari Pura Dulu. Sedangkan pada penelitian yang
akan diteliti lebih mengarah pada aspek eksistensi Pura Puncak Batur Sari Desa
Wulende, Kecamatan Tinaggea, Kabupaten Konawe Selatan. Karena penelitian
ini selain membahas tentang riwayat Pura namun lebih cenderung akan
membahas tentang eksistensi Pura Puncak Batur Sari ditenga masyarakat Hindu
Sulawesi Tenggara.
Adapun kontribusi penelitian tinjauan letak Pura Dulu dengan penelitian
eksistensi Pura Dangka di Desa Pakraman Belayu Kecamatan Marga, Kabupaten
Tabanan, adalah sebagai salah satu bahan perbandingan letak struktur pura,
dimana dalam penelitian Pura Dulu, menghadap ke hulu dengan pemaknaan
yang khas.
Widiari (2008), dalam skripsinya yang berjudul “Keberadaan Pura
Langgar di Desa Pakraman Bunutin, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli”
menyatakan bahwa struktur Pura Langgar terdiri atas tiga mandala yaitu: nista
mandala, madya mandala, dan utama mandala. Pura Langgar memiliki beberapa
fungsi yaitu fungsi religius sebagai tempat sembahyang, fungsi sosial sebagai
tempat berkumpul yang dilaksanakan pada saat ngayah piodalan, sehingga
terjadi jalinan hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain sesama
pengempon, fungsi budaya yaitu sebagai obyek pariwisata karena Pura Langgar
bentuknya sangat unik, fungsi pendidikan yaitu sebagai tempat pendidikan
non formal, seperti pelatihan pesantian, dharma wacana dan tari. Pendidikan
multikultural juga ada dalam Pura Langgar yaitu adanya budaya Hindu dan
budaya agama lain, seperti tidak diperkenankan menghaturkan daging babi dan
cukup menggunakan daging itik. Bentuk bangunan Pura Langgar menyerupai
Mesjid yang merupakan tempat sembahyang umat Islam.
Berdasarkan isi skripsi tersebut, perbedaan dengan penelitian yang akan
diteliti adalah dalam penelitian Widiari ini lebih mengarah pada keharmonisan
20

antara agama Islam dan agama Hindu yang mana dalam Pura tersebut terdapat
tempat sembahyang bagi umat muslim. Sedangkan pada penelitian eksistensi
Pura Puncak Batur Sari lebih mengarah pada eksistensi Pura tersebut. Selain itu
perbedaan lain dengan penelitian tersebut, yaitu terletak pada lokasi penelitian
yang akan diteliti.
Kontribusi dari penelitian tersebut adalah mengarah pada aspek Tri Hita
Karana yang salah satunya yaitu hubungan antar manusia. Dalam pelaksanaan
upacara di Pura Langgar dijadikan sebaai tempat untuk ajak simakrama antar
pemadak yang tangkil, sama halnya yang terjadi di Pura Puncak Batur Sari
yang mana pada saat piodalan di padati ole pemedak yang berasal dari berbagai
kabupaten yang ada di Sulawei Tenggara, secara tidak langsun terjadila
simakrama antar pemedak yang tankgkil.
.
21

BAB III
METODE PENELITIAN

Setiap melakukan penelitian ilmiah tentu didasari oleh suatu tujuan yang
ingin dicapai, untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dibutuhkan suatu
teknik atau metode yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Metode
meurpakan suatu cara atau jalan yang memiliki kaitan dengan suatu karya ilmiah
yang merupakan cara kerja untuk memahami sasaran ilmu yang bersangkutan
(Koentjaraningrat, 1991 : 7).
Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian akan
dilaksanakan. Metode penelitian ini sering dikacaukan dengan prosedur
penelitian atau tekhnik penelitian. Hal ini disebabkan karena ketiga hal tersebut
saling berhubungan dan sulit dibedakan. Metode penelitian membicarakan
mengenai tata cara pelaksanaan penelitian, prosedur penelitian membicarakan
alat-alat yang digunakan dalam mengukur dan mengumpulkan data penelitian.
Sugiyono (2012:2) menguraikan bahwa metode penelitian pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kunci yang perlu
diperhtikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian itu didasarkan pada cirri – cirri keilmuan, yaitu rasional,
empiris, dan sisitematis. Data yang diperoleh melali penelitian adalah empiris
(teramati) yang bersifat valid.
Metode merupakan suatu cara, petunjuk atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai suatu tujuan. Jadi, simpulannya bahwa metode merupakan
cara kerja yang dipergunakan untuk memahami suatu objek penelitian agar data
yang diperoleh dari penelitian dapat mencapai hasil yang optimal. Metode
penelitian ini akan membantu suatu penulisan karya ilmiah dalam memecahkan
suatu masalah yang telah dirumuskan sehingga hasil penelitian ini dapat
dipertanggung jawabkan keabsahan dan keilmiahannya.
22

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ‘’Eksistensi Pura Puncak Batur Sari Ditenga Masyarakat
Hindu Sulawesi Tenggara merupakan penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah mengungkap
fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian
berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif
menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang
terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan-
pertentangan keadaan atau lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta,
pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Karena penelitian ini akan
dipaparkan secara deskritif aspek-aspek yang akan diteliti yakni tentang
eksistensi Pura Puncak Batur Sari.
Penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan sebab mengkaji
keberadaan, fungsi dan makna yang dapat dijadikan pedoman hidup
umumnya bagi masyarakat Hindu Sulawei Tenggara khususnya masyrakat Desa
Adat Lapoa, yang meyakini melalui adanya Pura tersebut dapat meningkatkan
hasil panen, serta menjadi sebua kebangaan karena pura tersebut dijadikan sala
satu destinasi wisata religi di Sulawesi Tenggara.

3.2 Lokasi Penelitian


Redana (2006:253) menyatakan bahwa lokasi penelitian merupakan suatu
tempat, wilayah, dan daerah yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data.
Penentuan lokasi penelitian harus disasarkan pada pertimbangan – pertimbangan,
seperti daerah tersebut mempunyai keunikan tradisi, dan budaya, kaya akan
permasalahan yang sulit dikaji secara individual, kaya akan nilai historis, dan
daerah tersebut memiliki kesesuaian terhadap topic atau tema penelitian
yang akan dilaksanakan. Melalui pemilihan atau penentuan lokasi
penelitian, diharapkan peneliti dapat menemukan hal – hal yang bermakna dan
baru.
23

Berkaitan dengan penelitian ini, lokasi yang ditetapkan adalah di Desa


Wulende, Kecamatan Tinaggea, Kabupaten Konawe Selatan yang merupakan
letak dari Pura Puncak Batur Sari. Adapun pertimbangan dipilihnya lokasi
tersebut meliputi keunikan Pura yang berbeda dengan pura pada umumnya
yan terletak di perbukitan di tenga kawasan pertambangan serta terdapat batu
yang menyerupai katak di pura tersebut.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu
data yang tidak berwujud angka, melainkan dalam bentuk kalimat dan
uraian. Data adalah fakta atau sekumpulan nilai menarik yang telah dikumpulkan
melalui teknik pengumpulan data yang sah. Adapun fakta itu sendiri adalah
pernyataan peneliti diverifikasi secara empirik. Sebelum digunakan dalam proses
analisis, data perlu dikelompokkan terlebih dahulu. Berdasarkan sumber
pengambilannya, data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data
sekunder.

3.3.2 Sumber Data


Suharsimi-Arikunto (2002:107) menguraikan sumber data dalam
penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Apabila menggunakan
quisioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data
disebut responden (informan), yaitu orang yang memberikan respon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan.
Mantra (2004:131-132) sumber data ada dua macam yaitu: (1) data
kuantitatif yang bersumber pada (a) data primer yang bersumber pada hasil
wawancara berstruktur terhadap responden dengan menggunakan quisioner
(daftar pertanyaan terstruktur) dan (b) data sekunder yang bersumber dari hasil
sensus penduduk, registrasi vital, atau data statistik yang dikumpulkan oleh
beberapa instansi dan (2) data kualitatif, yang bersumber pada (a) wawancara
yang mendalam kepada beberapa informan untuk mendapatkan informasi yang
24

mendalam, (b) kelompok diskusi yang terarah, (c) observasi non partisipasi
dan (d) analisis isi dari bahan-bahan tertulis.
Jadi dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah tokoh-tokoh
masyarakat yang ada di Desa Pakraman Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten
Buleleng. Sehingga dalam memperoleh data dapat digolongkan menjadi dua
yaitu data primer dan data sekunder.

3.3.2.1 Data Primer


Menurut Iqbal (2002:16) menguraikan tentang data primer
atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau alat
pengembalian data langsung pada subyek sebgai sumber informasi yag
dicari. Data primer adalah data yang diperolehkan atau pengumpulannya
yang didapat dari sumber yang telah ada.
Data primer adalah data yang yang diperoleh secara langsung dari
objek penelitian atau dengan melakukan pengamatan langsung ke
lapangan yang ditunjang dengan melakukan interview kepada informan
yang mengenal dan memahami objek penelitian. Data dikumpulkan
sendiri sesuai dengan realitas yang ada (Nasir, 1988:58). Data primer
dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah terkait dengan Eksistensi
Pura Puncak Batur Sari Ditenga Masyarakat Hindu Sulawesi Tenggara

3.2.2.2 Data Sekunder


Moleong (2004:32) menguraikan tentang data sekunder adalah
data yang dalam pengumssspulannya tidak didapat secara langsung
dari lapangan. Data sekunder biasanya diperoleh dari perpustakaan atau
laporan penelitian terdahulu. Data sekunder berfungsi sebagai penunjang
data primer dalam pembahasan materi penelitian. Data sekunder pada
umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
25

Manfaat dari data sekunder adalah lebih meminimalkan biaya dan waktu,
mengklasifikasikan permasalahan-permasalahan, menciptakan tolak ukur
untuk mengevaluasi data primer, dan memenuhi kesenjangan-
kesenjangan informasi. Data Sekunder adalah data yang diperoleh
dari sumber kedua atau penunjang tetapi masi memiliki relevansi
dengan penelitian yang dilaksanakan.

3.4 Instrumen Penelitian


Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui
serangkain proses yang panjang. Dalam hal ini, instrumen penelitian
berhubungan erat dengan kegiatan pengumpulan data. Instrumen Penelitian
merupakan alat bantu pengumpulan dan pengolahan data tentang variabel-
variabel yang akan diteliti (Kaelan, 2005: 53).
Penulis dalam penelitian kualitatif, sesuai sifat dan karakteristik
penelitian merupakan perencana, pengumpul data, menganalisa, penafsiran data
dan pada akhirnya menjadi pemberi kesimpulan dari hasil pendataannya,
sehingga dalam penelitian ini penulis sebagai pelaku utama dalam penelitian
di lapangan. Dalam hal ini, penulis langsung mencari informan, narasumber
maupun data-data.Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk
Kamera, alat tulis, tape Recorder dan peralatan lain untuk kepentingan peneliti.
Dengan demikian, diperolehlah data di Desa Wulende, Kecamatan Tinanggea,
Kabupaten Konawe Selatan.

3.5 Teknik Penentuan Informan


Dalam penelitian kualitatif posisi informan tidak hanya sekedar
memberikan informasi, melainkan sebagai pemilik informasi. Informan adalah
orang yang memberi informasi, sumber informasi, dan sumber data. Informan
merupakan individu – individu sebagai pelaku dalam mengenal dan menyelidiki
objk penelitian dengan menjalin hubungan yang sinergis dengan pihak
26

masyarakan sebagai umat yang menjalani atau melaksanakan pemujaan di


pura tersebut. Teknik penelitian ini menggunakan tekni Snowball. Informan
adalah orang yang akan memberikan keterangan – keterangan atau sumber
informasi secara jelas dan terperinci, oleh karena itu diharapkan informan yang
ditetapkan atau yang akan diambil adalah informan yang paten,
sehingga mampu memberikan jawaban yang akurat yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
Berdasarkan keadaan daerah yang diteliti dalam penelitian ini maka
teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yang artinya
penentuan informan berdasarkan kemampuan informan bersangkutan untuk
secara akurat dapat memberikan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan
penelitian (Titib,2003:6).
Informan dalam penelitian ini adalah para Panglingsir, Bendesa Adat,
dengan segenap jajarannya, masyarakat umum, Pemangku serta tokoh
masyarakat Desa Adat Lapoa, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Redana (2006:45), menyatakan bahwa Teknik pengumplan data
adalah golongan metode yang digunakan khusus untuk mengumpulkan data atau
mencari data. Data sangat memegang peranan penting dalam pencapaian suatu
hasil penelitian yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu adanya metode
pengumpulan data, sehingga data – data tang diperoleh dapat dikelompokan
dengan baik sehingga mempermudah penyusunan suatu hasil penelitian yang
dapat dipertanggung jawabkan. Dalam penelitin ini digunakan beberapa metode
pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

3.6.1 Observasi
Menurut Hadi (1981: 136) observasi diartikan sebagai pencatatan dan
pengamatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam
artian yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada pengamatan
27

yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan metode ini
yang diamati adalah Pura Puncak Batur Sari dan dari data-data tertulis yang
dapat diamati.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa observasi
adalah salah-satu metode utama dalam penelitian sosial terutama penelitian
naturalistik. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang paling
alamiah dan banyak digunakan tidak hanya dalam dunia keilmuan tetapi juga
dalam berbagai aktifitas kehidupan. Secara umum observasi berarti pengamatan,
penglihatan secara langsung. Sedangkan secara khusus dalam dunia penelitian
observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencarai
jawaban, mencari bukt terhadap fenomena sosial. Selama beberapa waktu tanpa
mempengaruhi fenomena yang di observasi, dengan mencatat, merekam, serta
memotret fenomna guna penemuan data analisis

3.6.3 Studi Kepustakaan


Kepustakaan merupakan suatu cara pengumpulan data sekunder yang
paling utama dipakai. Menurut Poerwadarmita dijelaskan bahwa istialh
kepustakaan berasan dari kata pustaka yang berarti kitab atau buku. Kepustakaan
merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan dengan persiapan penelitian yaitu
mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa
informasi yang tersedia. Kepustakaan dalam penelitian ini untuk
mendapatkan data – data dan keterangan – keterangan serta dokumen yaitu
dengan mendayagunakan sumber informasi yang terdapat di perpustakaan,
seperti menggunakan literatur, jurnal, majalah, makalah, lontar serta surat kabar.
Sedangkan di daerah penelitian mencari arsip – arsip yang berkenaan dengan
masalah yang diteliti.
Suharsimi-Arikunto (1983:132) menyatakan bahwa kepustakaan yaitu
data mengenai hal- hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan lain sebagainya.
Manfaat yang diperoleh dari penelusuran literature ialah menggali teori – teori
dasar dan konep yang telah ditemukan oleh para ahli terdahulu; mengikuti
28

perkembangan penelitian dalam bidang yang akan diteliti; menghindari duplikasi


penelitian. Manfaat lain yang sering dilupakan adalah memlalui penelusuran dan
penelaahan literature dapat dipelajari bagaimana cara mengungkapkan buah
pikiran secara sistematis, kritis, dan ekonomis, manfaat ilmiah inilah
sesungguhnya diperlukan.

3.6.2 Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Wawncara
dilakukan secara mendalam dengan para informan yang berakitan dengan
penelitian yang akan dilaksanakan (Mulyana, 2001:180). Wawancara adalah
menjelaskan tentang masalah, dan Tanya jawab (Sugiyono,2009:317).
Wawancara dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: terstruktur dan tak struktur.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila penelitian atau pengumpulan data sudah mengetahui
dengn pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Wawancara tidak
terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya (Nasution,1998:133).
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara tak
terstruktur karena peneliti dalam melaksanakan penelitian tidak menggunakan
pedoman wawancara, bebas bertanya kepada informan. Dalam melakukan
wawancara ini peneliti memilih informan yang benar – benar mengetahui
tentang bagaimana keberadaan Pura Puncak Batur Sari tersebut.

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorgnisasikan data kedalam
kategori, menjabarkan kedalam unit – unit , melakukan sintesa, menyusun
29

kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, serta
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis
dalam suatu penelitian. Peneliti harus memastikan pola analisi mana yang akan
digunakannya, apakah analisis atsistik atau analisis nonstasistik Sugiyono
(2001:40).
Data yang telah dikumpulkan dari peneliti harus diolah sehingga diperoleh
keterangan yang berguna. Selanjutnya data yang telah diolah tersebut, dianalisis
dan disajikan. Apabila data sudah dikumpulkan dan diolah kemudian dibuat
analisis – analisi, maka dapat ditarik kesimpulan yang berguna bagi
peneliti sebagai dasar untuk membuat keputusan. Dengan demikian dapat
diketahui, bahwa peneliti mengkaji gejala-gejala umum dari variable
penelitian, untuk diteliti kemudian ditarik kesimpulan yang disajikan dalam
karya ilmiah.
Pada saat melakukan analisi data, peneliti menggunakan metode
pengolahan data analisis non statistic atau deskriptif dimana dilakukan
dengan cara menguraikan, menggambarkan, atau melukiskan keadaan subjek
atau objek peneliti melalui keterangan – keterangan yang dapat dari informasi
sesuai fakta, sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Dan dalam hal ini peneliti
mengajak seseorang untuk mempelajari suatu masalah yang diteliti secara
mendasar dan mendalam sampai ke akar – akarnya (Zuriah, 2007:198). Dengan
demikian, diperoleh suatu kesimpulan data yang sah dan valid. Setelah data
keseluruhan diolah, maka kegiatan selanjutnya aalah menganalisis data lebih
jauh dari hasil analisis tersebut disusun berdasarkan sistematika secara terperinci,
sehingga pada akhirnya memperoleh kesimpulan yang bersifat umum.

3.8 Teknik Penyajian Analisis Data


Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari suatu penelitian.
Hasil penelitian akan disampaikan secara informal naratif dan secara
formal berupa skema, foto atau gambar dan sebagainya, sedangkan data ini
akan disajikan data informal, oleh karena jenis penelitian yang dilaksanakan
30

adalah penelitia kualitatif. Sajia data tersebut cenderung berupa deskripsi


atas analisa data dalam penelitian.
Hamidi (2004:78) menyebutkan bahwa penyajian data pada dasarnya
terdiri dari hasil analisis data yang berupa cerita rinci para informan sesuai
dengan ungkapan atau pandangan mereka apa adanya ( termasuk hasil
observasi) tanpa ada komentar, evaluasi dan interprestasi. Yang kedua berupa
pembahasan yakni diskusi antara data dan temuan dengan teori – teori yang
digunakan ( kajian teorik atau data temuan). Penyajian data penelitian dengan
pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses dalam bentuk induksi,
interprestasi, konseptualitas. Induksi adalah ketika peneliti mengumpulkan dan
menyajikan data sebagai tahap awal. Interprestasi data adalah ketika peneliti
mulai menangkap secara remang – remang yang kemudian ditarik
kesimpulan. Konseptual maksudnya adalah kritis responden bersama
peneliti memberikan perataan singkat tentang rasionalitas tindakan konversi.
Berdasarkan pendapat tersebut, penyajian hasil penelitian merupakan
tahap akhir dari pada proses penelitian. Sistematika penyajian hasil penelitian ini
akan dituangkan menjadi lima bab. Hasil penelitian ini disajikan dalam
bentuk deskriptif atau narasi bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukan
cirri – cirri ilmiahnya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia
yang baku dengangaya bahasa keilmuan yang bercirikan antara lain, bernada
formal, nalar, objektif, lugas, jelas, tepat, tidak emosuonal dan argumentative.
31

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Tafsir. 2010. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Ardana. 2009. Eksistensi Pura Watu Klotok di Desa Tojan. Skripsi


: IHDN Denpasar
Antara, Gede Suka. 2002. Tinjauan Tentang Tata Letak Pura Dulu Yang
Menghadap Ke Hulu di Desa Adat Sembiran, Kecamatan
Tejakula, Kabupten Buleleng,. Skripsi : IHDN Denpasar
Ardhana, Suparta.2002. Sejarah Perkembangan Agama Hindu Di
Indonesia.
Surabaya : Paramita.
.
Bungin, Buran. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif.
Yogyakarta : Gajah Mada Press.

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai

Pustaka

Gulo, W., 2004. Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia


Widiasastra
Indonesia
Hadi, Sutrisno. 1981. Statistik Jilid I. Yogyakarta : Yayasan Penerbit
Fakultas
Psikologi UGM.

Hamidi, 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis


Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian. Malang : UMM Press.

Kaelan, 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat.


Paradigma.
Yogyakarta.
Koendjaraninggrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT
Gramedia
Pustaka Utama.
32

Koendjraningrat. 1996. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi II.


Jakarta: Rineka Cipta.
Koendjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Kencana.
Krisnawan, I Made Adi, 2013. Eksistensi Pura Dangka di Desa Pakraman
Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan (Kajian Filsafat
Hindu). Skripsi Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar.
Mantra, Ida Bagus. 1993. Tata Susila Hindu Dharma. Jakarta: Hanuman
Sakti
Mantra, Ida Bagus. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian
Sosial.
Yogjakarta : Pustaka Pelajar Cetakan I.
Miarta, I Wayan. 2004. Upacara Mapeselang: Skripsi IHDN Denpasar
Moelong, Lexi J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif/Kuantitatif.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nasution. 1998. Metodologi Penelitian Naturalisme. Bandung: PN.

TARSITO. Pals. Daniek, 2001. Seven Theories Of Religion. Jogjakarta

: Qalam

Pratama, I Wayan Ari Widya, 2012. “Eksistensi Pura Luwur Kangin di


Desa Pajahan, Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”.
Skripsi : IHDN Denpasar.
Redana, I Made. 2006. Metodologi Penelitian. Denpasar : IHDN Denpasar.
Seobandi, Ktut. 2007. Pura Kawitan/Padharman dan Penyungsung Jagat.
CV.
Kayu Mas Agung.
Wiana, Ketut, 2004. Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan. Jakarta
: PT.
Penebar Swadaya.
Zuriah, dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Aga PEDOMAN
WAWANCARA

Anda mungkin juga menyukai