Biu Ilmu Perundang-Undangan Alex Vernando Pardede
Biu Ilmu Perundang-Undangan Alex Vernando Pardede
Biu Ilmu Perundang-Undangan Alex Vernando Pardede
Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN,
KEBUDAYAANRISET, DAN
TEKNOLOGI UNIVERSITAS
TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA
Surat Pernyataan
MahasiswaKejujuran
Akademik
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
lamanhttps://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Jayapura, 06 Juli 2024
TERBUKA
2. Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran penting dalam sistem hukum Indonesia, terutama dalam
menjaga agar undang-undang yang dibuat oleh legislatif tidak bertentangan dengan UUD 1945. Berikut
adalah analisis kewenangan MK atas putusan tersebut dan bagaimana putusan ini membentuk norma hukum
baru:
Kewenangan Mahkamah Konstitusi:
1). Pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945:
Salah satu kewenangan utama MK adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Ini berarti MK dapat
menilai apakah suatu undang-undang atau bagian dari undang-undang sesuai dengan konstitusi.
Dalam kasus ini, MK menguji Pasal 169 huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menetapkan
batas usia minimal 40 tahun untuk calon presiden dan wakil presiden.
2). Membatalkan Bagian Undang-Undang yang Bertentangan dengan UUD 1945:
Jika MK menemukan bahwa suatu undang-undang atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan
UUD 1945, MK berwenang untuk membatalkan ketentuan tersebut.
MK memutuskan bahwa ketentuan batas usia minimal 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 karena
dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi individu yang memenuhi syarat lain tetapi belum
mencapai usia tersebut.
3). Membentuk Norma Hukum Baru:
Selain membatalkan ketentuan yang bertentangan, MK juga dapat memberikan tafsir yang lebih luas atau
sempit terhadap suatu ketentuan hukum sehingga menciptakan norma hukum baru.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa seseorang yang berusia di bawah 40 tahun bisa mengikuti
pemilihan presiden dan wakil presiden asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih
melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Ini merupakan bentuk pembentukan norma hukum baru.
3. Pengertian Prolegnas
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah instrumen perencanaan pembentukan peraturan perundang-
undangan tingkat pusat yang disusun secara berencana dan sistematis oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
bersama Pemerintah. Prolegnas memuat daftar prioritas RUU yang akan dibahas dalam jangka waktu tertentu,
baik itu jangka menengah maupun tahunan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pembentukan
undang-undang dilakukan secara terencana dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat serta visi dan
misi pembangunan hukum nasional.
Pembahasan RUU di Luar Prolegnas
Meskipun Prolegnas merupakan panduan utama dalam pembentukan undang-undang, ada situasi di mana
RUU yang tidak masuk dalam daftar Prolegnas tetap dapat dibahas. Berikut adalah beberapa kondisi dan
mekanisme yang memungkinkan hal tersebut:
Kebutuhan Mendesak:
Ada situasi di mana kebutuhan hukum masyarakat sangat mendesak dan belum terpenuhi oleh peraturan yang
ada. Dalam kasus seperti ini, DPR dan Pemerintah dapat memutuskan untuk membahas RUU yang tidak
masuk dalam Prolegnas.
Contoh: Situasi darurat atau krisis yang memerlukan regulasi segera, seperti bencana alam, pandemi, atau
keadaan luar biasa lainnya.
Usulan dari Presiden atau DPR:
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Presiden atau DPR memiliki kewenangan untuk mengusulkan RUU di luar Prolegnas jika dianggap penting
dan mendesak.
Usulan ini harus disertai dengan alasan yang kuat dan didukung oleh kajian yang menunjukkan urgensi dari
RUU tersebut.
Persetujuan Bersama:
Pembahasan RUU di luar Prolegnas memerlukan persetujuan bersama antara DPR dan Pemerintah. Ini
berarti kedua belah pihak harus sepakat bahwa RUU tersebut layak untuk dibahas meskipun tidak termasuk
dalam daftar prioritas Prolegnas.
Persetujuan ini biasanya dicapai melalui rapat kerja atau konsultasi antara komisi terkait di DPR dan
kementerian/lembaga pemerintah yang bersangkutan.
Perubahan Prolegnas:
Prolegnas bukanlah dokumen yang kaku dan tidak bisa diubah. Jika ada kebutuhan mendesak, Prolegnas
dapat direvisi untuk memasukkan RUU baru yang sebelumnya tidak tercantum.
Revisi Prolegnas dilakukan melalui mekanisme yang telah ditetapkan, yaitu melalui rapat paripurna DPR
setelah mendapatkan masukan dari Badan Legislasi (Baleg) dan persetujuan dari Pemerintah.
Contoh Kasus
Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19, banyak negara termasuk Indonesia harus membuat regulasi
baru yang tidak direncanakan sebelumnya untuk menangani berbagai aspek dari krisis kesehatan ini.
Regulasi-regulasi tersebut mungkin tidak masuk dalam Prolegnas awal, tetapi karena urgensinya, mereka
dibahas dan disahkan dengan cepat.
BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA
4. Naskah Akademik merupakan dokumen penting dalam proses penyusunan peraturan perundang-
undangan. Naskah ini berfungsi sebagai landasan ilmiah yang mendasari pembentukan suatu peraturan,
sehingga harus disusun dengan cermat dan komprehensif. Berikut adalah unsur-unsur yang harus ada dalam
pembuatan Naskah Akademik:
Pendahuluan:
Latar Belakang: Menguraikan alasan dan urgensi penyusunan peraturan tersebut.
Tujuan: Menjelaskan tujuan dari penyusunan naskah akademik dan peraturan yang diusulkan.
Metode Penelitian: Menyebutkan metode yang digunakan dalam penelitian atau pengkajian hukum.
Landasan Teoritis:
Teori Hukum: Menguraikan teori-teori hukum yang relevan dengan masalah yang dibahas.
Kerangka Konseptual: Menyajikan konsep-konsep kunci yang akan digunakan dalam analisis.
Analisis Masalah:
Identifikasi Masalah: Mengidentifikasi masalah hukum yang ada dan memerlukan pengaturan.
Analisis Kebutuhan: Menganalisis kebutuhan hukum masyarakat terkait masalah tersebut.
Evaluasi Peraturan yang Ada: Mengevaluasi peraturan yang sudah ada dan mengidentifikasi kekurangan atau
ketidaksesuaian.
Alternatif Solusi:
Pilihan Kebijakan: Menyajikan berbagai alternatif solusi kebijakan untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi.
Analisis Dampak: Menganalisis dampak dari masing-masing alternatif solusi yang diusulkan.
Rancangan Pengaturan:
Prinsip-Prinsip Pengaturan: Menyajikan prinsip-prinsip dasar yang akan menjadi landasan pengaturan.
Struktur dan Materi Muatan: Menguraikan struktur dan materi muatan dari rancangan peraturan yang
diusulkan.
Penutup:
Kesimpulan: Menyimpulkan hasil penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan.
Rekomendasi: Memberikan rekomendasi mengenai langkah-langkah yang perlu diambil dalam penyusunan
peraturan.
Daftar Pustaka:
Menyertakan daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik.
Lampiran (jika diperlukan):
Menyertakan data tambahan, tabel, grafik, atau dokumen lain yang mendukung analisis dalam naskah
akademik.
Dengan menyusun Naskah Akademik yang mencakup unsur-unsur di atas, diharapkan peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan dapat lebih tepat sasaran, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.