Laporan Pendahuluan Penyakit Gea Ismail
Laporan Pendahuluan Penyakit Gea Ismail
Laporan Pendahuluan Penyakit Gea Ismail
Disusun oleh:
NURMINI ASTUTI (105111103123)
B. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya GEA bisa variatif, baik pada 9 orang dewasa
ataupun pada anak-anak. Tanto et al. (2018) menyebut bahwa ada sejumlah faktor
penyebab terjadinya GEA, antara lain:
1. Infeksi saluran pencernaan merupakan faktor utama terjadinya GEA, terutama pada
ana-anak. Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: virus (seperti
astrovirus, rotavirus adenovirus, dan sejenisnya); bakteri (seperti shigella dysentriae,
salmonella thypi, clostridium perfrigens, vivro cholera, aeromonas, yersinia
enterocolytica, dan sejenisnya) dan parasit (seperti cacing dan protozoa).
2. Malabsorsi makanan merupakan faktor lain selain infeksi. Malabsorbsi makanan yang
dimaksud seperti malabsorsi lemak, protein dan karbohidrat.
3. Keracunan makanan merupakan faktor lain selain faktor infensi saluran pencernaan
dan malabsorbsi makanan. Keracunan makanan bisa terjadi karena makanan yang
dikonsumsi beracun, basi, dan makanan yang menyebabkan alergi bagi konsumennya.
4. Faktor obat-obatan (antibiotik) dan antacid yang memiliki kandungan seperti laksatif
dan magnesium.
Pendapat sejenis menyatakan bahwa GEA bisa terjadi karena penyebab paling umum,
yaitu virus (rotavirus dan norovirus). Selain itu, bakeri E. Coli dan Salmonella juga bisa
memicu terjadinya GEA. Bakteri Salmonella tersebut bisanya disebarkan melalui unggas
dan telurnya yang dimasak kurang matang atau bisa juga melalui reptil dan unggas
peliharaan yang masih hidup (Dilonardo, 2021). 10 Dalam banyak kasus, virus yang
menjadi penyebab GEA menyebar melalui beberapa cara, antara lain:
1. Kontak dengan seseorang yang mengidap virus;
2. Makanan atau minuman yang terkontaminasi;
3. Tangan yang tidak dicuci setelah ke kamar mandi atau mengganti popok;
4. Cara lain yang tidak biasa seperti air minum yang mengandung logam berat seperti
arsenik, kandium, timbal dan sejenisnya; makan makanan yang mengandung banyak
asam seperti jeruk dan tomat; makan makanan laut yang mengandung racun; dan
obat-obatan tertentu seperti antibiotik, antasida dan sejenisnya (Dilonardo, 2021).
C. Patofisiologi
Menurut Mauliachmy (2022) sebagaimana mengutip Hidayat (2014), proses
terjadinya GEA karena disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini: infeksi saluran
pencernaan, malabsorbsi dan makanan. Pertama, gastroenteritis yang disebabkan oleh
faktor infeksi. Infeksi saluran pernafasan bisa terjadi karena adanya kuman
mikoroorganisme yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Melalui saluran pencernaan
itulah, mikroorganisme atau kuman tersebut menjadi bekembang biak di dalam usus.
Kemudian ketika terjadi perkembangbiakan tersebut, maka mikroorganisme atau kuman
tersebut akan merusak sel mukosa usus dimana pada akhirnya akan menurunkan daerah
permukaan usus. Ketika hal itu terjadi, maka kapasitas usus akan berubah, sehingga
fungsi usus 11 mengalami gangguan dalam melakukan absorbsi elektrolit dan cairan.
Kedua, gastroenteritis yang disebabkan oleh faktor malabsorsi. Malabsorbsi ini bisa akan
menjadi sebab tejadinya peningkatan pada tekanan osmotik, sehingga akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Ketika hal
itu terjadi, maka isi rongga usus akan meningkat, dan karena itulah gastroenteritis bisa
terjadi. Ketiga, gastroenteritis yang disebabkan oleh faktor makanan (beracun atau
toksik). Ketika makanan yang beracun atau toksik itu dikonsumsi seseorang, maka hal itu
akan menajdi sebab terjadinya peningkatan perisaltik usus dimana hal itu akan
mengakibakan menurunnya kesempatan untuk menyerap makanan. Selanjutnya akan
terjadi gastroenteritis.
Muttaqin (2017) mengatakan ketika GEA terjadi pada seseorang dengan gejala
diare berat, maka respon patologisnya yang paling utama dan penting adalah dehidrasi.
Dehidrasi tersebut bisa ringan, sedang dan berat (Lestari, 2016). Namun jika dehidrasi
tersebut sudah dalam derajat parah atau berat dan tidak ditangani dengan tepat, maka hal
itu bisa menjadi sebab terjadinya syok hipovolemik (kondisi defisiensi sirkulasi akibat
adanya disparitas atau ketidakseimbangan antara volume darah dan ruang vaskular). Pada
kasus gastroentertistis, disparitas terjadi karena kurangnya volume darah sebagai akibat
bertambahnya permiabilitas secara menyeluruh. Ketika hal itu terjadi, maka darah akan
keluar melalui pembuluh-pembuluh dan akan masuk ke dalam jaringan dan akan
mengakibatkan pengentalan darah (Muttaqin, 2017).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau gejala yang paling utama ketika seseorang menderita GEA adalah
diare encer dan muntah. Selain itu, terdapat gejala penyerta seperti sakit perut kram,
demam, mual dan sakit kepala (Dilonardo, 2021). Geyer (2020) juga menyatakan bahwa
GEA umumnya ditandai dengan diare dan muntah, demam dan sakit perut. Ketika
seseorang mengalami diare dan muntah, maka orang tersebut bisa beresiko mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan kulit kering, mulut kering, rasa pusing, rasa haus yang
berlebihan (Dilonardo, 2021).
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo et al. (2017), pemeriksaan penunjang diperlukan bagi pasien
GEA untuk keperluan terapi yang definitif. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud bisa
dilakukan pada dua aspek, yaitu: 1. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah yang
dimaksud adalah pemeriksaan darah prefier lengkap, serum elektrolit Na+ , N+ , dan
C1- , analisa gas darah jika ditemukan tanda atau gejala ganggguan keseimbangan asam
basa atau pernafasan kusmaul dan immonuassay (antigen virus, bakteri, dan protozoa). 2.
Pemeriksaan feses (tinja). Pemeriksaan feses yang dimaksud adalah pemeriksaan feses
lengkap yang terdiri dari mikroskopis (peningkatan jumlah leukosit yang ada di dalam
feses pada inflamatory diarrhea) parasit (amoeba berbentuk tropozoit dan hypa pada
jamur) dan resistensi feses (colok dubur) (Sudoyo et al., 2017).
3. Intervensi Keperawatan
Diangnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Diare Setelah Manajemen Diare (I.031010)
(D.0020) dilakukan Observasi
intervensi Identifikasi penyebab
keperawatan diare (mis: inflamasi
selama 3 x 24 gastrointestinal, iritasi
jam, maka gastrointestinal, proses
eliminasi fekal infeksi, malabsorpsi,
membaik, ansietas, stres, obat-
dengan kriteria obatan, pemberian botol
hasil: susu)
1. Kontrol Identifikasi Riwayat
pengeluaran pemberian makanan
feses Identifikasi gejala
meningkat invaginasi (mis: tangisan
2. Keluhan keras, kepucatan pada
defekasi lama bayi)
dan sulit Monitor warna, volume,
menurun frekuensi, dan konsistensi
3. Mengejan saat feses
defekasi Monitor tanda dan gejala
menurun hypovolemia (mis:
4. Konsistensi takikardia, nadi teraba
feses membaik lemah, tekanan darah
5. Frekuensi BAB turun, turgor kulit turun,
membaik mukosa kulit kering, CRT
6. Peristaltik usus melambat, BB menurun)
membaik Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah
perianal
Monitor jumlah dan
pengeluaran diare
Monitor keamanan
penyiapan makanan
Terapeutik
Berikan asupan cairan
oral (mis: larutan garam
gula, oralit, Pedialyte,
renalyte)
Pasang jalur intravena
Berikan cairan intravena
(mis: ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
Ambil sampel feses untuk
kultur, jika perlu
Edukasi
Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas, dan mengandung
laktosa
Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas (mis:
loperamide, difenoksilat)
Kolaborasi pemberian
antispasmodik/spasmolitik
(mis: papaverine, ekstrak
belladonna, mebeverine)
Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses (mis:
atapugit, smektit, kaolin-
pektin)
4. Implementasi Keperawatan
Olfah & Ghofur (2016) mengatakan bawha saat perawat mau mengimplementasikan
tindakan atau intervensi keperwtan yang telah direncanakan, perawat tersebut
seharusnya melakukan validasi secara singkat apakah intervensi keperawatan yang
sudah dirumuskan telah sesuai dengan kondisi kedisinian dan kekinian (here and
now) dari pasien. Hal itu penting dilakukan, karena pada kondisi dan situasi nyata di
lapangan, terkadang implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat
seringkali berbeda dengan apa yang telah direncananakan atau dirumuskan
sebelumnya
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan sejatinya merupakan tahapan akhir dari serangkaian proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ini berfungsi untuk memastikan sejauh mana
tindakan keperawatan yang telah dilakukan sudah sesuaai dengan rencananya atau
sejauh mana tujuan keperawatan sudah tercapai atau tidak, dan apakah memerlukan
suatu perlu pendekatan lain atau tidak untuk mengatasi masalah kesehatan yang
dialami oleh pasien. Karena itu, setiap hasi evaluasi keperawatan harus
didokumentasikan (Olfah & Ghofur, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
C017182015_skripsi_22-08-2022 1-2.pdf
BAB I PENDAHULUAN.pdf
Mcrt` Lkerhalm Murshmi Bhlimcshs Lsscahlthcm (MLMBL). ?4<4.
BhlimcshsJeperlwltlm ?448-?4<<. Gljlrtl 7 EIA.
Buku Kmb, SIKI,SLKI.SDKI
Risiko Defisit Nutrisi [SDKI D.0032] - perawat.org
Diare [SDKI D.0020] - perawat.org
Defisit Nutrisi [SDKI D.0019] - perawat.org
Hipovolemia [SDKI D.0023] - perawat.org