Cystosintetis FIX 97
Cystosintetis FIX 97
Cystosintetis FIX 97
CYSTOCENTESIS
Hari, tanggal Jam Praktikum Afdi Pratama Tizani Qisthina Aji Agung Cahyaji Mudita Natania Fatma Dewi Pravita P Restroka Adhi G
: Rabu, 5 Oktober 2011 : pk 13.00 16.00 B04080096 B04080097 B04080098 B04080099 B04080100 B04080119
KELOMPOK 6
DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2011
BAB 1 PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Cystotomi merupakan suatu metode penyayatan pada dinding vesica urinaria yang berfungsi untuk mengetahui bagian dalam dari vesica urinaria. Cystocentesis adalah pengambilan cairan (urin) dari dalam vesica urinaria untuk menghindari kontaminasi dengan bakteri. Kedua metode ini dilakuakan sebagai tindakan lanjut terhadap penyakit klinis yang dialami oleh traktus urinari. Biasanya kedua metode ini dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan laparotomi. Dalam hal mengosongkan vesica urinaria biasanya dilakukan dengan menggunakan katererisasi uretra. Penyayatan pada cystotomi maupun cystocentesis diawali dengan
penyayatan pada dinding abdomen. Dalam hal ini yang digunakan adalah jenis laparotomi medianus posterior. Tujuan dari penyayatan pada daerah ini adalah organ target yaitu vesica urinaria berada di bagian hipogastrium. Laparotomi yang dilakukan pada rongga abdomen diperlukan sebagai pendukung atau penentuan suatu diagnosa atau untuk terapi pada organ pencernaan (lambung, pylorus, usus, rectum dan hati), organ urinarius (ureter, ginjal dan vesica urinaria), organ limfatik, dan organ reproduksi (tuba falopii, ovarium, uterus dan kelenjar prostate pada hewan jantan). Pada praktikum kali ini pembedahan lebih ditekankan kepada cystocentesis. Cystocentesis atau prosedur pengambilan cairan (urin) dari dalam vesica urinaria dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan laparotomi medianus posterior. Titik orientasi dalam operasi ini adalah 1 cm di depan atau anterior os pubis dengan lebar sayatan 5-6 cm. Pada awal penyayatan lebar sayatan hanya sekitar 2-3 cm, tetapi karena vesica urinarianya besar dan penuh dengan urin sehingga susah untuk diisolasi, maka dilakukan penambahan lebar sayatan hingga 5-6 cm. Proses penyayatan dilakukan berurutan dari lapisan kulit, fascia, lapisan lemak, linea alba, peritoneum dan omentum.
TUJUAN Praktikum kali ini bertujuan untuk melatih mahasiswa melakukan laparotomi medianus posterior serta mengetahui cara-cara untuk melakukan prosedur cystocentesis sehingga dapat digunakan sebagai salah satu prosedur untuk menangani kasus-kasus pada vesica urinaria.
BAB 2 METODOLOGI
ALAT DAN BAHAN Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat bedah minor, tampone, jarum berpenampang bulat dan segitiga, benang catgut dan silk, alat pencukur bulu, timbangan, meja operasi, thermometer, penggaris, stetoskop, duk, lampu operasi dan perlengkapan operator dan asisten satu. Yang termasuk dalam alat bedah minor adalah 4 towel clamp,4 tang arteri, 2 tang arteri cyrhorgis, 2 tang arteri bengkok, 1 needle holder, 1 pinset cyrhorgis, 1 pinset anatomis, 1 gunting bulu, 1 gunting operasi, 1 gunting preparing, dan 1 scalpel handle. Sedangkan bahan yang digunakan berupa obat premedikasi yakni atropine, sedative yakni ketamine, anastetikum yaitu Xylazine, dan antiseptikum meliputi Alkohol 70% dan Yodium tinctur 3%. Obat lainnya yang disediakan adalah antibiotic yang terdiri atas Penicillin 50.000 IU, Oxytetracyclin, dan Amoxillin.
METODE OPERASI Pre Operasi 1. Preparasi alat Pertama-tama peralatan operasi dicuci dengan menggunakan sikat yang telah diberi sabun dari bagian ujung ke ujung yang lain. Kemudian dibilas dengan air kran yang mengalir 5 10 kali. Lalu peralatan dibilas kembali dengan menggunakan desinfektan. Lalu dilap dengan lap steril hingga kering. Peralatan tersebut dimasukkan ke dalam tempat alat bedah dari logam dengan urutan dari bawah ke atas yaitu needle holder, tang arteri, gunting, pinset serologi, pinset anatomis, gagang scalpel, towel clamp. Setelah itu bak tersebut dibungkus dengan kain dan diberi label jenis alat bedah minor serta tanggal sterilisasi kemudian dimasukan ke dalam oven atau sterilisator dengan suhu 1000 C selama 60 menit.
2. Preparasi Ruangan Ruangan dan meja operasi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan desinfektan dan fumigasi menggunakan campuran formalin 10% dan KMNO4 5%dengan perbandingan 1:2 selama 15 menit atau dapat dilakukan dengan sinar ultra violet. 3. Preparasi perlengkapan operator Sebelum melakukan operasi operator harus melakukan desinfeksi terlebih dahulu. Pertama tangan dicuci dengan sikat yang telah diberi sabun, sikat tangan dari ujung jari ke siku harus berurutan dan tidak boleh kembali ke posisi sikat awal (ujung jari), masing masing tangan menggunakan sikat yang berbeda. Seluruh tangan disikat cuci dengan air mengalir, dibilas sebanyak 10 15 kali dengan air yang mengalir dari ujung jari ke siku. Kemudian tangan dilap dengan menggunakan lap steril hingga kering, bagian sisi kanan lap untuk mengelap tangan kanan dan begitu pula bagian sisi kiri lap untuk mengelap tangan kiri. Setelah desinfeksi selesai, operator menggunakan baju operasi serta tutup kepala dan masker dibantu oleh asisten satu. Kemudian operator mengenakan sarung tangan dan memakainya sesuai. Hal yang sama juga dilakuakan oleh asisten satu
Preparasi hewan Sebelum dilakukan tindakan bedah hewan, harus dilakukan pemeriksaan Anamnese dan Signalement untuk mengetahui apakah hewan layak untuk dioperasi. Anamnese meliputi nama, alamat, jenis hewan, ras, berat badan, jenis kelamin, dan warna bulu. Signaleman dilakukan dengan menghitung frekuensi nafas, frekuensi jantung, temperature tubuh, keadaan kelenjar limfonodus, dan selaput lendir. Kemudian hewan dipuasakan 10 jam sebelum operasi. Setelah hewan disiapkan dan diperiksa, maka dilakukan pembiusan dengan pemberian atropine, serta ketamine dan xylazine. Anesthesi yang dilakukan adalah menggunakan kombinasi obat bius xylazine 2% dan ketamine HCl 10% dengan dosis 2 mg /kg BB dan 10 mg / kg BB dan dilakukan secara intramuscular. Sebelum dilakukan anaesthesi, kucing terlebih dahulu diberikan atrofin sulfat sebagai 5
premedikasi dengan dosis 0.02 mg/kg BB secara SC untuk mencegah hewan muntah dan hypersalivasi. Kemudian apabila hewan telah terbius maka area operasi harus dicukur dan dibersihkan terlebih dahulu, jangan sampai masih ada rambut yang mengotori. Area tersebut kemudian disemprot dengan alkohol 70% kemudian diolesi dengan Yodium tinctur atau betadine. Setelah itu, hewan diikat di atas meja dan ditutupi dengan kain penutup/duk.
Operasi Setelah dilakukan pembiusan, pada area operasi dilakukan pencukuran bulu, lalu dibersihkan dengan alkohol 70% dan diberi iodium tincture 3 % dengan menggunakan kapas dan dilakukan pembersihan seperti obat nyamuk yaitu dari bagian tengah sayatan kearah luar/ tepi sayatan. Penyayatan pertama dilakukan pada lapisan kulit terluar. Pada saat penyayatan, sayatan dibuat lurus dan tidak terputus-putus (seminimal mungkin). Sayatan juga dilakukan secara kontinyu dengan scalpel. Pisahkan fascia dan lapisan lemak. Setelah ditemukan linea alba, maka linea alba harus difixir terlebih dahulu dengan menggunakan towel clamp agar sayatan tepat di atasnya, sehingga tidak menimbulkan adanya pendarahan. Setelah linea alba disayat, maka akan ditemukan peritoneum dan omentum. Setelah itu omentum disingkirkan dan vesica urinaria dicari dengan hati-hati. Jika terjadi perdarahan dihentikan dengan tampon. Vesica urinaria diisolasi dari rongga abdomen menggunakan kassa steril, selanjutnya dilakukan pengambilan urin (inspirasi) dari vesica urinaria dengan menggunakan syringe atau yang disebut dengan cystocentesis. Setelah selesai melakukan cystocentesis vesica urinaria dikembalikan kedalam rongga abdomen dan disemprotkan penicillin 50.000 IU. Kemudian dilakukan penjahitan pada lapisan peritoneum dan linea alba dengan menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang cat gut 3/0 dengan tipe jahitan sederhana. Lapiasn lemak dalam hal ini juga dijahit tersendiri karena lapisan lemaknya sangat tebal menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang cat gut 3/0 dengan tipe jahitan sederhana. Selanjutnya lapisan kutis-sub kutis dijahit dengan menggunakan jarum berpenampang segitiga dan benang silk (sebelumnya disemprotkan penicillin 50.000 IU) dengan tipe jahitan sederhana untuk memudahkan pembukaan jahitan post operasi (setelah 7 hari).
Post Operasi Pengobatan post operasi dilakukan dengan memberikan antibiotik topikal dan sistemik. Pada saat operasi diberikan (disemprotkan) antibiotik Penicillin 50.000 IU pada daerah sayatan sesuai dengan dosis. Setelah operasi dilakukan, kucing disuntik Oxytetracyclin dengan dosis 14 mg/kg BB; IM sebanyak 0.21 ml. Selanjutnya untuk pemberian antibiotik harian, diberikan Amoxillin dosis 20 mg/kg BB dengan kandungan 125 mg/5 ml 2x sehari selama 4 hari per oral sebanyak 2.4 ml untuk mencegah terjadinya infeksi. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap keadaan fisiologi tubuh hewan, antara lain temperatur, frekuensi jantung, frekuensi respirasi, serta pengamatan terhadap nafsu makan dan luka bekas jahitan. Setelah 7 hari post operasi, akan dilakukan pembukaan jahitan
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Signalement Jenis Hewan Nama Hewan Jenis kelamin Umur Warna Bobot badan kucing Dosis atropin Konsentrasi atropin Dosis xylazine Konsentrasi xylazine Dosis ketamine Konsentrasi ketamine Perhitungan dosis : Jumlah yang diberikan = bobot badan x dosis konsentrasi Atropine Xylazine Ketamine = 0,025 mg/kg x 3,4 kg = 0,34 ml 0,25 mg/ml = = 2 mg/kg x 3,4 kg = 0,34 ml 20 mg/ml 10 mg/kg x 3,4 kg = 0,34 ml 100 mg/ml Antibiotik Oxytetraxyclin (IM) = 14 mg/kg x 3,4 kg = 0,238 ml 200 mg/ml Antibiotik Amoxicillin (PO) pemberian 25 mg/ml Physical Examination (PE): Normal : Suhu Awal : 38,7C 8 = 20 mg/kg x 3,4 kg = 2.72 ml/ 1 kali : Kucing : Beyonce : Betina : 5 tahun : kuning putih : 3,4 kg : 0,025 mg/kg BB : 25% : 2 mg/kg BB : 2% : 10 mg/kg BB : 10%
Frekuensi denyut jantung Frekuensi nafas CRT Waktu (menit) 0 15 30 45 60 75 90 105 120 Saat operasi :
Tabel 1 Pengamatan kondisi fisiologis kucing saat operasi Nafas (x/menit) 32 56 20 60 68 50 48 44 44 Denyut Jantung (x/menit) 100 64 88 100 116 104 112 88 88 CRT (detik) <2 <2 <2 <2 >2 >2 >2 >2 <2 Suhu (C ) 38,7 38,3 38,6 38,4 37,2 35,9 35,6 35,5 35,0 Mukosa (+) Rose / (-) Pucat + + + + + + + Maintenance + -
Grafik 1 Pengamatan kondisi fisiologis kucing saat operasi Tabel 2 Pengamatan kondisi fisiologis kucing post operasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Hari ke1 2 3 4 Suhu (C) 37 37.2 38.1 * Frekuensi Nafas 34 32 36 * Frekuensi Jantung 100 101 100 * Makan + + + * Minum + + + * Feses * Urin + + + * Luka kering kering kering * Keterangan : * data belum diambil Parameter 5 * * * * * * * * 6 * * * * * * * * 7 * * * * * * * *
Keterangan : *diambil data rata-rata Grafik 2 Pengamatan kondisi fisiologis kucing post operasi PEMBAHASAN Sebelum dilakukan operasi, kucing dipersiapkan terlebih dahulu dengan melakukan pemeriksaan fisik agar diketahui bahwa keadaan kucing tersebut baik. Setelah itu, kucing diberikan premedikasi berupa atropin dengan dosis dan konsentrasi yang telah ditentukan. Anesthesikum yang digunakan dalam operasi ini adalah kombinasi dari xylazin ketamin hidroklorida. Xylazin HCl merupakan analgesik dan sedative yang mempunyai efek relaksasi otot yang baik (muscle relaxan). Sedangkan ketamin HCl sering disebut dissosiative anaesthetic. Hal ini dikarenakan ketamin mempunyai efek menimbulkan kekakuan otot yang tinggi pada waktu pemulihannya. Sehingga dalam penggunaannya sering dikombinasikan dengan xylazin untuk menghilangkan kekakuan otot yang dihasilkan agen dissosiatif 10
(Booth et al, 1997). Kelebihan kombinasi xylazin ketamin diantaranya ekonomis, aplikasinya mudah bisa intravena dan intramuscular, induksinya cepat, dan pemulihannya cepat (Warren, 1983) Atropin diinjeksi secara subkutan sedangkan xylazin dan ketamin diinjeksi ke dalam tubuh hewan secara IM. Dosis aplikasi atropin adalah 0.025 mg/kg BB, xylazin 2 mg/kg BB, dan ketamin sebanyak 10 mg/kg BB. Jumlah pemberian atropin yang telah dihitung adalah 0.34 ml, xylazin sebanyak 0.34 ml, dan ketamin sebanyak 0.34 ml. Anastesi bekerja pada pasien 20 menit setelah penyuntikkan. Frekuensi jantung awal pasien yang akan dioperasi adalah 100 kali/menit, temperatur awal adalah 38.70C, frekuensi napas adalah 32 kali/menit, dan CRT adalah kurang dari dua detik. Selama operasi, pengamatan terhadap frekuensi napas, denyut jantung, temperatur, mukosa, dan CRT dilakukan setiap 15 menit. Operasi yang dilakukan harus selalu aseptis. Pada penanganan operasi, teknik yang dikerjakan harus sesuai dan monitoring kucing harus selalu dilakukan selama berjalannya operasi. Sebelum melakukan pembedahan, kucing yang telah teranaestesi disiapkan di fiksir di atas meja operasi. Kemudian bagian tubuh kucing yang akan dilakukan operasi dibersihkan. Bagian abdomen kucing dicukur dan diberi antiseptis iodium tungtrat 3%. Cara pemberian antiseptis secara melingkar dari arah dalam keluar. Anatomi pada bagian abdominal terdiri dari otot-otot yang membentuk lapisan. Otot-otot tersebut yaitu musculus obliqus abdominis externus dan internus, dan musculus abdominis transverses. Aponeurose kedua musculus abdominis tersebut akan menyatu pada linea alba dan akan berssama dengan musculus rectus abdominis membentuk external sheath dari rectus. Sedangkan aponeurose dari musculus transverses akan membentuk internal sheath dari otot rectus. Internal sheath tersebut akan menyatu pada bagian dalam linea alba menuju ke rectus abdominis, dan bersama dengan peritoneum.
Gambar 4. Cystocentesis (Nash, 2011) Cystocentesis adalah proses pengambilan sampel urin yang dilakukan dengan syringe langsung ke vesika urinaria melalui luar abdomen tanpa 11
pembedahan (Nash, 2011). Cystocentesis pada hewan kecil dapat dilakukan melalui medianus incision atau tepat pada linea alba di 2cm anterior os pubis sepanjang 4cm. Hal ini dikarenakan penyayatan pada linea alba tidak menimbulkan pendarahan yang banyak, karena operator tidak memotong otot dan pembuluh darah tapi cuma menyayat aponeurose otot tersebut. Untuk melakukan penyayatan pada linea alba jaringan lemak harus disingkirkan yang terdapat di bawah kulit abdominal. Setelah linea alba terbuka, maka akan terlihat peritoneum yang kemudian akan disayat untuk melihat organ-organ yang terdapat didalam rongga abdomen. Di bawah lapisan peritoneum terdapat omentum yang menutupi organ yang terdapat di ruang abdomen. Jika omentum menghambat proses eksplorasi, maka dapat dilakukan pengguntingan omentum. Setelah rongga abdomen terbuka, organ vesika urinaria yang terisi penuh didorong dari luar lalu dikeluarkan secara perlahan dengan satu jari. Vesika urinaria yang sudah menyembul keluar dilapisi dengan kasa agar urin yang diambil tidak masuk ke dalam rongga abdomen. Cystocentesis dilakukan pada dinding bagian dorsal vesika urinaria. Hal ini berkaitan dengan hukum gravitasi. Vesika urinaria merupakan tempat penampungan urin, berdasarkan hukum gravitasi cairan tentunya akan mengumpul di ventral. Bila sayatan dilakukan pada dinding bagian ventral, tentu besar kemungkinan urin akan merembes ke rongga perut dan menyebabkan peritonitis.
Gambar 5. Struktur vesika urinaria Setelah cystocentesis selesai, kemudian diinjeksikan antibiotik penicillin sebanyak 0.3ml kedalam vesica urinaria untuk mencegah terjadinya infeksi. Vesika urinaria lalu direposisi kembali ke dalam rongga abdomen. Sebelum dilakukan penjahitan, pada rongga abdomen diteteskan antibiotik penicillin dengan tujuan mencegah adanya infeksi. Penjahitan atau penutupan kembali sayatan dengan menjahit tiap lapisan. Lapisan pertama dilakukan penjahitan pada linea alba bersama peritonium menggunakan benang chromic 12
catgut yang dapat diserap oleh tubuh dengan jahitan simple suture. Setelah penjahitan lapis pertama selesai, diberikan lagi antibiotik penicillin. Jahitan kedua dilakukan pada kulit dengan menggunakan benang silk. Pada daerah jahitan terakhir, dioleskan iodine tincture dan ditutup dengan tampon. Terakhir, kucing disuntik dengan antibiotik oxytetracycline secara IM dan dipakaikan gurita untuk menjaga agar jahitan lebih sempurna. Grafik frekuensi napas yang ditunjukkan pada hasil pengamatan selama operasi menunjukkan bahwa pada menit ke-15 adalah 56 kali/menit dan menurun tajam menjadi 20 kali/menit pada menit ke-30, namun meningkat kembali pada menit-menit berikutnya. Seiring dengan peningkatan frekunsi nafas, frekuensi jantung juga ikut meningkat. Akan tetapi, suhu yang ditunjukkan thermometer semakin menurun sampai pada 35.00C pada menit ke-120. Pada menit ke-75, kucing mulai menunjukkan adanya refleks pada telinga dan tarikan pada alat gerak sehingga diberikan maintenance anesthesia. Selama masa operasi, kucing mengalami urinasi sebanyak 1 kali akibat tertekannya vesika urinaria. CRT (Capillary Refill Time) sejak menit ke-60 menurun menjadi lebih dari dua detik, namun kembali normal antara satu atau dua detik setelah menit ke-120. Kondisi kucing post operasi dari mulai hari pertama sudah mau makan dan minum. Sudah dapat urinasi secara normal tetapi belum dapat defekasi. Hal ini berhubungan dengan persembuhan dari abdomen yang mempengaruhi pencernaan. Pemasangan gurita pada akhir operasi menghindari kucing menggigit-gigit luka. Secara keseluruhan, kondisi umum tubuh sudah membaik. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1997. Diktat Kuliah dan Praktikum IBUV. Bagian Klinik Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Booth, N.H., D.M. J.I. Mayer, dan L.E. McDonald. 1997. Veterinary Pharmacology. The Iowa State University Press: USA Hall, L.W. dan K.W. Clarke. 1983. Veterinary Anasthesia. ELBS and Bailliere Tindal: London Kumar, A. 1996. Veterinary Surgical Techniques. Vikal Publishing House PVT LTD, Indi Nash, Holly. 2011. Cystocentesis (collecting urine) in animals. Foster & Smith Inc.: Wisconsin 13