0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan15 halaman

Laporan Pendahuluan Penyakit Gea Ismail

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT GASTROENTERITIS (GEA)

Disusun oleh:
NURMINI ASTUTI (105111103123)

PRODI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2024
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT GASTROENTERITIS (GEA)
A. Defenisi
Gastroenteritis didefinisikan sebagai penyakit diare yang muncul secara cepat
dengan atau tanpa disertai mual, muntah atau sakit perut (Hartman et al., 2019). Pendapat
senada juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI, 2017) bahwa yang dimaksud
dengan gastroenteritis adalah peradangan mukosa lambung serta usus halus dimana
gejalanya berupa diare lebih dari 3 kali selama 24 jam atau sehari, dan juga gejala
penyerta seperti mulas, nyeri abdominal, mual, muntah, demam, tenesmus, dan gejala-
gejala dehidrasi. Kemudian gastroenteritis disebut akut (GEA) jika terjadi perubahan
konsistensi feses (tinja) secara tibatiba dengan frekuensi defikasi yang meningkat lebih
dari 3 kali dalam sehari atau dalam 24 jam dan hal itu berlangsung kurang dari 14 hari
(Tanto et al., 2018). Pendapat sejenis menyatakan bahwa yang dimaksud dengan GEA
adalah diare yang terjadi secara mendadak dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari
serta terkadang disertai dengan muntah dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari
14 hari (Sudoyo et al., 2017).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis
adalah peradangan pada lambung dan usus sehingga mengakibatkan buang air besar yang
tidak seperti biasanya dengan frekuensi yang banyak dan encer.

B. Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya GEA bisa variatif, baik pada 9 orang dewasa
ataupun pada anak-anak. Tanto et al. (2018) menyebut bahwa ada sejumlah faktor
penyebab terjadinya GEA, antara lain:
1. Infeksi saluran pencernaan merupakan faktor utama terjadinya GEA, terutama pada
ana-anak. Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: virus (seperti
astrovirus, rotavirus adenovirus, dan sejenisnya); bakteri (seperti shigella dysentriae,
salmonella thypi, clostridium perfrigens, vivro cholera, aeromonas, yersinia
enterocolytica, dan sejenisnya) dan parasit (seperti cacing dan protozoa).
2. Malabsorsi makanan merupakan faktor lain selain infeksi. Malabsorbsi makanan yang
dimaksud seperti malabsorsi lemak, protein dan karbohidrat.
3. Keracunan makanan merupakan faktor lain selain faktor infensi saluran pencernaan
dan malabsorbsi makanan. Keracunan makanan bisa terjadi karena makanan yang
dikonsumsi beracun, basi, dan makanan yang menyebabkan alergi bagi konsumennya.
4. Faktor obat-obatan (antibiotik) dan antacid yang memiliki kandungan seperti laksatif
dan magnesium.
Pendapat sejenis menyatakan bahwa GEA bisa terjadi karena penyebab paling umum,
yaitu virus (rotavirus dan norovirus). Selain itu, bakeri E. Coli dan Salmonella juga bisa
memicu terjadinya GEA. Bakteri Salmonella tersebut bisanya disebarkan melalui unggas
dan telurnya yang dimasak kurang matang atau bisa juga melalui reptil dan unggas
peliharaan yang masih hidup (Dilonardo, 2021). 10 Dalam banyak kasus, virus yang
menjadi penyebab GEA menyebar melalui beberapa cara, antara lain:
1. Kontak dengan seseorang yang mengidap virus;
2. Makanan atau minuman yang terkontaminasi;
3. Tangan yang tidak dicuci setelah ke kamar mandi atau mengganti popok;
4. Cara lain yang tidak biasa seperti air minum yang mengandung logam berat seperti
arsenik, kandium, timbal dan sejenisnya; makan makanan yang mengandung banyak
asam seperti jeruk dan tomat; makan makanan laut yang mengandung racun; dan
obat-obatan tertentu seperti antibiotik, antasida dan sejenisnya (Dilonardo, 2021).

C. Patofisiologi
Menurut Mauliachmy (2022) sebagaimana mengutip Hidayat (2014), proses
terjadinya GEA karena disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini: infeksi saluran
pencernaan, malabsorbsi dan makanan. Pertama, gastroenteritis yang disebabkan oleh
faktor infeksi. Infeksi saluran pernafasan bisa terjadi karena adanya kuman
mikoroorganisme yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Melalui saluran pencernaan
itulah, mikroorganisme atau kuman tersebut menjadi bekembang biak di dalam usus.
Kemudian ketika terjadi perkembangbiakan tersebut, maka mikroorganisme atau kuman
tersebut akan merusak sel mukosa usus dimana pada akhirnya akan menurunkan daerah
permukaan usus. Ketika hal itu terjadi, maka kapasitas usus akan berubah, sehingga
fungsi usus 11 mengalami gangguan dalam melakukan absorbsi elektrolit dan cairan.
Kedua, gastroenteritis yang disebabkan oleh faktor malabsorsi. Malabsorbsi ini bisa akan
menjadi sebab tejadinya peningkatan pada tekanan osmotik, sehingga akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Ketika hal
itu terjadi, maka isi rongga usus akan meningkat, dan karena itulah gastroenteritis bisa
terjadi. Ketiga, gastroenteritis yang disebabkan oleh faktor makanan (beracun atau
toksik). Ketika makanan yang beracun atau toksik itu dikonsumsi seseorang, maka hal itu
akan menajdi sebab terjadinya peningkatan perisaltik usus dimana hal itu akan
mengakibakan menurunnya kesempatan untuk menyerap makanan. Selanjutnya akan
terjadi gastroenteritis.
Muttaqin (2017) mengatakan ketika GEA terjadi pada seseorang dengan gejala
diare berat, maka respon patologisnya yang paling utama dan penting adalah dehidrasi.
Dehidrasi tersebut bisa ringan, sedang dan berat (Lestari, 2016). Namun jika dehidrasi
tersebut sudah dalam derajat parah atau berat dan tidak ditangani dengan tepat, maka hal
itu bisa menjadi sebab terjadinya syok hipovolemik (kondisi defisiensi sirkulasi akibat
adanya disparitas atau ketidakseimbangan antara volume darah dan ruang vaskular). Pada
kasus gastroentertistis, disparitas terjadi karena kurangnya volume darah sebagai akibat
bertambahnya permiabilitas secara menyeluruh. Ketika hal itu terjadi, maka darah akan
keluar melalui pembuluh-pembuluh dan akan masuk ke dalam jaringan dan akan
mengakibatkan pengentalan darah (Muttaqin, 2017).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau gejala yang paling utama ketika seseorang menderita GEA adalah
diare encer dan muntah. Selain itu, terdapat gejala penyerta seperti sakit perut kram,
demam, mual dan sakit kepala (Dilonardo, 2021). Geyer (2020) juga menyatakan bahwa
GEA umumnya ditandai dengan diare dan muntah, demam dan sakit perut. Ketika
seseorang mengalami diare dan muntah, maka orang tersebut bisa beresiko mengalami
dehidrasi yang ditandai dengan kulit kering, mulut kering, rasa pusing, rasa haus yang
berlebihan (Dilonardo, 2021).

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo et al. (2017), pemeriksaan penunjang diperlukan bagi pasien
GEA untuk keperluan terapi yang definitif. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud bisa
dilakukan pada dua aspek, yaitu: 1. Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah yang
dimaksud adalah pemeriksaan darah prefier lengkap, serum elektrolit Na+ , N+ , dan
C1- , analisa gas darah jika ditemukan tanda atau gejala ganggguan keseimbangan asam
basa atau pernafasan kusmaul dan immonuassay (antigen virus, bakteri, dan protozoa). 2.
Pemeriksaan feses (tinja). Pemeriksaan feses yang dimaksud adalah pemeriksaan feses
lengkap yang terdiri dari mikroskopis (peningkatan jumlah leukosit yang ada di dalam
feses pada inflamatory diarrhea) parasit (amoeba berbentuk tropozoit dan hypa pada
jamur) dan resistensi feses (colok dubur) (Sudoyo et al., 2017).

F. Asuhan Keperawatan pada penyakit Gea


1. Pengkajian
Adapun fokus pengkajian pada pasien GEA dewasa, meliputi dua hal, yaitu:
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
a. Anamnesis, yang meliputi beberapa hal, yaitu:
- Pertama, identitas pasien. Identifikasi atas identitas pasien berfungsi untuk
menghindari terjadinya kesalahan medis pada pasien pasien (Valentina,
2017). Identifikasi identitas pasien meliputi beberapa hal, yaitu: nama
lengkap (untuk membedakan pasien GEA satu dan yang lainnya), usia
(untuk membedakan pasien anak dan dewasa atau yang sejenis), 18 tempat
tinggal pasien (untuk mengetahui lingkungan, karena salah satu penyebab
GEA adalah lingkungan yang kotor atau kurang bersih (Wahyu, 2020).
Kedua, keluhan utama, yang berfungsi untuk menegakkan diagnosis bagi
pasien (Randy, 2018). Karena itu, dalam konteks ini diperlukan juga suatu
pertanyaan kepada pasien atau keluarganya tentang karakteristik diare atau
muntah yang dialami pasien seperti frekuensi BAB, warna, konsistensi
dan lain sebagainya (Randy, 2018). GEA biasanya juga ditandai dengan
gejala penyerta seperti muntah, mual, mulas, demam, tenesmus, nyeri
abdominal, dan gejala-gejala dehidrasi (Prawati & Haqi, 2019). Ketiga,
riwayat kesehatan yang meliputi beberapa hal, yaitu: riwayat penyakit
sekarang dan dahulu serta riwayat penyakit keluarga (Barr & Smith,
2017).
b. Pemeriksaan fisik, untuk keperluan penilaian tingkat dehidrasi yang dialami
oleh pasien GEA (Barr & Smith, 2017). Pasien GEA biasanya berpenampilan
sakit, waktu untuk pengisian kapiler tertunda, membran mukosa kering,
denyut jantung meningkat dan tanda-tanda vital lain abnormal (seperti halnya
tekanan darah menurun dan laju nafas meningkat) dimana hal itu bisa
membantu perawat dalam mengidentifikasi dehidrasi dan derajat
keparahannya. Selain itu, pasien GEA terkadang mengalami gejala demam
dimana hal itu lebih mengarah pada diare karena terjadinya inflamasi.
Kemudian, perlu dilakukan pemeriksaan perut dalam rangka untuk mengetahi
nyeri tidaknya pasien. Pemeriksaan rektal juga diperlukan dalam rangka 19
untuk menilai dan mengetahui adanya nyeri dubur, darah dan konsistensi feses
(Sudoyo et al., 2017).
Senada dengan hal itu, PPNI (2017) juga berpendapat bahwa pada pasien
GEA diperlukan pemeriksaan fisik yang menyangkut beberapa hal berikut ini:
Pertama, kondisi umum dimana hal itu terkait dengan kodisi pasien yang baik
dan sadar yang berarti tidak ada dehidrasi; kondisi pasien gelisah dan rewel
yang berati pasien mengalami dehidrasi ringan atau sedang; kondisi pasien
lesu dan lunglai atau tidak sadar yang berarti pasien mengalami dehidrasi
berat. Kedua, berat badan. Pasien GEA biasanya akan mengalami penurunan
berat badan karena deidrasi yang dialami. Ketiga, kulit. Jika pasien GEA
mengalami turgor kembali lebih cepat < dua detik yang berarti pasien
mengalami diare tanpa dehidrasi; jika pasien GEA mengalami turgor kulit
kembali secara lambat atau jika cubitan kembali dalam dua detik, maka hal iu
menandakan bahwa pasien mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau
sedang; dan jika pasien GEA mengalami turgor kulit kembali sangat lambat
atau jika cubitan pada kulit kembali lebih dari dua detik, maka hal itu
menandakan bahwa pasien mengalami diare ringan dengan dehidrasi berat.
Keempat, kepala. Pasien GEA anak di bawah usia dua tahun dengan ubun-
ubun cekung biasanya mengalami dehidrasi. Kelima, wajah. Pada pasien GEA
hendaknya diperhatikan apakah wajah simetris, pucat, ada nyeri tekan, ada
edema, ada lesi dan luka. Keenam, mata. Biasanya, pasien GEA anak dengan
gejala diare tanpa dehidrasi, biasnya memiliki bentuk kelopak mata yang
normal. 20 Namun jika kelopak matanya cekung, maka ia mengalami
dehidrasi ringan atau sedang, dan jika kelopak matanya sangat cekung, maka
ia mengalami dehidrasi berat. Ketujuh, telinga. Perawat hendaknya juga
memeriksa penempatan telinga, pendataran atau penonjolan telinga, perisa
struktur telinga luar teradap hygiene. Selain itu, perawt hendaknya juga
mengamati apabila ada kotoran, masa, tanda-tanda infeksi, dan ada tidaknya
nyeri tekan pada telinga. Kedelapan, hidung. Perawat hendaknya juga
mengamati bentuk dan uuran hidung, ada tidaknya penapasan cuping atau
tidak, ada tidaakny nyeri tekan atau tidak dengan palpasi pada setiap sisi,
apakah ada dospenea, dan ada tidaknya sekret. Kesembilan, mulut dan lidah.
Biasanya pasien GEA menmpakkkan mulut dan lidah yang basah yang berarti
diare tanpa dehidrasi; mulut dan lidah kering yang berarti diare dengan
dehidrrasi ringan/sedang; dan mulut dan lidah yang sangat kering yang bearati
pasien mengalami diare dengan dehidrasi berat. Kesepuluh, leher. Perawat
hendaknya melakukan palpasi pada leher untu menunjukkan ada tidaknya
pembengkakan kelenjar getah bening atau pembesaran kelenjar toroid.
Kesebelas, dada. Perawat hendaknya mengamati kesimetrisan dada pasien
GEA, jenis penapasan, gerak pernapasan, ada tiadaknya nyeri, auskultasi
suara napas tambahan ronkhi atau wheezing. Keduabelas, abdomen.
Kemunginan pasien GEA mengalami kram, distensi, dan peningkatan bising
usus. Ketigabelas, anus. perawat hendaknya memeriksa anus untuk melihat
ada tidaknya iritasi pada kulit usus. Keempatbelas, punggung. perawat
hendaknya 21 memeriksa kelainan punggung untuk menentukan ada tidaknya
skoliosis, kifosis dan lordosis. Kelimabelas, ekstremitas. Perawat hendaknya
memeriksa bentuk kesimetrisan bawah dan atas, tonus otot meningkat,
kelengkapan jari, kelemahan otot, rentang gerak terbatas, dan gerak abnormal.
2. Diangnosa Keperawatan
PPNI (2018) menyebut bahwa ada sejumlah diagnosa keperawatan yang paling sering
muncul pada pasien gastroenteritis, antara lain:
1. Diare (D.0020)
2. Hipovolemi (D.0023)
3. Defisit nutrisi (D.0019)
4. Resiko Defisit Nutrisi (D.0023) berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan

3. Intervensi Keperawatan
Diangnosa Kriteria hasil Intervensi
1. Diare Setelah Manajemen Diare (I.031010)
(D.0020) dilakukan Observasi
intervensi  Identifikasi penyebab
keperawatan diare (mis: inflamasi
selama 3 x 24 gastrointestinal, iritasi
jam, maka gastrointestinal, proses
eliminasi fekal infeksi, malabsorpsi,
membaik, ansietas, stres, obat-
dengan kriteria obatan, pemberian botol
hasil: susu)
1. Kontrol  Identifikasi Riwayat
pengeluaran pemberian makanan
feses  Identifikasi gejala
meningkat invaginasi (mis: tangisan
2. Keluhan keras, kepucatan pada
defekasi lama bayi)
dan sulit  Monitor warna, volume,
menurun frekuensi, dan konsistensi
3. Mengejan saat feses
defekasi  Monitor tanda dan gejala
menurun hypovolemia (mis:
4. Konsistensi takikardia, nadi teraba
feses membaik lemah, tekanan darah
5. Frekuensi BAB turun, turgor kulit turun,
membaik mukosa kulit kering, CRT
6. Peristaltik usus melambat, BB menurun)
membaik  Monitor iritasi dan
ulserasi kulit di daerah
perianal
 Monitor jumlah dan
pengeluaran diare
 Monitor keamanan
penyiapan makanan
Terapeutik
 Berikan asupan cairan
oral (mis: larutan garam
gula, oralit, Pedialyte,
renalyte)
 Pasang jalur intravena
 Berikan cairan intravena
(mis: ringer asetat, ringer
laktat), jika perlu
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
 Ambil sampel feses untuk
kultur, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
 Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas, dan mengandung
laktosa
 Anjurkan melanjutkan
pemberian ASI
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas (mis:
loperamide, difenoksilat)
 Kolaborasi pemberian
antispasmodik/spasmolitik
(mis: papaverine, ekstrak
belladonna, mebeverine)
 Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses (mis:
atapugit, smektit, kaolin-
pektin)

Pemantauan Cairan (I.03101)


Observasi
 Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian
kapiler
 Monitor elastisitas atau
turgor kulit
 Monitor jumlah, warna,
dan berat jenis urin
 Monitor kadar albumin
dan protein total
 Monitor hasil
pemeriksaan serum (mis:
osmolaritas serum,
hematokrit, natrium,
kalium, dan BUN)
 Monitor intake dan output
cairan
 Identifikasi tanda-tanda
hypovolemia (mis:
frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun,
membran mukosa kering,
volume urin menurun,
hematokrit meningkat,
hasil, lemah, konsentrasi
urin meningkat, berat
badan menurun dalam
waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia (mis:
dispnea, edema perifer,
edema anasarca, JVP
meningkat, CVP
meningkat, refleks
hepatojugular positif,
berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbagnan cairan
(mis: prosedur
pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka
bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan
pancreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

2. Hipovolemia Setelah Manajemen Hipovolemia


(D.0023) dilakukan (I.03116)
intervensi Observasi
keperawatan  Periksa tanda dan gejala
selama 3 x 24 hipovolemia (mis:
jam, maka frekuensi nadi meningkat,
keseimbangan nadi teraba lemah,
cairan tekanan darah menurun,
meningkat, tekanan nadi menyempit,
dengan kriteria turgor kulit menurun,
hasil: membran mukosa kering,
1. Output urin volume urin menurun,
meningkat hematokrit meningkat,
2. Membrane haus, lemah)
mukosa  Monitor intake dan output
lembab cairan
meningkat Terapeutik
3. Tekanan darah  Hitung kebutuhan cairan
membaik  Berikan posisi modified
4. Frekuensi nadi Trendelenburg
membaik  Berikan asupan cairan
5. Kekuatan nadi oral
membaik Edukasi
 Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis:
glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah

Manajemen Syok Hipovolemia


(I.03116)
Observasi
 Monitor status
kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD,
MAP)
 Monitor status oksigenasi
(oksimetri nadi, AGD)
 Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
 Periksa tingkat kesadaran
dan respon pupil
 Periksa seluruh
permukaan tubuh terhadap
adanya DOTS
(deformity/deformitas,
open wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
 Pertahankan jalan napas
paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
 Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
 Lakukan penekanan
langsung (direct pressure)
pada perdarahan eksternal
 Berikan posisi syok
(modified trendelenberg)
 Pasang jalur IV berukuran
besar (mis: nomor 14 atau
16)
 Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin
 Pasang selang nasogastrik
untuk dekompresi
lambung
 Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1 –
2 L pada dewasa
 Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 20
mL/kgBB pada anak
 Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu

3. Defisit Nutrisi Setelah Manajemen Nutrisi (I.03119)


(D.0019) dilakukan Observasi
intervensi  Identifikasi status nutrisi
keperawatan  Identifikasi alergi dan
selama 3 x 24 intoleransi makanan
jam, maka  Identifikasi makanan yang
status nutrisi disukai
membaik,  Identifikasi kebutuhan
dengan kriteria kalori dan jenis nutrien
hasil:  Identifikasi perlunya
1. Porsi makan penggunaan selang
yang nasogastrik
dihabiskan  Monitor asupan makanan
meningkat  Monitor berat badan
2. Berat badan  Monitor hasil
membaik pemeriksaan laboratorium
3. Indeks massa Terapeutik
tubuh (IMT)  Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Ajarkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

4. Resiko Defisit Setelah Manajemen Gangguan makan


Nutrisi dilakukan (I.03111)
(D.0032) intervensi Observasi
keperawatan  Monitor asupan dan
selama 3 x 24 keluarnya makanan dan
jam, maka cairan serta kebutuhan
status nutrisi kalori
membaik, Terapeutik
dengan kriteria  Timbang berat badan
hasil: secara rutin
1. Porsi makan  Diskusikan perilaku
yang makan dan jumlah
dihabiskan aktivitas fisik (termasuk
meningkat olahraga) yang sesuai
2. Berat badan  Lakukan kontrak perilaku
membaik (mis: target berat badan,
3. Indeks massa tanggungjawab perilaku)
tubuh (IMT)  Damping ke kamar mandi
membaik untuk pengamatan
perilaku memuntahkan
Kembali makanan
 Berikan penguatan positif
terhadap keberhasilan
target dan perubahan
perilaku
 Berikan konsekuensi jika
tidak mencapai target
sesuai kontrak
 Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan di rumah (mis:
medis, konseling)
Edukasi
 Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan (mis:
pengeluaran yang
disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)
 Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
 Ajarkan keterampilan
koping untuk
penyelesaian masalah
perilaku makan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan

4. Implementasi Keperawatan
Olfah & Ghofur (2016) mengatakan bawha saat perawat mau mengimplementasikan
tindakan atau intervensi keperwtan yang telah direncanakan, perawat tersebut
seharusnya melakukan validasi secara singkat apakah intervensi keperawatan yang
sudah dirumuskan telah sesuai dengan kondisi kedisinian dan kekinian (here and
now) dari pasien. Hal itu penting dilakukan, karena pada kondisi dan situasi nyata di
lapangan, terkadang implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat
seringkali berbeda dengan apa yang telah direncananakan atau dirumuskan
sebelumnya
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan sejatinya merupakan tahapan akhir dari serangkaian proses
keperawatan. Evaluasi keperawatan ini berfungsi untuk memastikan sejauh mana
tindakan keperawatan yang telah dilakukan sudah sesuaai dengan rencananya atau
sejauh mana tujuan keperawatan sudah tercapai atau tidak, dan apakah memerlukan
suatu perlu pendekatan lain atau tidak untuk mengatasi masalah kesehatan yang
dialami oleh pasien. Karena itu, setiap hasi evaluasi keperawatan harus
didokumentasikan (Olfah & Ghofur, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
C017182015_skripsi_22-08-2022 1-2.pdf
BAB I PENDAHULUAN.pdf
Mcrt` Lkerhalm Murshmi Bhlimcshs Lsscahlthcm (MLMBL). ?4<4.
BhlimcshsJeperlwltlm ?448-?4<<. Gljlrtl 7 EIA.
Buku Kmb, SIKI,SLKI.SDKI
Risiko Defisit Nutrisi [SDKI D.0032] - perawat.org
Diare [SDKI D.0020] - perawat.org
Defisit Nutrisi [SDKI D.0019] - perawat.org
Hipovolemia [SDKI D.0023] - perawat.org

Anda mungkin juga menyukai