Laporan Praktikum
Laporan Praktikum
Laporan Praktikum
FARMAKOTERAPI LANJUTAN
“ANXIETY”
NIM : 1811102415063
Kelas :B
FAKULTAS FARMASI
B. TUJUAN
Pada praktikum ini, mahasiswa mampu menganalisa kasus penyakit dan pengobatan
pada penyakit syaraf, hati dan infeksi saluran kemih.
C. BATASAN KLINIS
Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid,dkk 2005).
Banyak hal yang harus dicemaskan, misalnya kesehatan, relasi sosial, ujian, karir,
kondisi lingkungan dan sebagaianya. Adalah normal, bahkan adaptif, untuk sedikit
cemas mengenai aspek-aspek hidup tersebut. Kecemasan bermanfaat bila hal tersebut
mendorong untuk melakukan pemeriksaan medis secara reguler atau memotivasi
untuk belajar menjelang ujian. Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap
ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai
dengan proporsi ancaman, atau sepertinya datang tanpa ada penyebabnya – yaitu bila
bukan merupakan respon terhadap perubahan lingkungan (Nevid, dkk 2005).
Global Burden of Disease (GBD) memperkirakan bahwa gangguan kecemasan
berkontribusi terhadap 26,8 juta penyebab kecacatan per tahun pada tahun 2010
(Whiteford, et al., 2013). Menurut survei yang lebih baru, tingkat prevalensi seumur
hidup untuk remaja berusia 13 hingga 17 tahun adalah 7,7%, sementara itu 6,6% pada
orang dewasa berusia 18 hingga 64,3 tahun (Bandelow anf Michaelis, 2015)
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, seperti perasaan tidak
enak, perasaan kacau, was-was dan ditandai dengan istilah kekhawatiran,
keprihatinan, dan rasa takut yang kadang dialami dalam tingkat dan situasi yang
berbeda-beda. Pendapat di atas menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan
suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah
dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di
masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Kecemasan mungkin melibatkan
perasaan, perilaku dan respon-respon fisiologis
D. ETIOLOGI ATAU FAKTOR RESIKO
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah reaksi dari rasa takut terhadap atau didalam suatu situasi kondisi kesehatan
mental yang membutuhkan pengobatan yang dimunculkan karena gejalan psikologi
akbiat keadaan yang baru saja muncul. Gejala-gejala kecemasan biasanya ditandai
dengan munculnya kekakuan, gemetar dan perasaan takut.
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan anxietas.
Faktor resiko tersebut meliputi riwayat keluarga, kejadian yang menegangkan,
khawatir yang berlebihan, overprotektif, wanita yang tidak menikah atau tidak
bekerja, serta kesehatan fisik atau mental yang buruk (Meng and Arcy, 2012).
E. PATOFISIOLOGI
1. Model Noradrenergik
Model ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonom pada penderita gangguan
anxietas, hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
Glukokortikoid mengaktifkan locus caeruleus, yang berperan dalam mengatur
anxietas, yaitu dengan mengaktivasi pelepasan norepinefrin (NE) dan merangsang
sistem saraf simpatik dan parasimpatik (Hilda Vildayanti, dkk., 2018).
2. Model Serotonin
Jalur serotonergik yang timbul dari nukleus raphé di batang otak mempersarafi
berbagai macam struktur yang dianggap terlibat dalam gangguan anxietas,
termasuk korteks frontal, amigdala, hipotalamus, dan hipokampus. Selain itu,
mekanisme serotonergik diyakini mendasari aktivitas biologis berbagai obat yang
digunakan untuk mengobati mood disorder, termasuk gejala anxietas. Patologi
seluler yang dapat berkontribusi pada pengembangan gangguan anxietas termasuk
regulasi abnormal pelepasan 5- HT, reuptake atau respons abnormal terhadap
signal 5-HT. Reseptor 5-HT1A diduga memainkan peran yang sangat penting
terhadap anxietas. Aktivasi reseptor 5-HT1A meningkatkan aliran kalium dan
menghambat aktivitas adenilat siklase. Reseptor HT1A juga terlibat dalam panic
disorder. Polimorfisme spesifik dalam gen yang mengkodekan reseptor 5- HT1A
telah terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan agoraphobia
dan panik. Peran 5-HT dan subtipe reseptornya dalam memediasi gejala
kecemasan, panik, dan obsesi adalah kompleks. 5-HT dilepaskan dari terminal
saraf berikatan dengan subtipe reseptor 5-HT2C postsinaptik, yang memediasi
kecemasan. (Hilda Vildayanti, dkk., 2018).
3. Model GABA
Gamma-amino butyric acid (GABA) adalah neurotransmiter inhibitor penting
dalam sistem saraf pusat dan mengatur banyak rangsangan di daerah otak.
Terdapat 2 subtipe reseptor GABA yaitu GABAA dan GABAB. Benzodiazepin
berikatan dengan kompleks reseptor benzodiazepine yang terletak di neuron post-
sinaptik. Pengikatan semacam itu dapat meningkatkan efek GABA untuk
membuka kanal ion klorida, menyebabkan masuknya ion klorida ke dalam sel
yang menghasilkan stabilisasi membran saraf.
GABA juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dengan memediasi
pelepasan neurotransmitter lain seperti cholecystokinin dan menekan aktivitas
saraf pada sistem serotonergik dan noradrenergik. Neurotransmitter lain yang
diduga terlibat dalam gangguan anxietas termasuk dopamine, glutamine dan
neurokinin. Meskipun kemungkinan patofisiologi yang berbeda mendasari
berbagai gangguan anxietas, secara luas diyakini bahwa GABA merupakan salah
satu sistem yang terlibat secara integral pada gangguan anxietas. Studi
neuroimaging melaporkan bahwa terjadi penurunan kadar GABA dan pengikatan
reseptor GABAA-benzodiazepine pada pasien dengan gangguan anxietas.
Reseptor GABA-benzodiazepine didistribusikan secara luas di otak dan sumsum
tulang belakang. Terutama terkonsentrasi di bagian otak yang dianggap terlibat
dalam terjadinya anxietas, termasuk medial PFC, amigdala, dan hipokampus, serta
hasil dari beberapa penelitian telah menunjukkan kelainan pada sistem tersebut
pada pasien dengan gangguan anxietas. (Hilda Vildayanti, dkk., 2018).
b. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi seperti psikoterapi, terapi tertawa, terapi
kognitif, relaksasi dan salah satunya dengan hipnotis lima jari (Suyatmo,
2009). Hipnosis lima jari merupakan salah satu teknik pelatihan autogenik
untuk mengatasi gangguan psikologis.
- Psikoterapi
Psikoterapi adalah serangkaian prosedur penanganan gangguan psikologis
atau mental tanpa menggunakan obat-obatan. Meskipun begitu, tidak
jarang psikoterapi digunakan bersamaan dengan terapi obat-obatan.
Psikoterapi memiliki beberapa tujuan, yaitu: memperkuat motivasi untuk
melakukan hal yang benar
- Terapi tertawa
Merupakan terapi dengan menggunakan humor dan tawa dalam rangka
membantu seseorang menyelesaikan masalah, baik dalam bentuk
gangguan fisik maupun gangguan mental.
- Terapi Kognitif
Terapi perilaku kognitif adalah salah satu jenis psikoterapi, yang
mengombinasikan terapi perilaku dan terapi kognitif. Kedua terapi tersebut
bertujuan mengubah pola pikir dan respons pasien, dari negatif menjadi
positif. Pola pikir seseorang terhadap sesuatu dapat memengaruhi emosi
dan perilakunya. (Mandagi DVV, dkk., 2013)
DAFTAR PUSTAKA
1. Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
2. Bandelow, B. and Michaelis, S. 2015. Epidemiology of Anxiety Disorders in the 21st
Century. Journal NCBI, Dialogues in Clinical Neuroscience,
17(3): 327-335.
3. Meng, X. and Arcy, C. 2012. Common and Unique Risk Factors and Comorbidity for
12-Month Mood and Anxiety Disorders Among Canadians. The Canadian
Journal of Psychiatry, 57: 479-87.
4. Mandagi DVV, Pali C, S. J. 2013. Perbedaan tingkat kecemasan pada primigravida dan
multigravida di rsia kasih ibu manado. jurnal e-biomedik (ebm. 1(1):197–201.
5. Suyatmo, Yeyi, S.P., Carla, R. M. 2009. Pengaruh relaksasi otot dalam menurunkan skor
kecemasan t-tmas mahasiswa menjelang ujian akhir program di akademi
keperawatan notokusumo yogyakarta. tersedia dalam berita kedokteran
masyarakat. 25(3)