0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
86 tayangan8 halaman

UAS FILPEN FajarNur PJKR 2C

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 8

NASKAH SOAL

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)


TAHUN AKADEMIK 2021-2022 GENAP

Mata Kuliah : FILSAFAT PENDIDIKAN


Dosen : Dodi Ahmad Haerudin, M.Pd.I
Prodi/Kelas : PJKR, PG-PAUD/ 2D, 2C, PBSD, 2KRY
Hari/Tanggal : disesuaikan
Waktu : disesuaikan
Sifat : Open Book

Petunju: a. Berdoalah sebelum mengerjakan soal.


b. Tulis identitas (nama, dll) dengan lengkap.
c. Bacalah seluruh soal dengan teliti.
d. Semua jawaban dikerjakan masing-masing tanpa bekerja sama dengan orang lain.
e. Perhatikan batas pengumpulan jawaban, jangan sampai terlambat..

1. Problematika pendidikan banyak terkait dengan bagaimana melahirkan guru profesional.


Silahkan saudara jelaskan bagaimana melahirkan guru-guru profesional di Indonesia, dukung
pendapat saudara dengan berbagai jurnal/buku yang saudara baca! (Score 30, jika saudara
dapat memberikan Daftar Pustakanya).
2. Banyak aliran filsafat pendidikan, di antaranya Filsafat Esensialisme, Filsafat Perenialisme,
Filsafat Progresivisme, Filsafat Eksistensialisme, Filsafat Rekonstruktivisme. Silahkan
saudara deskripsikan konsep pendidikan menurut berbagai aliran-aliran filsafat pendidikan
tersebut! (Score 40, jika saudara dapat memberikan rujukan buku sebagai referensi, dan
ditulis Daftar Pustakanya).
3. Silahkan saudara uraikan bagaimana mengatasi relevansi pendidikan
dengan pembangunan dan kebutuhan masyarakat! Kemudian saudara jelaskan juga
bagaimana menanggulangi karakter peserta didik yang kian hari kian mengkhawatirkan!
(Score 20, jika saudara dapat memberikan rujukan buku sebagai referensi, dan ditulis Daftar
Pustakanya)
4. Tuliskan 3 teori Pendidikan menurut tokoh Filsafat Pendidikan. (Score 10, jika saudara dapat
memberikan rujukan buku sebagai referensi, dan ditulis Daftar Pustakanya).

Nama : Fajar Nurohman


Kelas : PJKR 2C
Nim : 212223095

JAWABAN!

1) Problematika
a. Pengertian problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang
menimbulkan masalah; permasalahan; situasi yang dapat didefinisikan sebagai
suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan (Sutan Rajasa,
2002: 499)
Syukir (1983:65), menyatakan bahwa problematika adalah suatu
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat diselesaikan
atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu.
Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalan-persoalan sulit
yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individu
(faktor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia
pendidikan.
b. Problematika guru
Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari diri guru yang bersangkutan
dan problem yang berasal dari dalam diri guru lazim disebut problem internal,
sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal.
1) Problem internal
Menurut Nana Sudjana (1998: 41), bahwa problem internal yang dialami
oleh guru pada umumnya berkisar pada kompetensi profesional yang dimilikinya,
baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi, bidang sikap seperti
mencintai profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang perilaku seperti
keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi pedagogis) dan
lain-lain.
a). Menguasai bahan/materi
Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, rancangan dan
penyiapan bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis. Rancangan atau
persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi sebagai pemberi arah
pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar dapat terarah dan
efektif.
b). Mencintai profesi keguruan
Bertolak dari kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru dan adanya
keinginan kuat untuk menjadi seorang guru yang baik, persoalan profesi guru di
sekolah terus menarik untuk dibicarakan, didiskusikan, dan menuntut untuk
dipecahkan, karena masih banyak guru yang punya anggapan bahwa mengajar
hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan faktor dominan dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa, guru sering dijadikan
teladan dan tokoh panutan. Peran guru adalah perilaku yang diharapkan
(expected behavior) oleh masyarakat dari seseorang karena status yang
disandangnya.

c). Keterampilan mengajar


Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses
pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang
merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi
guru tersebut menurut Depdikbud (dalam Mulyasa, 2006: 4-5), meliputi: 1)
menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4)
penggunaan media atau sumber, 5) mengelola interaksi belajar mengajar, 6)
menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, 7) mengenal fungsi
layanan bimbingan dan penyuluhan (BP), 8) mengenal menyelenggarakan
administrasi sekolah 9) memahami prinsipprinsip 10) menafsirkan hasil penelitian
pendidikan guru untuk keperluan pengajaran.
d). Menilai hasil belajar siswa
Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahui tingkat kemajuan yang telah
dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana tingkat
pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai. Menurut Syaiful Bahri
Djamarah (2005: 20) evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan data tentang sejauh mana kerberhasilan anak didik dalam belajar
dan keberhasilan guru dalam mengajar
2). Problem eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Menurut Nana Sudjana (1998: 42-43) mengemukakan bahwa kualitas pengajaran
juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. a). Karakteristik
kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber belajar yang
tersedia. b). Karakteristik sekolah yang dimaksud misalnya disiplin sekolah,
perpustakaan yang ada di sekolah memberikan perasaan yang nyaman, bersih,
rapi dan teratur.

Profesi Guru
a. Pengertian profesi
Kata profesi identik dengan kata keahlian. Menurut Syafruddin Nurdin
(2002: 16), diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut
di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk di
implementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Profesi adalah suatu
pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus untuk melakukannya. Hal ini
mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak
dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan
melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Karena
dua kata kunci dalam istilah profesi adalah pekerjaan dan keterampilan khusus,
maka guru merupakan suatu profesi, artinya guru merupakan suatu jabatan yang
memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang kependidikan.
( Link Daftar Pustaka : https://core.ac.uk/download/pdf/296469293.pdf )

2). – Esensialisme
Essensialisme menghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah
nilai-nilai yang esensial, yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan
telah turun menuran dari zaman ke zaman, dengan mengambil zaman renaisanse
sebagai permulaan. Essensialisme merupakan gerakan pendidikan yang
bertumpu pada mazhab fllsafat idealisme dan realisme. Pada aliran idealisme
pendidikan diarahkan pada upaya pengembangan kepribadian anak didik sesuai
dengan kebenaran yang berasal dari atas yaitu dari dunia supranatural, yaitu
Tuhan. Sedangkan Uraian berikut akan memberikan penjelasan tentang pola
dasar pendidikan aliran Esensialisme yang didasari oleh pandangan humanisme,
sebagai reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniaan, serba ilmiah,
dan materialistik. Untuk mendapatkan pemahaman pola dasar yang lebih rinci,
kita harus mengenal dari referensi pendidikan esensialisme.
Isi pendidikanya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal
yang mampu mengerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi
essensialisme merupakan miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembanganya,
kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola
idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kenyataan sosial yang ada di masyarakat.
( Link Daftar Pustaka : file:///C:/Users/Asus/Downloads/1651-4750-1-SM%20(3).pdf
)

- Filsafat Perenialisme
Aliran filsafat perenialisme menegaskan bahwa pendidikan diarahkan
pada upaya pengembangan kemampuan intelektual anak didik melalui pemberian
pengetahuan yang bersifat abadi, universal, dan absolut. Perenialisme melihat
bahwa akibat dari kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak krisis di
berbagai bidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini,
Perenialisme memberikan jalan keluar berupa kembali kepada kebudayaan yang
lampau "ressive Road to Culcure". Oleh sebab itu, perenialisme memandang
penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia
zaman modern ini kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal
dan yang telah teruji ketagguhanya. Sikap kembali kepada masa lampau bukanlah
berarti nostalgia, sikap yang membanggakan kesuksesan dan memulihkan
kepercayaan pada nilainilai asasi abad silam, tetapi berupaya menghidupkan
nilai-nilai tersebut sebab juga masih diperlukan dalam abad modern.
Perenialisme berpendapat bahwa untuk mengatasi gangguan kebudayaan,
diperlukan usaha untuk menemukan dan mengamankan lingkungan
sosiokultural, intelektual dan moral, dan inilah yang menjadi tugas filsafat dan
filsafat pendidikan.
( Link Daftar Pustaka : file:///C:/Users/Asus/Downloads/1651-4750-1-SM%20(3).pdf
)

- Filsafat Progresivisme
Filsafat Progresivisme merupakan Aliran filsafat pendidikan yang
menekankan kepada peningkatan kemampuan peserta didik melalui pengalaman
kemampuan diri peserta didik atau kemandirian dan selalu menunjukkan
perubahan dari masing-masing peserta didik. Filsafat Progresivisme sangat
berpengaruh dalam potensi pengembangan peserta didik. Pengembangan disini
yaitu peserta didik mendapatkan pengetahuan tambahan dari potensi yang
dimiliki, dapat mengembangkan potensi secara mandiri, dan dapat menjadi
progres atau kemajuan untuk diri peserta didik, untuk mencapai tujuan
pendidikan. Filsafat Progresivisme juga berpandangan bahwa belajar adalah
suatu proses yang bertumpu pada akal manusia dalam memecahkan berbagai
masalah dalam kehidupannya. Karena kehidupan anak (peserta didik) selalu
bergerak atau berasal dari pengalaman-pengalaman dilingkungan sekitarnya,
maka pendidikan menurut aliran ini adalah proses sosialisasi yaitu suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan potensi melalui pengalaman untuk mencapai
kemajuan dan tujuan pendidikan. 
( Link Daftar Pustaka :
https://www.kompasiana.com/kormilatria/5eb67a4fd541df5ea63f5b42/pengertian-
filsafat-pendidikan-progresivisme )

- Filsafat Eksistensialisme
Pandangannya tentang pendidikan, disimpulkan oleh Van Cleve Morris
dalam Existentialism and Education, bahwa eksistensialisme tidak menghendaki
adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk.11 Oleh sebab itu
eksistensialisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana
yang ada sekarang. Pandangan eksistensialisme terhadap pendidikan Islam
dapat dikatakan tidak sesuai karena dalam pandangannya tidak menghendaki
adanya perkembangan sesuai dengan zamanya. Sementara itu, konsepnya
tentang pendidikan juga kurang jelas, sehingga untuk pendidikan Islam hal
semacam itu kurang tepat, karena pendidikan Islam menghendaki kemajuan, baik
untuk pribadi maupun kepentingan masyarakat di dunia dan akhirat.
( Link Daftar Pustaka : file:///C:/Users/Asus/Downloads/1651-4750-1-SM%20(3).pdf
)

- Filsafat Rekonstruktivisme
Pengertian Aliran Filsafat Rekonstruktivisme Kata rekontruktivisme dalam
bahasa Inggris ”recconstruct” yang berarti menyusun kembali. Aliran filsafat
rekonstruktivisme terdiri dari dua pemikiran, yaitu Masyarakat memerlukan
perubahan sosial melibatkan baik perubahan pendidikan dan penggunaan
pendidikan dalam merubah masyarakat. Aliran rekonstruktivisme mempunyai
sikap terhadap perubahan tersebut bahawa mereka mendukung individu untuk
mencari kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya dan semasa ini. Aliran
filsafat rekonstruktivisme dapat menjadi alat yang reponsif karena dihadapkan
pada permasalahan masyarakat yang berhubungan dengan ras, kemiskinan,
peperangan, kerusakan lingkungan dan teknologi yang tidak manusiawi yang
membutuhkan rekonstruksi/perubahan dengan segera. Para individu di abad 20
kebingungan tidak hanya oleh perubahan yang telah terjadi, tetapi juga dengan
kemungkinan perubahan pada masa yang akan datang yang harus dibuat jika kita
hendak mengatasi masalah-masalah yang ada. Sedangkan ada banyak orang
mempunyai pandangan yang berpikir dan mengembangkan perubahan sosial
yang disebut dengan filsafat rekonstruktivisme.
( LINK DAFTAR PUSAKA : https://www.slideshare.net/MuhammadFajri41/aliran-
filsafat-rekonstruktivisme-67754097 )

3). - Relevansi pendidikan dengan pembangunan dan kebutuhan masyarakat


Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan
kualitas manusia. Pendidikan yang berkualitas dapat menciptakan generasi yang
unggul dan kompetitif dalam menghadapi tantangan yang terjadi di masa
mendatang. Rendahnya kualitas lulusan merupakan salah satu bukti bahwa
pendidikan di Indonesia belum secara optimal dikembangkan. Relevansi
pendidikan dalam hal substansi dengan kebutuhan masyarakat dinilai masih
rendah. Dunia industry mengeluhkan masih kurang relevannya kompetensi
lulusan pendidikan tinggi dengan dunia kerja, tenaga kerja tidak relevan dengan
industry. Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan
perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Pembangunan pendidikan
nasional yang akan dilakukan secara jelas menekankan pentingnya pendidikan
sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan
keadilan, dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan
multikulturalisme serta peningkatan kesejahteraan.
(Link Daftar Pustaka :
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/menarailmu/article/view/655 )
- Menanggulangi karakter peserta didik yang kian hari kian mengkhawatirkan
Pendidikan tidak hanya mendidik para peserta didiknya untuk menjadi
manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadiannya agar berakhlak
mulia. Hal ini senada dengan definisi pendidikan menurut Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 20013 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa, dan negara.
Namun, saat ini pendidikan di Indonesia dinilai kurang berhasil dalam
membangun kepribadian atau karakter peserta didiknya agar berakhlak mulia.
Diakui atau tidak diakui saat ini terjadi krisis yang sangat nyata dan
mengkhawatirkan masyarakat dengan melibatkan pemilik kita yang berharga,
yaitu anak-anak. Melihat fenomena-fenomena yang terjadi saat ini seperti pelajar
yang menjadi pemakai narkoba, melakukan tindak kriminal dan yang baru sempat
hangat di media kabar yaitu kasus guru di Sulawesi Selatan, ibu Nurmayani yang
mencubit anak polisi yang kemudian berakhir di sel penjara hingga menjadi
perhatian publik.Oleh karena itu dalam rangka mengatasi krisis moral yang terjadi
saat ini yaitu salah satunya melalui pendidikan karakter. Sehingga pendidikan
karakter dipandang sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan ini adalah
salah satu tugas guru yang harus dipenuhi karena guru adalah orang tua bagi
siswa di sekolah dan salah satu faktor terpenting dalam menentukan karakter /
kepribadian anak selain orang tua dan lingkungan masyarakat.Guru adalah
sesosok orang yang digugu dan ditiru. Maka seyogyanya guru harus bisa
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter yang baik kepada siswanya. Ia harus
mencontohkan dan menerapkan hal-hal baik terlebih dahulu sebelum ia
menyuruh atau memerintah siswanya. Oleh karena itu, dalam mengatasi minimya
pendidikan karakter maka seharusnya seorang guru harus mempunyai 3 unsur
penting yaitu guru 3P (Pengajar, Pendidik danPemimipin).
Pertama, guru sebagai seorang pengajar, artinya seorang guru harus
mentransformasi pengetahuan yang dimilikinya kepada siswanya (transfer
knowledge), kedua guru sebagai seorang mendidik artinya seorang guru harus
mampu menanamkan hal hal baik terlebih dahulu yang patut ditiru oleh muridnya
(transfer value) dan ketiga guru sebagai pemimpin, artinya guru tidak hanya
dapat melakukan pengajaran dan pendidikan tapi juga dapat menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif dan dapat berkomunikasi dengan orang tua sebagai
bentuk tanggung jawabnya.
Jika didalam jiwa seorang guru telah memiliki 3 hal ini maka tidaklah
mungkin siswa atau peserta didik tidak memiliki rasa hormat kepada gurunya.
Tidaklah mungkin mereka merasa berani atau membangkang kepada gurunya
karena yang ada dalam pikiran atau ingatan mereka bahwa guru ini patutu
dihormati dan dihargai. Sehingga akan lebih mudah mengajarkan nilai-nilai
pendidikan karakter kepada mereka karena panutan atau suri tauladan yang
mereka lihat sudah sangat tepat. Karena sejatinya sebagai seorang murid tanpa
disengaja maupun sengaja akan mengikuti jejak dari gurunya.
Pendidikan karakter tentu tidak hanya ditentukan oleh guru tetapi orang tua
dan lingkungan masyarakat juga turut mempengaruhi. Oleh karena itu, sebagai
orang tua, kita harus membangun nilai-nilai pendidikan karakter sedini mungkin
kepada anak kita karena orang tua adalah rumah pertama bagi mereka maka akan
sangat mudah mengajarkan pendidikan karakter tersebut. Dan tidak lupa orang
tua juga berperan aktif dalam mengajarkan nilai-nilai keagamaan karena
seyogyanya didalam nilai keagaaman tersebut ada beberapa bagian dari nilai
karakter yang ada seperti, religius, toleransi, saling menghargai, dan lain-lain
Lingkungan masyarakat juga turut menentukan sehingga kita sebagai orang tua
tetap harus siap dan waspada akan pergaulan yang dijalin oleh anak kita.Jika
peran guru, orang tua, dan lingkungan masyarakat sudah berjalan sebagaimana
fungsinya maka tidaklah sulit untuk mewujudkan nilai nilai pendidikan karakter
yang telah kita ajarkan kepada anak didik kita. Dengan adanya kerjasama dan
sistem yang baik maka tidaklah sulit menjadikan peserta didik menjadi manusia
yang cerdas tapi juga manusia yang memiliki karakter atau kepribadian akhlakul
karimah serta tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU No 20 tahun
2013 dapat tercapai.
( LINK DAFTAR PUSTAKA : https://www.sekolahguruindonesia.net/solusi-
mengatasi-minimnya-pendidikan-karakter/ )

4).Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan,Yaitu :


1. Pendidikan klasik,
2. Pendidikan personal
3. Pendidikan teknologi,
4. Pendidikan interaksional, Daftar Pustaka:
https://hudanuralawiyah.wordpress.com/2011/11/25/makalah-teoriteori-
pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai