DEMAM TIFOID
A. Definisi
Demam tifoid suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi, dengan gejala utama demam, gangguan saluran pencernaan, serta
gangguan susunan saraf pusat / kesadaran. Demam tifoid pada anak umumnya
bersifat ringan dan mempunyai potensi sembuh spontan, namun tifoid yang berat atau dengan komplikasi harus ditangani secara adekuat.
B. Epidemiologi
Secara global demam tifoid dianggap sebagai penyakit yang penting dan masih tidak terlaporkan dengan baik, namun prevalensinya cukup tinggi di negara berkembang. Angka insiden dari demam tifoid di dunia adalah berkisar antara 198 per 100.000 (Vietnam) sampai 980 per 100.000 (India) pada tahun 2000. Insiden yang sama juga ditemukan di chile, nepal, south africa, dan indonesia sejak sekitar 15 tahun terakhir.Estimasi insiden demam tifoid berkisar antara 16-33 juta kasus baru per tahun dengan 216.000-600.000 angka kematian per tahun dimana kebanyakan terdapat di daerah asia pasifik. Di Indonesia rata-rata ditemukan 900.000 kasus per tahun dengan angka kematian menyentuh 20.000. Usia rata-rata pada kasus demam tifoid antara usia 3-19 tahun hampir sebanyak 91%.
1
C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 - 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 maca
1. Antigen O (Antigen somatik), ya
1
aitu :
pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
D. Patogenesis
Perjalanan penyakit dari demam tifoid ditandai dengan invasi bakteri yang
kemudian bermultiplikasi dalam sel mononuclear fagositik, hati, limfa, nodus
2
limfatikus, dan plakpeyeri di ileum. Masuknya Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi ke dalam tubuh manusia adalah melalui makanan yang terkontaminasi
bakteri tersebut. Sebagian bakteri mati oleh asam lambung, sebagian lagi lolos masuk
kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas
humoralmukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
utama (sel M) dan selanjutnya ke lamina propria, kuman-kuman berkembang biak
dan difagosit oleh sel-sel fagositosis terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
dalam makrofag dan seterusnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal, kelenjar getah
bening mesenterika, duktustorasikus, dan akhirnya akhirnya masuk kedalam sirkulasi
darah dan menyebabkan bakterimia pertama yang asimptomatik serta menyebar ke
seluruh organ retikulo endotelial terutama hati dan limfa. Didalam organ-organ ini,
kuman keluar dari sel fagositik untuk selanjutnya berkembang biak di luar sel atau
sinusoid. Selanjutnya, kuman ini masuk kedalam sirkulasi darah kembali dan
menimbulkan bakterimia yang kedua disertai dengan tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, dan secara intermitten
akan di sekresikan ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses
namun sebagiannya lagi masuk kembali ke sirkulasi darah setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang lagi, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif,
maka pada saat fagositosis salmonella kembali, dilepaskan sejumlah mediator radang
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi seperti demam, malasise,
3
mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plakpeyerimakrofaghiperaktifmenimblkan reaksi hyperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna terjadi karena erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menyebabkan perforasi usus.
E. Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10-20 hari. Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau gelisah.
F. Diagnosa
1. Anamesis
2. Gejala klinik :
Demam terus menerus 7 hari atau lebih tinggi sore/malam daripada
pagi/siang, anoreksia dan konstipasi.
Status Tifosa (kesadaran menurun, rambut kering, kulit kering, bibir
kering/ terbelah-belah/ terkupas/ berdarah, lidah kotor, pucat).
3. Laboratorium
5
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi
penyulit perdarahan usus atau perforasi
Hitung jumlahleukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat
pula normal atau tinggi
Hitung jenis leukosit sering neutropenia dengan limfositis
relative
LED (Lajuendap darah) : meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)
b. Urinalisis
Protein : bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eristrosit normal : bila meningkat kemungkinan
terjadi penyulit
c. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis akut
6
d. Imunologi
Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada
minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
Elisa Salmonella typhi / paratyphi IgG dan IgM
e. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture / Biakkan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standar) untuk demam
typhoid/paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis untuk demam tifoid/paratifoid.
Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid,
karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan beberapa faktor,
yaitu antara lain jumlah darah yang diambil terlalu sedikit (kurang
dari2 ml), darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap
didalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu
pertama masuk rumah sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik, dan
sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak
dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman
7
(biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/karier digunakan urin dan tinja.
f. Biologi Molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini dilakukan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. Penatalaksanaan
1. Simptomatis
a. Istirahat mutlak (tirah baring)
- Anak baring terus ditempat tidur dan letak baring harus sering diubah
- Lamanya istirahat baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam,
dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap sebagai berikut :
8
Hari 1 duduk 2x15 menit
Hari 2 duduk 2x30 menit
Hari 3 jalan dan pulang
Seandainya selama mobilisasi bertahap ada kecenderungan suhu meningkat, maka tirah baring diulangi kembali
b. Dietik
- Makanan biasa
- Makanan cair per sonde (bila kesadaran jelas menurun dan anoreksia)
- IVFD (bila ada dehidrasi berat, keadaan toksis, komplikasi berat).
Maksud keadaan-keadaan ini adalah :
Menanggulangi gangguan sirkulasi
Menjamin intake (keseimbangan cairan dan elektrolit)
Pemberian obat-obatan intravena
2. Medikamentosa
a. Kloramfenikol
9
Dosis: 75-100 mg/kgBB/ hari, dibagi dalam 3 atau 4 dosis per oral
atau parenteral sesuai dengan keadaan penderita.
Lama pemberian :
- 10 hari untuk demam tifoid ringan
- 14 hari untuk :
1. Demam Tifoid berat (keadaan toksik dan komplikasi
berat, bronchitis, pneumonia).
2. Masih demam setelah 10 hari pemberian kloramfenikol
Pemberian kloramfenikol mesti diperhatikan dosis, lama
penggunaannya, dan tujuan penggunaanya. Sebab efek samping yang
ditimbulkan kloramfenikol antara lain depresi sumsum tulang
belakang, yang dapat menimbulkan kelainan darah seperti anemia
aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain itu kloramfenikol
dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan dan reaksi
hipersensitivitas. Oleh karena itu pemberian obat kloramfenikol tidak
10
bisa digunakan untuk penyakit lain yang bukan indikasinya, seperti influenza atau infeksi tenggorokan.
b. Obat pilihan
Diberikan bila ada tanda-tanda resistensi atau intoksikasikloramfenikol.
Kotrimoksasol :
- Dosis : trimetroprim 6 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Lama pemberian 10 hari
Amoksilin :
- Dosis : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis
- Lama pemberian 10 hari
3. Kortikosteroid
Indikasi :
Keadaan toksik
Komplikasi berat (perdarahan/perforasi usus, ensefalitis).
11
4. Sefalosporin generasi ketiga
Sefotaksim oral (10-15 mg/kgBB/hari) dua kali sehari merupakan pilihan
terbaik untuk anak-anak. Dikarenakan bakteri Salmonella dianggap sudah
resisten dengan sefalosporin generasi pertama dan kedua. Dan untuk
menghindari efek samping dari penggunaan obat fluorokuinolon yang lama
seperti arthropati.
5. Tindakan khusus
a. Perforasi/perdarahan
- Stop intake oral
- IVFD (untuk koreksi gangguan sirkulasi, keseimbangan elektrolit,
dan menjamin intake)
- Transfusi darah (untuk atasi anemia pasca perdarahan dan
renjatan/syokhemoragik). Diberikan 10-20 cc/kgBB, dapat diulangi
sesuai keadaan penderita.
- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena
- Deksametason 1 mg/kgBB/hari intravena
12
- Khusus untuk perforasi segera konsul bedah
- Kalau perdarahan masih berlangsung lebih 72 jam perlu
dipertimbangkan pemberian hemostatik: carbazochrome sodium
sulfonat 50 mg bolus intravena. Kemudian dilanjutkan 100mg/24 jam
secara drips.
b. Renjatan septik
- IVFD
- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena
- Dimulai dengan dexametason 3 mg/kgBB 1 dosis, setelah 6 jam
diikuti 8 dosis 1 mg/kgBB/setiap 6 jam. Setia kali pemberian kortikosteroid dilarutkan didalam 50 cc dekstrose 5% dan diberikan selam 30 menit.
- Dapat dipertimbangkan obat-obatan inotropik : dopamine dengan
dosis 5-20 mikrogram/kgBB/menit secara drips
- Bila perlu diberikan plasma ekspander untuk mempertahankan
tekanan koloid
- Bila ada tanda-tanda anoksia jaringan diberi oksigen 2-4 liter/ menit
13
H. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi Hematologi : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau
koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemolilik.
c. Komplikasi paru: pneuomonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan arthritis.
14
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polineuritisperifer,
sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna.
Penatalaksanaan Penyulit
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal
3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulitperforasi usus.
I. Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan.
15
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang
diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah
vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin
tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanya direkomendasikan
untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi,
orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-
anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu
haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya
memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit.
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak
kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan
untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu
sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis
ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko
terjangkit.
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus
menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)
adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin
16
sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang
yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah :
orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak
boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah
maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin
tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit
lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan
dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh misalnya steroid
selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar-X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh
diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem
serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan
bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis
vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan
yang dapat terjadi adalah: demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3
orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang
per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah
demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah
atau ruam-ruam (jarang terjadi).
17
18
DAFTAR PUSTAKA
1. RanjanL.Fernando et al. Tropical Infectious Diseases Epidemiology,
Investigation, Diagnosis and Management, London, 2011;45:270-272
2. Braunwald. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New
York, 2010; 4:116-118
3. Judarwanto, W., Gejala Dan Penanganan Demam Tifoid Tifus.Growup
clinic.2013. recited from :http://drwidodojudarwanto.com/2013/09/22/gejala-
dan-penanganan-demam-tifoid-tifus/
4. Harahap, N. Demam Tifoid Pada Anak. Universitas Sumatera Utara. 2011.
Medan : 2-10
5. Department Of Vaccines And Biological. The Diagnosis, Treatment, And
Prevention Of Typhoid Fever. World Health Organization. Genewa. 2011: 12
6. Sidarbutar, S. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada Anak, Edisi ke-2,
Jakarta, 2011 ; 4
19