Admin,+3 +Rani+Hendiyani+ok
Admin,+3 +Rani+Hendiyani+ok
Admin,+3 +Rani+Hendiyani+ok
Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis Neonatus di Rumah Sakit X Purwakarta
Abstract
Background: The high morbidity and mortality rates in neonates are caused by sepsis. Bacteria is one of the
causes, so that antibiotics are one of the empirical therapies. Irrational use of antibiotics can cause bacteria to
become resistant, so that the goal of therapy is not optimal. Objectives: This study aimed to evaluate the antibiotics
used by neonatal sepsis patients in terms of quality (Gyssens method) and quantity (Defined Daily Dose method)
and to determine the relationship between drug rationale and length of stay using the Spearman Rank correlation
test. Methods: This research was observational research with a Cross-sectional designed and analysed using the
descriptive-analytic method. Prospective patient data collection from May-July 2019 obtained 67 medical records
that met the inclusion criteria. Results: The evaluation of the quality of antibiotics, it was found that 26 patients
(37.7%) of the use of appropriate antibiotics were correct and 43 patients were incorrect, including 56.5%
inaccurate doses of antibiotics, 4.3% because there were other antibiotics that were more effective and 1.4% the
existence of antibiotics too long while the quantity of antibiotics use was 12.9 DDD/100 patient days including
Ampicilin Sulbactam (3.25), Cefoperazone Sulbactam (4), Meropenem (2.42) while the value DDD exceeding
WHO standard values were gentamicin (1.94) and Amikacin (1.29). Correlation results found r = 0.223 (P ≥ 0.05),
indicating that the correlation between rational use of drugs with the length of stay was low. Conclusion:
Inappropriate use of antibiotics still exists with quantities exceeding WHO standards.
Keywords: neonatal sepsis, antibiotics, gyssens method, DDD (defined daily dose) method, rank Spearman
correlation test
Abstrak
Pendahuluan: Angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada neonatus disebabkan oleh sepsis. Bakteri sebagai
salah satu penyebabnya sehingga antibiotik menjadi salah satu terapi empiris. Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten sehingga tujuan terapi tidak optimal. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan mengevaluasi antibiotik yang digunakan oleh pasien sepsis neonatus baik dilihat dari kualitas (metode
Gyssens) maupun kuantitas (metode Defined Daily Dose) serta untuk mengetahui hubungan antara rasionalitas
obat dengan lama rawat menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Metode: Penelitian observasional berdesain
potong lintang yang di analisis secara deskriptif analitik. Pengumpulan data pasien secara Prospektif dari bulan
Mei - Juli 2019 diperoleh 69 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Dari hasil evaluasi kualitas
antibiotik diperoleh penggunaan antibiotik tepat sebanyak 26 pasien (37,7%) dan tidak tepat sebanyak 43 pasien
meliputi 56,5% dosis pemberian antibiotik tidak tepat, 4,3% karena terdapat antibiotik lain yang lebih efektif dan
1,4% adanya pemberian antibiotik terlalu lama sedangkan kuantitas penggunaan antibiotik diperoleh total 12,9
DDD/100 pasien-hari meliputi Ampisilin-sulbaktam 3,25 DDD/100 pasien-hari, Sefoperazone-sulbaktam 4
DDD/100 pasien-hari, Meropenem 2,42 DDD/100 pasien-hari sedangkan nilai DDD yang melebihi nilai standar
WHO yaitu Gentamisin 1,94 DDD/100 pasien-hari dan Amikasin 12,9 DDD/100 pasien-hari meliputi Ampicilin-
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 218
Sulbaktam (3,25), Cefoperazone Sulbaktam (4), Meropenem (2,42) sedangkan nilai DDD yang melebihi nilai
standar WHO yaitu gentamicin (1,94) dan Amikasin (1,29). Hasil korelasi diperoleh nilai r = 0,223 (P ≥ 0,05) yang
artinya korelasi rendah bahwa tidak menunjukkan adanya hubungan antara rasional obat dengan lama rawat.
Kesimpulannya: Penggunaan antibiotik yang tidak tepat masih ada dengan kuantitas melebihi standar WHO.
Kata kunci: sepsis neonatus, antibiotik, metode gyssens, metode DDD (defined daily dose), uji korelasi rank
Spearman
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 219
Esnawan Jakarta dan memperolehnya dengan Nomor Sakit X. Seluruh pasien sepsis neonatus dan menerima
Sket/05/V/2019/ KEPK. pengobatan dengan menggunakan antibiotik. Dari 80
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei s/d Juli 2019 pasien tersebut hanya 67 pasien yang masuk kriteria
di ruang rawat inap neonatal Rumah Sakit X terhadap inklusi karena 13 pasien lainnya dikeluarkan dari subjek
antibiotik yang digunakan pasien sepsis neonatus. penelitian dengan alasan pulang paksa/atas permintaan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional sendiri (APS) sebanyak 9 pasien, lama perawatan < 2
dengan analisis secara deskriptif analitik, menggunakan hari sebanyak 2 pasien dan rujukan dari rumah sakit lain
desain potong lintang. Populasi yang diteliti adalah yang telah mendapat antibitotika sebanyak 2 pasien.
pasien sepsis neonatus yang memenuhi kriteria inklusi, Berdasarkan penelitian ini, dari 67 pasien untuk
yaitu pasien dengan data rekam medis lengkap, pasien jenis kelamin pada pasien sepsis neonatus yang
bayi usia < 28 hari dengan sepsis neonatus dengan atau disajikan pada Tabel 1 diperoleh bahwa jenis kelamin
tanpa penyakit penyerta, mendapat antibiotika empiris paling banyak yaitu laki-laki sebanyak 37 pasien
paling sedikit 2 hari. Selain itu memiliki data (55,2%) sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak
karakteristik pasien (jenis kelamin, berat badan bayi 30 pasien (44,8%). Bayi yang mengalami sepsis paling
sewaktu lahir, berat badan bayi sewaktu sepsis, usia bayi banyak berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut
saat sepsis, jenis sepsis, penyakit penyerta, lama masa berhubungan dengan faktor pertahanan tubuh yang
kehamilan, riwayat ibu pada saat persalinan). bersifat sex-linked, satu gen yang berlokasi di
Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan kromosom X. MikroRNA yang terdapat dalam
data sesuai kebutuhan penelitian menggunakan form kromosom X adalah suatu molekul yang meregulasi
pencatatan data. Kemudian data tersebut di analisa protein yang dibutuhkan untuk sistem imunitas (Desai
secara kuantitif (metode DDD/Defined Daily Dose) dan dkk., 2014). Bayi laki-laki memiliki satu kromosom X
kualitatif (metode Gyssens). dan satu kromosom Y (XY) sedangkan bayi perempuan
memiliki dua kromosom X (XX). Kromosom yang lebih
HASIL DAN PEMBAHASAN banyak inilah yang menyebabkan fungsi pertahanan
Pasien yang menjadi subjek penelitian selama bayi perempuan terhadap infeksi lebih besar
periode Mei – Juli 2019 berjumlah 80, baik yang berasal dibandingkan bayi laki- laki.
dari persalinan di luar maupun yang lahir di Rumah
Tabel 1. Karakteristik klinis pasien sepsis pada neonatus
n = 67
Karakteristik
Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 37 55,2
Perempuan 30 44,8
Usia
1 hari 64 95,5
3 - 7 hari 2 3,0
21 hari 1 1,5
Berat Badan Pasien
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) 6 9,0
BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup) 57 85,0
BBLL (Bayi Berat Lahir Lebih) 4 6,0
Jenis Sepsis Neonatal
SAD (Sepsis Awitan Dini) 64 95,5
SAL (Sepsis Awitan Lambat) 3 4,5
Riwayat Usia Kehamilan
CB (Cukup Bulan) 64 95,5
KB (Kurang Bulan) 3 4,5
Penyakit Penyerta Bayi
Dengan Penyakit Penyerta 7 10,4
Tanpa Penyakit Penyerta 60 89,6
Riwayat Persalinan
Lahir normal 34 50,7
Bedah sesar 33 49,3
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 220
Penelitian lainnya banyak yang menunjukkan sebanyak 95,5% atau 64 pasien dan Kurang Bulan (KB)
bahwa bayi laki-laki lebih banyak mengalami sepsis di kurang dari 37 minggu sebanyak 4,5% atau 3 pasien.
bandingkan bayi perempuan namun sampai saat ini Pada penelitian ini usia kelahiran dengan cukup bulan
belum ada penelitian yang membuktikan apakah ada dari 64 pasien sebanyak 33 pasien air ketubannya
kaitannya antara jenis kelamin dengan sepsis neonatus berwarna hijau, 4 pasien keruh dan 1 pasien berwarna
(Rasfa dkk., 2015). merah darah. Hal ini membuktikan bahwa warna air
Berdasarkan usia diperoleh data 95,5% pada usia 1 ketuban berpengaruh pada sepsis dan tidaknya pada
hari, 3% pada usia antara 3 - 7 hari dan 1,5% pada usia bayi. Bayi lahir dengan air ketuban berwarna hijau,
21 hari. Pasien neonatus dengan usia 1 hari keruh atau merah darah berisiko terjadinya sepsis 10 kali
menunjukkan persentase yang lebih tinggi karena pada lebih besar bila dibandingkan dengan bayi lahir dengan
saat persalinan sangat rentan terkena infeksi yang air ketuban tidak keruh. Sebagai media kultur yang
bersifat nosokomial. Selain itu, infeksi bisa juga terjadi kurang baik bagi bakteri, air ketuban di tambah adanya
melalui saluran genital ibu karena adanya organisme sejumlah mekonium di dalamnya, dapat meningkatkan
bakteri. pertumbuhan bakteri terutama Escherichia coli dan
Berdasarkan berat badan bayi diperoleh Bayi Berat Listeria monocytogenes. Air ketuban yang bercampur
Lahir Cukup (BBLC) 85,1% sedangkan yang lainnya mekonium dapat menyebabkan janin berisiko lebih
9% dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan 6% tinggi terinfeksi dibanding bayi yang lahir dengan air
dengan Bayi Berat Lahir Lebih (BBLL). Pada penelitian ketuban tidak keruh (Kosim dkk., 2010).
ini dimana bayi dengan BBLC lebih banyak sepsis. Hal Pada penelitian ini pasien tanpa penyakit penyerta
ini dipengaruhi oleh faktor dari ibu yang mengalami lebih banyak dibandingkan dengan penyakit penyerta
koriamnionitis seperti ketuban pecah lama (> 18 jam), yaitu sebanyak 60 pasien (89,6%) sepsis neonatus tanpa
demam intrapartum ibu (> 38,4ºC), leukositosis ibu, penyakit penyerta sedangkan sebanyak 7 pasien (10,4)
infeksi saluran kencing pada ibu dan infeksi karena sepsis neonatus dengan penyakit penyerta.
kuman nosokomial. Menurut Wilar dkk. (2013), tidak Riwayat persalinan normal lebih banyak yaitu
terdapat hubungan yang bermakna antara sepsis 50,7% dibandingkan bedah saecar 49,3%. Pada
neonatus dengan berat badan lahir pada bayi setelah penelitian ini riwayat persalinan normal lebih banyak
dilakukan uji statistic. menjadi penyebab terjadinya sepsis neonatus. Hal ini
Angka kejadian sepsis awitan dini diperoleh 95,5% menunjukkan bahwa bayi dengan sepsis terjadi karena
lebih banyak dibandingkan sepsis awitan lambat hanya tertular pada saat dalam kandungan dan pada saat proses
memperoleh 4,5%. Menurut Wilar dkk. (2009) dalam persalinan (Manuaba, 2014). Penggunaan alat saat
penelitiannya pada periode Januari - Juli 2009, setelah dilakukan pertolongan pada proses persalinan atau pada
dianalisa yang menjadi penyebab sepsis awitan dini saat resusitasi merupakan salah satu penyebab sepsis
yaitu faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan neonatus karena adanya kontaminasi kuman yang terjadi
dengan sepsis neonatus salah satunya ketuban pecah setelah lahir (IDAI, 2009).
dini > 18 jam. Pada penelitian ini, faktor yang Evaluasi kualitas penggunaan antibiotik
menyebabkan SAD yaitu adanya korioamnionitis dan Pada Tabel 2 terdapat 5 varian antibiotik yang
air ketuban berbau karena adanya data yang diberikan kepada pasien sepsis neonatal baik tunggal
menunjukkan air ketuban yang berwarna hijau, keruh maupun kombinasi. Ada 63 pasien (94%) dari jumlah
dan berwarna merah darah. pasien menggunakan terapi antibiotik kombinasi lini
Menurut riwayat usia kehamilan diperoleh data pertama.
kehamilan Cukup Bulan (CB) antara 37 - 42 minggu
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 221
Penatalaksanaan sepsis neonatus di Rumah Sakit X, lini kedua yaitu sefopurazone-sulbaktam dan
sebanyak 63 pasien (94%) diberikan terapi antibiotik Gentamisin dan satu kasus lagi pemberian antibiotik
lini 1 Ampisilin-sulbaktam dan Gentamisin sebagai langsung di berikan lini ke tiga yaitu Meropenem. Hal
terapi awal sampai pasien tersebut di nyatakan sembuh. ini karena melihat KU yang memburuk serta nilai CRP
Hal ini telah sesuai dengan pedoman pelayanan medis yang melebihi nilai normal sehingga dengan cepat
IDAI (2009). Kemudian, ada 2 pasien yang diberikan pasien diberikan lini ke dua atau ke tiga. Pemberian
antibiotik terjadi pergantian, yaitu 1 pasien (1,5%) dari antibiotik ini tidak didukung dengan uji kultur sehingga
lini 1 ke lini 3, (Ampisilin + sulbaktam dan Gentamisin terapi tidak berdasarkan pola kumannya hanya
di ganti dengan Meropenem) dan 1 pasien (1,5%) dari berdasarkan KU dan pemeriksaan hematologi di liat dari
lini 1 ke lini 2 (Ampisilin + sulbaktam dan Gentamisin nilai kritisnya.
di ganti dengan Sefoperazone + sulbaktam dan Durasi penggunaan antibiotik yang ditunjukkan
Amikasin). Pergantian terapi sepsis neonatus dari lini 1 pada Tabel 3 tersingkat adalah 3 hari sebanyak 24 pasien
ke lini 2, telah sesuai dengan penatalaksanaan terapi (35,8%) telah sesuai dengan Kementrian Kesehatan
untuk sepsis neonatus menurut Depkes RI (2007) yaitu Republik Indonesia (2011) bahwa lama pemberian
apabila pasien memburuk selama 3 hari dilihat dari antibiotik kombinasi antara 48 - 72 jam (2 - 3 hari).
keadaan umum (KU) setelah diberikan antibiotik lini 1, Durasi penggunaan antibiotik terbanyak adalah 4 - 7 hari
maka antibiotik di ganti dengan antibiotik lini 2 yaitu sebanyak 42 pasien (63,7%) dan > 7 hari (19 hari)
Sefoperazone dan Amikasin. Sedangkan 1 kasus (1,5%) dengan jumlah 1 pasien (1,5%), tidak sesuai prinsip
menggunakan Sefoperazone + sulbaktam sebagai lini 2 penggunaan terapi antibiotik kombinasi menurut
di kombinasi dengan Gentamisin dan 1 kasus (1,5%) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011). Jika
pasien sepsis neonatus diberikan terapi Meropenem lebih dari 3 hari (> 72 jam), harus di observasi dengan
sebagai lini 3. melakukan pemeriksaan untuk kondisi klinis pasien,
Efek terapi dari penggunaan antibiotik tidak sama pemeriksaan berdasarkan data mikrobiologis dan data
antara satu pasien dengan pasien yang lain tergantung penunjang lainnya. Hal ini tidak dilakukan untuk data
pada kondisi klinik pasien yang ditunjukkan dengan KU mikrobiologis dan penunjang lainnya dikarenakan
semakin membaik atau semakin memburuk. Ini keterbatasan biaya dalam menangani pasien sepsis
ditunjukkan pada adanya 1 pasien diberikan lini pertama neonatus. Kebanyakan pasien sepsis neonatus adalah
kemudian karena KU tidak membaik diberikan lini ke pasien BPJS dimana pengambilan data mikrobiologis
tiga yaitu Meropenem tanpa pemberian lini ke dua membutuhkan biaya yang besar.
terlebih dahulu. Selain itu ada juga pemberian langsung
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 222
Selain membutuhkan biaya yang besar juga dengan persentase 16% penggunaan antibiotik yang
dibutuhkan waktu yang panjang sedangkan penanganan lebih dari dosis seharusnya dan 71 dengan persentase
sepsis neonatus harus segera dilakukan dengan 56% dosis penggunaan antibiotik yang kurang dari dosis
pemberian antibiotik. Jika KU memburuk setelah 3 hari yang seharusnya. Besarnya lebih dosis dan kurang dosis
diberikan antibiotik, maka antibiotik diganti dari lini pada penelitian ini sebagian disebabkan karena sulitnya
pertama ke lini kedua. Efek dari penggunaan antibiotik memberikan dosis yang tepat karena berat badan pasien
yang tidak sesuai dengan pola kuman akan sehingga dokter berinisiatif melakukan pembulatan
menimbulkan resistensi. pada dosis yang terdapat bilangan di belakang koma
Tabel 4 menunjukkan ketepatan dosis penggunaan sehingga yang terjadi yaitu lebih atau kurang dari dosis
antibiotik yang diberikan kepada pasien sepsis neonatus. yang seharusnya sehingga pemberian antibiotik menjadi
Pada penelitian ini terdapat 36 dosis dengan persentase tidak tepat.
28% penggunaan antibitotika yang tepat, 20 dosis
Tabel 4. Ketepatan dosis penggunaan antibiotik pasien sepsis neonatus
Pemberian Dosis
Total
Kurang Tepat Lebih
Ampisilin-Sulbaktam 66 24 (36,4%) 27 (40,9%) 15 (22,7%)
Gentamisin 66 56 (84,8%) 7 (10,6%) 3 (4,5%)
Meropenem 2 - - 2 (100%)
Sefoperazone-sulbaktam 2 - 2 (100%) -
Amikasin 1 1 (100%) - -
Jumlah 127 71(56%) 36 (28%) 20 (16%)
Pada rute pemberian antibiotik untuk semua pasien Lama perawatan atau Lenght of Stay (LOS) pada
sepsis neonatus melalui rute intravena sesuai dengan pasien sepsis neonatus menurut Tabel 5 dengan lama
kondisi bayi baru lahir dimana pada bayi baru lahir rawat ≤ 7 hari yaitu 4 hari sebanyak 41 pasien atau 61%,
pemberian antibiotik selain intravena tidak 5 hari sebanyak 14 pasien atau 20,9%, 6 hari sebanyak
memungkinkan contohnya melalui rute oral. Selain itu 3 pasien atau 4.5%, 7 hari sebanyak 2 pasien atau 3%.
dipilih rute secara intravena karena sepsis neonatus Sedangkan ≥ 7 hari yaitu 8 hari sebanyak 1 pasien atau
merupakan infeksi berat sehingga diperlukan 1.5%, 10 hari sebanyak 1 pasien atau 1.5%, 14 hari
bioavailabilitas yang tinggi untuk menyerang segala sebanyak 1 pasien atau 1.5%, 17 hari sebanyak 1 pasien
bentuk bakteri yang terdapat dalam jumlah yang banyak atau 1.5% dan 23 hari sebanyak 1 pasien atau 1.5%. Jadi
di dalam darah. total pasien dengan lama rawat ≤ 7 hari yang sesuai
dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 223
(2011) berjumlah 60 pasien atau 89,4%. Hal ini Gyssens (2001) yaitu metode evaluasi peresepan
menunjukkan bahwa lama rawat pasien sepsis neonatus antibiotik dengan pendekatan kualitatif yang menilai 12
di Rumah Sakit X telah sesuai dengan Kementrian sub kategori dan dinyatakan dengan satuan peresepan.
Kesehatan Republik Indonesia (2011). Pada Tabel 6 menunjukkan hasil 26 pasien
Tabel 5. Lama Rawat Inap atau Length of Stay (LOS) menggunakan antibiotik tepat (kategori 0), 39 pasien
Lama diberikan terapi dengan dosis antibiotik tidak tepat
Jumlah pasien Persentase (%)
Perawatan (kategoriIIa), tiga pasien dinyatakan ada antibiotik lain
≤ 4 hari 41 61 yang lebih efektif (kategori IVa) dan 1 pasien antibiotik
5 - 7 hari 21 3,4 diberikan terlalu lama (kategori IIIa). Pada kategori Iva
> 7 hari 5 7.5
yaitu satu pasien dengan pengobatan langsung dengan
lini ke 3, satu pasien dengan pengobatan langsung lini
Keberhasilan penggunaan antibiotik ditentukan
ke 2 dan satu pasien dengan pengobatan dari lini ke 1
oleh beberapa faktor seperti ketepatan dosis, cara
dilanjutkan ke lini 3 dan satu pasien menunjukkan
pemberian, frekuensi pemakaian dan lama pemberian
pemberian antibiotik lebih dari tujuh hari.
antibiotik. Hal ini di evaluasi dengan metode Meer &
Tabel 6. Evaluasi Penggunaan antibiotik berdasarkan metode Gyssens
Hasil metode Gyssens Jumlah pasien (%)
0 Penggunaan antibiotik tepat/bijak 26 37,7
IIa Dosis pemberian antibiotik tidak tepat 39 56,5
IVa Ada antibiotik lain yang lebih efektif 3 4,3
IIIa Pemberian terlalu lama 1 1,4
Total 69 100
Penatalaksanaan terapi sepsis neonatus seharusnya yang digunakan semakin kecil menunjukkan bahwa
dimulai dari lini pertama (Ampisilin-Gentamisin) jika dokter lebih selektif dalam peresepan antibiotik
tidak menunjukkan perbaikan maka di ganti dengan lini sehingga lebih mendekati prinsip penggunaan antibiotik
ke dua dan jika belum ada perbaikan maka diganti yang rasional.
dengan lini ke 3 (Meropenem) dan pemberian antibiotik Dalam penelitian ini didapatkan lima jenis
tidak lebih dari 7 hari karena hal ini akan menimbulkan antibiotik dengan total 12,9 g DDD/100 hari rawat
resistensi terhadap antibiotic. seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7. Penggunaan
Evaluasi kuantitas penggunaan antibiotik antibiotik dengan nilai lebih tinggi dari pada standar
Pada penelitian ini durasi pemberian antibiotik yang nilai DDD WHO adalah Gentamisin dengan nilai
paling banyak digunakan yaitu 3 - 4 hari sebanyak 93%. sebesar 1,94 g DDD/100 hari rawat dan Amikasin
Pada sebagian besar penyakit infeksi, antibiotik yang dengan nilai sebesar 1,29 g DDD/100 hari rawat. Jika
diberikan selama 5 - 7 hari. Hal ini kemungkinan karena nilai DDD lebih tinggi dari standar nilai DDD yang
antibiotik yang diresepkan dengan tujuan terapi empiris. dikeluarkan WHO, itu menunjukkan bahwa peresepan
Jangka waktu pemberian antibiotik secara empiris yaitu dan penggunaan antibiotik pada pasien kemungkinan
selama 48 - 72 jam atau 2 - 3 hari. Pemberian antibiotik tidak selektif sehingga di khawatirkan akan banyak
secara empiris, di pilih antibiotik dengan spektrum luas ditemui antibiotik yang diresepkan dan digunakan
seperti antibiotik golongan penisilin dan pasien tidak tepat sehingga akan mempengaruhi
aminoglikosida. kerasionalan antibiotik terutama kerasionalan ketepatan
Penilaian kuantitas penggunaan antibiotik dari 67 dosis. Ada 2 jenis antibiotik yang masuk ke dalam
catatan medik pasien sepsis neonatus didapat dari segmen DU 90% penggunaan tertinggi yaitu Ampisilin-
perhitungan DDD/100 hari rawat. Kuantitas antibiotik sulbaktam dan Gentamisin.
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 224
Tabel 7. Evaluasi penggunaan antibiotik pasien sepsis neonatus berdasarkan DDD 100 pasien-hari
DDD WHO/100 Pemberian
Jenis Kode DDD DDD/100 Segmen
Hari Rawat Dosis (gram) %
antibiotik ATC (gram) patient-days DU
(gram) (n = 67)
Ampisilin-
J01CA01 6 63,03 10,50 3,25 57,47
sulbaktam 90%
Gentamisin J01GB03 0,24 1,51 6,29 1,94 34,37
Meropenem J01DH02 3 2,76 0,92 2,42 5,04
Sefoperazone-
J01DD12 4 1,92 0,48 4 2,63 10%
sulbaktam
Amikasin J01GB06 1 0,09 0,09 1,29 0,49
Total 69,31 18,28 12,9 100,0
Outcome klinik setelah diberikan antibiotik dan 7 pasien (10,4%) dengan lama rawat antar 5 - 7 hari.
Tabel 8 menunjukkan bahwa keadaan 67 pasien Hal ini sudah sesuai dengan pedoman dari Kementrian
sepsis neonatus pada saat pulang dinyatakan 100% Kesehatan Republik Indonesia (2011) bahwa untuk
dalam kondisi sembuh. Pasien dinyatakan sembuh pengobatan pasien infeksi adalah maksimal 7 hari.
apabila tanda dan gejala sepsis sudah tidak muncul, hasil Sedangkan yang tidak rasional sebanyak 41 pasien
pemeriksaan penunjang, terjadi perbaikan seperti pada (61,2%) dengan lama rawat ≤ 4 hari, 21 pasien (31,3%)
umumnya, keadaan bayi baik, suhu tubuh normal, dengan lama rawat 5 - 7 hari dan 5 pasien (7,5%) dengan
percepatan pernafasan normal dan denyut nadi kembali lama rawat > 7 hari. Penggunaan antibiotik yang tidak
normal. rasional akan menyebabkan resistensi.
Hubungan antara rasionalitas antibiotik dengan
lama rawat dan outcome klinisnya
Pada Tabel 9 didapat hasil dari obat yang rasional
sebanyak 19 pasien (28,4%) dengan lama rawat ≤ 4 hari
Tabel 8. Keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit
n = 67
Karakteristik Jumlah Persentase
(n) (%)
Keadaan Sewaktu Pulang
Sembuh 67 100,0
Hasil dari uji Rank Spearman Tabel 10 rasional tidak ada hubungannya dengan seseorang lebih
menunjukkan nilai r = 0,223 (P >0,05) artinya korelasi cepat atau lama dalam penyembuhan. Tidak adanya
rendah hal ini menunjukkan bahwa variabel yang di uji hubungan antara rasionalitas dengan seseorang lebih
tidak menunjukkan hubungan antara rasionalitas obat cepat atau lebih lama dalam penyembuhan karena
dengan lama perawatan karena signifikasi hasil korelasi evaluasi yang digunakan adalah literatur IDAI dan
lebih besar dari 0,05 (5%). Hasil korelasi ini KEMENKES.
mengartikan bahwa antara penggunaan antibiotik yang
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 225
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303
Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 8 No. 3 Desember 2021 226
pada Neonatus Tersangka Sepsis yang Dirawat di Neutrophil Ratio for Diagnosing Early-Onset
Instalasi Neonatus RSUD Arifin Achmad Provinsi Neonatal Sepsis. Paediatrica Indonesiana; 56;
Riau. Jurnal Online Mahasiswa; 2; 4-5. 107-110.
Meer, V. J. W. M. & Gyssens, I. C. (2001). Quality of Wilar, R., Kumalasari, E., Suryanto, D. Y. & Gunawan,
Antimicrobial Drug Prescription in Hospital. S. (2009). Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini. Sari
Clinical Microbiology and Infection; 7; 12–15. Pediatri; 12; 265-269.
WHO. (1996). Perinatal Mortality (Report No: WHO Wilar, R., Mantix, M., Lihawa, M. Y. (2013). Hubungan
/FRH/MSM/967). Geneva: WHO. Jenis Persalinan dengan Kejadian Sepsis
Wilar, R., Daud, D., As'ad, S., Febriani, D. B. & Mina. Neonatorum di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
(2016). A Comparison of Neutrophil Gelatinase- Manado. E-Clinic; 2; 1-5.
Associated Lipocalin and Immature to Total
P-ISSN: 2406-9388
E-ISSN: 2580-8303