Makalah Akidah Pada Masa Nabi Muhammad Saw

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKIDAH PADA MASA


NABI MUHAMMAD SAW

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Ilmu Akidah
Dosen Pengajar: Ibu Dosen Asiah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 6:

HALIMATUS SA'DIAH (2023130164)


NORMILAWATI (2023130173)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM KANDANGAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
TAHUN 2024 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karna
berkat limpahan Rahmat dan Karunianya sehingga penulis dapat menyusun
makalah yang berjudul, “Ilmu Akidah”.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Dosen Asiah, M.Pd,
selaku Dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini, yang telah membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini. Dan kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada teman - teman mahasiswa yang sudah memberi kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada


makalah ini. Oleh karna itu saran serta kritikan sangat bermanfaat bagi penulis
untuk memperbaiki tulisan serta diri pribadi penulis.

Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Kandangan, 20 Mei 2024


Penulis,

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A. Pengertian Akidah ............................................................................... 3


B. Ruang Lingkup Akidah ........................................................................ 4
C. Dalil – dalil Akidah Islam .................................................................... 5
D. Akidah Pada Masa Nabi Muhammad SAW ........................................ 8

BAB III PENUTUP......................................................................................... 14

A. Kesimpulan................................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-Quran dan Hadits, tampak amat ideal dan
agung. Sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk memahami Al-Quran dan
Hadits. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang
berasal dari Allah SWT. Hal demikian dinyatakan dalam Al-Quran Surah An-
Nisa’ ayat 59 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”
(QS. An-Nisa’: 59).
Akidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sedangkan
akhlak sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai
agama. Muslim yang baik adalah muslim yang memiliki Akidah yang lurus dan
kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syariat yang hanya ditujukan
kepada Allah sehingga tergambar kesalehan akhlak yang terpuji pada dirinya.
Akidah, syariat dan akhlak dalam Al-Quran disebut iman dan amal shaleh.
Iman menunjukkan makna Akidah, sedangkan amal shaleh menunjukkan
pengertian akhlak.

Akidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah,


dan kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai
orang yang beriman (mu’min). Namun bukan berarti bahwa keimanan itu
ditanamkan dalam diri seseorang secara dogmatis, sebab proses keimanan harus

1
2

disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal manusia terbatas maka tidak
semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Akidah ?
2. Apa saja Ruang Lingkup Akidah ?
3. Apa sajakah dalil-dalil tentang Akidah Islam ?
4. Bagaimana Akidah Pada Masa Nabi Muhammad SAW?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu Akidah.
2. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Akidah.
3. Untuk mengetahui Dalil – dalil tentang Akidah Islam.
4. Untuk mengetahui Akidah Pada Masa Nabi Muhammad SAW.
BAB II
PEMBAHSAN

A. Pengertian Akidah

Pengertian Akidah dalam bahasa arab berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat,
al-‘ihkaamu yang artinya mengokohkan, dan ar-rabthu buqw-wah yang berarti
mengikat yang kuat. Pengertian Akidah secara istilah adalah iman teguh dan pasti,
yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang menyakitinya.

Pengertian Akidah dalam syara’ yaitu iman kepada allah, para malaikat-nya, para
raulnya, dan hari akhir serta pada qada dan qadar.

Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan Akidah menurut ketentuan bahasa


(bahasa arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam
lubuk jiwa dan tak dapat beralih dari padanya.

Akidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut
pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu
keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi
oleh keragu-raguan.

Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan Akidah sebagai sesuatu yang seharusnya


hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan
kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.

Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy Akidah adalah sejumlah kebenaran yang
dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan
keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.1

1
Direktorat KSKK Madrasahm Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama
RI 2020, Akidah Akhlak, Hal 8.

3
4

Menurut Abdullah Azzam, Akidah adalah iman dengan semua rukun-rukunnya


yang enam. Berarti menurut pengertian ini iman yaitu keyakinan atau kepercayaan
akan adanya Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,Nabi-nabi-
Nya, hari kebangkitan dan Qadha dan Qadar-Nya.

Jadi Akidah islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada
Allah dangan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadanya,
beriman kapada malaikatnya dan rasul-rasulnya, hari akhir, tardik baik dan buruk
dan mengmani apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip agama, perkara-
perkara yang ghaib.

B. Ruang Lingkup Akidah


Kajian Akidah menyangkut keyakinan umat Islam atau iman. Karena itulah,
secara formal, ajaran dasar tersebut terangkum dalam rukun iman yang enam.
Oleh sebab itu, sebagian para ulama dalam pembahasan atau kajian Akidah,
mereka mengikuti sistematika rukun iman yaitu: iman kepada Allah, iman kepada
malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk ruhani seperti jin, iblis, dan
setan), iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan rasul Allah, iman
kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar Allah swt. 2
Sementara Ulama dalam kajiannya tentang Akidah islam menggunakan
sistematika sebagai berikut:

1. Ilahiyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan


dengan ilah (Tuhan, Allah), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-
sifat Allah,perbuatan-perbuatan (af’al) Allah dan sebagainya.
5
2. Nubuwat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan nabi dan Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah,
mukjizat, karamat dan sebagainya.
3. Ruhaniyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik seperyi Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain
sebaginya.

2
Dr.Muhammad Abdurrahman, M.Ed. Akhlak :Menjadi seorang muslim berakhlak mulia,
(Jaklarta: Rajawali pers, 2016), hal 6-7.
4. Sam’iyat: yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sama’, yaitu dalil naqli berupa al-qur’an dan as-sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka
dan sebaginya.
Selain ruang lingkup yang di atas Akidah juga bisa mengikuti sistematis
arkanul iman yaitu:
1. Iman keppada Allah SWT.
2. Iman kepada malaikat-malaikat Allah.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah.
4. Iman kepad Nabi dan Rasul.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada Qada dan Qadar.

C. Dalil – Dalil Akidah Islam


Dalam ajaran Islam, Akidah memiliki kedudukan yang sangat penting.
Ibarat suatu bangunan, Akidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang
lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah
yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak
usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau
menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan.3

Maka, Akidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama
(din) dan diterimanya suatu amal. Akidah Islam juga menuntut hanya nabi
Muhammad saw sebagai satu-satunya panutan di antara semua makhluk yang ada.
Tidak boleh mengikuti selain Rasulullah Muhammad, dan tidak diterima selain
dari beliau. Beliaulah yang telah menyampaikan syari’at Rabbnya. Tidak
diperkenankan mengambil syari’at selain dari beliau (siapapun orangnya), atau
dari agama dan ideologi selain Islam, atau dari para pakar hukum. Seorang
muslim wajib mengikuti dan mengambil hukum hanya dari Rasul saw
berdasarkan firman Allah Swt:

3
Prof.Dr.H.Syarifuddin Ondeng, M.Ag. Akidah Akhlak 2007, Hal 2-3.
‫َأ‬
‫َمْن ُيِطِع الَّر ُس وَل َفَق ْد َطاَع الَّلَه‬
Artinya: “barangsiapa yang taat kepada rasul maka sungguh dia telah taat
kepada Allah.” (QS.An-nisaa:80)

Dan firman-Nya:
‫َأ‬
‫َو ِطيُع وا الَّر ُس وَل َلَع َّلُكْم ُتْر َح ُم وَن‬
Artinya: “Taatlah kalian kepada rasul semoga kalian dirahmati.” (QS.An-
Nuur:56)

Dan firman-Nya Jalla wa’alaa:

‫ُق ْل َأِطيُع وا الَّلَه َو َأِطيُع وا الَّر ُس وَل َف ِإْن َتَو َّلْو ا َف ِإَّنَم ا‬
‫َعَلْيِه َم ا ُح ِّم َل َو َعَلْيُكْم َم ا ُح ِّم ْلُتْم َو ِإْن ُتِطيُع وُه َتْه َتُدوا‬
‫َو َم ا َعَلى الَّر ُس وِل ِإاَّل اْلَباَل ُغ اْلُم ِبيُن‬
Artinya: “Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika
kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang
dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa
yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang”. (QS.An-Nuur:54)4

Dan Allah Azza wajalla berfirman:


‫َأ‬
‫ُق ْل ِطيُع وا الَّلَه َو الَّر ُس وَل َف ِإْن َتَو َّلْو ا َف ِإَّن الَّلَه اَل ُيِح ُّب‬
‫اْلَكاِف ِر يَن‬
7
Artinya: “Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS.Ali Imran:32)

Dan ayat-ayat yang masih banyak lagi dari kitabullah Azza wajalla.
Dan telah datang pula perintah dari Allah Azza wajalla untuk mengikuti Rasul-
Nya Shallallahu alaihi wasallam berupa perintah untuk menjadikannya sebagai
suri tauladan dalam banyak tempat (dalam al-qur’an).

4
Al – Qur`an Karim.
Allah Azza wajalla berfirman:

‫ُق ْل ِإْن ُكْنُتْم ُتِح ُّبوَن الَّلَه َف اَّتِبُع وِني ُيْح ِبْبُكُم الَّلُه َو َيْغ ِف ْر‬
‫َلُكْم ُذُنوَبُكْم َو الَّلُه َغُف وٌر َر ِح يٌم‬
Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Ali Imran:31)

Dan Allah Azza wajalla juga berfirman:

‫َف آِمُنوا ِبالَّلِه َوَر ُس وِلِه الَّنِبِّي اُأْلِّم ِّي اَّلِذي ُيْؤ ِم ُن ِبالَّلِه‬
‫َو َكِلَم اِتِه َو اَّتِبُع وُه َلَع َّلُكْم َتْه َتُدوَن‬
Artinya: “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi
yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah Dia,
supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS.Al-A’raf:158)

Akidah Islam juga menuntut kewajiban menerapkan Islam secara sempurna


dan totalitas. Diharamkan menjalankan (hukum Islam) sebagian dan
meninggalkan sebagian lainnya, atau menerapkannya secara bertahap.

Kita tidak boleh membeda-bedakan hukum yang satu dengan hukum yang
lainnya. Seluruh hukum Allah adalah sama dalam hal kewajiban pelaksanaannya.
Oleh karena itu Abubakar dan para sahabat telah memerangi orang-orang yang
tidak mau membayar zakat, karena mereka menolak melaksanakan salah satu
hukum, yaitu hukum zakat. Disamping itu Allah Swt mengancam orang-orang
yang membeda-bedakan antara satu hukum dengan hukum yang lain, atau orang-
orang yang beriman terhadap sebagian dari Kitabullah dan kufur terhadap
sebagian lainnya. Mereka diancam dengan kehinaan di dunia dan siksa yang pedih
di akhirat.5

Beberapa ulama telah membahas berbagai perkara tentang akidah, antara


lain pembuktian adanya Allah Sang Pencipta, pembuktian kebutuhan akan adanya
Rasul dan pembuktian bahwa al-Qur’an berasal dari Allah Swt dan Muhammad
saw adalah seorang Rasul. Semua itu dibahas berdasarkan dalil ‘aqli dan naqli
5
Prof.Dr.H.Syarifuddin Ondeng, M.Ag. Akidah Akhlak 2007, Hal 6
8

yang berasal dari al-Qur’an dan Hadits mutawatir. Meraka telah membahas pula
perkara qadar, qadha dan rizki, ajal, tawakal kepada Allah, serta perkara hidayah
(petunjuk) dan dlalalah (kesesatan).

D. Akidah Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Masa Rasulullah Saw. merupakan periode pembinaan akidah dan peraturan


peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah
yang belum ada jawabannya dikembalikan langsung kepada Rasulullah Saw.
sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-
masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil,
sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam.6

Rasulullah Saw mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah Swt. dan
Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya
kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah Swt.
berfirman dalam al-Anfal :46,

‫َو َأِطيُع وا الَّلَه َوَر ُس وَلُه َو اَل َتَناَز ُعوا‬


‫َف َتْف َش ُلوا َو َتْذَه َب ِر يُح ُكْم ۖ َو اْصِبُر وا ۚ ِإَّن الَّلَه‬
‫َم َع الَّص اِبِر يَن‬
Artinya: "Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantahbantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar." (QS. al-Anfal : 46)

Ketika Rasulullah Saw., masih hidup seluruh urusan agama Islam baik
pemahaman, pengalaman ajaran Islam dapat langsung diterima dan melihat
contoh Rasulullah Saw.. Apabila ada masalah-masalah urusan agama Islam
bahkan urusan kemasyarakatan para sahabat dapat menanyakan langsung kepada
Rasulullah Saw., sehingga perbedaan pemahaman dan pandangan urusan agama

6
Ibid, Hal. 7
9

Islam tidak terlihat dan terjadi. Para sahabat menerima dan memahami kandungan
al-Quran dan hadis yang berkaitan dengan akidah dan sifat-sifat Allah Swt tanpa
mempersoalkan makna di sebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi Saw.
kepercayaan umat Islam adalah sangat kukuh dan teguh.

Dalam QS. al-Ikhlas, misalnya, dengan ayat itu sudah cukup kukuh untuk
menjadi pegangan mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan akidah
belum timbul secara langsung atau belum muncul sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri. Namun begitu, semenjak zaman nabi perbahasan ilmu tauhid telah
dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah. Tauhid merupakan perkara
yang amat ditekankan oleh Nabi Saw.

Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan sampai pada


pertengkaran, terutama dalam masalah akidah ini. Demikian pula dalam
menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa
yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum
muslimin adalah telah beriman kepada Allah Swt dan wahyu-Nya, yang telah
diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan
mereka adalah satu (Esa).7

Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan.


Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan,
sehingga terhindar dari pertengkaran. Sehingga tidak sampai kepada perdebatan
dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya.
Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Naḥl : 125,

‫اْدُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْكَم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة‬


‫َأ‬
‫اْلَح َس َنِة ۖ َو َج اِدْلُهْم ِباَّلِتي ِه َي ْح َس ُن ۚ ِإَّن‬

7
Dr.Muhammad Abdurrahman, M.Ed. Akhlak :Menjadi seorang muslim berakhlak mulia,
(Jaklarta: Rajawali pers, 2016), hal 53
‫ُه‬ ۖ ‫ي‬ ‫َع‬ ‫َّل‬ ‫َض‬ ‫َل‬ ‫ْع‬‫َك ُه َأ‬
‫َو َو‬ ‫ِلِه‬ ‫ِب‬ ‫َس‬ ‫ْن‬ ‫َمْن‬‫ِب‬ ‫ُم‬ ‫َو‬ ‫َر َّب‬
‫َأ‬
‫ْعَلُم ِباْلُمْه َتِديَن‬ 10

Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-
Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. an-Naḥl :125)
Pada prinsipnya, ada dua karakteristik akidah di masa pembentukan atau
pertumbuhan Islam, yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran
tentang tauhid disampaikan secara sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit
dan bertele-tele. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini
menggambarkan kesederhanaan itu. Rasulullah Saw. ditanya: “Wahai Rasulullah!
Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang
yang akan menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw.. menjawab: “Ya.”
Kemudian beliau ditanya lagi: “Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?”
Beliau. menjawab: “Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang
telah menjadi takdirnya.”

Namun begitu, manusia telah dikurniakan akal pikiran, maka begitu juga
para sahabat ada diantara dan kalangan mereka yang memiliki tabiat suka mencari
tahu dan berfikir yang telah mendorong sesetengah sahabat untuk memikirkan
dzat Allah Swt. Namun begitu, Rasulullah Saw., menengahi mereka berbuat
demikian, sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada Abu Nu’aim. Nabi
Saw. juga telah menengahi dan melarang daripada berbantah dalam masalah
Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi Saw. menemui para sahabat sedang waktu
itu mereka sedang berdebat tentang perkara Qadar.8

Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan


waktu itu kami berselisih dan bertengkar tentang soal qada’ dan qadar. maka
baginda memarahi kami sehingga merah padam muka baginda, lalu baginda
bersabda “ Apakah ini yang disuruh kepada kamu? Atau apakah aku diutuskan
8
Ibid, Hal. 54
karena itu ? sesungguhnya orang-orang yang terdahulu daripada kamu binasa
apabila mereka itu berselisih didalam perkara yang seperti ini. Aku berharap
supaya kamu sekalian tidak lagi berselisih mengenainya." 11

Dikatakan akidah di masa Rasul Saw. bersifat integral, karena ajaran itu
berhubungan langsung dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah akidah
dibicarakan selalu dalam konteks ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya. Hal
ini telah dipraktikkan oleh Nabi Saw. dan para sahabat sejak periode Mekkah
sampai periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni Islam adalah suatu tauhid
praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan mereka, itulah yang
tampak pada akhlak tingkah laku mereka yang mulia.

Tauhid ini hanya dapat diambil secara qudwah, yaitu dengan melihat contoh
dari seorang insan yang sudah merealisasikannya, bukan dari sekadar teoriteori
ilmiah. Permasalahan permasalahan tentang akidah dan tauhid selalu terjawab
secara jelas dan terang pada masa itu karena setiap ada perbedaan atau
pertentangan, Rasulullah Saw., selalu turun tangan dan menjelaskannya secara
benar dengan mengikuti pada wahyu.9

Diantara sabda Nabi saw. yang membicarakan masalah akidah sebagai berikut :

a. Penjelasan bahwa Islam memiliki 5 rukun yang harus dibangun, dan


keislaman tidak sempurna apabila tidak melaksanakan lima rukun Islam
tersebut. Karena Nabi Muhammad Saw menjawab dengan demikian :

Rasulullah menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada


Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, engkau
mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan
mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya.”

b. Iman mencakup enam perkara, yaitu : Rasulullah menjawab, “Engkau


beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada

9
Yazid bin Abdul Qadir. Syarah Aqidah Ahlus Sunah wal Jama’ah. Pustaka Imam Asy
Syafi’i. Jakarta 2011. Hal. 93
utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik
maupun yang buruk”. Orang tadi berkata, “Engkau benar”.
12
c. Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Allah Swt dengan
peribadatan menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia
ingin sampai kepada-Nya. Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika
tidak sampai pada keadaan ini, maka kepada derajat kedua, yaitu beribadah
kepada Allah dengan peribadatan ( rasa takut) terhadap siksa-Nya. Karna itu
nabi besabda: “Jika kamu tidak melihatnya, maka ia melihatmu”.

Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang yang berhubungan dengan


akidah justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin. Kaum musyrikin
mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk membenarkan perbuatan
jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan perbuatan mereka kepada
kehendak Allah Swt. Dengan demikian perbuatan mereka seakan-akan direstui
oleh Allah Swt dan merupakan kehendak Allah Swt. Sedangkan kaum munafik
mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qadariyah. Tidak lain
maksudnya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan Uhud
yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah Saw.10

Di bawah ini beberapa penyimpangan akidah pada zaman Rasulullah :

a. Prasangka buruk kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum


musyrikin menang pada perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka
bahwa mereka tidak ditolong oleh Allah Swt dan timbullah anggapan bahwa
Islam telah berakhir bersamaan dengan kalahnya kaum muslimin dari kaum
kafir.

‫َغ‬ ‫َّل‬‫ال‬ ‫و‬ ‫ُظ‬ ‫ُف‬ ‫َأ‬ ‫َه‬‫َطاِئَفٌة َق َأ‬


‫َر‬‫ْي‬ ‫ِه‬ ‫ِب‬ ‫َن‬ ‫ُّن‬ ‫َي‬ ‫ُسُهْم‬ ‫ْن‬ ‫ُهْم‬‫ْت‬ ‫َّم‬ ‫ْد‬ ‫َو‬
‫اْلَح َظ اْلَج اِهِلَّيِة ۖ َيُقوُلوَن َهْل َلَنا ِم اَأْل‬
‫ِر‬ ‫ْم‬ ‫َن‬ ‫ِّق َّن‬
‫ِمْن َش ْي ٍء‬
10
Ibid, Hal. 94
Artinya: "Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka
sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti 13
sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi kita barang sesuatu
(hak campur tangan) dalam urusan ini?" (QS. Ali Imran :154)

b. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan


(yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada
Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada
mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu
dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam keseluruhan bangunan Islam, Akidah dapat diibaratkan sebagai


fondasi. Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Akidah
merupakan beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang
termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya
keyakinan maka materi Akidah sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan
oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.

Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan Akidah tetap bersumber pada Al-
Qur’an dan Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir
kepada manusia untuk mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam
sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu
serba teratur, cermat dan berhati-hati.

Sumber Akidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah
menjadi sumber Akidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang
terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba – kalau diperlukan –
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah.
Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang
tidak terbatas.

Jadi Akidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/Akidah
maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

B. Saran
Akidah merupakan hal yang sangat penting namun sering kali diabaikan.
Persoalannya adalah bagaimana kita ber-Akidah yang sesuai dengan Al-Quran
dan Hadist. Karena dewasa ini telah banyak bertebaran Akidah yang
mengatasnamakan islam namun melenceng dari tuntunan yang berlaku.

14
15

Marilah kita sebagai kaum muslim berintelektual membangun peradaban


islam yang baldatun, toyibatun, warabbun ghofur. Semoga apa yang telah kami
sajikan tadi dapat diambil intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga
berguna bagi kehidupan kita di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Daudy, Ahmad. 1997. Kuliah Akidah Islam. Bulan Bintang. Jakarta

Direktorat KSKK Madrasahm Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian


Agama RI 2020. Jakarta.
Dr.Muhammad Abdurrahman, M.Ed. Akhlak :Menjadi seorang muslim berakhlak
mulia, (Jaklarta: Rajawali pers, 2016)

Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. 2011. Syarah Akidah Ahlus Sunah wal Jama’ah.
Pustaka Imam Asy Syafi’i. Jakarta.

Prof. D.H.Syarifuddin Ondeng, M.Ag. Akidah Akhlak 2007, Surabaya.

Rohman, Roli Abdur. 2008. Menjaga Akidah dan Akhlaq 1. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai