279-Article Text-1975-1-10-20220531

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

E-ISSN - 2654-9751

Vol. 5 No. 1 April 2022

Avalilable Online http://jurnal.mercubaktijaya.ac.id/index.php/mercusuar

Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien


Acutely Decompensated Heart Failure (Adhf)

Fakrul Ardiansyah1*, Elly Nurachmah2, Muhammad Adam3, Nurul Anjarwati4, Azhari


Baedlawi5, Revani Hardika6
1,5,6
Prodi Ners Politeknik Kesehatan Kemenkes Pontianak, Pontianak Kalimantan Barat
2,3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok Jawa Barat
4
Prodi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang, Malang Jawa Timur
*
Email korespondensi: fakrul.ns@gmail.com

ABSTRACT

Cardiovascular system nursing care and Acutely Decompensated Heart Failure (ADHF) cases increase
every year accompanied by an increase in life expectancy. Cardiovascular system disorders nursing care
with energy conservation theory approach developed by Myra Levine. On average, patients with
cardiovascular disorders experience shortness of breath during activities and chest pain. A balance of
energy input and output is required to avoid excessive fatigue. The main focus of care is acute cardiac
care. This case study aims to provide nursing care for ADHF patients with Myra Levine's energy
conservation theory approach. This research design uses a descriptive case study approach. The sample in
this study was a 20 years old patient diagnosed with Acutely Decompensated Heart Failure (ADHF) in
National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta. Applying nursing care in ADHF patients with
Myra Levine's energy conservation theory approach obtained conservation priority Tropichognosis:
Activity intolerance; and priority structural integrity: decreased cardiac output. The priority hypothesis of
nursing care results in ADHF patients with Myra Levine's energy conservation theory approach obtaining
a practical heat pump. Acute cardiac care is the priority intervention applied in nursing care for ADHF
patients with Myra Levine’s energy conservation approach. The final result of nursing care for ADHF
patients with the energy conservation theory approach of Myra Levine was found that patients were able to
conserve the problem of decreasing cardiac output. Myra Levine's theory of energy conservation is
suitable for the application of treating patients with cardiovascular disorders, where patients with heart
problems and energy disorders are the main focus of patients.

Keywords: Acutely Decompensated Heart Failure (ADHF); Myra Levine; energy conservation theory

ABSTRAK

Asuhan keperawatan sistem kardiovaskuler serta kasus ADHF meningkat setiap tahunnya diiringi dengan
peningkatan usia harapan hidup. Asuhan keperawatan gangguan system kardiovaskuler dengan pendekatan
teori konservasi energi yang dikembangkan Myra Levine. Pasien yang mengalami gangguan
kardiovaskuler rata-rata mengalami keluhan sesak saat beraktivitas dan nyeri dada. Keseimbangan input
dan output energi diperlukan untuk menghindari kelelahan berlebihan. Fokus perawatan utama adalah
perawatan jantung akut. Tujuan studi kasus ini adalah melakukan asuhan keperawatan pada pasien ADHF
dengan pendekatan teori konservasi energi Myra Levine. Desain penelitian ini menggunakan desain
deskriptif pendekatan studi kasus. Sampel dalam penelitian ini adalah 1 pasien berusia 20 tahun
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

terdiagnosis Acutely Decompensated Heart Failure (ADHF) di Rumah Sakit Pusat Jantung Pembuluh
Darah Harapan Kita Jakarta. Hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien ADHF dengan pendekatan
teori konservasi energi Myra Levine didapatkan Tropichognosis prioritas konservasi: Intoleransi aktivitas;
dan prioritas integritas structural: penurunan curah jantung. Hasil prioritas hipotesis asuhan keperawatan
pada pasien ADHF dengan pendekatan teori konservasi energy myar levine didapatkan pompa jantung
efektif. Intervensi prioritas yang diterapkan dalam asuhan keperawatan pada pasien ADHF dengan
pendekatan konservasi energy myra Levine adalah perawatan jantung akut. Hasil akhir asuhan keperawatan
pada pasien ADHF dengan pendekatan teori konservasi energy myra Levine didapatkan pasien mampu
melakukan konservasi terhadap masalah penurunan curah jantung. Teori konservasi energy Myra Levine
cocok untuk aplikasi asuhan keperawatan pasien gangguan system kardiovaskuler, dimana pasien pasien
gangguan curah jantung dan gannguan energi sebagai fokus utama pasien.

Kata Kunci: Acutely Decompensated Heart Failure (ADHF); Myra Levine; Teori Konservasi Energi

PENDAHULUAN mempertahankan integritas individu melalui


Pelayanan keperawatan adalah suatu 4 komponen yaitu konservasi energi,
bentuk pelayanan profesional yang integritas struktural, integritas personal, dan
merupakan bagian integral dari pelayanan integritas sosial. Levine memandang asuhan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan keperawatan bertujuan mendukung,
kiat keperawatan yang ditujukan kepada mendorong individu mampu beradaptasi
individu, keluarga, kelompok atau secara holistik, asuhan setiap pasien harus
masyarakat baik sehat maupun sakit bersifat individual. Individu mampu
(Presiden RI, 2014). Perawat profesional mempertahankan keseimbangan antara
dalam memberikan asuhan keperawatan asupan dan kebutuhan energi. Individu
dengan penuh kasih sayang (compassion), diharapkan mampu berinteraksi secara
perhatian s(caring), menghormati martabat konstan dengan lingkungan melalui
dan kepribadian setiap pasien. Praktik ilmu intervensi keperawatan sehingga asuhan
keperawatan didasarkan atas ilmu keperawatan mampu mengembalikan,
pengetahuan yang berubah melalui hasil memulihkan pasien dalam keadaan sehat,
riset dan inovasi terbaru. Perkembangan holistik, dan mandiri (Alligood, 2014;
ilmu keperawatan yang terintegrasi dapat Johnson, 2014)
menciptakan asuhan keperawatan yang Pasien yang mengalami gangguan
berkualitas (Potter & Perry, 2017) kardiovaskuler rata-rata mengalami keluhan
Asuhan keperawatan secara holistik sesak saat beraktivitas dan nyeri dada.
dan berpusat pada pasien meliputi proses Keseimbangan input dan output energi
pengkajian, diagnosis, intervensi, diperlukan untuk menghindari kelelahan
implementasi, dan evaluasi (Lewis et al., berlebihan yaitu istirahat cukup, nutrisi,
2014). latihan aktivitas, toileting. Perubahan
Penulis melakukan studi kasus dengan struktural sistem kardiovaskuler diharapkan
pendekatan teori konservasi energi yang mampu melangsungkan kehidupan
dikembangkan Myra Levine. Pemilihan teori meskipun ada struktur yang mengalami
ini berdasarkan karakteristik pasien kecacatan permanen. Konservasi intergritas
kardiovaskuler dalam mempertahankan pribadi pasien gangguan sistem
keseimbangan energi. Fokus model kardiovaskuler didasarkan pada penilaian
konservasi adalah konservasi, adaptasi, dan indentitas diri, dan harga diri serta integritas
wholeness. Prinsip konservasi energi untuk sosial tercermin dalam hubungan dinamis
melakukan asuhan keperawatan untuk antara manusia. Fokus perawatan utama

43
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

adalah perawatan jantung akut. Teori model Studi kasus yang dilakukan melalui
konservasi ini dapat diterapkan dalam proses data primer dengan wawancara dan
asuhan keperawatan dengan tujuan individu pemeriksaan fisik, selain itu, data sekunder
mampu melakukan konservasi dengan dari rekam medis pasien. Penulis
energi yang ada. Intervensi keperawatan dan menggunakan pendekatan teori model
partisipasi pasien sebagai upaya konseptual konservasi Myra Estrin Levine.
mempertahankan sistem interaksi individu Teori ini digunakan selama melakukan
dengan lingkungan melalui energi yang ada asuhan keperawatan pada pasien dengan
untuk mencapai keadaan sehat dan sejahtera gangguan sistem kardiovaskuler.
(Alligood, 2014; Fawcett, 2006).
Penulis mengangkat kasus utama HASIL DAN PEMBAHASAN
ADHF dengan pertimbangan pendalaman Penerapan Teori Konservasi Levine
melakukan asuhan keperawatan sistem 1. Tantangan Lingkungan Internal
kardiovaskuler serta kasus ADHF meningkat Sdr. A usia 20 tahun, laki-laki, Berat
setiap tahunnya diiringi dengan peningkatan Badan: 67 Kg, Tinggi Badan:160 cm, Indeks
usia harapan hidup. Kasus ADHF ini sebagai Massa Tubuh: 26,17 (berat badan lebih).
salah satu masalah di dunia pada 3 dekade Sdr. A didiagnosis ADHF+ MR (Mitral
terakhir. Prevalensi kejadiannya ± 3 juta Regurgitasi) severe+TR (Tricuspid
dalam setahun di Amerika, kejadian di Regurgitasi severe (Fraksi Ejeksi 23%) e.c
Amerika diprediksi terjadi peningkatan 46% Rheumatic Heart Disease (RHD) + atrial
pada 2012-2030. Selain itu, estimasi fibrilasi. Pasien memiliki riwayat rawat inap
penderita ADHF di Eropa adalah 15 juta per 21 hari dengan diagnosa medis yang sama,
tahun dengan klinis disfungsi ventrikel kiri kedua kaki bengkak dan kencing sedikit,
asimptomatik. Prediksi peningkatan kejadian dada berdebar-debar.
ADHF ini menyebabkan peningkatan biaya Pasien mengeluh sesak napas
perawatan sebesar 37 juta dollar Amerika memberat sejak 3 hari sebelum MRS, tidur
(Eisen, 2016). Penyebab utama peningkatan dengan 3 bantal, sering terbangun malam
kasus ADHF dikaitkan dengan usia tua, hari karena sesak napas, kencing keluar
paska infark miokard dengan disfungsi hanya 600cc/24 jam selama 3 hari walau
ventrikel kiri, dan aritmia mengancam jiwa minum sudah ditakar 1.500cc/24 jam dan
pada pasien disfungsi ventrikel kiri kronik minum obat teratur (Furosemid 2x40
(Siswanto et al., 2020). miligram peroral, spironolakton 1x25
miligram peroral, Phenoxymethyl Penicillin
METODE PENELITIAN 2x250 miligram peroral, ramipril 1x10
Desain penelitian ini menggunakan miligram peroral, Hidroklorotiazid 1x1,25
desain deskriptif pendekatan studi kasus. miligram peroral, notisil 1x3 mg peroral,
Sampel dalam penelitian ini adalah 1 pasien, concor 1x2,5 miligram peroral). Ibu pasien
sdr. A usia 20 tahun, laki-laki, terdiagnosis mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat
Acutely Decompensated Heart Failure sering batuk pilek saat usia dibawah 1 tahun,
(ADHF). Penulis melakukan proses asuhan berobat kedokter namun obat tidak pernah
keperawatan di Rumah Sakit Pusat Jantung diminumkan semua jika pasien sudah
Harapan Kita Jakarta selama 30 hari pada membaik.
kasus ini dimulai dari Instalasi gawat
darurat, ruang perawatan, intensif cardiac 2. Tantangan Lingkungan Eksternal
care unit, bedah dewasa dan ruang rawat Pasien memiliki riwayat tidak patuh
paska bedah. menakar air minum selama 1 minggu pada

44
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

musim kemarau, pasien minum >1.500ml/24 akut, duduk. Kebersihan diri: perawatan diri
jam sehingga pasien dirawat dengan keluhan dibantu oleh perawat selama fase akut.
sesak napas dan kedua kaki bengkak.
4. Integritas struktural
3. Konservasi energi Kondisi umum tampak lelah, tekanan
Pasien mengatakan sesak napas bila darah: 110/63 mmHg, Mean Atrial Pressure:
posisi tidur terlentang, pasien lebih nyaman 79 mmHg, Nadi 118x/menit ireguler,
posisi fowler atau duduk. Keluhan dada frekuensi napas= 20x/menit reguler, suhu
berdebar kadang muncul tiba-tiba. Pasien 36,60C, saturasi oksigen: 97% (room air).
pernah rawat inap 4x dengan keluhan yang Tekanan darah ketika duduk: 90/60 mmHg,
sama. Pasien mengeluh nyeri-nyeri sendi nadi ketika pasien duduk (nadi: 142x/menit
tulang belakang, dan leher dalam 1 bulan ireguler).
terakhir, skala 3/10, nyeri muncul kadang- Pemeriksaan head to toe: Kepala:
kadang. dalam batas normal; Leher: Jugularis Vena
Pasien mengatakan cepat lelah sampai Pressure 5+4 cmH2O, pulsasi arteri karotis
keringat dingin dan basah saat istirahat dan terlihat; Jantung : Capillary Refile Time <2
berjalan ke kamar mandi, kencing, mandi, detik, denyutan point of maximal terlihat,
Buang Air Besar dibantu orang tua karena palpasi di point of maximal di Intercostae
pasien tidak mampu ke kamar mandi. Sterna Line VI anterior axila (terjadi
Pasien mengeluh nafsu makan pergeseran impuls apikal jantung ke lateral
menurun, perut terasa penuh jika makan, pada regurgitasi mitral yang berat), dan
makan habis ¾ porsi, frekuensi makan perkusi pekak pada batas jantung, S1 dan S2
3x/hari, bentuk makan lunak, pasien ireguler, pansistolik murmur di apeks; Paru:
menghindari makan daging, ayam, dan batuk kering, tidak ada dahak, pergerakan
bertekstur keras karena cepat lelah jika dada tidak tertinggal, bentuk dada normal
mengunyah yang keras. Urin output dari AP (anteroposterior), ekspansi paru
adalah 200cc/ jam setelah diberikan ekstra menurun, vokal fremitus kanan kiri menurun
injeksi lasix 40 mg Intra Vena. 1/3 basal paru, perkusi sonor pada paru
Pasien berbaring ditempat tidur apeks kiri dan kanan, rochi halus 1/3 basal
dengan posisi fowler, dan aktivitas dibantu paru kanan kiri; Abdomen: perut terasa
oleh perawat. Pasien napas spontan tanpa begah, perut cembung, bising usus bising
oksigen tambahan (saturasi oksigen 97%) usus 10x/menit, Palpasi: hepar teraba 3 jari
dan posisi semi fowler. Cairan: program (klinis hepatomegali).
cairan 1500 cc/24 jam, target balance cairan Perkusi: timpani, shifting dullnes (+)
-500cc s/d -1.000 per 24 jam. Buang Air pada inguinalis kanan dan kiri (posisi
Kecil: spontan ditampung urinal, produksi: duduk); Perkemihan: kencing spontan,
200cc/1 jam (setelah 1 jam diberikan ekstra ditampung dengan urinal, warna kuning
lasix 40 mg Intravena), warna kuning jernih. jernih, produksi 200cc/ (jam 20.00-21.00);
Bung Air Besar: 1x/hari. Istirahat tidur: Integumen: kontur baik, akral hangat;
pasien posisi semi fowler, dan fowler tempat Ekstremitas : Atas : akral hangat, rentang
tidur untuk mengurangi sesak. Aktivitas: gerak dalam batas normal, kekuatan otot
keluhan sesak bila berjalan ke kamar mandi, dalam batas normal, tidak ada edema;
dan saat istirahat, ada perubahan nadi > 20% ekstremitas bawah: akral hangat, kedua kaki
ketika duduk saat perawatan fase akut, edema grade II, rentang gerak dalam batas
pasien dibantu oleh perawat selama fase normal, kekuatan otot dalam batas normal.

45
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

Gambaran Elektrokardiografi: Atrial 6. Konservasi integritas sosial:


fibrilasi rapid ventrikel respon, rate 117- Pasien sebagai anak pertama dari 2
130x/menit, axis RAD, RBBB, RVH. Foto bersaudara. Saat sehat kegiatan pasien
toraks: Tidak ada deviasi trakea, tidak ada kuliah dan membantu orang tua berdagang
fraktur costae, CTR 60%, apeks downward, buah di pasar saat libur. Saat ini pasien tidak
corakan vaskuler kedua paru tervisualisasi mampu melakukan aktivitas sehari-hari
baik, tidak ada infiltrat pada paru, lengkung karena membutuhkan perawatan lama.
diafragma dan sudut costofrenikus tertutup Keluarga mendukung upaya pengobatan dan
bayangan jantung, lengkung diafragma perawatan pasien dengan harapan sembuh.
kanan normal dan sudut costofrenikus kanan
lancip. 7. Tropichognosis
Echocardiografi: EDD 65 mm, ESD a. Konservasi energi:
57 mm, TAPSE 1,4 cm, EF 23%, MR 1) Intoleransi aktivitas berhubungan
moderate severe, restricted dan kalsifikasi dengan ketidakseimbangan antara
PML TR moderate severe, TVG 54 mmHg, suplai dengan kebutuhan oksigen
TR V max 3,6 m/s, efusi perikard minimal jaringan
sekeliling jantung.
Hasil Laboratorium: Hb: 12,5 g/dl; b. Integritas struktural:
HCT: 36,6 mg/dl; Eritrosit: 4,11 x106/dl; 1) Penurunan curah jantung
leukosit: 7680/ µL; Trombosit: 243103/µL; berhubungan dengan gangguan
PT: 28,4 detik (kontrol 11 detik); INR 2,53 preload, gangguan afterload, irama,
detik; Ureum: 43,40; BUN:20 mg/dl; Cr: dan kontraktilitas
43,40; BUN: 20 mg/dl; EGFR 123; GDS 94 2) Kelebihan volume cairan
mg/dl; Na:134 mmol/l;Kalium: 3,7; Clorida berhubungan dengan gangguan
101; calsium total 2,01; magnesium 2,01. mekanisme regulator pompa jantung
3) Risiko ketidakseimbangan elektrolit
Program terapi dengan faktor risiko pengeluaran
Di IGD : Lasix 40 mg IV ekstra; Lasix cairan berlebih akibat terapi diuretik.
2x40 mg IV maintanance; Spironolakton
1x25 mg p.o; Ramipril 1x10 mg p.o; Concor 8. Hipotesis
1x2,5 mg p.o; Phenoxymethyl Penicillin Penentuan kriteria hasil (Moorhead,
2x250 mg p.o; Simarc 1x2 mg p.o (target Johnson, Maas, & Swanson, 2013):
INR 2-2,5)

a. Konservasi energi
5. Konservasi integritas personal 1) Setelah dilakukan asuhan
Pasien mengatakan mengapa saya keperawatan selama 5x24 jam,
sering rawat inap berulang dengan keluhan pasien mampu toleransi aktivitas.
yang sama padahal saya sudah patuh dengan
aturan minum harian. Apakah saya bisa b. Integritas Struktural
sembuh. Klien menampakkan wajah sedih. 1) Setelah dilakukan asuhan
Pasien mengatakan sejak pertengahan tahun keperawatan selama 5x24 jam,
lalu tidak mengikuti perkuliahan karena pompa jantung efektif.
sakit, harapan pasien bisa segera sembuh 2) Setelah dilakukan asuhan
dan bisa berkuliah. keperawatan selama 3x24 jam,
volume cairan seimbang.

46
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

3) Setelah dilakukan asuhan setiap jam; 2) mengevaluasi adanya akral


keperawatan selama 3x24 jam, dingin atau hangat, capilary refile time
keseimbangan elektrolit. untuk menentukan status perfusi; 3)
memasang kateter urin untuk evaluasi
9. Intervensi produksi urin tiap jam;4) melakukan
Penentuan intervensi keperawatan kolaborasi pemeriksaan echocardiografi
(Butcher et al., 2018): sesuai dengan kebutuhan; 5) memonitor
1) Penurunan Curah Jantung adanya gangguan perfusi misalnya hipotensi
Intervensi untuk Sdr A pada diagnosa simptomatik, akral dingin, gangguan
penurunan curah jantung adalah perawatan kesadaran (pasien gelisah), hiponatremia,
jantung akut;dan manajemen disritmia. peningkatan serum kreatinin atau BUN.
Manajemen disritmia dengan aktivitas:
2) Kelebihan volume cairan 1) memonitor adanya hipoksia, gangguan
Intervensi kelebihan volume cairan pada asam basa, dan ketidakseimbangan elektrolit
Sdr. A antara lain: Manajemen yang memicu aritmia; 2) memonitor
hipervolemia. perubahan gambaran EKG; 3) monitor
reaksi hemodinamik terhadap aritmia; 4)
3) Risiko ketidakseimbangan elektrolit melakukan kolaborasi pemberian concor
Intervensi untuk risiko 1x2,5 mg p.o sebagai kronotropik negatif
ketidakseimbangan elektrolit adalah untuk mengurangi laju jantung, digoksin
manajemen elektrolit. 1x0,5 mg IV bila di dapatkan atrial fibrilasi
respon cepat dan dosis lanjutan 1x0,25 mg
4) Intoleransi Aktivitas IV, atau digoxin 1x0,125 mg p.o, digoksin
Intervensi kelelahan pada Sdr, A adalah sangat bermanfaat untuk gagal jantung
Terapi aktivitas dan perawatan jantung kongestif akut yang disebabkan atrial
rehabilitasi. fibrilasi cepat dan kardiomegali, melakukan
kolaborasi pemberian simarc 1x2 mg p.o
10. Implementasi pada atrial fibrilasi untuk mencegah
1) Penurunan curah jantung tromboembolisme, simarc distop karena
berhubungan dengan gangguan preload, INR: 3,24 dan PT 20,3; pemberian simarc
gangguan afterload, irama, dan dimulai dosis 1x2 mg p.o; 5) melakukan
kontraktilitas. Intervensi yang evaluasi level kadar digoxin (normalnya 0,8-
diimplementasikan adalah: Perawatan 2 ng/ ml), digoxin stop karena level digoxin
jantung akut dengan aktivitas: 1) 4,71. Evaluasi level digoxin setelah 7 hari
mengevaluasi keluhan dada berdebar (0,74), melanjutkan terapi digoxin dengan
(durasi, pemicu); 2)menginstruksikan pasien dosis 1x0,125 mg p.o, melakukan kolaborasi
jika keluhan berdebar semakin sering; 3) pemberian amiodaron 150 mg IV karena ada
merekam EKG 12 lead; 4) memonitor episode SVT.
gambaran EKG;5) mengauskultasi suara Manajemen obat dengan aktivitas:
jantung;6) mengauskultasi paru untuk 1)melakukan kolaborasi untuk obat yang
identifikasi ronchi basah halus atau kasar;7) bekerja mengurangi preload: furosemid 40
memonitor efektivitas pemberian terapi mg IV dosis awal dilanjutan pemberian lasix
oksigen; 8) kolaborasi pemeriksaan foto dimulai 3x60 mg IV dilanjutkan
toraks. maintanance lasix 5 mg/jam + dopamin
Pengaturan hemodinamik dengan dosis renal 2,5 mikrogram/kgbb/menit.
aktivitas: 1) memonitor tekanan darah, nadi Kolaborasi obat untuk mengurangi afterload

47
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

dengan pemberian ACE inhibitor ramipril (furosemid); 3) melakukan lakukan


1x10 mg p.o 2) melakukan kolaborasi bila modifikasi diet dengan ahli gizi dalam
ditemukan ronchi basah dengan tekanan pemberian ekstra garam pada makanan yang
sistolik < 90 mmHg dan akral dingin disajikan jika pasien hiponatremia; 4)
diindikasikan pemberian inotropik mengevaluasi tanda hipokalemia akibat
norepineprin 0,1 mikrogram/kgbb/menit diuretik (kelelahan, kelemahan otot,
target MAP > 65 mmHg. (TD: 82/63 parastesia, disritmia) dan melakukan
(MAP=67 mmHg). kolaborasi pemberian penggantian kalium
KCL 25 mEq IV ekstra ; 5) mengevaluasi
2) Kelebihan volume cairan, intervensi tanda hipokalsemia (kesemutan pada jari
yang diimplementasikan adalah manajemen kaki, spasme otot ekstremitas) dan
hipervolemia dengan aktivitas: melakukan kolaborasi pemberian calsium
1)mengevaluasi derajat edema kaki; glukonas 2 gram ekstra; 6) mengevaluasi
2)memonitor status hemodinamik (nadi, tanda hipomagnesemia akibat diuretik (kram
tekanan darah, Mean Atrial Pressure ≥65 kaki, parestesia) dan melakuakan kolaborasi
mmHg); 3) memonitor pola pernapasan pemberian MgSO4 1 gram IV ekstra; 7)
untuk mengetahui adanya gejala edema mengevaluasi tanda hiponatremia akibat
pulmonar (sesak napas, cemas, ortopnea, diuretik (sakit kepala, cemas, kram otot,
takipnea, batuk, napas pendek);4) kelemahan otot, hipervolumia, akral dingin,
mengevaluasi fungsi ginjal tiap 3 hari (BUN, pucat) dan kolaborasi pemberian samsca
kreatinin, dan Egfr); 5) memonitor tanda 1x15 mg p.o tolvaptan 1x30 mg p.o selama
berkurangnya preload (peningkatan urin 5 hari, jika natrium < 125 mEq/L
output, perbaikan suara paru abnormal, dipertimbangkan koreksi menggunakan
penurunan tekanan darah, MAP ≥65); 6) NaCl 3% sesuai indikasi; 8) mengevaluasi
memonitor integritas kulit pasien yang efek samping penggantian terapi elektrolit,
mengalami imobilisasi dengan edema; 7) melakukan kolaborasi pemberian calsium
melakukan perawatan kulit dengan edema glukonas 1gram ekstra dan MgSO4 1 gram
melalui pemberian lotion dan menghindari ekstra selama 5 hari. Kadar Kalium: 3,7
gesekan serta penekanan; 8) melakukan mmol/l setelah dikoreksi dengan KCl 17
evaluasi balance cairan (intake dan output) mEq.
selama 24 jam; 9) melakukan kolaborasi 4) Intoleransi Aktivitas
batasan cairan 1.500cc/24 jam; 10) Pelaksanaan intervensi pada masalah
memberikan posisikan kepala tempat tidur intoleransi aktivitas adalah perawatan
yang tinggi untuk memperbaiki ventilasi; jantung rehabilitasi dengan aktivitas: 1)
11) melakukan konsultasi dengan dokter melatihan aktivitas bertahap sesuai
untuk peningkatan dosis diuretik bila kemampuan pasien seperti duduk diatas
produksi urin <0,5 cc/kgbb/jam; 12) tempat tidur, duduk dengan kaki berjuntai;
memonitor intake dan output selama 24 jam. perpindah dari tempat tidur ke kursi samping
tempat tidur, latihan berdiri, dan berjalan
3) Ketidakseimbangan elektrolit sekitar ruang rawat; 2) mengidentifikasi
Intervensi yang diimplementasikan adanya intoleransi aktivitas (heart rate
adalah manajemen elektrolit: 1) memonitor meningkat 20%, tekanan darah meningkat
kadar elektrolit secara rutin; 2) melakukan 20%, nyeri dada, sesak dan aritmia); 3)
kolaborasi pemberian spironolakton 1x25 memberikan dukungan pasien dan keluarga
mg p.o untuk mempertahankan kadar kalium untuk sembuh dan mampu beradaptasi
karena efek pemberian loop diuretik dengan kondisi saat ini.

48
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

berjuntai, berdiri disamping tempat tidur,


11. Evaluasi Pasien berpindah duduk di kursi, tidak ada
1) Penurunan Curah Jantung perubahan nadi >20% saat melakukan
Sdr A dapat melakukan konservasi aktivitas, tidak ada perubahan tekanan
terhadap masalah penurunan curah jantung sistolik dan diastolik >20% saat melakukan
pada hari rawat ke 43. aktivitas, tidak cepat lelah atau sesak saat
Klinis pasien sesak berkurang, suara aktivitas, tidak ada pucat saat aktivitas,
ronchi basah halus atau kasar berkurang, mampu melakukan aktivitas harian secara
edema kedua kaki berkurang, tidak ada bertahap misalnya makan, ganti baju
episode atrial fibrilasi rapid ventrikel respon, mandiri, bermain hp, tidak ada gambaran
nadi rentang 60-100x/menit, 100-105/49-59 EKG mengancam nyawa saat aktivitas.
mmHg tanpa support inotropik. Produksi
urin rerata 3000-4000 cc/24 jam dengan PEMBAHASAN
intake rerata 1600cc/24. Rerata balance - Masalah penurunan curah jantung
1400 s/d – 2500 cc/24 jam. Fungsi ginjal dengan klinis pasien gangguan preload,
dalam batas normal Egfr 145; kreatinin 0,6 gangguan afterload, irama, dan kontraktilitas
mg/dl; BUN: 17 mg/dl; ureum 35,80 mg/dl. yang ditandai: Gangguan irama: atrial
Pasien mengalami perbaikan dan diijinkan fibrilasi; gangguan preload: edema kaki
pulang dengan terapi digoxin 1x0,125 mg p.; grade II, cepat lelah; murmur; JVP
simarc 1x1 mg p.o; captopril 3x25 mg p.o; meningkat, RVH; gangguan afterload:
ramipril 1x5 mg p.o; lasix 2x80 mg p.o; tekanan darah: 110/63 mmHg, kencing
HCT 1x12,5 mg p.o; concor 1x1,25 mg p.o keluar hanya 600cc/24 jam selama 3 hari,
sesak napas saat istirahat atau aktivitas
2) Kelebihan volume cairan ringan, keringat dingin kadang-kadang;
Klinis awal didapatkan edema kedua gangguan kontraktilitas: rochi halus 1/3
kaki grade II. Kondisi pasien mengalami basal paru kanan kiri, batuk kering, sesak
perbaikan, tidak ada pusing, tidak ada napas bila posisi tidur terlentang, pasien
gelisah, balance cairan -500 sampai - lebih nyaman posisi fowler atau duduk; EF
1000cc/24 jam, ascites berkurang, suara 23%.
ronchi basah halus atau kasar berkurang. Kondisi penurunan curah jantung
Masalah kelebihan volume cairan setelah menyebabkan aktivasi baroreseptor.
dilakukan optimalisasi pemberian diuretik Aktivasi baroreseptor ini menyebabkan
furosemid dosis awal 5 mg/jam sampai dosis aktivasi sistem simpatis. Dampak aktivasi
40 mg/jam dan dopamin dosis renal 2,5 sistem simpatis menyebabkan penurunan
mikrogram/kgbb/menit dengan target perfusi ginjal sehingga terjadi pelepasan
balance -500 cc/24 jam sampai dengan - renin dari aparatus juxtaglomelurar yang
4000cc/24 jam. mampu mengaktifkan angiotensin I
dikonversi menjadi angiotensin II dibantu
3) Ketidakseimbangan elektrolit enzim angiotensin conveting enzyme (ACE).
Masalah ketidakseimbangan elektrolit Angiotensin II ini menyebabkan
akibat pemberian terapi diuretik secara vasokonstriksi sistemik. Aktivasi sistem
mengalami perbaikan. simpatis menstimulasi retensi natrium pada
tubulus proksimal ginjal karena pengeluaran
4) Intoleransi aktivitas aldosteron, vasopresin dan pusat pengatur
Pasien mampu melakukan aktivitas haus di otak (Arrigo et al., 2016; Arrigo &
bertahap duduk, duduk dengan kaki Rudiger, 2017; Eisen, 2016; Lilly, 2016)

49
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

Peningkatan aldosteron menyebabkan gagal jantung. Pemberian furosemid yang


aktivasi reabsorbsi natrium & air pada tidak memberikan efek diuresis maka dapat
tubulus distal dan duktus pengumpul diulang 2 jam kemudian dengan dosis yang
(collecting duct) yang berkontribusi sama atau ditingkatkan. Evaluasi produksi
terhadap ekspansi cairan ekstraseluler, urin setiap jam setelah pemberian furosemid
kongesti sistemik, serta absorbsi air dan (Eisen, 2016; Krisnasari et al., 2021;
natrium di kolon. Selain itu, stimulasi Ponikowski, Piotr et al., 2016)
baroreseptor dan peningkatan angiotensin II Pemberian furosemid ini dikombinasi
menyebabkan pelepasan arginin vasopresin dengan pemberian dosis dopamin 2,5
pada kelenjar pituitari posterior. Hal ini mikro/kgbb/menit. Pemberian furosemid
menyebabkan peningkatan reabsorpsi air di sebagai loop diuretik mampu mengendalikan
tubulus pengumpul yang dapat klinis edema melalui proses menghambat
memperburuk kelebihan volume dan reabsorbsi natrium dalam tubulus ginjal
hiponatremia (Arrigo et al., 2016; Arrigo & sehingga meningkatkan ekskresi natrium
Rudiger, 2017; Eisen, 2016; Lilly, 2016; dan kencing(Oh, 2015; Ponikowski, Piotr et
Ponikowski, Piotr et al., 2016). al., 2016). Dosis rendah 2-5 mikro/kg/menit
Aktivasi sistem saraf simpatis dan merangsang reseptor dopamin di ginjal
RAAS menyebabkan vasokonstriksi dengan meningkatkan diuresis. Kombinasi
sistemik dan peningkatan resistensi vaskular loop diuretik furosemid dan dopamin dosis
sistemik (SVR). Peningkatan SVR renal bekerja maksimal dalam menurunkan
mengakibatkan penurunan volume sekuncup beban preload (Arrigo & Rudiger, 2017;
dan curah jantung pada pasien dengan Krisnasari et al., 2021; Ponikowski, Piotr et
disfungsi sistemik dan regurgitasi mitral al., 2016; Siswanto et al., 2020). Pemberian
dengan dilatasi ventrikel (Arrigo et al., loop diuretik secara kontinue berisiko terjadi
2016; Arrigo & Rudiger, 2017; Eisen, 2016; ketidakseimbangan elektrolit seperti
Krisnasari et al., 2021; Lilly, 2016; Siswanto natrium, kalium dan klorida, maka perlu
et al., 2020). Penurunan curah jantung diberikan diuretik hemat kalium seperti
merupakan suatu kondisi ketidakadekuatan spironolakton (Krisnasari et al., 2021;
pompa jantung untuk mempertahankan Ponikowski, Piotr et al., 2016; Siswanto et
kebutuhan metabolik tubuh dengan tanda al., 2020)
perubahan irama atau rate, gangguan Manajemen kontraktilitas jantung
preload, gangguan afterload, dan dengan pemberian inotropik dan digoksin.
kontraktilitas. Intervensi keperawatan Pemberian digoksin dengan dosis awal 0,5
berfokus pada irama atau rate, gangguan mg pada atrial fibrilasi respon cepat dengan
preload, gangguan afterload, dan rate > 100x/menit dilanjutkan dosis kedua
kontraktilitas(Butcher et al., 2018; Herdman setelah 12 jam pemberian adalah 0,25 mg
et al., 2021). dan maintanance 1x0,125 mg p.o.
Intervensi keperawatan dalam Pemberian digoksin dapat memperbaiki
manajemen beban preload dengan hemodinamik tanpa meningkatakan laju
kolaborasi pemberian diuretik seperti jantung atau penurunan tekanan darah.
furosemid dengan dosis awal 40 mg bolus di Pemberian dobutamin dosis 5-10
IGD, dilanjutkan dengan dosis 15mg/jam mikro/kg/menit untuk memperbaiki
sampai dosis maksimal 40 mg/jam. hipoperfusi. Pemberian dobutamin dosis >5
Pemberian furosemid dosis awal 40 mg IV mikro/kg/menit dapat menurunkan tahanan
di IGD secara perlahan-lahan (1-2 menit) sistemik namun memberikan efek takikardia
untuk meringankan gejala edema paru akibat

50
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

(Krisnasari et al., 2021; Ponikowski, Piotr et menit. Efek samping hipotensi harus
al., 2016; Siswanto et al., 2020). diperhatikan pada pasien dengan fraksi
Sdr. A mengalami episode SVT, ejeksi rendah (Aehlert, 2017; Dowd, 2017;
Pasien diberikan lanoxin 0,5 mg IV ekstra Ponikowski, Piotr et al., 2016; Siswanto et
dan diberikan amiodaron 150 mg IV ekstra. al., 2020)
Tatalaksana awal dengan hemodinamik Pasien tidak diberikan adenosin karena
stabil melalui perangsangan vagus misalnya adenosin dapat merangsang kemoreseptor
pijat sinus karotis, manuver valsava, aorta yang bersifat simpatis yang
tersedak dan membasuh muka dengan air menyebabkan takikardi membahayakan.
dingin atau es. Terapi yang Pemberian adenosin pada kasus SVT perlu
direkomendasikan adalah verapamil, fasilitasi resusitasi (Aehlert, 2017; Dowd,
amiodaron dan adenosin (Hamilton et al., 2017; Ponikowski, Piotr et al., 2016).
2020; Krisnasari et al., 2021; Siswanto et al., Dampak lain pemberian adenosin adalah
2020). Pemberian terapi ekstra amiodaron 40% pasien SVT dengan adenosin
150 mg IV. Amiodaron merupakan deerivat mengalami flushing, sesak napas dan dada
benzofluran sebagai pengobatan aritmia terasa berat, dampak lainnya berupa
ventikular dimana obat lain tidak berespon (bradikardi transien, asistol, AV blok).
atau gagal. Pasien diawali dengan pemberian Penggunaan adenosin juga menyebabkan
lanoxin 0,5 mg IV dengan tujuan atrial fibrilasi sebesar 12% (Aehlert, 2017;
meningkatkan tonus vagus (parasimpatis) Eisen, 2016; Ponikowski, Piotr et al., 2016).
sehingga mampu kontrol laju ventrikel. Pasien tidak diberikan verapamil
Pemberian lanoxin tidak berespon sehingga sebagai antagonis kalsium. Pemberian
diberikan amiodaron (Hamilton et al., 2020) verapamil dapat menyebabkan vasodilatasi
Amiodaron sebagai analog hormon arteriol perifer dan memiliki efek inotropik
tiroid yang memperpanjang masa refrakter negatif. Efek inotropik negatif diikuti
efektif melalui blokade kanal kalium. dengan penurunan resistensi perifer
Amiodaron merupakan obat antiaritmia sehinggan curah jantung tidak mengalami
paling efektif efek teraputiknya pada semua perbaikan. Pemberian verapamil berisiko
jenis aritmia. Amiodaron tidak menurunkan pada disfungsi ventrikel kiri. Pasien sdr. A
kontraktilitas miokard sehingga aman untuk mengalami ADHF sehingga kontraindikasi
diberikan pada pasien gagal jantung (Dowd, untuk pemberian verapamil. Kontraindikasi
2017; Hamilton et al., 2020; Ponikowski, pemberian verapamil adalah pada pasien
Piotr et al., 2016). Penggunaan amiodaron gagal jantung tahap lanjut, AV blok derajat
memiliki efektivitas 60-80% sebagai 2 dan 3 tanpa pacu jantung, disfungsi nodus
antiaritmia pada kasus supraventrikuler SA, takikardia ventrikuler, syok
takikardia dibandingkan antiaritmia lainnya. kardiogenik, hipotensi, dan sindrom WPW
Dosis pemberian amiodaron (Dowd, 2017; Krisnasari et al., 2021;
direkomendasikan 800-1200 mg/hari selama Ponikowski, Piotr et al., 2016; Siswanto et
1-3 minggu. Dosis pemeliharaan 300 al., 2020).
mg/hari dan dititrasi sampai dosis paling Manajemen beban afterload dengan
kecil yang memberikan efek terapeutik. pemberian ACE inhibitor. ACE inhibitor
Pemberian intravena pada kondisi emergensi menurunkan afterload, menurunkan aktivitas
dosis inisial 15 mg/menit selama 10 menit, 1 saraf simpatis, menurunkan sekresi
mg/menit selama 6 jam dan 0,5 mg/menit aldosteron dan sekresi vasopresin.
dalam 18 jam. Pemberian dosis ekstra Pemberian ACE inhibitor dengan dosis awal
intravena dengan dosis 150 mg selama 10 3x6,25 mg seperti captopril, evaluasi ketat

51
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

hemodinamik, dosis dinaikkan bertahap Masalah kelebihan volume cairan


sampai hemodinamik stabil. ACE inhibitor setelah dilakukan optimalisasi pemberian
bisa diganti dengan golongan long acting diuretik furosemid dosis awal 5 mg/jam
seperti ramipril (Krisnasari et al., 2021; sampai dosis 40 mg/jam dan dopamin dosis
Ponikowski, Piotr et al., 2016; Siswanto et renal 2,5 mikrogram/kgbb/menit dengan
al., 2020) target balance -500 cc/24 jam sampai
Sdr. A menjalani perawatan selama dengan -4000cc/24 jam. Klinis pasien:
hampir 2 bulan. Hasil evaluasi penurunan denyut nadi teraba kuat, tekanan darah
curah jantung adalah klinis pasien sesak sistolik 100-105, tekanan darah diastolik 49-
berkurang, suara ronchi basah halus atau 59 mmHg tanpa support inotropik, Mean
kasar berkurang, edema kedua kaki atrial pressure ≥65 mmHg, edema kaki
berkurang, tidak ada episode atrial fibrilasi berkurang, tidak ada pusing, tidak ada
rapid ventrikel respon, nadi rentang 60- gelisah, balance cairan -500 sampai -
100x/menit, 100-105/49-59 mmHg tanpa 1000cc/24 jam, ascites berkurang, suara
support inotropik, nadi 109x/menit ireguler. ronchi basah halus atau kasar berkurang.
Produksi urin rerata 3000-4000 cc/24 jam Klinis Sdr. A terjadi
dengan intake rerata 1600cc/24. Rerata ketidakseimbangan elektrolit akibat
balance -1400 s/d – 2500 cc/24 jam. Fungsi pemberian loop diuretik secara kontinue.
ginjal dalam batas normal Egfr 145; Pemberian loop diuretik secara kontinue
kreatinin 0,6 mg/dl; BUN: 17 mg/dl; ureum berisiko terjadi ketidakseimbangan elektrolit
35,80 mg/dl. Pasien mengalami perbaikan seperti natrium, kalium dan klorida, maka
dan diijinkan pulang dengan terapi digoxin perlu diberikan diuretik hemat kalium
1x0,125 mg p.; simarc 1x1 mg p.o; captopril seperti spironolakton (Eisen, 2016;
3x25 mg p.o; ramipril 1x5 mg p.o; lasix Ponikowski, Piotr et al., 2016; Siswanto et
2x80 mg p.o; HCT 1x12,5 mg p.o; concor al., 2020). Selain itu, Peningkatan aldosteron
1x1,25 mg p.o. menyebabkan aktivasi reabsorbsi natrium &
Klinis pasien kelebihan volume cairan air pada tubulus distal dan duktus
adalah edema kedua kaki, adanya ronchi pengumpul (collecting duct) yang
basah halus pada paru, ascites, berkontribusi terhadap ekspansi cairan
hepatomegalis, dan peningkatan vena ekstraseluler, kongesti sistemik, serta
jugularis. Kelebihan volume cairan ini absorbsi air dan natrium di kolon. Selain itu,
kelebihan intake atau terjadi retensi cairan stimulasi baroreseptor dan peningkatan
akibat gangguan regulasi pompa jantung angiotensin II menyebabkan pelepasan
(Herdman et al., 2021). Formasi edema arginin vasopresin pada kelenjar pituitari
jaringan akibat proses transudasi dari kapiler posterior. Hal ini menyebabkan peningkatan
ke interstitial yang melebihi drainagse reabsorpsi air di tubulus pengumpul yang
maksimal dari sistem limfatik. Transudasi dapat memperburuk kelebihan volume dan
cairan plasma ke dalam insterstitial hiponatremia Peningkatan aldosteron
dikaitkan dengan tekanan hidrostatik dan menyebabkan aktivasi reabsorbsi natrium &
tekanan onkotik kapiler. Peningkatan air pada tubulus distal dan duktus
tekanan hidrostatik disertai penurunan pengumpul (collecting duct) yang
gradien tekanan onkotik yang menyebabkan berkontribusi terhadap ekspansi cairan
pembentukan edema dengan klinis perut rasa ekstraseluler, kongesti sistemik, serta
tidak nyaman, hepatomegali, ascites, dan absorbsi air dan natrium di kolon. Selain itu,
peningkatan tekanan abdomen (Arrigo et al., stimulasi baroreseptor dan peningkatan
2016; Arrigo & Rudiger, 2017). angiotensin II menyebabkan pelepasan

52
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

arginin vasopresin pada kelenjar pituitari konduksi nodus AV dan melambatkan


posterior. Hal ini menyebabkan peningkatan konduksi intra atrial dan intraventrikular.
reabsorpsi air di tubulus pengumpul yang Pemberian magnesium sulfat loading dosis
dapat memperburuk kelebihan volume dan 1-2 gram (5-10 mil dari magnesium 20%)
hiponatremia (Eisen, 2016; Lilly, 2016; diencerkan dalam 50-100cc D5% diberikan
Mullens et al., 2019; Ponikowski, Piotr et selama 5-60 menit IV (Aehlert, 2017;
al., 2016; Siswanto et al., 2020). Siswanto et al., 2020).
Sdr. A mengalami hipokalsemia Pemberian furosemid secara terus
dengan keluhan kram otot dan nyeri-nyeri menerus menyebabkan ketidakseimbangan
otot, penyebab hipocalsemia pada Sdr. A elektrolit meliputi hipkalemia,
karena proses fisiologi penurununan hipomagnesemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia, dan penurunan asupan hiponatremia. Hipokalemia ini disebabkan
kalsium dari makanan. Berdasarkan teori oleh peningkatakan pengeluaran kalium
ketidakseimbangan kalsium ini akibat pengeluaran mineralokortikoid.
menyebabkan gangguan kecepatan Pemberian furosemid dikombinasi dengan
masuknya ion melalui membran sela sarat pemberian digoxin tidak mempengaruhi
dan sel otot sehingan terjadi peningkatan kadar digoxin plasma namun furosemid
eksitabiltas neuromuskuler dengan klinis memicu hipokalemia yang meningkatkan
parestesia, kejang otot dan kram otot. risiko aritmia akibat pemberian digitalis
Dampak hipokalsemia dapat meningkatkan (Mullens et al., 2019; Oh, 2015).
fase plateu jantung, konduksi atrioventikuler Masalah ketidakseimbangan elektrolit
dan intraventrikuler terganggu, dan akibat pemberian terapi diuretik secara
mengganggu kontraktilitas jantung (Banasik berkelanjutan. Selama menjalani perawatan
& Copstead, 2013). di ICU bedah pasien mengalami
Sdr. A juga mengalami ketidakseimbangan elektrolit (ion calsium:
hipomagnesemia dengan keluhan kram otot, 1,07), pasien diberikan calsium glukonas 1
dan kedutan pada otot, penyebab gram. Pelaksanaan intervensi dengan
hipomagnesemia ini disebabkan kolaborasi pemberian samsca 1x15 mg p.o,
penggunakan diuretik, malnutrisi dan diberikan terapi tolvaptan 1x30 mg p.o
malabsorbsi sindrom. Berdasarkan teori ion selama 5 hari, KCL intravena, calsium
magnesium berperan menekan pengeluaran glukonas, dan MgSO4 intravena. Pasien
asetilkolin pada neuromuskular junction. mengalami perbaikan dengan keluhan kram
Hipomagnesemia menyebabkan penurunan tidak ada, pusing tidak ada. Hasil evaluasi
aktivitas enzim yang membantu pompa harian Natrium (Na:132 mmol/l); Kalium
natrium kalium dalam membran sel sehingga 4,1 mmol/l (3,5-5,1 mmol/l); klorida 88
kalium dalam intrasel menurun yang mmol/l (98-109 mmol/l); magnesium 1,9
menyebabkan percepatan aktivitas nodus mg/dl (1,7-2,2 mg/dl). Pasien Sdr. A
sinus, memperpendek periode refratori dan mendapatkan terapi Tolvaptan 1x30 mg p.o
memperpanjang periode refrakter relatif selama 5 hari. Terapi tolvaptan ini
yang menyebabkan aritmia (Banasik, merupakan antagonis vasopresin yang
Jacquelyn & Copstead, 2016) mampu melakukan blok pada arginin
Sdr. A diberikan MgSO4 1 gram vasopresi pada reseptor V2 pada tubulus
ekstra. Pemberian magnesium sulfat ini ginjal. Tolvaptan dapat digunakan pada
untuk koreksi hipomagnesemia. Mekanisme pasien kelebihan cairan dan hiponatremia
kerja magnesium sulfat adalah yang resisten (Mullens et al., 2019).
memperpanjang siklus sinus, melambatkan

53
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

SIMPULAN 106a
1. Asuhan keperawatan pada pasien Arrigo, M., Parissis, J. T., Akiyama, E., &
ADHF dengan pendekatan teori Mebazaa, A. (2016). Understanding
konservasi energy Myra Levine acute heart failure : pathophysiology
didapatkan Tropichognosis konservasi and diagnosis. 18.
energi: Intoleransi aktivitas; dan https://doi.org/10.1093/eurheartj/suw04
integritas structural: penurunan curah 4
jantung, kelebihan volume cairan, dan Arrigo, M., & Rudiger, A. (2017). Acute
resiko ketidakseimbangan elektrolit heart failure : from patho- physiology
2. Berdasarkan hipotesis asuhan to optimal treatment. 20(10), 229–234.
keperawatan pada pasien ADHF dengan Banasik, Jacquelyn, L., & Copstead, L.-E.
pendekatan teori konservasi energy (2016). Pathophysiology (6th ed.).
myar Levine didapatkan pasien mampu Elsevier.
toleransi aktivitas, pompa jantung Butcher, H. K., Bulechek, G. M.,
efektif, volume cairan seimbang, dan Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.
eletrolit seimbang. (2018). Nursing interventions
3. Intervensi yang diterapkan dalam classification (NIC) seventh edition.
asuhan keperawatan pada pasien ADHF Elsevier, 8 Pt 2, 1368.
dengan pendekatan konservasi energy Dowd, F. J. (2017). Antiarrhythmic Drugs.
myra Levine adalah perawatan jantung https://doi.org/10.1016/B978-0-323-
akut; pengaturan hemodinamik, 39307-2.00019-9
manajemen disritmia, manajemen Eisen, H. (2016). Heart Failure A
hipervolemia, manajemen elektrolit, Comprehensive Guide to
terapi aktivitas dan perawatan jantung Pathophysiology and Clinical Care.
rehabilitasi. Springer International Publishing.
4. Hasil evaluasi asuhan keperawatan pada Fawcett, J. C. F. a. (2006). Contemporary
pasien ADHF dengan pendekatan teori Nursing Knowledge Analysis and
konservasi energy myra Levine Evaluation of Nursing Models and
didapatakn pasien mampu melakukan Theories. In Clinical Kinesiology
konservasi terhadap masalah penurunan (Second). F.A. Davis Company.
curah jantung, keseimbangan cairan, Hamilton, D., Nandkeolyar, S., Lan, H.,
keseimbangan elektrolit, dan toleransi Desai, P., Evans, J., Hauschild, C.,
aktivitas. Choksi, D., Abudayyeh, I., Contractor,
T., & Hilliard, A. (2020). Amiodarone:
UCAPAN TERIMAKASIH A Comprehensive Guide for Clinicians.
Ucapan terimakasih ditujukan kepada American Journal of Cardiovascular
Direktur Poltekkes Kemenkes Pontianak, Drugs, 20(6), 549–558.
Direktur RS yang telah memberikan ijin https://doi.org/10.1007/s40256-020-
untuk kegiatan studi kasus. 00401-5
Herdman, H. T., Kamitsuru, S., & Takao
DAFTAR PUSTAKA Lopes, C. (2021). NANDA
Aehlert, B. (2017). ACLS Study Guide (5th International, Inc. nursing diagnoses :
ed.). Elsevier. definitions and classification.
Alligood, M. (2014). Nursing Theorists and Johnson, B. M. (2014). Nursing theory. In
Their Work (8th ed) (S. L. Missouri An Introduction to Theory and
(ed.); 8th ed.). Elsevier. Reasoning in Nursing: Fourth Edition.
https://doi.org/10.5172/conu.2007.24.1.

54
Fakrul Ardiansyah, et. all | Penerapan Konservasi Energi Myra Levine Pasien Acutely
Decompensated Heart Failure (ADHF)

https://doi.org/10.1177/0894318413477 chronic heart failure of the European


210 Society of Cardiology ( ESC )
Krisnasari, I., Kurnianingsih, N., Rohman, Developed with the special
M. S., Satrijo, B., & Rahimah, A. F. contribution. 891–975.
(2021). Heart Science Journal. Heart Potter, P. A., & Perry, A. G. (2017).
Science Journal, 2(March), 25–30. Fundamentals of Nursing (Ninth).
Lewis, S., Dirksen, S., Heitkemper, M., & Elsevier.
Bucher, L. (2014). Medical-Surgical Presiden RI. (2014). Undang-Undang RI
Nursing Assessment and Management No.38 Tahun 2014 Tentang
of Clinical Problems (M. Harding (ed.); Keperawatan. In Departemen
Ninth). Elsevier. Kesehatan RI.
Lilly, L. (2016). Pathophysiology of Heart Siswanto, B., Hersunarti, N., Erwinanto,
Disease A Collaborative Project of Nauli, S., & Lubis, A. (2020). Pedoman
Medical Students and Faculty. In Tatalaksana Gagal Jantung (B.
Postgraduate Medical Journal (6th ed., Siswanto (ed.); Kedua).
Vol. 64, Issue 757). Wolters Kluwer.
https://doi.org/10.1136/pgmj.64.757.91
0-a
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., &
Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (5 ed.). Oxford: Elsevier.
Mullens, W., Damman, K., Harjola, V.,
Mebazaa, A., Rocca, H. B., Martens,
P., Testani, J. M., Tang, W. H. W.,
Orso, F., Rossignol, P., Metra, M.,
Filippatos, G., Seferovic, P. M.,
Ruschitzka, F., & Coats, A. J. (2019).
The use of diuretics in heart failure
with congestion — a position statement
from the Heart Failure Association of
the European Society of Cardiology.
https://doi.org/10.1002/ejhf.1369
Oh, S. W. (2015). Loop Diuretics in Clinical
Practice. 5997, 17–21.
Ponikowski, Piotr, C., Voors, Adriaan,
Stefan D Anker, John G F Cleland, A.
J. S. C., Harjola, Veli-pekka, Volkmar
Falk, Ewa A Jankowska, Petros
Nihoyannopoulo, Burkert Pieske, J. P.
R., Rosano, G. M. C., & Rutten, Frans
H, Victor Aboyans, Stephan
Achenbach, P. E. (2016). 2016 ESC
Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart
failure The Task Force for the
diagnosis and treatment of acute and

55

You might also like