Proposal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam perikanan, baik perikanan air
tawar, air payau, maupun air laut. Gorontalo Utara merupakan salah satu daerah di
Provinsi Gorontalo yang memiliki potensi perikanan dan kelautan yang besar yang
perlu dimanfaatkan secara optimal. Potensi besar yang belum dimanfaatkan tersebut
salah satunya adalah ikan hasil tangkapan samping (HTS). Ikan HTS adalah ikan
yang ikut tertangkap dan memiliki nilai ekonomis rendah. Salah satu ikan HTS yang
belum dimanfaatkan adalah ikan pepetek (Leiognathus sp.).
Ikan pepetek merupakan ikan kecil yang habitatnya di dasar perairan dalam
jumlah yang besar dan biasanya bergerombolan. Ikan ini memiliki ukuran yang kecil
dan memiliki banyak duri sehingga di beberapa negara Asia Tenggara, ikan ini lebih
banyak digunakan untuk tepung ikan, pupuk, ikan asin dan makanan bebek (ternak).
Di Indonesia sendiri, ikan pepetek lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak
dan ikan asin (Nugroho 2006).
Pemanfaatan ikan pepetek olehmasyarakat Gorontalo Utara biasanya dalam
bentuk ikan kering guna memperpanjang masa simpan, untuk mengatasi stok ikan
kering yang melimpah maka perlu dilakukan diversifikasi produk olahan agar banyak
diminati oleh masyarakat dan juga meningkatkan nilai gizi serta member nilai
tambah. Salah satu diversifikasi produk adalah ikan krispi. Ikan krispi merupakan
produk olahan dari ikan mungil segar yang diproses menggunakan penggoreng
hampa sehingga melindungi rusaknya kandungan gizi dan kerasa krispi bila dimakan
(Nurzany 2014)
Ikan krispi sangat banyak beredar dipasaran yang biasanya menggunakan
tepung pelapis dari terigu dan tepung tapioka. Padahal banyak sumber karbohidrat
lokal yang belum dimanfaatkan secara baik, yang dapat dikombinasikan dengan
tepung beras. Sumber karbohidrat lokal yang kurang dimanfaatkan secara baik adalah
ubi jalar.

1
Tanaman ubi jalar mengandung karbohidrat, sebagian karbohidrat terdapat
dalam bentuk pati (Smith dalam Honestin, 2007). Pati yang tersusun atas amilosa
dan amilopektin, merupakan komponen karbohidrat utama pada ubi jalar. Rasio
amilosa dan amilopektin pada ubi jalar cukup bervariasi. Kandungan amilopektin
yang tinggi dan amilosa yang rendah diduga bertanggung jawab terhadap
karakteristik tekstur ubi jalar (Woolfe dalam Rakhman. 2012).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis mencoba
melakukan penelitian dengan memanfaatkan ikan pepetek dan ubi jlar dalam
pembuatan ikan krispi guna meningkatkan nilai gizi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana formulasi ikan pepetek (Leiognathus sp.) krispi menggunakan
tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.) yang berbeda?
2. Bagaimana karakteristik mutu organoleptik, kimia dan kerenyahan ikan
pepetek (Leiognathus sp) krispi yang terpilih?
1.3 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui formulasi ikan pepetek (Leiognathus sp.) krispi menggunakan
tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L.) yang berbeda.
2. Mengetahui karakteristik mutu organoleptik, kimia dan kerenyahan ikan
pepetek (Leiognathus sp) krispi yang terpilih
1.4. manfaat
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang diversifikasi
produk dari ikan hasil tangkapan sampingan dan pangan lokal sehingga menjadi suatu
produk yang dapat memberikan nilai tambah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)
Ikan pepetek merupakan salah satu ikan laut yang memiliki habitat di dasar
perairan (demersal). Ikan ini merupakan ikan hasil tangkapan samping (HTS) atau by
cacth yang memiliki ukuran kecil. Di bawah ini akan disajikan klasifikasi dan
morfologi ikan pepetek, komposisi kimia ikan pepetek dan tepung ikan pepetek
(Nugroho, 2006).
2.1.1. Klasifikasi dan ciri morfologi ikan pepetek (Leiognathus sp.)
Klasifikasi ikan pepetek menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
SubFilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
SubKelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
SubOrdo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Famili : Leiognathidae
Genus : Leiognathus
Spesies: Leiognathus equulus

Gambar 1: Ikan Pepetek (Leiognathus sp.)


Sumber : Nugroho

3
Menurut Peristiwady (2006) ikan dari famili Leiognathidae memiliki ciri-ciri
badan agak pipih sampai sangat pipih, pada kepala bagian atas tengkuk kepala
berduri. Ikan ini memiliki sirip punggung dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9)
dan 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah.
Jari-jari keras ke-2 selalu paling panjang. Badan tertutup sisik dan lingkaran kecil
yang halus.
Ikan peperek umumnya digolongkan ke dalam tiga genus, yakni Gazza,
Leiognathus, dan Secutor. Genus Gazza memiliki ciri-ciri mulut yang dapat
disembulkan ke arah depan dan memiliki gigi-gigi seperti taring. Genus Leiognathus
memiliki mulut datar dan dapat disembulkan ke arah depan atau ke bawah. Pada
mulut tidak terdapat gigi seperti taring. Sementara pada genus Secutor mulut miring,
mulut dapat disembulkan ke arah atas. Pada mulut tidak terdapat gigi seperti taring
(Peristiwady 2006).
Ikan dari famili Leiognathidae terutama hidup di laut tetapi beberapa spesies
hidup di air tawar. Ikan ini biasa hidup di perairan pesisir dangkal dan teluk pasang
surut. Menurut Lamatta (2012) habitat petek regang adalah pada perairan pantai
dengan kedalaman berkisar 3-10 meter dengan bergerombol membentuk kawanan.
Sementara itu, petek calingcing mendiami perairan dangkal sampai kedalaman sekitar
40 meter terutama di bagian dasar.
2.1.2 Komposisi kimia ikan pepetek (Leiognathus sp.)
Ikan pepetek memiliki kandungan kimia yang cukup baik. Kandungan protein
ikan pepetek merupakan bagian yang terbesar setelah air. kandungan protein ikan
pepetek mencapai 13.52% Kandungan kimia ikan pepetek secara lengkap disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan pepetek (Leiognathus sp.)

4
Parameter Kandungan (% bb) Kandungan (% bk)

Kadar air 77.07 -


Kadar abu 4.56 19.88
Kadar protein 13.52 58.96
Kadar lemak 3.95 17.23
Kadar karbohidrat 0.90 3.92
(by defference)
Sumber: Nugroho, 2006
2.2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Ubi jalar merupakan tanaman palawija penting di Indonesia setelah jagung
dan ubi kayu. Kandungan gizi yang cukup baik, umur yang relatif pendek (3-4 bulan)
dengan produksi 10-30 ton/hektar menunjukkan bahwa ubi jalar berpotensi
dikembangkan untuk diversifikasi pangan. Selain itu, ubi jalar termasuk tanaman
yang tinggi daya penyesuaian dirinya terhadap lingkungan yang buruk (Widowati et
al., 2002).
Ubi jalar atau ketela rambat diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli
botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia
Baru, Polinesia, dan Amerika Bagian Tengah. Seorang ahli botani Soviet, Nikolai
Ivanovich Vavilov memastikan daerah sentrum primer daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Amerika Tengah (Rukmana, 1997 dalam Rakhman 2012).
Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di pegunungan dengan
suhu 27oC dan lama penyinaran 11-12 jam perhari (Soemartono, 1984). Pada tahun
1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua
saja yang memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum
menyamai padi dan jagung (Suprapti, 2003).

Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi
2. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku

5
4. Panjang batang tipe tegak: 1 m – 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m- 3m

Gambar 2: Ubi Jalar


Sumber: Nugroho (2006)
2.2.1 Klasifikasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L)
Dalam kedudukan tanaman ubi jalar dalam tatanama (sistematika) menurut
(Sarwono, 2005), tanaman ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
subdivisi : Angiospermae
kelas : Dicotyledoneae,
bangsa : Tubiflorae
famili : Convolvulaceae
genus : Ipomoea
spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam.
Ubi jalar termasuk famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) dan
mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L.) Lam (Rukmana, 1997). Ubi jalar
memiliki jenis yang cukup beragam, terdiri dari jenis lokal, varietas unggul dan klon
harapan (calon varietas unggul). Familinya mencakup 1000 spesies, namun baru
sekitar 142 spesies yang telah diidentifikasi para ahli.
Klasifikasi ubi jalar dapat dilakukan berdasarkan bentuk atau morfologi
tanaman, penampilan dan warna kulit, ketebalan kulit, kandungan getah, reaksi
oksidasi dagingnya, sebaran warna sekunder daging, kadar air dan teksturnya.
Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar berumbi lunak karena
banyak mengandung air dan ubi jalar berumbi keras karena banyak mengandung pati.

6
Umbi ubi jalar dibentuk dari penebalan lapisan luar akar yang dekat dengan batang
dan berada di dalam tanah untuk menyimpan cadangan makanan bagi tanaman
dengan bentuk antara lonjong sampai bulat. Ubi jalar memiliki warna kulit putih
kecoklatan, kuning, jingga dan ungu tua. Sedangkan warna dagingnya putih, krem,
kuning, merah muda dan jingga, tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang
terkandung (Lingga et al., 1986).
2.2.2. Komposisi kimia ubi jalar
Kandungan kimia ubi jalar meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalori, serat,
abu, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, vitamin B1, B2, C, dan asam nikotinat.
Berdasarkan kandungannya ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai tonik dan
menghentikan pendarahan (Astawan dan widiowati, 2006).
Ubi jalar memiliki kandungan air yang cukup tinggi, sehingga bahan kering
yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar sebesar
30%. Ubi jalar memiliki keistimewaan sebagai bahan pangan ditinjau dari nilai
gizinya. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga berfungsi sebagai sumber
vitamin A dan C serta mineral kalium, besi dan fosfor. Namun kadar protein dan
lemaknya relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan
lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004).
Ubi jalar selain mengandung zat gizi di atas, juga mengandung senyawa
karotenoid, yaitu pigmen yang menyebabkan daging umbi berwarna kuning, oranye
hingga jingga. Pigmen ini terdiri dari β-karoten, α-karoten, γ-karoten dan
kriptoxanthin, yang semuanya sebagai provitamin A dan di dalam tubuh manusia
diubah menjadi vitamin A (Widodo dan Ginting, 2004). Komposisi Kimia Ubi Jalar
disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar
No Unsur Gizi Ubi Ungu Ubi Puti Ubi Kuning

7
1 Kalori (kal) 123 123 136
2 Protein (g) 1.8 1.8 1.1
3 Lemak (g) 0.7 0.7 0.4
4 Karbohidrat (g) 27.9 27.9 32.3
5 Air (g) 75 86 -
Sumber : Iriyanti (2012)
2.2.3. Tepung ubi jalar
Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian
kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar
yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dari gaplek ubi jalar
yang dihaluskan dengan tingkat kehalusan 80 mesh (Lies, 2000). Kandungan gizi
tepung ubi jalar disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar per 100 gram
No Parameter (%) Tepung Ubi Tepung Ubi Tepung Ubi
Putih Ungu Orange
1 Kadar air 10.99 6.77 7.28
2 Kadar abu 3.14 4.77 5.31
3 Protein 4.46 4.42 2.79
4 Lemak 1.02 0.91 0.81
5 Karbohidrat 84.83 83.19 83.81
6 Serat 4.44 5.54 4.72
Sumber: Suprapti (2003) dalam Iriyanti(2012)
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode
pengeringan, diantaranya dengan menggunakan bantuan sinar matahari,
menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar, oven dan drum
dryer (Koswara et al., 2003).

Menurut Apriliyanti (2010), proses pembuatan ubi jalar menjaditepung


sebagai berikut.
1) Pilih ubi jalar segar yang tidak lebih dari satu minggu setelah panen.
2) Potong bagian ujung dan pangkal umbinya sekitar 2,0 cm.
3) Kupas kulit umbi dengan pisau atau alat pengupas umbi lainnya.

8
4) Cuci bersih umbi, kemudian potong tipis-tipis atau sawut secara manual atau
menggunakan alat penyawut.
5) Rendam irisan umbi dengan larutan Na-metabisulfit 0,2% selama 15 menit lalu
ditiriskan.
6) Jemur irisan umbi di bawah terik matahari selama 2 hari atau keringkan dengan
alat pengering sederhana dengan suhu maksimal 60ºC selama 32 jam sehingga
irisan atau sawut ubi jalar kering berkadar air sekitar 7%.
7) Giling irisan ubi jalar atau sawut kering.
8) Ayak hasil gilingan dengan ayakan berukuran lubang 0,6-0,4 mm (40-60 mesh).
9) Simpan tepung ubi jalar dalam kantong plastic, toples, atau kalengtertutup yang
tertutup rapat.
10) Tepung ubi jalar dapat di simpan hingga 6 bulan.
2.3 Ikan krispi
Ikan krispi atau yang biasa disebut Baby Fish Chips adalah adalah salah satu
bentuk olahan pangan dari ikan yang dibalut dari tepung. Ikan krispi dapat disajikan
secara cepat, mudah, dan memiliki cita rasa yang tinggi serta renyah (Razi 2004).
Menurut Fellows (2000) ikan krispi dapat disebut juga sebagai makanan
ringan atau snack yang berbahan dasar ikan dan pati dengan penambahan bahan-
bahan lain dan mempunyai tekstur yang renyah Proses pengolahannya adalah dengan
cara digoreng menggunakan minyak yang banyak (deep fat fried) pada suhu tinggi
dalam waktu singkat, sehingga memberikan pengembangan dan kerenyahan pada
produk akhir. Waktu yang dibutuhkan bahan pangan sampai tergoreng matang
tergantung pada: 1) tipe dari bahan pangan; 2) temperatur minyak; 3) metode
penggorengan (dangkal atau dengan minyak tergenang); 4) ketebalan dari bahan
pangan dan; 5) perubahan yang diinginkan dalam mutu makanan.
Kerenyahan merupakan karakteristik dari produk krispi produk dengan nilai
kerenyahan yang tinggi cenderung lebih disukai oleh konsumen. Kerenyahan dapat
didefinisikan sebagai kesan tekstur pada produk makanan yang meninggalkan kesan
rapuh secara teratur (misalnya sangat tiba-tiba dan dengan deformasi atau perubahan
bentuk yang relative kecil) pada saat diberi sedikit tekanan akan mengeluarkan bunyi

9
(Martin et al. 2008). Kerenyahan dari tekstur produk snack ini tergantung dari bahan
tambahan, formulasi dan proses pengolahan yang digunakan. Menurut Varela et al.
(2008) pelapisan bahan (coating) pada snack mengurangi dehidrasi, membantu
pencoklatan, serta memperbaiki tekstur produk menjadi lebih renyah.
2.3.1 Bahan Pengolahan Ikan Krispi
1) Bahan pelapis (battered)
Dalam pembuatan produk krispy, biasanya menggunakan tepung sebagai
bahan pelapis untuk memperoleh produk yang garing dan renyah. Batter atau coating
pada produk gorengan akan memperkaya flavor, tekstur dan penampakan serta
berperan sebagai pelindung dari penyerapan minyak yang berlebihan pada saat
penggorengan (Chien et al. 2008)
Tepung dalam makanan ringan merupakan bahan tambahan fungsional untuk
memberikan hasil akhir sesuai yang diinginkan seperti peningkatan pengembangan,
meningkatkan kerenyahan, mengurangi penyerapan minyak yang keseluruhannnya
akan meningkatkan kualitas produk tersebut (Sajilata dan Singhal 2005). Pati
merupakan komponen utama yang terdapat dalam tepung. Pati merupakan
homopolimer D-glukosa dengan ikatan α-glikosidik, dan ditemukan sebagai
karbohidrat simpanan pada tanaman. Pati terdapat sebagai granula dengan ukuran dan
karakteristik yang berbeda untuk masing-masing tanaman (Copeland et al. 2009).

2) Bahan pengembang/perenyah
Bahan pengembang/perenyah dalam produk pangan dikategorikan sebagai
bahan tambahan makanan. Bahan tambahan makanan dapat diartikan sebagai
senyawa kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk membantu dalam
proses pengolahan, bertindak sebagai pengganti, atau untuk memperbaiki kualitas
makanan (deMan 1999). Bahan perenyah merupakan bahan yang mereduksi
kecenderungan masing-masing partikel pada bahan pangan untuk menempel satu
sama lain, dan digunakan untuk memberikan kerenyahan pada produk makanan.

10
Bahan yang tidak larut dalam air, suhu glass transitionnya tinggi dan memiliki
kestabilan yang baik dapat bersifat sebagai crisping angent misalnya dekstrin dan
serat selulosa. Kalsium karbonat dapat juga digunakan sebagai bahan perenyah pada
produk gorengan (Chen et al. 2008).
Natrium bikarbonat (soda kue) pada produk makanan biasanya ditambahkan
sebagai pengembang dan perenyah, sedangkan pada produk minuman natrium
bikarbonat bersifat sebagai bahan pengatur keasaman. Pengembangan pada produk
terjadi karena adanya reaksi dari natrium bikarbonat membentuk gas dalam adonan.
Selama proses pemanasan, volume gas bersama dengan uap air ikut terperangkap
dalam adonan sehingga mengembang (Winarno 2008). Persyaratan standar batas
maksimum penggunaan natrium bikarbonat pada makanan adalah 50 g/kg atau 5%
(SNI 1995).
3) Bumbu
Bumbu adalah bahan makanan yang ditambahkan dengan tujuan untuk
memberikan rasa pada makanan sehingga menambah cita rasa. Aplikasi bumbu bisa
melalui adonan maupun melalui pelapisan di bagian luar produk (Arintorini 2002).
Bumbu yang digunakan dalam proses pembuatan ikan krispi yaitu bawang putih,
garam, merica, lada (Koswara, 2009).

2.3.2 Proses pengolahan


Adapun proses pembuatan ikan krispi menurut menurut Razi (2014) yaitu:
1. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan nila yang berukuran kecil atau ikan
balita. Ukuran ikan ini sebesar kelingking yang digoreng kering sehingga sehingga
bisa dimakan beserta tulang-tulangnya. Ikan nila balita ini dipilih karena produk
makanan bercita rasa lezat, renyah dan sehat yang dapat mencukupi kebutuhan akan
kalsium pada tulang (Razi, 2014).
2. Pencucian

11
Dalam proses pencucian, ikan dicuci dalam bak yang berisi air mengalir.
Pencucian bertujuan untuk untuk menghilangkan kotoran dan lendir. Cara pencucian
yang baik adalah menggunakan air dingin bersuhu <5oC dan bersih serta air mengalir
untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku ( suseno, 2008).
3. Penyiapan bumbu
Dalam tahap penyiapan bumbu menggunakan bumbu dasar tepung tapioka,
tepung beras, telur, bawang putih yang sudah dihaluskan, garam. Bumbu dimasukan
kedalam wadah atau baskom lalu ditambahkan air sedikit agar dapat tercampur
merata, setelah itu diaduk menggunakan sendok hingga rata dan tidak ada yang
menggumpal. Karena penggumpalan akan mempengaruhi kerenyahan dan rasa ikan
krispy (Permadi dan Dharmayanti, 2011).
4. Pencampuran bahan baku dengan bumbu
Proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk ikan dengan bumbu
yang sudah disiapkan. Proses pengadukan ini berperan sangat penting , karena proses
pengadukan lumatan ikan dengan bumbu dilakukan dengan tujuan membuat rasa dan
kerenyahan produk ikan krispi yang dihasilkan merata (Asosiasi Pemandu Wirausaha
Indonesia, 2015).

5. Penggorengan
Proses penggorengan dilakukan dengan suhu berkisar antara 130oC -145oC
selama kurang lebih 45 menit. Suhu selalu dijaga selama proses penggorengan.
Apabila terlalu panas akan mengakibatkan warna produk ikan krispi yang dihasilkan
kurang menarik. Ikan krispi yang telah matang ditandai dengan warna keemasan dan
tekstur pengeras tanpa kembali mengempes (APWI, 2015).
2.4 Karakteristik Ikan Krispi
a. Karakteristik Organoleptik
Secara umum sifat fisik berhubungan erat dengan sifat organoleptik produk,
beberapa sifat fisik dapat diukur secara organoleptik maupun secara objektif.misalnya

12
rasa manis dengan kadar gula. Sifat mutu organoleptik diklasifikasikan menjadi
beberapa golongan yaitu ;
a) Kenampakan
Penampakan merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi kesukaan
panelis secara umum. Pada umumnya konsumen memilih produk makanan yang
memiliki penampakan menarik. Bila kesan penampakan produk baik atau disukai,
akan menjadikan daya tarik yang kuat bagi konsumen untuk menilai parameter lain
seperti aroma, rasa dan tekstur. Ditambahkan pula bahwa tingkat penerimaan
konsumen terhadap penampakan suatu produk bukan hanya dilihat dari warna, akan
tetapi bentuk dan keseragaman ukuran secara visual juga berpengaruh (Kilcast 2004).
Pencoklatan pada produk chips merupakan hal yang ada kaitannya dengan
penampakan dan flavor sesuai dengan tradisi dan penerimaan konsumen, akan tetapi
prosesnya harus dikendalikan untuk mencegah reaksi pencoklatan yang berlebihan
(Yusuf 2011)).
b) Tekstur
Tekstur merupakan bagian penting dari mutu makanan. Ciri yang sering
menjadi acuan adalah kerenyahan dan kandungan air. Pada proses penggorengan akan
terjadi pembentukan kulit pada produk sehingga menghasilkan tekstur yang kering.
Kerenyahan dari produk gorengan yang dibalut (battered) terjadi karena perpindahan
panas dari media ke bahan, juga disebabkan adanya reaksi pengembangan pati pada
proses gelatinisasi selama pemasakan (Aswar, 1995). Kerenyahan merupakan
karakteristik tekstur produk chips, produk dengan nilai kerenyahan yang tinggi
cenderung lebih disukai oleh konsumen (Varela et al 2008).
c) Aroma
Aroma makanan umumnya menentukan kelezatan bahan makanan dan banyak
berhubungan dengan indra penciuman. Bau sedap pada ikan krispi biasanya
dipengaruhi oleh bahan tambahan. Menurut Joko (2008), aroma merica (lada)
ditambahkan pada produk olahan daging sebagai penyedap rasa,karena rasa yang
pedas dan aromanya yang khas. Rasa

13
Rasa adalah penilaian indrawi yang menggunakan indra pengecap atau lidah.
Rasa juga merupakan salah satu faktor mutu yang dapat mempengaruhi suatu produk
pangan. Penginderaan cicipan atau rasa dapat dibagi menjadi empat cicipan
utamayaitu asin, asam, manis, pahit (Winarno, 2008).
a. Karakteristik kimia
1) Kadar air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi kenampakan, tekstur, serta citarasa makanan. Kandungan air dalam
bahan makanan ikut menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya tahan bahan
tersebut (Winarno, 1997). Hasil penelitian Agustia (2009) yang menggunakan tepung
gandum dan maizena dan kosentrasi karagenan pada kentang krispi kadar airnya
menurun. Semua produk krispi mengandung air yang cukup rendah, karena air dapat
mempengaruhi tekstur pada produk tersebut.
2) Kadar lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
manusia, minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan
dengan kadar yang berbeda-beda.

3) Kadar protein
Protein merupakan komponen gizi yang cukup penting bagi manusia.
Keberadaan protein dalam bahan pangan akan memepngaruhi pola konsumsi gizi
seimbang. Sehingga perlu diketahui kadar protein dalam suatu bahan pangan untuk
dapat menghitung kecukupan gizinya jika mengkonsumsi bahan pangan tersebut.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan
N yang tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1992).
4) Kadar abu
Kadar abu menggambarkan jumlah kotor zat anorganik yang terdapat di dalam
produk pangan. Pangan disusun oleh bahan organik sebesar 96% organik dan air,
sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat

14
anorganik atau kadar abu karena dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik
akan terbakar habis, sedangkan bahan anorganik tidak, itulah sebabnya disebut
dengan abu (Winarno, 2002).
Persyaratan mutu makanan ringan yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2886-
2000 dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut SNI 01-2886-2000 (2000), makanan ringan
ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku
tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses
penggorengan. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)


No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan - Normal
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna
2 Kadar air % b/b Maks.4
3 Kadar lemak
3.1 Tanpa proses penggorengan % b/b Maks.30
3.2 Dengan proses % b/b Maks.38
penggorengan
4 Kadar silikat % b/b Maks.0,1
5 Bahan tambahan makanan Sesuai SNI 01-
5.1 Pemanisbuatan - 0222-1995

15
dan Permenkes
no.722/Menkes/Per/
IX/1988
5.2 Pewarna - s.d.a.
6. Cemaran logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10
6.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 40
6.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05

7 Arsen (As) mg/g Maks. 0,5


8 Cemaran mikroba
Angka Lempeng Total koloni/g maks. 1,0 x 104
Kapang koloni/g maks. 50
E. coli APM/g negative
Ket: SNI 01-2886-2000 (2000)
(SNI 01-2886-2000)

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April Tahun
2017 di Kota Gorontalo Propinsi Gorontalo. Pengujian organoleptik akan
dilaksanakan di Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, sedangkan untuk Pengujian
sampel dilakukan di Laboratorium Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan produk ikan krispi terdiri dari:
timbangan, piring, loyang plastik, deep fryer, ayakan tepung, sendok. Peralatan untuk
analisis kimia terdiri dari: neraca analitik, oven, tanur, desikator, labu kjeldhal,
soxhlet, buret, thermometer, cawan porselen, spektrofotometer tipe Spektronic 200,
perangkat kromatografi gas Shimadzu seri C118047 00336, kertas saring, inkubator,

16
shaker, serta peralatan gelas lainnya. Analisis fisik menggunakan lembar kuisioner
untuk organoleptik.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan produk ikan krispi terdiri dari: ikan
pepetek yang diperoleh dari Gorontalo utara, tepung beras, tepung ubi jalar, telur,
natrium bikarbonat (soda kue), garam, bawang putih, bubuk lada, bubuk ketumbar,
dan minyak goreng. Bahan yang digunakan untuk analisis pengujian mutu dari krispi
antara lain: aquades, H2SO4, HCl, NaOH, CuSO4, asam borat, indikator Brom cresol
green-methyl red, selenium, NaCl, Na2SO4, metil ester, heksan, asam asetat,
malonaldehid, dan asam thiobarbiturat

17
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penelitian Pendahuluan
1) Tahap Penepungan
Bahan baku ubi jalar berasal dari pasar tradisional di Gorontalo uatara. Dalam
pembuatan tepung ubi jalar dikupas menggunakan pisau kemudian dicuci bersih. Ubi
yang telah dicuci bersih lalu dipotong tipis dengan ketebalan 3-5 mm selanjutnya
dijemur sampai benar-benar kering, kemudian digiling sampai halus. Tepung ubi jalar
kemudian diayak untuk memisahkan bagian-bagian ubi jalar yang masih kasar
menggunakan ayakan sehingga diperoleh tepung ubi jalar yang butirannya halus.
Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.

Ubi Jalar

Pengupasan kulit

Pencucian

Pengirisan ketebalan 3-5 mm

* Pengeringan dengan matahari

Penghalusan / penggilingan
dengan Hammer mill

Pengayakan dengan ayakan


tepung

Tepung Ubi Jalar

Gamabar 3. Diagram alir proses pembuatan tepung ubi jalar putih


Sumber : Koswara et al., 2003).
Ket* : yang dimodifikasi
2) Tahap Formulasi

18
Tahap ini merupakan penelitian pendahuluan untuk memperoleh formula
tepung ikan krispi terbaik sebelum dilanjutkan pada penelitian utama. Pada tahap
formulasi ini dibuat 2 jenis formula tepung sebagai bahan pelapis (battered), formula
tersebut terdiri dari kombinasi 2 jenis tepung dengan perbandingan yang berbeda.
Tepung yang digunakan adalah tepung beras, dan tepung ubi jalar. Pada masing-
masing formula tersebut ditambahkan perenyah natrium bikarbonat (soda kue)
dengan konsentrasi 5 % . Komposisi bumbu dalam pembuatan ikan krispi mengacu
pada komposisi penelitian terdahulu oleh Yusuf (2011) yang mengalami modifikasi
pada bagian bahan yang digunakan. Bumbu yang digunakan adalah bawang putih,
garam, lada dan ketumbar.selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Komposisi bahan dan bumbu pada penelitian pendahuluan

Jumlah bahan (gr)


Formula Tepung Perenyah Bawang
Ketumbar Lada Garam
Beras *ubi jalar (Soda Kue) putih
A 100 25 5 5 4 4 5
B 100 50 5 5 4 4 5
C 100 75 5 5 4 4 5
Ket *: yang dimodifikasi
Sumber : Yusuf (2011)

* Tepung
Beras dan ubi jalar
Bumbu-bumbu
Perenyah bawang putih, lada,
(soda kue) Pencampuran
garam,ketumbar

Tepung pelapis
(battered)

Gambar 4. Alur pembuatan formula tepung pelapis ikan crispy


ket *: Telah dimodifikasi
3) Tahap Pembuatan Ikan Krispi

19
Pembuatan ikan krispi diawali dengan menyiapkan semua bahan yang
digunakan. Ikan dicuci bersih menggunakan air mengalir, kemudian dilakukan
pemasakan awal selanjutnya dilapisi dengan telur dan dibaluti dengan tepung pelapis
(battered)., setelah dilapisi dengan tepung, ikan kemudian digoreng menggunakan
deep fryer sampai matang. Diagram alir pembuatan ikan pepetek krispi dapat dilihat
pada gambar 5.

*Ikan pepetek

Pembersihan kemudian ditiriskan

*Pemasakan pendahuluan

Pelapisan dengan telur

Pelapisan (battered)
dengan tepung

Penggorengan

Crispy ikan pepetek

Gambar 5 Alur pembuatan ikan pepetek krispi.


Sumber : Yusuf (2011)
ket *: Telah dimodifikasi

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perkiraan komposisi


tepung ubi jalar sehingga menghasilkan produk ikan krispi yang baik dari segi
organoleptik. Percobaan awal dilakukan dengan menggunakan tepung beras dan
tepung ubi jalar dengan perbndingan 100:80, 100:75, 100:50 (gram). Semua

20
perlakuan menghasilkan tekstur yang sama tidak renyah hal ini diduga disebabkan
oleh tepung dengan kosentrasi yang berlebihan, sehingga dilakukan formulasi ulang
dengan perbandingan tepung beras dengan tepung ubi jalar 100:75, 100:50, 100:25.
Berdasarkan hasil uji organoleptik hedonik menunjukkan bahwa penggunaan
tepung ubi jalar 25% menghasilkan kenampakan agak kuning kecoklatan, dan tekstur
agak renyah, sedangkan 50% dan 75% menghasilkan kenampakan agak kecoklatan
dan tekstur kurang renyah.
3.3.2 Penelitian Utama
Atas dasar pertimbangan dari hasil penelitian pendahuluan, maka dilanjutkan
dengan pembuatan ikan krispi dengan 2 kombinasi tepung beras dan tepung ubi jalar
100: 15, 100: 25, 100: 30,lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Bahan dan bumbu pembuatan ikan krispi Penelitian utama
Presentase Bahan
Bahan Penyusun
A B C
Tepung Ubi Jalar 15 g 25 g 30 g
Tepung Beras 100 g 100 g 100 g
Perenyah 5g 5g 5g
Bawang putih 5g 5g 5g
Ketumbar 4g 4g 4g
Lada 4g 4g 4g
Garam 5g 5g 5g
Minyak Goreng Sesuai kebutuhan

Tepung beras dan


ubi jalar

Bawang putih,
Perenyah Pencampuran ketumbar, garam,
lada

Formulasi tepung beras dan tepung ubi jalar yaitu :


A: (100 g: 15 g), B: (100 g : 25 g), C: 100 g : 30 g).
21

Proses Pembuatan ikan krispy Pembersihan ikan Pelumuran telur


Keterangan:

= Produk/bahan baku = Pengujian/Analisis


= Proses = Hasil analisis
= Perlakuan
Gambar 5. Diagram alir penelitian utama

3.4 Prosedur Pengujian


3.4.1 Uji Organoleptik Hedonik
Pengujian yang dilakukan pada tahap formulasi adalah Uji organoleptik
kesukaan (hedonik) sesuai BSN (2006a). Uji organoleptik kesukaan (hedonik)
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk
melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk krispi ikan pepetek. Menurut
Winarno (1992), penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada

22
beberapa faktor diantaranya cita rasa, bau, kenampakan, warna, tekstur, aroma, dan
nilai gizinya.
3.4.2 Analisis Proksimat
1) Analisis kadar air (BSN, 2006b)
Analisis kadar air dilakukan dengan melakukan persiapan awal adalah
mengkondisikan oven yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil.
Selanjutnya cawan kosong dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu,
cawan kosong dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai
suhu ruang dan bobot cawan kosong ditimbang (A). Sampel dihaluskan kemudian
ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan (B). Cawan yang telah
berisi sampel, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105° C
selama 4 jam. Selanjutnya mengeluarkan cawan dengan menggunakan alat penjepit
dan memasukkan cawan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan
ditimbang (C). Pengujian dilakukan minimal dua kali.
B −C
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟(%) = x 100 %
B −A

Keterangan :
A: berat cawan dinyatakan dalam gram
B: berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C: berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram

2) Analisis Kadar Abu (BSN, 2006c)


Analisis kadar abu dilakukan dengan mengunakan metode gravimetri.
Tahapan awal dimulai dengan memasukkan sampel pada cawan porselin kosong ke
dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap sampai
mencapai suhu 550°C, suhu tungku pengabuan dipertahankan pada suhu 550°C ±
5°C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh abu berwarna
putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40°C,
dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan penjepit. Cawan porselin

23
kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum berwarna
putih, harus dilakukan pengabuan kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali,
abu dibasahi dengan aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan
hot plate. Proses pengabuan selanjutnya dilakukan kembali dan dilakukan minimal
duplo (dua kali).

3) Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (BSN, 2006d)


Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang kemudian, lipat-lipat dan
dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan 2 buah
tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H2SO4 pekat (95%-97%), serta 3 ml
H2O2 secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit dalam ruang
asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410°C selama 2 jam atau sampai larutan
jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian didiamkan hingga mencapai
suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml aquades. Tahap destilasi dilakukan
dengan cara menyiapkan penampung hasil destilasi, berupa erlenmeyer yang telah
berisi 25 ml larutan H3BO3 4% dan indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil
destruksi, kemudian labu dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium
hidroksida-thiosulfat sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan
destilasi. Destilat yang dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga
volume mencapai minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning).
Tahap berikutnya adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang
sudah distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral.
Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan
minimal duplo (dua kali).

N(%) = (ml HCl – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100% mg sampel

Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25)

24
4) Analisis Kadar Lemak (BSN, 2006e)
Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A). Sampel
yang digunakan yaitu sebanyak 2 g (B). Sampel dimasukkan ke dalam selongsong
lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut kloroform sebanyak
150 ml dan selongsong lemak yang dibungkus dengan kertas saring ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan ditambahkan petroleum eter. Pemasangan rangkaian alat soxhlet
harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60°C selama 8 jam.
Setelah tahap ekstraksi dilakukan, selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak
dan kloroform dalam labu takar sampai kering. Labu takar yang berisi lemak
selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105°C selama 2 jam untuk
menghilangkan sisa kloroform dan uap air. Labu dan lemak dikeluarkan dari oven,
dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak
(C) ditimbang sampai didapatkan berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal
duplo (dua kali).
C−A
Lemak % = 𝑥 100 𝑔
𝐵

Keterangan:
A : Berat labu takar kosong (g)
B : Berat contoh (g)
C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (g)
5) Analisis Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997)
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan
kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.
Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar
karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% karbohidrat = 100 % - (kadar air + kadar protein + kadar abu + kadar
lemak) %

3.4.3 Analisis kerenyahan (Texture analyzer TA-XT21)


Analisis tekstur terutama berkaitan dengan pengukuran sifat mekanik produk,
sering produk makanan, yang berkaitan dengan sifat sensori terdeteksi oleh manusia.

25
lima puluh tahun penelitian tekstur telah mengembangkan Aset definisi yang
berkaitan dengan propertis sensorik dari produk untuk sifat berperan yang dapat
caculate dari hasil tes analisis profil tekstur dua siklus. analisis tekstur melakukan tes
ini dengan menerapkan kekuatan dikendalikan untuk poduct dan merekam respon
dalam bentuk kekuatan, deformatian dan waktu.
Pengujian kerenyahan dilakukan menggunakan texture analyzer TA-XT21.
Aksesoris yang digunakan untuk mengukur kerenyahan dan kekerasan tekstur berupa
probe berbentuk pisau pemotong yang sesuai untuk produk snack. Sampel ditekan
dengan probe hingga terpotong dan menghasilkan kurva yang menunjukkan profil
tekstur. Nilai kerenyahan (gf) dilihat dari puncak pertama yang signifikan pada kurva,
sedangkan nilai kekerasan (gf) dilihat dari puncak maksimum pada kurva (Yusuf, 2011)
3.4.4 Uji Organoleptik Mutu Hedonik
Pengujian yang dilakukan pada tahap karakterisasi adalah uji mutu hedonik
(BSN, 2006b). Uji mutu hedonik adalah uji hedonik yang lebih spesifik untuk jenis
mutu tertentu. Uji mutu hedonik dilakukan setelah mendapatkan produk terpilih dari
uji hedonik pada tahap formulasi. Uji mutu hedonik bertujuan mengetahui respon
terhadap sifat-sifat produk yang lebih spesifik. Uji mutu hedonik yang dilakukan
menggunakan 4 kriteria sebagai parameter penilaian yaitu kenampakan, bau, rasa dan
tekstur produk ikan krispi terpilih.
3.5 Analisis Data
1) Analisis Data Organoleptik
Uji organoleptik hedonik dilakukan berdasarkan pada score sheet hedonik.
Data berupa hasil penilaian panelis yang diperoleh dari uji organoleptik hedonik
dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-
Wallis (Walpole, 1993). Uji Kruskal-Wallis adalah uji nonparametrik yang digunakan
untuk membandingkan tiga atau lebih kelompok data sampel, dikembangkan oleh
Kruskal dan Wallis. Pengolahan data organoleptik hedonic dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science serie 16 (SPSS
16). Rumus uji Kruskal-Wallis sebagai berikut:
12 𝑅𝑖2
∑𝑘
𝑖 − 3 (𝑛+1)
𝑛 (𝑛+1) 𝑛𝑖
H= 𝑇
1− 3
𝑛 − 𝑛26
Dimana: T = (t – 1) (t + 1)
Keterangan : ni : Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke – i
Ri : Jumlah rangking dalam contoh ke – i
n : Jumlah total data
T : Koreksi nilai yang sama
H : H hitung
Jika hasil analisis diperoleh hasil yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis.
Persamaan uji Duncan adalah sebagai berikut.

𝑧∝ 𝑁(𝑁+1) 1 1
[Ri-Rj]< > √ [ + ]
𝑘(𝑘−1) 12 𝑛𝑖 𝑛𝑗

Keterangan: Ri: rata-rata rangking dalam perlakuan ke-i


Rj: rata-rata rangking dalam perlakuan ke-j
N: banyaknya data
K: banyaknya perlakuan
ni: jumlah data perlakuan ke-i
nj: jumlah data perlakuan ke-j

2) Analisis Data Kimia crispy dengan Metode RAL


Data yang diperoleh dari uji kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak, serat kasar dan karbohidrat) selanjutnya dianalisis menggunakan metode RAL
satu faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Analisis data ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan mutu kimiawi produk krispi ikan. Faktor tunggal dalam hal
ini adalah perlakuan dengan komposisi tepung ubi jalar yang berbeda 15, 25, 30 pada
pembuatan krispi Ikan. Secara matematis, RAL dirumuskan dengan persamaan
sebagai berikut.

27
𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝐴𝑖𝑗 + 𝜀

Keterangan
𝑌𝑖𝑗 = Nilai hasil pengamatan pada perlakuan ke i ulangan ke j
𝜇 = Rata-rata nilai perlakuan
𝐴𝑖𝑗 = Pengaruh perbedaan komposisi daging ikan dan tepung sagu
ε = Faktor kesalahan (galat/error)
Apabila hasilnya berbeda nyata, maka selanjutnya diuji lanjut dengan
menggunakan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak Statistical Package For Social Science 16 (SPSS 16) pada komputer.
3) Penentuan Produk crispy ikan Terpilih
Penentuan produk terpilih ikan krispi pepetek menggunakan indeks
kepentingan yaitu metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang
digunakan untuk melakukan analisis dengan pengambilan keputusan terbaik dari
sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal.
Pengambilan keputusan yang optimal tercapai bila mempertimbangkan berbagai
kriteria (Marimin, 2004). Rumus metode Bayes yang digunakan yaitu sebagai berikut:
𝑚
Total nilai i = ∑ 𝑗=𝑖 (Kritj)

Keterangan:
Total nilai i = Totalnilai akhir dari alternatif ke-i
Nilai ij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Kritj = Tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i = 1,2,3,....,n;n = Jumlah alternatif
j = 1,2,3,....,m;m = Jumlah kriteria

Hasil perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam


pemilihan ikan krispi terbaik. Pemilihan ikan krispi terbaik dengan uji indeks kinerja
didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang
diberi bobot meliputi karakteristik organoleptik hedonik (tekstur, aroma, warna, dan
rasa) dan karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar
lemak, dan kadar abu). Nilai kepentingan masing-masing parameter yang digunakan
terdiri dari 5 nilai numerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang

28
penting, 3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Bobot
dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan
nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil
penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks
tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks
merupakan nilai bobot dalam metode Bayes. Karakteristik dan nilai kepentingan dari
ikan pepetek krispi dengan perbandingan tepung ubi jalar disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter ikan krispydengan


pertimbangan parameter fisik dan sensori.
Nilai
No Parameter Dasar Petimbangan Kepentingan
Kepentingan
1 Kerenyahan Penilaian terhadap kerenyahan ikan krispy 5
sangat dipengaruhi oleh formulasi tepung
serta teknik penggorengannya.
Pelapisan ikan dengan tepung dapat
meningkatkan kerenyahan, dan dapat
mereduksi penyerapan minyak yang berlebih
(Yusuf, 2011)
2 Rasa Rasa memegang peranan sangat penting 5
pada produk baru karena dengan adanya
penambahan tepung ubi jalar menghasilkan
rasa yang berbeda.
Rasa yang kurang enak tidak akan diterima
oleh konsumen walaupun atribut lainnya
baik (Winarno 2002).
3 Tekstur penambahan tepung dapat menghasilkan 5
tekstur yang berbeda pada ikan krispy.
Tekstur adalah penginderaan yang
dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan.
Ciri yang sering dijadikan acuan adalah

29
kekerasan, kekohesifan dan kandungan air
(deMan, 1997).
4 Kadar air Peningkatan kadar air dapat menyebabkan 5
ikan krispi menjadi lunak . Air dapat
mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita
rasa bahan makanan. Semakin rendah kadar
air, semakin lambat pertumbuhan mikroba
sehingga bahan pangan tersebut dapat tahan
lama (Winarno 1997).
6 Protein Protein merupakan zat makanan yang sangat 4
penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai
bahan bakar, zat pembangun dan pengatur.
Muchtadi dkk (1988) menyatakan bahwa
ikatan saling silang antara pati dan protein
merupakan ikatan ionik dan kovalen
sehingga membentuk tekstur yang kuat,
sedangkan gelatinisasi pati tanpa adanya
protein membentuk jembatan hidrogen yang
lebih ikatannya lebih lemah dan berakibat
pda tekstur yang lebih lunak (Hardoko,
1994).

6 Lemak Lemak merupakan salah satu unsur yang 4


penting pada produk ikan krispi, karena
lemak berfungsi untuk memperbaiki bentuk
dan struktur fisik, serta memberikan citarasa
yang gurih.
7 Karbohidrat Karbohidrat mempunyai peranan penting 4
dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan
lain-lain. Kadar karbohidrat merupakan
komponen penyusun terbesar setelah protein
(Winarno 2008). Penambahan pati dalam
pembuatan ikan krispi berfungsi untuk
mengikat air dan memperbaiki tekstur.
8 Kadar abu Sebagian besar bahan makanan (96 %) 3
terdiri dari bahan organik dan air. Dalam
proses pembakaran sampai suhu 600°C
bahan organik mudah terbakar, sedangkan
zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik
yang tidak terbakar disebut abu. Abu yang
terbentuk berwarna abu-abu, berpartikel
halus dan mudah dilarutkan (Winarno 1997).
9 Kenampakan Kenampakan merupakan sifat sensoris yang 3
pertama kali dilihat oleh konsumen. Salah

30
satu faktor yang mempengaruhi penilaian
panelis terhadap parameter adalah
kenampakan ikan krispy yang baik.
10 Aroma Aroma makanan dapat menentukan rasa 3
enak pada makanan tersebut. Dengan
pembauan, manusia dapat mengenal enak
atau tidaknya suatu makanan yang belum
terlihat hanya dengan mencium bau
makanan tersebut dari jarak jauh (Soekarto,
1985). Aroma ikan krispi dipengaruhi oleh
bumbu-bumbu yang ditambahkan.

4) Analisis Data Mutu Hedonik ikan krispy Terpilih


Data hasil penilaian organoleptik mutu hedonik krispi terpilih selanjutnya
dianalisis secara kualitatif deskriptif. Subana dan Sudrajat (2009) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif yang sifatnya deskriptif, data yang dianalisis berupa deskripsi
dari gejala-gejala yang diamati. Analisis data kualitatif deskriptif bersifat
menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,
dan fenomena yang terjadi dan menyajikan data apa adanya. Data yang dianalisis
secara dekriptif meliputi sikap dan pandangan panelis terhadap kenampakan, aroma,
rasa dan tekstur.

31
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Pemandu Wira usaha Indonesia. 2015. Teknologi Pengolahan Ikan Lele.
http:/www.apwi-pwu.com. Diakses pada 1 November 2016.

Astawan, M. dan S. Widowati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi
Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsional. Laporan Penelitian
RUSNAS, Bogor.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat (SNI 01-
2886-2000) Standar Nasional Indonesia. Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional, 2006a. Standar Nasional Indonesia: SNI 01-23462006,


Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori: Badan Standarisasi
Nasional: Jakarta

___________________________2006b. Penentuan kadar air total pada produk


perikanan. SNI 01-2354.2-2006. Jakarta: ICS 67.120.30. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta

___________________________.2006c. Penentuan kadar abu metode gravimetri


total pada produk perikanan. SNI 01-2354.1-2006. Jakarta: ICS
67.120.30. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

___________________________.2006d. Penentuan kadar protein metode kjeldahl


total pada produk perikanan. SNI 01-2354.4-2006. Jakarta: ICS
67.120.30. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

32
___________________________.2006e. Standar Nasional Indonesia: SNI 01-
2354.3-2006, Penentuan Kadar Lemak Total Pada Produk Perikanan:
Badan Standarisasi Nasional: Jakarta

Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Skripsi. IPB. Bogor.

Chien Li, Li Pin-Yi, Hu Hung, Lan Ming, Chen Ming, Chen Huang. 2008. Using
HPMC to improve crust crispness in microwave-reheated battered mackerel
nuggets: water barrier effect HPMC. J Food Hydro 22:1337-1344.

Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang M. 2009. Form and functionality of starch. J


Food Hydro 23:1527-1534.

deMan J. 1999. Principles of Food Chemistry 3th ed. Gaithersburg Maryland. Aspen
Publishers Inc.

Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice. 2nd Ed.
CRC Press, England.

Honestin, T. 2007. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Iriyanti, Y. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu Dalam Pembuatan Roti Manis, donat
dan Cake Bread. [Proyek Akhir]. Program Studi Teknik BogaFakultas
TeknikUniversitas Negeri Yogyakarta.

Joko, M. Utomo Rulianto. 2008. Optimasi Faktor Kontrol yang Berpengaruh terhadap
Proses Pembuatan Duck Nuggets dengan Menggunakan Metode Taguchi.
Skripsi. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya.

Koswara S, Subarna, Rohmatul. 2003. Diversifikasi Pangan Berbasis Ubi Jalar.


Bogor: Laporan Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Tahun I 2002/2003,
Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Koswara, S. 2009. Pengolahan aneka Kerupuk. www.ebookpangan.com. [10


November 2015]

33
Lingga P, Sarwono B, Rahardi I, Rahardjo PC, Afriastini JJ, Widianto R dan Apriadji
WH. 1986. Bertanam umbi-umbian. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Lamatta, A.R. 2012. Identifikasi Ikan yang didaratkan PPN Pelabuhanratu.edisi 1.


Dirjen Tangkap KKP- Pelabuhanratu

Martin P, deBeukelaer H, Hamer RJ, Vliet V. 2008. Fracture behavior of bread crust:
effect of ingredient modification. J Cereal Scie 486:04-612.

Nugroho J.S. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leignatus sp.) dan Ubi
Jalar Putih (Ipomoea batatas L) untuk Subtitusi Parsial Tepung Terigu Dalam
Pembuatan Biskuit [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.

Nurzany, A. R. 2014. Studi Pengembangan Diversifikasi Produk Crispy Baby Fish


Dalam Upaya Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian [Skirpsi]. Program
Studi Manajemen Industri Ketering Fakultas Pendidikan dan Ilmu Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia.

Permadi, A. dan N Dharmayanti. 2011. Modul Penyuluh Perikanan. Pusat


Penyuluhan Kelautan Perikanan. Jakarta

Peristiwady, T. 2006. Ikan-Ikan Laut Ekonomis Penting. Lipi Press. Jakarta

Rakamn, Y. 2012. Studi Pembuatan Bolu Gulung Dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L). Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin Makasar.Razi, F. 2014.
Keripik Ikan Nila Balita (Baby Fish Chips). Komunitas Penyuluhan
Perikanan. Yogyakarta.
Razi, F. 2014. Keripik Ikan Nila (Baby Fish Chips). Komunitas Penyuluhan
Perikanan.

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca panen. Kanisius. Jogjakarta.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Jakarta.
Binacipta.
Sajilata MG, Singhal R. 2005. Specialty Starches for Snack Foods. J Carbohydrate
Polymers 59: 131-151.

Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar: Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien dan Ekonomis.
Penebar Swadaya, Jakarta.

34
Soemartono.1984. Ubi Jalar. Penerbit CV. Yasaguna. Jakarta

Suprapti, M.L. 2001. Membuat Aneka Olahan Nanas. Puspa Swara. Jakarta.

Varela P, Salvador A, Fiszman. 2008. Methodological developments in crispness


assessment: effects of cooking on the crispness of crusted foods. J Food Sci
and Technol 41: 1252-1259.

Villamiel M, del Castillo MD, Corzo N. 2006. Browning reactions. Di dalam: Hui
Y.H, Editor. Food Biochemistry and Food Processing. Blackwell Publishing.
Hal 71-100.

Widowati S, Santoso BAS, Damardjati BS. 1994. Penggunaan Tepung Ubi Jalar
Sebagai Salah Satu Bahan Baku dalam Pembuatan Bihun. Risalah Seminar
Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar Mendukung
Industri. Malang: Balittan.

Winarno. 2008.Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi.MBrio Press.Bogor.


Widodo, Y. dan E. Ginting. 2004. Ubi jalar Berkadar Beta Karoten Tinggi
sebagai Sumber Vitamin A. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, Malang.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi edisi terbaru. Bogor. M-brio press.

Yusuf, N. 2011. Karakteristik Gizi dan Pendugaan Umur Simpan Savory Chips Ikan
Nike (Awaous melanocephaus) [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

35
Lampiran 1. SCORE SHEET UJI ORGANOLEPTIK HEDONIK (SNI 2006)

- Nama : - Jenis produk : Crispy ikan


- Tanggal :
- Beri tanda √pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji
Faktor yang diamati Tingkat kesukaan Nilai Kode Sampel
A B C
1. Kenampakan Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
2. Aroma Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
3. Rasa Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1

36
4. Tekstur Sangat suka 7
Suka 6
Agak suka 5
Netral 4
Agak tidak suka 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1

37
Lampiran 2. Hasil Organoleptik Hedonik Penelitian Pendahuluan ikan krispi

Kenampakan Aroma Rasa Tekstur


No Panelis
A B C A B C A B C A B C
1 P1 6 5 6 6 5 6 6 6 6 6 6 6
2 P2 7 5 6 5 6 4 6 6 6 5 7 5
3 P3 7 6 6 6 6 6 7 6 6 7 6 6
4 P4 5 5 7 4 4 4 7 7 6 7 6 5
5 P5 6 6 6 7 6 6 6 6 5 6 5 6
6 P6 5 5 4 5 5 5 3 2 3 4 4 4
7 P7 6 5 4 6 6 6 3 4 3 5 5 5
8 P8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
9 P9 6 4 5 4 4 4 4 3 4 7 6 5
10 P10 6 6 6 5 4 3 4 4 4 6 5 4
11 P11 5 4 3 6 4 2 4 4 4 6 5 4
12 P12 6 6 5 7 6 6 5 5 5 5 6 6
13 P13 5 5 4 6 7 5 5 5 5 6 6 6
14 P14 6 7 7 7 7 6 6 7 6 5 6 6
15 P15 5 4 3 5 5 5 6 5 4 6 6 6
16 P16 5 4 4 6 5 5 5 5 5 6 6 6
17 P17 5 4 3 5 6 5 6 5 5 6 6 6
18 P18 6 5 4 5 6 5 6 6 6 5 5 5
19 P19 6 7 5 6 5 5 6 7 6 6 6 6
20 P20 6 5 5 5 6 5 5 5 5 3 4 6
21 P21 5 5 5 6 5 5 5 5 5 6 5 4
22 P22 5 6 5 6 5 6 4 5 6 7 6 6
23 P23 6 5 4 6 7 6 5 5 5 6 5 5
24 P24 7 6 5 6 6 5 6 6 6 6 6 6
25 P25 7 6 3 6 6 5 5 6 5 4 6 5
Y1 144 131 120 141 137 125 132 130 126 141 139 134
Rata-rata 5.64 5.24 4.8 5.64 5.48 5.00 5.28 5.2 5.04 5.64 5.56 5.36

Lampiran 3. Histogram hasil nilai organoleptik hedonik krisp0 ikan pepetek

38
5.8
5.64 5.64 5.64
5.6 5.56
5.48

5.4 5.36
5.28
5.24
5.2
5.2
5.04 25%
5
5
50%
4.8
4.8 Series 3

4.6

4.4

4.2
Kenampakan Aroma Rasa Tekstur

39

Anda mungkin juga menyukai