1 PB PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

JURNAL HUTAN LESTARI (2018)

Vol. 6 (3) : 569 – 582

KEANEKARAGAMAN JENIS JAMUR MAKROSKOPIS DI KAWASAN


HUTAN SEKUNDER AREAL IUPHHK-HTI PT. BHATARA
ALAM LESTARI KABUPATEN MEMPAWAH

(Diversity of Fungi Mushroom in The Secondary Forest Area of IUPHHK-HTI PT. Bhatara
Alam Lestari Mempawah Districk)

Priskila, Hanna Artuti Ekamawanti, Ratna Herawatiningsih


Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak. Jl. Daya Nasional Pontianak 78124
Email : Priskila10riski@gmail.com

Abstract
Macroscopic fungi have an important role for sustainable forest ecosystems. This study aims to
describe the diversity of macroscopic fungi species in secondary forest areas in the area of IUPHHK-
HTI PT. Bhatara Alam Lestari Bukit Batu village of Mempawah districk. This research used survey
method with purposive sampling technique and macroscopic fungi inventory using a 5m × 5m double
plot of 14 plots with total area of 0.035 ha observation plot. In the study sites, 33 macroscopic fungi
were found from 15 families, namely Agaricaceae, Boletaceae, Ganodermataceae, Hygrophoraceae,
Inocybaceae, Marasmiaceae, Meruliaceae, Mycenaceae, Physalacriaceae, Polyporaceae,
Psathyrellaceae, Sarcoscyphaceae, Stereaceae, Strophariaceae and Xylariaceae. The highest number
of Polyporaceae family species were Lentinus squarosulus, Polyporus arcularia, Microporus affinis,
Microporus sp., Tremetes versicolor, Tremetes sp. (1) and Tremetes sp. (2). Macroscopic fungi were
found to have benefits for humans as foodstuffs such as B. suptomentosus, R. caperata, L. squarosulus,
P. arcularia and C. Tricholoma. Species which were benefited as medicines Ganoderma sp., G.
lucidum, G. applantum, G. tesugae, G. boninense and X. Polymorpha. Where as species which were
benefited as souvenirs were Microporus sp., M. afinis, Stereum sp. and Stereum osrea. Macroscopic
fungi that have ecological benefits as saprophytes were Leucocoprinus sp., Lepiota sp., Ganoderma
sp., G. lucidum, G. applantum, G. tesugae, G. boninense, Hygrocibe sp., H. miniata, R. caperata, M.
scorodonius, M. haematocepala, C. septentrionalis, Mycena sp., M. panaeolus, M. delicatella, C.
asprata, L. squarosulus, P. arcularia, Microporus sp., M. afinis, T. versicolor, Tremetes sp. (1),
Tremetes sp. (2), P. condolleana, C. tricholoma, Stereum sp., Stereum osrea, G. leiteopiridis, G.
braendlei, X. polymorpha. Macroscopic fungi which have ecological benefits as ectomycorrhiza
namely Tylopilus sp. and B. suptomentosus.
Keywords: Edible mushroom, Macroscopic Fungi, Polyporaceae, saprophyte, Secondary Forest.

PENDAHULUAN penampilan, jumlah dan sifat yang dapat


Indonesia merupakan negara kaya ditemukan pada mahluk hidup termasuk
akan sumber daya alam, memiliki potensi jenis-jenis jamur makroskopis. Jamur
keanekaragaman hayati yang tinggi di merupakan kelompok utama organisme
dalamnya. Keanekaragaman hayati adalah pendegradasi lignoselulosa karena mampu
keseluruhan variasi berupa bentuk, menghasilkan enzim-enzim pendegradasi

569
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

lignoselulosa seperti selulase, ligninase, beberapa wilayah di bukit selama musim


dan hemiselulase (Munir, 2006), sehingga penghujan saja, dan rumput-rumputan
siklus materi di alam dapat terus akan segera mengering jika musim
berlangsung. Selain itu, kelompok jamur kemarau.
makroskopis secara nyata mempengaruhi Kawasan hutan sekunder desa Bukit
jaring-jaring makanan di hutan, Batu areal IUPHHK-HTI PT. Bhatara
kelangsungan hidup atau perkecambahan Alam Lestari memiliki kekayaan flora dan
anakan-anakan pohon, pertumbuhan faunanya termasuk jenis-jenis jamur
pohon, dan keseluruhan kesehatan hutan. makroskopis. Namun, keanekaragaman
Jamur berperan sebagai dekomposer jenis jamur makroskopis ini belum
bersama-sama dengan bakteri dan diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukan
beberapa jenis protozoa yang sangat penelitian untuk mendeskripsikan
banyak membantu dalam proses keanekaragaman jenis jamur makroskopis.
dekomposisi bahan organik untuk Penelitian ini bertujuan memberi informasi
mempercepat siklus materi dalam mengenai keanekaragaman jenis jamur
ekosistem hutan. Oleh karena itu, jamur makroskopis yang ada di kawasan hutan
turut membantu menyuburkan tanah yang sekunder di areal IUPHHK-HTI PT.
menyediakan nutrisi bagi tumbuhan Bhatara Alam Lestari desa Bukit Batu
sehingga hutan tumbuh dengan subur dan kabupaten Mempawah.
menjadi lebat. Jadi, keberadaan jamur METODE PENELITIAN
makroskopis adalah indikator penting Penelitian dilaksanakan di kawasan
komunitas hutan yang dinamis (Molina et hutan sekunder di areal IUPHHK-HTI PT.
al. 2001). Bhatara Alam Lestari desa Bukit Batu
Habitat jamur di hutan pada kabupaten Mempawah. Penelitian
umumnya ada di semua kayu dan serasah dilakukan mengunakan metode survei
daun membusuk yang menyediakan dengan teknik purpossive sampling yang
berbagai bahan organik mati yang menjadi berdasarkan banyaknya ditemukan jenis-
makanan jamur. Hutan merupakan salah jenis jamur makroskopis di lapangan.
satu tipe ekosistem yang dapat ditempati Pengkoleksian jamur makroskopis
oleh jamur, karena hutan dapat menggunakan petak ganda berukuran 5m
menyediakan faktor lingkungan baik × 5m, sehingga diperoleh 14 petak dengan
biotik maupun abiotik yang dibutuhkan luas total areal pengamatan 0,035 ha.
oleh jamur untuk pertumbuhannya. Pengambilan data meliputi tempat
Menurut Proborini (2006) sebagian besar tumbuh jamur yaitu serasah, ranting yang
jamur dapat ditemukan hidup pada tanah- sudah mati, kayu lapuk dan pohon hidup.
tanah yang mengandung serasah, dahan- Jumlah jenis jamur yang ditemukan dicatat
dahan pohon besar yang telah lapuk dan dan karakteristik jamur seperti warna,
sebagian terdapat pada pohon yang masih bentuk dan ukuran tubuh jamur yang
hidup (misalnya Auricularia spp.) atau ditemui untuk mengidentifikasi jenis jamur
rumput-rumputan yang terdapat pada tersebut. Setiap jenis jamur diambil

570
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

fotonya dan diambil perwakilan dari jenis (2012), Hasanuddin (2014), Anggraini et
tersebut untuk dibuat spesimen. Awetan al. (2015).
basah direndam alkohol 70 % agar tidak HASIL DAN PEMBAHASAN
diserang jamur selama penyimpanan. Jumlah jenis jamur makroskopis di
Awetan kering digunakan untuk jenis kawasan hutan sekunder areal
jamur yang bertekstur keras dengan hanya IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam
membasahkan atau cukup menyemprotkan Lestari kabupaten Mempawah
alkohol agar jamur tidak rusak selama Hasil penelitian menunjukkan
disimpan. Identifikasi jamur makroskopis terdapat 33 jenis jamur makroskopis dari
mengunakan buku identifikasi jamur 15 famili dan famili terbanyak adalah
Mushrooms Of North America (Phillips, Polyporaceae yang terdiri dari 7 jenis
1999) dan jurnal hasil penelitian tentang (Gambar 1).
jamur makroskopis oleh Wahyudi et al.

Inocybaceae
Physalacriaceae
Meruliaceae
Hygrophoraceae
Stereaceae
Psathyrellaceae
Marasmiaceae
Famili

Polyporaceae
Strophariaceae
Agaricaceae
Boletaceae
Xylariaceae
Ganodermataceae
Mycenaceae
Sarcoscyphaceae
0 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah jenis

Gambar 1. Jumlah jenis dan famili jamur makroskopis


Gambar 1 juga menunjukan, ada 31 pengamatan didominasi oleh divisi
jenis yang termasuk divisi Basidiomycota Basidiomycota. Spesies jamur
dan 2 jenis termasuk Ascomycota. Jamur makroskopis yang termasuk ke dalam
makroskopis yang ditemukan di areal divisi Ascomycota yaitu Cookeina

571
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

tricholoma merupakan jamur makroskopis ini berbeda dengan hasil penelitian


dari kelas Ascomycota, ordo Pezizales, Wahyudi (2012) di hutan rawa gambut
famili Sacoscyphaceae dan Xylaria desa Teluk Bakung kecamatan Sungai
polymorpha dari kelas Sordariomycetes, Ambawang kabupaten Kubu Raya dari
ordo Xylariales, famili Xylariaceae. Jamur jumlah jenis ditemukan 20 spesies jamur
makroskopis dari divisi Basidiomycota makroskopis yang termasuk dalam 4 ordo,
tergolong dalam kelas Agaricomycetes 9 famili dan 15 genera.
yang terbagi dari 3 ordo dan 13 famili. Hal
Tabel 1. Relapitulasi indeks nilai penting (INP) dan indeks Morisita (Id) jenis
jamur makroskopis yang ditemukan di kawasan hutan sekunder areal
IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam Lestari kabupaten Mempawah
No. Nama Jenis INP Id
1 Cookeina tricholoma 6,5093 0,6
2 Mycena sp. 2,2960 1
3 Ganoderma sp. 15,2914 1,6764
4 Xylaria polymorpha 11,4336 1,8235
5 Tylopilus sp. 1,9172 0
6 M. panaeolus 3,8112 1
7 G. lucidum 18,3450 1,5238
8 G. applantum 19,1026 1,4710
9 Ciptotrama asprata 1,9172 0
10 M. delicatella 3,8112 1
11 Leucocoprinus sp. 5,7517 0
12 Gymnopilus leiteopiridis 1,9172 0
13 Lentinus squarosulus 3,8112 1
14 Polyporus arcularia 3,0536 1
15 Marasmius scorodonius 6,0839 1
16 G. tesugae 1,9172 0
17 Rozites caperata 2,6748 1
18 G. braendlei 11,0315 1,3523
19 Psathyrella condolleana 1,9172 0
20 M. haematocepala 4,5688 1
21 Sterum sp. 5,3497 1
22 G. boninense 1,9172 0
23 S. osrea 5,7284 1,0476
24 Boletus suptomentosus 1,9172 0
25 H. miniata 2,6748 1
26 Hygrocibe sp. 2,2960 1
27 Climacodon septentrionalis 5,3263 1
28 Lepiota sp. 1,9172 0
29 Microporus sp. 12,9720 2,1176
30 M. affinis 5,7517 1
31 T. versicolor 9,5163 1,3823
32 Tremetes sp. (1) 7,5991 1
33 Tremetes sp. (2) 9,8718 1
Jumlah 200

572
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

Tabel 1 menunjukkan bahwa indeks jamur dengan nilai indeks penting (INP)
nilai penting (INP) tertinggi adalah jenis yang tinggi mencirikan bahwa jamur
Ganoderma applantum, diikuti oleh mempunyai peranan besar dalam suatu
Ganoderma lucidum dan Ganoderma sp. kawasan hutan. Indeks Morisita
Hal ini berarti bahwa jenis-jenis yang menunjukkan bahwa tidak semua jenis
ditemukan mempunyai kemampuan jamur makroskopis yang ditemukan
untuk beradaptasi dengan lokasi pola penyebarannya berkelompok atau
tersebut, serta pola penyebaran yang berkoloni, karena ditemukan juga jenis
lebih baik dibandingkan dengan jenis jamur makroskopis dengan pola
jamur lainnya. Menurut Indrianto penyebaran yang cenderung acak dan
(1988), menyatakan bahwa jenis-jenis tumbuh bersifat soliter.

Tabel 2. Relapitulasi indeks dominansi (C), indeks keanekaragaman jenis (H’),


indeks kelimpahan jenis (e), dan indeks kekayaan jenis (d) jamur
makroskopis yang ditemukan di kawasan hutan sekunder areal
IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam Lestari kabupaten Mempawah
No. Analisis Total
1 Indeks Dominansi (C) 0,0552
2 Indeks keanekaragaman jenis (H’) 1,3417
3 Indeks kelimpahan jenis (e) 0,876
4 Indeks kekayaan jenis (d) 13,2143

Tabel 2 menunjukkan nilai indeks menunjukkan bahwa komunitas yang


dominansi relatif rendah (C < 1= ada hanya didominasi oleh satu jenis.
0,0552) yang berarti bahwa komunitas Begitu juga sebaliknya semakin rendah
jamur makroskopis pada kawasan nilai indeks dominansi (C<1) suatu
penelitian tidak hanya didimonasi satu komunitas, menunjukkan bahwa
jenis saja melainkan ada beberapa jenis komunitas yang ada didominasi oleh
yang mendominasi atau tidak terjadinya lebih dari satu jenis.
pemusatan terhadap jenis jamur Keanekaragaman jenis dan indeks
makroskopis di hutan sekunder areal kekayaan jenis jamur makroskopis di
IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam hutan sekunder areal IUPHHK-HTI PT.
Lestari desa Bukit Batu kabupaten Bhatara Alam Lestari kabupaten
Mempawah. Nilai indeks dominansi Mempawah termasuk sedang atau
juga menunjukkan, komunitas jamur tergolong rendah. Hasil penelitian ini
makroskopis mampu tumbuh baik dan berbeda dengan penelitian Muniarti
beradaptasi dengan kondisi linkungan (2010) di Hutan Rawa Gambut Desa
yang ada. Odum (1993), menyatakan Kuala Dua yang memiliki nilai indeks
bahwa semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman jenis dengan kategori
dominansi (C>1) suatu komunitas tinggi (H’ = 3,56). Hal ini disebabkan
dalam satu kawasan tertentu, adanya perbedaan faktor lingkungan

573
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

seperti suhu, kelembapan dan faktor Indeks kelimpahan jenis adalah


biotik (penutupan tajuk), sehingga 0,876 yang diartikan bahwa kelimpahan
berpengaruh pada pertumbuhan jamur. jenis jamur makroskopis di hutan
Frischa (2017) juga mengatakan bahwa sekunder areal IUPHHK-HTI PT.
faktor abiotik yang mempengaruhi Bhatara Alam Lestari kabupaten
penyebaran dan pertumbuhan jamur Mempawah tergolong merata.
dapat menjadi salah satu faktor yang Ditemukannya kelimpahan jenis jamur
menentukan rendahnya makroskopis yang merata karena
keanekaragaman jenis jamur dalam terjadinya pemusatan suatu jenis jamur
lokasi tersebut. makroskopis pada areal penelitian.
Tabel 3. Tempat tumbuh jamur makroskopis
No Tempat tumbuh ∑ Individu persen (%)
1 Serasah 19 7,19
2 Kayu lapuk 243 92,05
3 Akar 2 0,76
Jumlah 264 100 %

Tabel 3 menunjukkan bahwa ada 19 Deskripsi jamur makroskopis yang


individu jamur yang tumbuh di sarasah ditemukan di kawasan hutan sekunder
(7,19 %), 243 individu tumbuh pada kayu areal IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam
lapuk (92,05 %) dan 2 individu tumbuh Lestari kabupaten Mempawah
pada akar (0,76 %). Jenis jamur berdasarkan genusnya, sebagai berikut
makroskopis yang ditemukan secara :
keseluruhan hidup pada kayu lapuk, 1. Cookeina, memiliki tubuh buah seperti
tempat tumbuh lainnya adalah serasah dan cangkir/mangkuk diameter 2-5 cm,
bagian akar pohon. Berdasarkan hasil permukaan licin berwarna kuning
penelitian dapat diketahui bahwa kayu orange, bagian luar berwarna keputihan
lapuk menjadi tempat tumbuh jamur yang yang ditutupi rambut-rambut halus,
dominan untuk berkembangbiak. Hal ini daging tipis tidak rapuh, bentuk tangkai
menunjukkan bahwa tempat tumbuh yang kecil tipis panjang 1-3 cm dan
baik untuk jamur adalah kayu yang sudah ketebalan 2–4 mm. Tumbuh pada kayu
melapuk, dikarenakan pada kayu lapuk lapuk, dapat dikonsumsi. Spesies yang
terdapat subtrat yang mengandung sumber ditemukan adalah Cookeina
makanan bagi jamur. tricholoma.

Cookeina tricholoma

574
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

2. Mycena, memiliki tubuh buah yang kayu lapuk sebagai sumber


berbentuk seperti topi, diameter makanannya dan tidak dapat
tudung 1-3 cm, panjang tangkai 3-5 dikonsumsi. Spesies yang ditemukan
cm. Tudung berwarna putih keabu- seperti, Mycena sp., M. panaeolus,
abuan dan tangkainya berwarna M. delicatella.
putih, tumbuh menempel di kayu-

Mycena sp. M. Panaeolus M. delicatella


3. Ganoderma, memiliki tubuh buah tumbuh di pohon mati yang sudah
berbentuk kipas berukuran lebar 5-9 lapuk dan dapat dikonsumsi sebagai
cm, permukaan bagian atas berwarna bahan obat-obatan. Spesies yang
hitam dan bagian bawah berwarna abu- ditemukan adalah Ganoderma sp., G.
abu keputihan. Daging tubuh buah lucidum, G. applantum, G. tesugae, G.
keras dan ketebalan 2 – 4 mm. Tempat boninense.

Ganoderma sp. G. lucidum G. applantum

G. tesugae G. boninense
4. Xylaria, memiliki tubuh buah dan askospora. Tumbuh di kayu mati,
berbentuk gada, berwarna putih dengan hidup soliter atau berkelompok dan
tangkai (stipe) silindris. Tubuh buahnya tidak dapat dikonsumsi. Spesies yang
sangat keras, pada bagian ditemukan yaitu, X. polymorpha.
permukaannya banyak terdapat askus

X. polymorpha

575
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

5. Tyopilus, memiliki tudung tangkai mudah patah atau rapuh,


berdiameter 1-4 cm, bentuk seperti tidak memiliki cincin (annulus).
topi, berwarna kuning kehijauan, Tumbuh di akar pohon hidup, hidup
permukaan atas dan bawah basah dan soliter dan tidak dapat dikonsumsi.
mengkilat. Panjang tangkai 2-4 cm, Spesies yang ditemukan yaitu,
berwarna kuning pada bagian Tyopilus sp.
pangkai tangkai berwarna putih,

Tyopilus sp.
6. Ciptotrama, memiliki bentuk tudung Tudung berukuran 2-3 cm, tangkai
seperti payung berwarna kuning, berukuran 2-5 cm. Tumbuh di kayu
permukaan tudung kering, daging yang membusuk dan tidak dapat
tubuh buah berwarna putih atau dikonsumsi. Spesies yang ditemukan
kuning pucat, tanpa bau yang khas. yaitu, C. asprata.

C. asprata
7. Leucocoprinus, memiliki tudung rapuh, berwarna abu-abu kekuningan
berbentuk payung berdiameter 1-4 dengan sisik-sisik dan memiliki
cm, tudung bergaris-garis (striate), cincin (annulus). Tumbuh di serasah,
berwarna putih susu bagian tengah hidup soliter atau tersebar dan tidak
berwarna abu-abu. Panjang tangkai dapat dikonsumsi. Spesies yang
4-10 cm, tangkai mudah patah atau ditemukan yaitu, Leucocoprinus sp.

Leucocoprinus sp.

576
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

8. Gymnopilus, memiliki tudung berwarna kuning pucat dan tidak


berbentuk payung berdiameter 1-3 memiliki cincin (annulus). Tumbuh
cm, tudung berwarna orange-kuning di kayu lapuk, hidup soliter atau
bagian tengah berwarna range-coklat. tersebar dan tidak dapat dikonsumsi.
Panjang tangkai 2-3 cm, agak Spesies yang ditemukan yaitu, G.
membesar pada bagian pangkalnya, leiteopiridis, G. braendle.
tangkai mudah patah atau rapuh,

G. leiteopiridis G. braendlei
9. Lentinus, memiliki tudung seperti tangkai berserat dan liat dan
gelas berbibir berdiameter 1-3 cm, memiliki cincin (annulus). Tumbuh
bagian dalam tudung berwarna putih di kayu lapuk, hidup soliter dan
keabu-abuan bagian luar berwarna dapat dikonsumsi sebagai bahan
putih. Panjang tangkai 1-2 cm, agak makanan. Spesies yang ditemukan
membesar pada bagian pangkalnya, yaitu, L. sguarosulus.

L. sguarosulus
10. Polyporus, memiliki tudung tangkai 1-3 cm, tebal 2-4 mm,
berdiameter 1–8 cm, bentuk berwarna coklat kekuningan. Hidup
cembung seperti pas bunga, soliter pada kayu mati, dapat
permukaan kering, berwarna coklat dikonsumsi sebagai bahan
emas hingga coklat gelap, bersisik, makanan. Spesies yang ditemukan
bagian tepi bersilia. Daging buah yaitu, P. arcularia.
tipis, berwarna putih, liat. Panjang

P. arcularia

577
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

11. Marasmius, memiliki tudung terang dan lebih besar, bau seperti
berdiameter 1–3 cm, berwarna bawang putih. Hidup di serasah dan
orange, bagian tepi putih, berlendir, tersebar, tidak dapat dikonsumsi.
bergelombang. Panjang tangkai 3-7 Spesies yang ditemukan yaitu, M.
cm, berwarna abu-abu, coklat gelap Scorodonius, M. haematocepala.
pada bagian dasar, bagian atas lebih

M. Scorodonius M. haematocepala
12. Rozites, memiliki tudung bagian pangkal. Hidup di serasah
berdiameter 2–5 cm, berwarna abu- dan tersebar, tidak dapat
abu, permukaan kering. Panjang dikonsumsi. Spesies yang
tangkai 1-3 cm, berwarna putih, ditemukan yaitu, R. caperata.
beserat dan liat, agak membesar

R. caperata
13. Psathyrella, memiliki tudung rapuh. Hidup di kayu yang sudah
berdiameter 1–2 cm, warna putih melapuk sebagai sumber
bintik-bintik orange, permukaan makanannya, tidak dapat
kering. Panjang tangkai 1-3 cm, dikonsumsi. Spesies yang
berwarna putih, mudah patah atau ditemukan yaitu, P. condolleana.

P. condolleana
14. Stereum, Tubuh buah tipis, keras, liat tipis, liat. Tidak mempunyai tangkai.
ketika basah kaku, ketika kering Tumbuh di kayu lapuk, hidup
melengkung. Tudung berdiameter 3– berkelompokndan tidak dapat
8 cm, permukaan kering, berwarna dikonsumsi karena struktur daging
coklat muda keabu-abuan, bagian tepi yang keras. Spesies yang ditemukan
berwarna putih, keseluruhan yaitu, Stereum sp., S. osrea.
warnanya bervariasi. Daging buah

578
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

Stereum sp. S. osrea


15. Boletus, tubuh buah berdiameter 4 kuning, agak sedikit membesar pada
cm, panjang tangkai 6,5 cm, tekstur bagian pangkalnya. Tumbuh tanah
padat. Tudung cembung, permukaan atau humus, soliter, dan tidak dapat
atasnya berwarna coklat kekuningan, dikonsumsi. Spesies yang ditemukan
tepi tumpul. Tangkai berwarna yaitu, B. suptomentosus.

B. suptomentosus
16. Hygrocibe, tudung berdiameter 1–5 sama dengan tudung. Tumbuh di
cm, berbentuk cembung, tumpul pada tanah lembab berhumus, kayu lapuk.
bagian tengah permukaannya licin, Hidup soliter atau bergerombol dan
lembab, dan mengkilap, berwarna tidak dapat dikonsumsi. Spesies yang
merah. Panjang tangkai 3–6 cm, ditemukan yaitu, H. miniata dan
terdapat lubang di tengahnya, warna Hygrocibe sp.

H. miniata Hygrocibe sp.


17. Climacodon, tubuh buah berdiameter bagian atas kering. Bersifat parasit
7-15 cm, tidak memiliki tangkai, tumbuh di kayu yang sudah melapuk,
tekstur keras berkayu, berwarna putih, tidak dapat dikonsumsi karena terstur
berbentuk kipas bergaris konsetris, yang keras. Spesies yang ditemukan
tumbuh bertingkat-tingkat, ketebalan yaitu, C. septentrionalis.
tubuh buah 2-4 cm, permukaan

C. septentrionalis

579
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

18. Lepiota, tudung berdiameter 3–5 berwarna putih. Tumbuh pada


cm, cembung, permukaan berwarna pohon hidup, bersifat soliter, tidak
putih dengan sisik-sisik berwarna dapat dikonsumsi. Spesies yang
kehitaman. Tangkai berwarna hitam ditemukan yaitu, Lepiota sp.
dan terdapat cincin (annulus), spora

Lepiota sp.
19. Microporus, tudung berdiameter 2- Spora berwarna hitam, tumbuh
3 cm, bentuk seperti kipas/papan, pada kayu lapuk, hidup berkoloni,
ketebalan 1–2 mm, permukaan tidak dikonsumsi. Spesies yang
kasar, berwarna hitam, bagian tepi ditemukan yaitu, Microporus sp.
berlekuk tipis, buah daging tipis dan M. affinis.
namun liat. Tidak memiliki tangkai.

Microporus sp. M. affinis.


20. Tremetes, tubuh buah berdiameter mawar, tumbuh pada tunggul kayu,
3–8 cm, datar sampai melengkung, bersifat parasit tidak dapat
daging tipis, struktur seperti kulit, dikonsumsi karena tekstur yang
permukaan atas licin, warna keras/liat. Spesies yang ditemukan
bervariasi, tidak bertangkai (sessil), yaitu, Tremetes versicolor,
berkoloni sehingga seperti bunga Tremetes sp 1, Tremetes sp 2.

T. versicolor Tremetes sp 1 Tremetes sp 2.

Jamur makroskopis yang ditemukan jamur makroskopis berperan sebagai


sebagian besar tumbuh pada kayu lapuk dekomposer dalam jaring-jaring makanan
(92,05 %) yang menunjukkan bahwa ekosistem hutan sekunder areal IUPHHK-

580
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

HTI PT. Bhatara Alam Lestari kabupaten Indrianto. 1988. Pengantar Ekologi. PT.
Mempawah. Proborini (2006), Bumi Aksara. Jakarta.
menyatakan bahwa jamur berperan Juminarti L. 2011. Keanekaragaman Jenis
sebagai dekomposer bersama dengan Jamur Kayu Makroskopis dalam
bakteri dan beberapa spesies protozoa, Kawasan Hutan Adat Pengajit Desa
sehingga banyak membantu proses Sahaan Kecamatan Seluas
Kabupaten Bengkayang. Fakultas
dekomposisi bahan organik untuk
Kehutanan Universitas
mempercepat siklus materi dalam Tanjungpura. Pontianak.
ekosistem hutan.
Molina RD, Pilz J, Smith S, Dunham T,
KESIMPULAN
Dreisbach T, O’Dell, M Castellano.
Di kawasan hutan sekunder areal 2001. Conservation and
IUPHHK-HTI PT. Bhatara Alam Lestari Management of Forest Fungi in The
desa Bukit Batu kabupaten Mempawah Pacific Northwestern United States:
ditemukan 33 jenis jamur makroskopis An Integrated Ecosystem Approach.
dan 15 famili yang didominasi oleh famili Cambridge University Press.
Polyporaceae. Jamur makroskopis yang Cambridge.
ditemukan sebagian besar dapat tumbuh Muniarti N. 2010. Keanekaragaman Jenis
baik pada sarasah dan kayu lapuk. Jamur Jamur Kayu Makroskopis di Hutan
juga berperan penting sebagai decomposer Rawa Gambut pada Plot Permanen
Simpur Hutan Desa Kuala Dua
yang dapat membentuk jarring-jaring
Kabupaten Kubu Raya. Fakultas
makanan bagi tumbuhan atau ekosistem Kehutanan Universitas
hutan. Tanjungpura. Pontianak.
DAFTAR PUSTAKA Munir E. 2006. Pemanfaatan Mikroba
Anggraini K, Kotimah S, Turnip M. 2015. dalam Bioremediasi: Suatu
Jenis-jenis Jamur Makroskopis di Teknologi Alternatif untuk
Hutan Hujan Mas Desa Kawat Pelestarian Lingkungan. Pidato
Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Sanggau. Jurnal Protobiont 4(3): Tetap dalam Bidang Mikrobiologi
60-64. FMIPA USU. USU Repository.
Frischa TMS. 2017. Keanekaragaman Medan.
Jenis Jamur Makroskopis Di Hutan Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi.
Geopark Merangin Provinsi Jambi Gadjah Mada University Press.
Sebagai Pengayaan Materi Ajar Yogyakarta.
Mikologi. Skripsi. Fakultas
Phillips R. 1999. Mushrooms Of North
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
America. Little, Brown and
Universitas. Jambi.
Company. Canada.
Hasanuddin. 2014. Jenis Jamur Kayu
Proborini MW. 2006. Eksplorasi dan
Makroskopis Sebagai Media
Identifikasi Jenis-jenis Jamur Klas
Pembelajaran Biologi. Jurnal Biotik
Basidiomycetes di Kawasan Bukit
2(1): 1-76.
Jimbaran Bali. Jurnal Biologi 16(2):
47-47.

581
JURNAL HUTAN LESTARI (2018)
Vol. 6 (3) : 569 – 582

Tampubolon J. 2010. Inventarisasi Jamur Wahyudi AE, Linda R, Kotimah S. 2012.


Makroskopis di Kawasan Ekowisata Inventarisasi Jamur Makroskopis di
Bukit Lawang Kabupaten Langkat Hutan Rawa Gambut Desa Teluk
Sumatera Utara. FMIPA USU. USU Bakung Kacamatan Sungai
Repository. Medan. Ambawang Kabupaten Kubu Raya.
Jurnal Protobiont 1(1): 8-11.

582

You might also like